십팔 (Eighteen)
"Sowon, apakah kau pernah menyukai seseorang?"
"Ya, dulu."
"Kenapa dulu?"
"Karena ia mengkhianatiku."
"Mengkhianatimu?"
"Dia melakukan sesuatu yang tidak bisa kuterima. Jadi kuanggap dia mengkhianatiku."
"Kalau begitu, berjanjilah, Sowon."
"Apa?"
"Berjanjilah agar tidak meletakkan pria seperti itu lagi di dalam hatimu. Kau baik, Sowon. Kau pantas mendapatkan lelaki yang lebih baik."
"Ya, terima kasih."
*****
"Jaga Sowon baik-baik selama aku tidak ada disini."
"Baik, Tante. Terima kasih atas infonya. Saya sangat terbantu."
"Ya, terima kasih kembali telah bersedia menjaga Sowon, Kim Taehyung... Itu namamu, kan?"
"Iya, Tante."
"Baik. Nanti Tante telepon lagi. Tante titip Sowon. Selamat sore."
"Selamat sore."
Taehyung menutup panggilan, lalu menatap ranjang yang sekarang ada di depannya. Di atas ranjang itu terbaring seorang gadis dengan wajah pucat dan alat bantu nafas terpasang di hidung serta mulutnya. Seorang gadis berambut cokelat, yang sejak tiga hari lalu tak kunjung membuka matanya.
Sudah tiga hari sejak Sowon mencoba untuk membunuh dirinya sendiri dengan cara menyetir mobil secara sembarangan. Taehyung menduga Sowon sengaja menyetir di malam hari agar tidak ketahuan oleh orang lain dan agar Sowon bisa menabrakkan dirinya dengan tenang. Namun satu hal yang tak pernah diduga oleh Taehyung; ia melihat mobil Sowon yang menabrak pohon besar dengan mata kepalanya sendiri.
Malam itu Taehyung barusan pulang dari rumah temannya, Jungkook ketika ia melihat sebuah mobil mengebut melewati jalanan sepi. Awalnya Taehyung tidak begitu peduli. Namun ketika mobil itu menukik tajam ke arah kiri dan menabrak pembatas jalan, barulah Taehyung mengarahkan matanya yang membulat ke arah mobil itu. Mobil itu menabrak pohon, membuat kaca pecah dan orang yang menyetir terlempar keluar. Taehyung dengan cepat mendekati mobil itu, dan betapa terkejutnya ia ketika melihat Sowon tergeletak dengan bersimbah darah. Taehyung langsung menghubungi ambulans setelah Sowon tidak sadarkan diri.
Sekarang di sinilah ia. Di ruang rawat intensif Sowon yang bau obat. Ada beberapa pasien lain disana. Disekat dengan papan kayu. Beberapa mengajak bicara Taehyung, termasuk seorang lelaki tua yang ranjangnya ada di paling pojok.
"Permisi, apakah Anda wali dari pasien Kim Sowon?" tanya seorang perawat mengejutkan Taehyung.
Taehyung langsung berdiri, lalu membungkuk dalam. "Iya, eh... Maksudku bisa dibilang begitu. Wali yang sesungguhnya sedang ada urusan ke luar."
"Oh baik. Kalau tidak keberatan apakah Anda bisa saya tanyai beberapa tentang pasien Kim Sowon?"
"Tentu."
"Apakah pasien Kim Sowon menderita alergi tertentu terhadap makanan atau sejenisnya?" tanya perawat itu.
Kini Taehyung bersyukur karena Tante Yoona tadi meneleponnya. "Ah, iya. Saya diberitahu walinya kalau Kim Sowon alergi dengan udang dan cumi-cumi... Dan juga dia alergi antiseptik... Kalau saya tidak keliru."
"Baiklah. Saya akan mencatatnya agar menyesuaikan dengan makanannya nanti," katanya. "Apakah Kim Sowon pernah menderita trauma di badannya? Kecelakaan atau sejenisnya?"
"Sepertinya tidak. Walinya tidak memberitahu saya tentang itu, jadi kemungkinan tidak ada," jawab Taehyung.
"Baik... Jadi tidak ada... Terima kasih atas waktunya. Saya akan kembali nanti jika pasien telah sadar," kata perawat itu, sedetik kemudian ia berbalik, meninggalkan ruang rawat.
Taehyung menghela napas, kemudian kembali duduk di kursi sebelah ranjang. Matanya tak lepas dari wajah Sowon yang pucat. Kepala Sowon diperban karena kepalanya nyaris retak dan bagian atas kepalanya robek. Tangan Sowon dipakaikan gips karena retak, dan sungguh suatu keajaiban kaki Sowon hanya memar dan bengkak. Di wajah Sowon pun ada beberapa plester untuk menutup lukanya, beberapa bagian wajahnya memar.
Taehyung tidak perlu bertanya kepada siapapun sebab Sowon melakukan ini. Penyebabnya tak lain dan tak bukan adalah rasa bersalah yang selalu menemani Sowon semenjak setahun lalu. Rasa bersalah itu telah menyita pikiran dan akal sehatnya, sehingga Sowon berani melakukan hal ini.
Taehyung menggenggam tangan Sowon. "Bodoh..." katanya.
"Kemarin itu tindakan terbodoh yang kau lakukan selama hidupmu, Sowon."
Taehyung mengusap tangan putih Sowon yang diinfus. "Bangunlah. Tidakkah kau ingin bangun?"
Hening, tidak ada jawaban. "Adikmu... Ah, bukan. Keponakanmu sudah datang ke Seoul. Dia ingin menemuimu dan mengobrol denganmu."
Yang dimaksud oleh Taehyung adalah Euiwoong. Euiwoong datang lebih awal sore tadi. Ia terburu-buru begitu mendengar kabar kakaknya kecelakaan dari Tante Yoona. Euiwoong bersikeras berangkat sendiri menggunakan kereta dari Busan ke Seoul dikarenakan ayahnya tidak bisa mengantar tepat waktu. Padahal bisa saja Euiwoong diculik karena ia masih kelas 3 SMP.
Euiwoong sekarang sedang mencari makanan di sekitar rumah sakit. Ia tidak mau makan makanan rumah sakit, katanya rasanya terlalu om-om. Entah apa maksudnya.
"Makanannya terlalu bapak-bapak. Aku tidak suka."
Tiba-tiba Euiwoong sudah kembali dengan membawa tas plastik berisi tiga kotak bento dan minuman. Ia mengajak Taehyung untuk makan di luar. Euiwoong membelikan tiga karena satunya untuk Tante Yoona kalau-kalau ia datang nanti.
"Kalau tidak datang?"
"Ya aku akan makan itu."
Mereka makan di bangku depan ruang rawat intensif Sowon. Obrolan menemani mereka.
"Sejak kapan Kak Taehyung mengenal Kak Sowon?" tanya Euiwoong.
"Sejak kelas satu SMA. Kenapa kau tanya-tanya?" tanya Taehyung balik.
"Tidak apa," kata Euiwoong sembari memasukkan sepotong udang ke dalam mulutnya. "Kak Taehyung itu kekasih Kak Sowon, ya?"
Taehyung tersedak. Ia menyambar botol minuman, lalu meneguk airnya sebanyak-banyaknya. Setelah batuknya reda, Taehyung menatap Euiwoong tajam.
"Kau ingin membunuhku?" tanyanya.
"Kenapa Kakak salah tingkah? Kan aku hanya bertanya. Kalau bukan, ya jawab saja bukan, begitu juga sebaliknya," kata Euiwoong santai.
"Terserahmu sajalah," kata Taehyung sambil melanjutkan makannya.
"Kak."
"Hmm?"
"Sebenarnya apa penyebab Kak Sowon melakukan ini? Apakah Kak Taehyung tahu?" tanya Euiwoong.
Taehyung tahu Euiwoong hanya bertanya dengan rasa keingintahuan. Maka Taehyung hanya menjawab singkat.
"Rasa bersalah yang sudah ada sejak setahun lalu," jawabnya.
"Eh? Kenapa?" tanya Euiwoong.
"Yah... Jujur saja. Penyebabnya adalah aku."
"Apa?"
"Kau boleh membenciku, kok. Karena aku, dia membenciku dan membuatku merasa bersalah. Yah, tapi dia juga merasa bersalah. Bahkan rasa bersalahnya lebih besar daripada aku," jawab Taehyung.
"Aku tidak akan membencimu," kata Euiwoong. "Karena Kak Sowon pasti akan memaafkan siapapun yang bersalah, sebesar apapun kesalahan yang diperbuat. Aku bahkan tak bisa seperti Kak Sowon yang pemaaf."
Taehyung melongo. Euiwoong yang kemudian menoleh, menatapnya heran. "Kenapa, Kak?"
Taehyung langsung menggeleng. "Tidak. Tak apa."
Mereka melanjutkan makan dengan suasana hening.
*****
"APA KAU PUAS SEKARANG, YERIN?!"
Ruang keluarga rumah itu tampak sepi, namun begitu teriakan itu terdengar sepi itu langsung pecah. Yerin berdiri di tengah ruangan, dengan kepala menunduk dan kedua tangan yang digenggamnya.
"Apa kau sudah puas berbuat onar hingga membuat orang lain menderita?!!"
Yang berteriak itu adalah kakak Yerin, Jessica Jung. Jessica telah mengetahui perihal kelakuan Yerin di sekolah dan akibat yang Yerin timbulkan ketika pihak sekolah menelepon ke rumah tadi. Sebenarnya sekolah sudah menelepon sejak kemarin, namun Jessica belum pulang dari Jeju dan begitu pulang ia mendengar kabar itu. Jessica marah sekali, mengetahui kelakuan adiknya itu.
"Bukan aku yang mencelakai Sowon dalam kecelakaan itu!" bantah Yerin.
"Ya memang kau tidak terlibat dalam kecelakaan itu, tetapi kau menjadi sumber kenapa Kim Sowon melakukan hal itu! Apakah kau belum cukup kukurung dalam kamar setengah tahun?!" bentak Jessica.
"Itu karena aku menyukai Taehyung!!!"
"MENYUKAI ORANG TIDAK SEPANTASNYA SEPERTI ITU!" teriak Jessica. "Aku tidak pernah mengajarimu menjadi orang jahat, Yerin. Tapi kenapa kau seperti ini?"
"AKU MENCINTAINYA!"
"JANGAN MEMBENTAKKU DAN ITU BUKAN RASA CINTA!"
Yerin terdiam, sedangkan Jessica menatap adiknya dengan tatapan setengah kesal setengah sedih.
"Tahukah kau Yerin, kalau itu bukan rasa cinta? Itu hanyalah obsesi. Aku tahu kau dari dulu ingin memiliki seorang pacar. Akupun mendukung jalan yang kaupilih sebisaku. Namun kalau sudah kelewatan seperti ini, aku takkan bisa membiarkannya, Yerin," kata Jessica dengan nada sedih. "Jalan yang kau pilih telah salah, dan kini semuanya sudah terlanjur. Aku tidak bisa berbuat apapun kecuali untuk membantumu."
Yerin terdiam. Ia meremas-remas tangannya, mencari jawaban. Lubuk hati Yerin kini penuh dengan rasa penyesalan. Namun nasi sudah menjadi bubur, dan roda waktu tak mungkin diputar kembali. Ia enggigit bibir sebelum mengatakan sesuatu.
"Bantu aku untuk meminta maaf kepada mereka."
*****
"Sowon, apakah kau sekarang bahagia?"
"Iya, Ibu. Aku bahagia."
"Kau yakin? Kau baru saja tersakiti."
"Ya, karena aku memaafkan mereka. Meski ini berat untukku, tidak ada gunanya tenggelam di masa lalu dan rasa bersalah."
"Ibu senang kau melakukan apa yang Ibu katakan selama ini."
"Iya. Aku akan berusaha seperti itu terus."
"Sowon, apakah kau ingat kalau sebentar lagi itu ulang tahunmu?"
"Ah, iya juga. Aku lupa kalau bulan depan aku ulang tahun. Apakah Ibu akan melakukan hal itu lagi?"
"Tidak, Sowon. Karena Ibu tidak akan kembali lagi."
"Ah, iya ya. Aku sempat melupakannya."
"Jangan menangis, Sowon. Berjanjilah kepada Ibu, selalu bahagia, walaupun beban yang berkali-kali lipat akan menantimu dan segera menghampirimu. Jangan pernah melupakan Ibu."
"Iya Ibu. Aku tidak menangis."
"Oh, ya. Kurasa kau harus mulai membuka hati lagi kepada lelaki itu."
"Lelaki itu siapa?"
"Meski temanmu yang bernama Jung Jaehyun itu mengatakan jangan meletakkan pria semacam itu di hatimu, tapi Ibu yakin. Apapun pilihanmu, itu adalah yang terbaik untukmu. Dan Ibu menyadari satu hal lagi."
"Apa itu?"
"Kurasa lelaki itu bukan lelaki semacam itu lagi. Bukan lagi."
"Kenapa Ibu bisa begitu yakin?"
"Yah, karena Ibu tahu semua yang dilakukannya untukmu."
"Bagaimana bisa?"
"Anggap saja Ibu tahu begitu saja. Dengar Sowon. Ibu ingin kau bisa menemukan pasangan yang bisa mendampingimu, menjagamu, dan selalu setia."
"Iya, Ibu."
"Baguslah. Ibu senang. Kalau begitu, Ibu sekarang harus pergi."
"Kemana? Ibu mau meninggalkan tempat yang bagus ini? Tidak bertahan dulu?"
"Ibu tidak bisa berlama-lama. Selamat tinggal, Putriku. Selalu bahagialah."
"Selamat jalan, Ibu."
*****
Mata Sowon perlahan terbuka bersamaan dengan ketika seseorang hendak mencium keningnya. Karena refleks, Sowon mengangkat tangannya dan menampar pipi orang yang hendak mencium keningnya itu. Sowon spontan bangkit, bersamaan dengan erangan lelaki yang ia tampar.
Sowon mengumpulkan kesadarannya. Pertama ia menatap lelaki itu, yang tak lain dan tak bukan adalah Taehyung. Sowon melihat kantung mata hitam di bawah mata Taehyung dan wajahnya yang terlihat lelah.
Keterkejutan langsung mengisi ruangan itu. Taehyung setengah terkejut dan setengah senang, Euiwoong tidak bisa menahan dirinya untuk tidak berteriak.
"Kak Sowon! Kakak akhirnya sadar juga!" teriaknya heboh.
Sowon juga tidak bisa begitu saja percaya kalau ini semua kenyataan. Ia telah terbangun, setelah dua minggu memejamkan mata.
Akhirnya Sowon sadar juga yaw. Makasih udah Setia baca ff sampah bin gaje ini. See you next chapter. Poi poi~~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top