스물세 (Twenty Three)

"Jadi kau sudah rujuk dengan Taehyung?" tanya Seulgi begitu aku menceritakan kronologi peristiwa kemarin kepadanya. Kecuali bagian itu.

"Yeah... Begitulah," jawabku.

"Jadi kau sudah resmi jadian lagi dengan Taehyung?" tanya Seulgi lagi.

"Kurasa begitu," ucapku, bingung karena Taehyung tidak mengucapkan hal semacam 'mulai sekarang kau jadi pacarku' kepadaku.

"Eh? Hei! Kurasa kalian sudah jadian lagi! Lalu apakah kalian sudah ber..."

"Ber apa?"

"Berciuman?"

Seketika kimbab yang sudah setengah jalan menuju tenggorokanku keluar lagi. Aku dengan cepat menyambar botol air minum, lalu meneguk airnya cepat-cepat. Aku mendesah lega ketika kimbab itu sudah tidak tersangkut di leherku lagi.

"Kau ingin membunuhku, Kang Seulgi?" tanyaku tajam.

"Kenapa kau salah tingkah? Apakah kau benar-benar berciuman dengannya?" tanyanya lagi.

"Tidak," jawabku berbohong.

"Yah... Padahal aku berharap ada foto cetak yang memperlihatkan bahwa kalian berciuman di pantai saat sunset. Pasti bagus sekali," kata Seulgi. Aku melotot.

"Dasar cewek mesum."

"Hei!"

Aku kembali melanjutkan makan kimbab. Dengan malas aku menggigit potongan kimbab yang besar-besar. Aku menyelundupkan kimbab itu ke dalam tas ketika sarapan tadi. Harusnya itu jatah Euiwoong, tapi kuambil. Yah, tapi siapa peduli? Euiwoong bahkan masih tidur dan biasanya takkan bangun sampai pukul sebelas siang. Euiwoong sudah berkali-kali ditelepon Ayahnya, memintanya untuk pulang. Tapi Euiwoong menolak dengan alasan ia sudah selesai ujian dan harusnya libur. Padahal dia belum mengurus surat kelulusan. Dasar anak itu.

"Omong-omong, keponakanmu yang namanya... Eui... Eui..." Seulgi mencoba mengingat.

"Euiwoong?" tanyaku.

"Ah, iya, itu! Dia masih dirumahmu?" tanya Seulgi balik.

"Ya. Dia masih di rumahku. Padahal dia harusnya mengurus surat kelulusan dan upacara kelulusannya seminggu lagi. Tapi bukan Euiwoong kalau tidak bandel," jawabku sembari memasukkan kimbab ke mulut.

Seulgi tertawa kecil. "Ngomong-ngomong sebentar lagi liburan masuk ajaran baru. April kita masuk kembali. Artinya kita libur tiga bulan," kata Seulgi.

"Yea..." Aku langsung menangkap maksud Seulgi. "Maksudmu kau sedih tidak bisa bertemu Park Jimin?"

"Eh? B-bukan! Ya... Bukan begitu!" Seulgi tampak gelagapan.

"Ya, ya, ya... Tentu saja, aku sudah tahu," ucapku dengan kimbab masih di mulut. "Kalau kau suka Jimin, katakan perasaanmu yang sebenarnya. Bukan hanya berdiam diri. Aku sudah cukup berdiam diri dengan Taehyung setahun. Kau mau jadi sepertiku?" Aku menelan kimbab itu.

Seulgi terdiam sebentar sebelum menanyakan satu hal kepadaku. "Apa kau punya rencana liburan Sowon?" tanyanya.

"Tentu saja," jawabku.

"Apa itu?"

Aku menggulung bungkus aluminium foil bekas kimbab sambil tersenyum kepadanya. "Kau akan tahu saat kembali ke sekolah bulan April."

"Apa, sih?" tanya Seulgi tidak sabar.

"Rahasia. Kau tidak boleh mengetahuinya. Hanya Nayeon yang tahu," kataku misterius.

"Hei! Jangan membuatku penasaran! Kau memberitahu Nayeon tapi tidak memberitahuku?" kata Seulgi.

"Itu hobiku. Dan Nayeon juga terlibat dalam liburanku," kataku sambil berdiri.

"Apa? Kalian tidak mengajakku?" tanya Seulgi.

"Bukankah kau ingin mengatakan perasaanmu kepada Jimin? Kau bisa melakukan itu ketika liburan dan berkencan sepuas dirimu dengannya selama liburan."

*****

Seoul International Airport.

Disinilah aku, menunggu seorang gadis bergigi kelinci dan berambut panjang. Aku sudah siap melihat seberapa banyak barang yang ia bawa dan seberapa besar koper yang ia seret nantinya. Sesekali aku mengecek ponsel, melihat kalau-kalau Nayeon sudah datang dan meneleponku.

Liburan sudah dimulai dan aku sedang ada di bandara untuk pergi ke Jepang. Kami berempat pergi liburan bersama. Ya, berempat. Aku, Taehyung, Nayeon, dan pacarnya, Min Yoongi. Yoongi adalah kekasih Nayeon dari sekolah lain. Yoongi juga teman baik Taehyung. Aku sendiri baru mengenalnya dua minggu yang lalu. Rencananya di Jeju nanti kami akan menginap selama empat hari.

Awalnya, aku hanya ingin ke Pulau Jeju. Tapi Taehyung memaksaku agar liburan ke Jepang bersama Yoongi dan Nayeon. Kalau tidak ada Nayeon dan kekasihnya itu, aku takkan mau pergi liburan. Tentu saja, karena kita mau liburan, bukan bulan madu. (If you know what I mean -Nao)

Sekarang aku sedang duduk di kafe yang ada di depan bandara dengan segelas minuman jeruk di meja. Taehyung? Dia sedang membeli makanan di restoran cepat saji sebelah kafe ini.

Aku merasakan ponselku bergetar. Aku melihatnya, dan ada satu direct message dari Nayeon.

@ImNayeon__ : Kau dimana? Aku sudah sampai.

Aku mengetik balasan dengan cepat.

@KimSowon__95 : Di kafe depan bandara. Datanglah kesini.

@ImNayeon__ : Tidak bisa! Aku tidak bisa meninggalkan barang-barangku.

@KimSowon__95 : Memangnya kau mau pindah rumah? Ya sudahlah! Aku ke sana sekarang.

Aku mengirimnya bersamaan dengan Taehyung yang sudah membawa empat kantong kertas berisi cheeseburger double. Aku berdiri.

"Nayeon sudah sampai dan sepertinya dia terlalu banyak membawa barang. Dia tidak bisa meninggalkannya dan kita harus ke bandara sekarang," kataku.

"Aishh... Padahal aku lapar sekali," keluh Taehyung.

Aku menarik tangannya. "Kau bisa makan itu di pesawat nanti. Sekarang yang penting kita ke sana dulu sebelum Nayeon menerorku," kataku.

"Eh? Heii!"

Kami menyeberang jalan menuju bandara sambil menyeret koper yang kami bawa. Ketika di depan bandara, kulihat Nayeon tampak kerepotan mengurus barang-barangnya. Aku cukup paham kenapa ia kerepotan. Bayangkan, Nayeon membawa dua koper dan satu tas sekolah yang gemuk. Sedangkan Yoongi, dia hanya membawa koper yang tidak terlalu besar dan tas yang kelihatannya ringan. Aku menggeleng heran.

"Kau mau pindah kemana? Ke negeri antah berantah?" tanyaku sebagai sambutan.

"Hei, kita tak tahu apa yang akan terjadi nanti kan? Jadi aku membawa banyak barang cadangan." Nayeon mulai mengeluarkan barang yang ia maksud. "Senter, tenda, lampu tenda, toa..."

"Sudah cukup! Kalau kau terus mengeluarkan itu kita akan ketinggalan pesawat," kataku.

Taehyung tertawa sambil merangkul Yoongi. "Hei, Bro. Kau cukup kuat untuk jadi pacar gadis sejenis ini."

"Yah, setidaknya dia tidak akan membawa pemanggang barbeque."

*****

Di Jeju, kami berempat menginap di sebuah vila di pegunungan. Taehyung sudah memesan itu sebelumnya. Ketika masuk ke vila itu, aku langsung berbinar. Bagaimana tidak? Suasananya sejuk sekali. Di dalam juga nyaman. Ada TV dan kursi bantal juga.

Kami mulai membagi kamar. Di vila itu ada dua kamar. Aku sekamar dengan Nayeon dan Taehyung dengan Yoongi. Baru saja aku mau membongkar pakaian di koper, Taehyung masuk.

"Nayeon, kau bilang tadi kau bawa tenda?" tanyanya.

"Eh, iya. Memangnya kenapa?" tanya Nayeon balik.

"Boleh aku pinjam? Aku ingin tidur di tenda nanti," kata Taehyung. Ia menoleh ke arahku. "Kita tidur di tenda."

"Hah?" Aku membulatkan mata. "Tap-tapi..."

Taehyung menggenggam tanganku. "Sudahlah, aku janji aku takkan berbuat macam-macam. Mana tendanya Nayeon? Ah, terima kasih."

"Kalau kau melakukan sesuatu kepada Sowon, kupastikan kau habis ketika bertemu dengan Seulgi," kata Nayeon tajam.

"Hahaha.... Tidak akan. Aku jamin. Ayo, Sowon." Taehyung menarik tanganku.

Taehyung membawaku ke belakang vila. Rupanya di belakang masih ada halaman. Disana ada pemanggang barbeque dan tempat api unggun. Taehyung mulai memasang tenda di tanah yang rata. Tenda itu berdiri kokoh beberapa saat kemudian.

"Jangan bongkar kopermu. Kau ambil saja selimut. Aku juga bawa tikar untuk jaga-jaga," kata Taehyung.

"Sejak kapan kau meniru kebiasaan Nayeon?" tanyaku sambil membuka koper untuk mengambil selimut.

"Ya, sejak kita sudah berencana untuk pergi ke sini."

*****

A

rlojiku sudah menujukkan pukul 09.30 malam, tapi kami belum tidur. Beberapa menit yang lalu Nayeon datang untuk memberikan kami beberapa camilan yang ia bawa dan Yoongi juga membawakan beberapa bungkus kopi serta termos air panas. Sekarang kami duduk di depan tenda sambil makan camilan dan melihat bintang.

"Kenapa kau melakukan ini?" tanyaku sambil menatap langit. Selimut tersampir di punggungku.

"Melakukan apa?" tanyanya balik. Di tangannya ada segelas kopi susu panas.

"Bukankah kita bisa menginap di dalam? Kenapa kau mengajakku menginap di tenda?" tanyaku.

"Uhm... Aku hanya ingin merasakan hal yang baru bersamamu," jawab Taehyung.

"Katakan itu bukan rencana untuk membunuhku," kataku.

Taehyung terkekeh lalu mengacak-acak rambutku. "Mana mungkin aku membunuh orang yang aku sayangi."

Sontak aku membeku, mencerna kata-kata yang diucapkannya. Sedetik kemudian aku memukul punggung Taehyung. "Berhenti membuatku malu!"

"Kenapa? Aku suka ketika kau malu. Mukamu merah. Lucu," katanya lancar.

"Dasar!" Aku menoleh untuk menyembunyikan wajahku yang merah.

"Aku melakukan ini agar bisa menjadi kenangan yang indah untukmu selama aku pergi," kata Taehyung.

Aku menoleh ke arahnya, kemudian ia tersenyum. "Jangan menangis hanya karena aku pergi. Aku takkan pergi untuk selamanya, kok."

"Jadi kau akan kembali, kan?" tanyaku.

"Iya," jawab Taehyung.

"Berjanjilah untuk kembali," kataku.

"Ya, aku janji."

Kami menautkan kelingking dan menyatukan ibu jari. Aku tersenyum menatapnya. Setidaknya, ia sudah memegang janjinya. Aku membiarkannya merengkuh bahuku, yang membuatku jatuh di bahunya. Aku tidak ingin ia melupakanku, sama seperti aku tidak ingin melupakannya.










Apa sih ini gajelas banget buset. Ini chap penutup sebelum episode terakhir dan prolog. Jadi di episode 24 work ini akan tamat. Huhuhu....

See you next chapter! Poi poi~~

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top