스물두 (Twenty Two)

Aku memang aneh. Aku tidak takut untuk menyetir mobil sembarangan tetapi takut ketika aku tidak bisa bergerak sedangkan sebuah mobil melaju kencang ke arahku.

Saat itu aku terlalu terkejut sehingga aku bahkan tidak dapat menggerakkan badanku. Semuanya terjadi begitu cepat. Aku tidak sempat mengetahui apa yang terjadi ketika Taehyung dan aku sudah ada di tepi jalan dengan Taehyung memeluk tubuhku. Aku hanya merasakan takut saat itu dan tidak memikirkan hal lain. Aku menangis lagi dalam pelukannya. Aku memang bodoh.

Namun di sisi lain aku senang Taehyung baik-baik saja selain ia terjebak di pinggir jalan karena mobilnya macet karena belum di service rutin. Dalam hati aku juga menertawai Taehyung. Tetapi syukurlah aku tidak harus berlama-lama di luar karena setelah itu mobil Taehyung sudah bisa menyala kembali. Kini aku berada di dalam mobil Taehyung.

"Kita kemana, sekarang?" tanyaku.

"Kan aku sudah bilang mau mengajakmu jalan-jalan ke tempat yang indah seperti yang Ibumu lakukan," katanya.

"Kau benar-benar ingin menggantikan ibuku rupanya," kataku.

"Tentu saja. Aku serius dengan itu," ucap Taehyung sambil tetap fokus menyetir.

"Ngomong-ngomong, kau tadi habis kemana?" tanyaku.

"Awalnya aku ingin ke Winter Garden. Tapi mobilku macet jadi aku tidak bisa kesana sekarang," jawab Taehyung.

Tak kuduga, kalimat itu justru membuatku merasakan setitik kekecewaan. Aku kecewa Taehyung tidak jadi membeli hadiah itu. Akhirnya aku hanya diam sambil menatap keluar jendela mobil, melihat salju yang turun.

Taehyung menepuk ujung kepalaku. Aku menoleh agar bisa menatap wajahnya yang tersenyum. Rupanya ia menyadari kekecewaanku. Ia mulai mengelus kepalaku.

"Tenang saja. Aku akan membuatmu tersenyum hari ini," katanya, kemudian menurunkan tangannya.

Aku cepat-cepat mengalihkan pandangan untuk menyembunyikan pipiku yang memerah. Sial.

Aku melihat Taehyung berbelok ke arah jalan yang agak kecil dan mengarah ke pantai. Aku menoleh ke arahnya, meminta penjelasan.

"Seperti yang kau lihat, aku akan membawamu ke pantai," katanya.

"Kau tidak akan mendorongku dari tebing, kan?" tanyaku curiga.

"Tidak akan," katanya sambil terkekeh.

Mobil telah sampai di area parkir pantai. Aku turun dari mobil, dan seketika angin dingin berembus mengenai wajahku. Untunglah aku memakai mantel yang tebal dan kaus kaki. Kalau tidak aku bisa saja mati kedinginan. Salju mulai mereda, tidak sederas tadi.

Taehyung mengajakku ke pinggir pantai. Ombaknya tenang dan airnya biru dengan semburat oranye karena matahari terbenam. Aku berjongkok, kemudian menyentuh air laut. Dingin seketika merasuk ke jariku. Sepertinya suhu air itu sekitar 34° F.

Aku kemudian menatap langit. Warnanya oranye indah dengan campuran biru, membuatku terpana.

Taehyung kemudian ikut berjongkok di sebelahku. Ia ikut menatap langit, atau lebih tepatnya menatap burung-burung yang beterbangan di langit.

"Entah kenapa terkadang aku ingin menjadi burung," katanya.

"Kenapa?" tanyaku sambil menatapnya heran.

"Bisa terbang bebas, menikmati dunia tanpa halangan apapun. Tak ada yang mengatur, hanya ada musim yang mengatur mereka. Kadang aku iri dengan burung," katanya.

"Kalau begitu jadi burung saja, sana!" kataku asal.

"Ya ampun, mana aku mau! Lagi pula aku sudah terlanjur menjadi manusia sekarang," kata Taehyung sewot.

Aku terkekeh. Kemudian kami tidak bicara lagi. Kami hanya menatap langit sore yang dihiasi matahari terbenam.

"Kau mau menjadikan jarimu sosis beku?" tanya Taehyung asal-asalan.

Aku mendengus, kemudian kembali berdiri. "Aku hanya sedang mendeteksi suhu air," kataku, ikut asal-asalan.

"Jangan asal-asalan."

"Berkacalah dulu."

Taehyung malah terkekeh. Aku tidak mempedulikannya dan kembali menatap ke arah matahari terbenam. Namun tidak kusangka Taehyung melingkarkan tangannya ke pinggangku, kemudian ikut menyatukan tanganku dengan tangannya. Taehyung memelukku dari belakang. Ia meletakkan dagunya di ceruk leherku. Awalnya aku hendak melepaskan pelukannya, namun ia justru semakin mengeratkan pelukannya. Aku akhirnya mengalah.

"Aku selalu takut ketika hampir kehilanganmu, Sowon," katanya lirih tepat di telingaku.

Suaranya merasuk ke telingaku, sampai ke hatiku. "Kenapa?" tanyaku.

"Aku selalu menganggapmu lebih dari segalanya, Sowon. Bahkan ketika kau membenciku, aku juga memutuskan untuk membencimu juga. Namun saat itu juga aku tahu aku masih mencintaimu," jawabnya.

Entah kenapa hatiku menghangat ketika mendengar kalimat itu keluar dari mulut Taehyung. Diam-diam aku menarik senyum tipis. Aku juga sama sepertimu.

Ketika aku memutuskan untuk membencinya, aku bersikap seolah-olah benar-benar membencinya. Namun sebenarnya jauh di lubuk hatiku aku masih mencintainya. Aku hanya tidak menyadarinya. Semua itu tertutup oleh rasa takut untuk mencintai.

"Aku mencintaimu, Sowon," kata Taehyung tepat di telingaku.

Aku terdiam, namun kemudian aku tersenyum. "Aku juga."

Hening sejenak. Hanya ada suara ombak dan suara burung-burung yang terbang melewati cakrawala. Bersamaan dengan semakin mengeratnya pelukan Taehyung, aku mendengarnya barsuara.

"Terima kasih," katanya lirih. Aku menyukainya. Suaranya indah sekali ketika mengucapkan itu.

"Tapi, Sowon."

"Hmm?"

"Berjanjilah padaku."

"Apa?"

"Jangan mencintai orang lain sebelum aku kembali."

"Ya... Aku janji."

Taehyung lalu mengurai pelukannya, memberiku ruang untuk bergerak. Aku membalikkan badan agar bisa berhadapan dengan Taehyung. Kami bertatapan. Tak bisa kubantah kalau ada yang mengatakan mata lelaki ini indah. Akupun setuju dengan itu. Mata itu pernah mengunciku beberapa kali sebelumnya, dan kali ini pun aku terkunci dalam mata indahnya.

Sesaat kemudian, aku baru menyadari, betapa lemahnya jika aku tidak bersama Taehyung. Aku selalu membutuhkannya selama hidupku. Aku akan selalu membutuhkannya selamanya, seumur hidupku.

Perlahan ia mendekatkan wajahnya bersamaan dengan matanya yang mulai memejam. Aku hanya bisa terdiam dengan mata yang perlahan juga terpejam ketika tangannya juga menggenggam tanganku. Angin meniup helai rambutku, bersamaan dengan itu, bibir kami bersatu. Kami berciuman.

Aku memejam, membiarkan Taehyung menahan bibirnya agar terus menyentuh bibirku. Hanya sampai beberapa detik, karena Taehyung melepaskan bibirnya. Aku membuka mataku, bersamaan dengannya.

"Aku selalu ingin melakukan ini ketika kau sedang tidur. Namun sekarang, kuharap kau ingat semua ini," katanya lirih dengan suara bass-nya yang khas.

Aku hanya mengangguk kecil. Taehyung tersenyum, kemudian kembali menciumku. Kali ini lebih lama, aku berharap peristiwa ini selalu kuingat di dalam hatiku, dan juga hatinya.

Setelah berciuman cukup lama, kami mulai mengurai ciuman karena aku mulai kehabisan napas. Kami kembali ke posisi semula, tangan kami masih bertaut erat. Kami bertatapan cukup lama, sampai Taehyung kembali membawaku ke dalam pelukannya. Ia meletakkan dagunya di bahuku.

"Sowon..." panggilnya.

"Ya?" tanyaku lembut.

"Maukah kau kembali kepadaku?" tanyanya. Suaranya tulus dan hangat.

"Apakah aku bisa melupakan kesalahanmu di masa lalu?" tanyaku lagi.

Kudengar Taehyung menghela napas. "Aku merasa bersalah telah melukaimu saat itu, Sowon. Setelah aku memutuskan untuk membencimu, aku merasa diriku adalah lelaki paling brengsek di dunia. Sekarang, aku benar-benar ingin memperbaiki semuanya."

"Apakah itu bisa disebut janji?"

Kulihat Taehyung mengangkat jari kelingking kanannya tanpa melepaskan tangan kirinya yang masih memelukku. Aku tersenyum, kemudian menautkan jari kelingkingku ke jari kelingking Taehyung.

"Janji." Kami bersuara bersamaan.

Aku merasa hangat dalam pelukannya, sampai-sampai aku berkhayal memiliki mesin waktu dan menghentikan waktu agar selamanya tetap seperti ini. Aku selalu mencintainya, semenjak aku pertama kali bertemu dengannya di toko buku sampai sekarang. Bahkan ketika Taehyung nyaris membuatku trauma, sebenarnya aku masih mencintainya.

Taehyung mengurai pelukan dan tautan jari kami. Kemudian ia merogoh saku mantel hitamnya, kemudian mengeluarkan sebuah kotak. Aku mengernyit ketika melihat kotak itu, namun mataku langsung melebar ketika melihat bungkus kotak itu. Bungkusnya berwarna putih dengan motif kristal es kecil-kecil berwarna biru indah. Motif yang sangat familiar di mataku.

Aku meraih kotak itu dengan hati-hati ketika Taehyung menyerahkannya ke arahku. "Taehyung..." kataku. "Ini dari Winter Garden?"

Taehyung memasukkan tangannya ke dalam saku mantel. "Kau pikir aku takkan memberimu hadiah di hari ulang tahunmu?" katanya.

Aku terkekeh, kemudian tersenyum. "Terima kasih," kataku. "Aku boleh membukanya?"

"Tentu saja."

Aku membuka penutup kotak itu dan menemukan sebuah kalung perak. Liontinnya berbentuk bulat dan berwarna biru langit dengan huruf 'S' di dalamnya. Aku nyaris tidak bisa menahan air mataku. Kalung itu indah sekali.

"Kau suka?" tanya Taehyung.

Aku mendongak, kembali menatapnya. "Iya, terima kasih."

"Kau sudah mengatakannya dua kali," katanya sambil terkekeh. "Izinkan aku memasangnya di lehermu."

Aku mengangguk, kemudian melepas syal putihku. Leherku langsung terlihat. Aku sedikit kaget karena dingin yang menusuk begitu aku melepaskan syal.

Taehyung memasangkan kalung itu di leherku. Tidak sampai sepuluh detik, kalung itu telah terpasang manis di leherku. Aku menyentuh kalung itu dengan rasa haru yang membuncah.

"Kau semakin cantik ketika memakai kalung itu." Tak dinyana pujian itu sukses membuatku malu. Aku menundukkan kepala, tapi kemudian aku segera menatap wajah Taehyung.

"Aku juga ingin memberikan sesuatu untukmu," kataku.

"Apa?"

Langsung saja aku merentangkan syal, kemudian memasangnya di leher Taehyung dengan jenis ikatan yang paling kusukai. Jenis ikatan itu yang paling membuatku merasa hangat, dan aku yakin Taehyung juga akan merasa hangat ketika memakainya.

Taehyung awalnya terkejut, namun ketika aku selesai memasangkan syal putih itu, ia tersenyum teduh. "Kenapa kau memberiku syal ini?"

"Itu syal kesayanganku yang diberikan Ibu ketika ulang tahunku yang ke 13 tahun. Itu karena dulu aku sering merasa kedinginan sedangkan syalku yang lama sudah kekecilan."

Taehyung melebarkan senyumnya. "Terima kasih."

"Terima kasih kembali," kataku.

Taehyung melirik arlojinya. "Kurasa sudah waktunya kita kembali. Kalau tidak Tante Yoona dan Euiwoong akan menginterogasiku sepanjang malam."

Aku terkekeh. "Mereka memang selalu penasaran kalau sudah menyangkut soal percintaan."

Kami tertawa. Taehyung menggenggam tanganku, kemudian memasukkannya ke saku mantelnya. "Agar kau merasa hangat."

Sambil tersenyum, aku mengatakan sesuatu. "Kau sudah bisa membuat hatiku merasa hangat."

Kuharap, ini tidak akan berakhir.



























Ecieee yang dugun dugun dugun bacanyaaaaa!!!! 😂😂😂😂/eh :v

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top