스물 (Twenty)
Aku tidak memercayai pengelihatanku sendiri sekarang. Aku tidak percaya kalau ini bukan mimpi. Aku tidak percaya ini kenyataan. Aku masih hidup, dan kini aku telah membuka mata.
Di ruangan itu sudah ada Taehyung, Tante Yoona, Euiwoong, Seulgi, dan Nayeon. Seulgi memelukku erat sekali dua menit yang lalu, sedangkan Nayeon menangis dan mengatakan bahwa ia sangat bersyukur aku masih hidup.
"Syukurlah kau akhirnya sadar, Sowon! Aku khawatir sekali," kata Nayeon dengan air mata bercucuran.
"Syukurlah," kata Seulgi. Namun kemudian ia kembali menatapku dengan tatapan galaknya. "Kenapa kau melakukan hal bodoh seperti itu? Kau membuatku khawatir setengah mati!"
Aku hanya diam, terlalu bingung untuk menceritakan semuanya. Seingatku, aku malam itu begitu putus asa dengan rasa bersalahku. Aku akhirnya mencoba bunuh diri dengan menyetir mobil secara sembarangan. Namun semuanya diluar ekspektasiku. Aku justru berubah pikiran dan berujung menabrak pohon. Aku hanya tersenyum tipis, lesu.
"Aku tidak tahu, Seulgi. Jangan menanyaiku lagi." Suaraku terdengar serak.
"Ya sudah, jangan terlalu banyak bergerak dulu. Tanganmu memang sudah bebas, tapi jangan banyak digunakan dulu. Kakimu sudah agak sembuh," kata Tante Yoona.
Aku mengangguk, menurut. Kemudian aku menatap Taehyung. Matanya sayu karena kurang tidur. Aku tersenyum kepadanya.
"Terima kasih," kataku.
Taehyung membalas senyumku. "Ya."
*****
Tiga bulan telah berlalu dan aku sudah diperbolehkan untuk pulang dan menjalani kegiatan sehari-hari. Tangan kiriku sudah lumayan dan kakiku sudah normal kembali. Namun kakiku belum bisa digunakan untuk berlari terlalu banyak. Bekas-bekas lukaku yang ada di wajah kututup dengan riasan.
Hari-hari berjalan seperti biasa. Banyak orang yang menjemputku ketika masih di rumah sakit. Termasuk Jung Yerin.
Jung Yerin datang ke rumah sakit lusa setelah aku sadar. Ia menangis dan meminta maaf kepadaku. Tentu saja aku tidak memaafkannya begitu saja. Aku perlu berbicara dengannya beberapa kata agar aku bisa lega dan menerima semuanya. Aku sama sekali tidak melihat kebohongan di mata Yerin.
Aku masuk ke kelas, dan sambutan heboh mengejutkanku. Mereka berteriak-teriak.
"SOWON! SOWON SUDAH MASUK SEKOLAH!"
"Sowon bagaimana keadaanmu?"
"Maaf ya aku tidak sempat menjengukmu. Aku pergi ke Jeju selama tiga bulan itu."
"Aku sangat menunggumu, Sowon."
Aku hanya menanggapi seadanya sambil tersenyum. Aku lalu menghampiri bangku, kemudian duduk diatasnya. Seulgi menyapaku seperti biasa.
"Sowon, mau ke kafetaria? Aku lapar sekali," katanya.
"Boleh," kataku.
Aku dan Seulgi berjalan beriringan menuju kafetaria. Hari-hari berjalan sesuai biasanya, kecuali suhu yang bertambah dingin karena sekarang sudah memasuki musim dingin. Bulan November akhir, udara dingin dan juga salju ringan menyelimuti seluruh kota Seoul. Aku sudah mulai memakai syal dan mengancingkan almamaterku.
Semuanya kembali normal, kecuali Taehyung.
Lelaki itu sekarang aneh sekali. Ia sering sekali terlihat melankolis. Sering kepergok olehku sedang melamun sendirian di dekat jendela koridor, padahal dia tidak baru syuting video klip. Ia juga sering melamun dan tampak ingin membicarakan sesuatu, tapi ketika aku bertanya jawabannya selalu sama.
"Tidak apa-apa."
Tiga kata itu sudah kudengar sebelas kali sejak kemarin, ketika Taehyung kutanya ada apa. Sejak kapan dia jadi melankolis dan pemurung seperti ini? Ini bukan Taehyung yang kukenal. Bukan Taehyung yang sering sekali betingkah menyebalkan.
Aku dan Seulgi sampai di kafetaria. Bau harum sup krim musim dingin langsung menyeruak memasuki hidungku. Seperti biasanya, Nyonya Haerin, pengelola kafetaria menyediakan sup krim setiap hari ketika musim dingin. Tidak hanya sup krim sebenarnya. Ada zuppa soup, bubur ayam, sup ayam, aneka semur, minuman jahe dan ginseng, permen jahe, sampai susu jahe. Semuanya enak, dan tak heran semua murid disini sangat menantikan musim dingin karena SMA ini menyediakan makanan khusus musim dingin yang lezat.
Aku mengambil zuppa soup, susu jahe, dan permen jahe kemudian meletakkannya di nampan logam. Seulgi mengambil dua sup krim dan minuman ginseng. Kami memandang berkeliling untuk mencari tempat duduk. Seulgi menunjuk ke arah bangku sebelah kanan. Memang ada bangku yang masih cukup kosong, dan mataku langsung menangkap sosok Taehyung yang sedang makan sup ayam dan semur iga sapi.
Aku langsung berjalan ke arahnya dengan cepat, kemudian meletakkan nampan di depannya. Taehyung berjengit kaget karena nampan yang terhempas agak keras. Selanjutnya ia tersenyum.
"Selamat pagi, Sowon. Sarapan juga?" tanyanya.
"Pagi. Tentu saja. Kaupikir aku sedang makan siang?" jawabku sambil duduk di depannya.
"Um... Maaf, Sowon. Sepertinya aku harus ke tempat lain," kata Seulgi yang masih berdiri.
Aku melirik ke arah belakang Seulgi. Rupanya ada Park Jimin di salah satu bangku. Aku menyeringai, kemudian menggelengkan kepala.
"Tak masalah," kataku.
Seulgi tersenyum, kemudian berbalik, berjalan menjauhi meja. Aku tersenyum melihatnya. Taehyung tiba-tiba berbicara.
"Kau tahu Seulgi menyukai Park Jimin?" tanya Taehyung.
Mataku membulat. "Kau mengetahuinya?"
"Tentu saja. Aku sering memergoki Seulgi dan Jimin sedang bersama di sekolah. Tapi menurutku mereka belum pacaran," kata Taehyung.
"Yah, kuharap mereka segera pacaran. Mereka cocok," komentarku.
"Sepertinya aku setuju denganmu," kata Taehyung.
Kami berdua tertawa, kemudian aku mulai memakan makananku. Aku dan Taehyung tidak berbicara apapun sampai makanan kami habis. Aku meletakkan nampan di tempat cuci piring dan mengambil air putih dari kran. Aku sengaja membawa botol karena minumanku habis.
"Mm... Sowon," panggil Taehyung.
"Hmm?" jawabku.
Taehyung lama menjawab, sampai aku bertanya lagi. "Ada apa?" tanyaku.
"Ah, tidak jadi," katanya.
Nah, terjadi lagi. Dia terlihat melankolis lagi. Aku mengernyit sambil memasukkan botol minuman ke kantong botol. "Kenapa sih?"
"Tak apa-apa," kata Taehyung tanpa melihatku.
"Ada apa sebenarnya?" tanyaku.
"Ini bukan waktu yang tepat untuk mengatakannya, Sowon," kata Taehyung.
"Apa kau menyembunyikan sesuatu?" tanyaku lagi.
"Saat ini aku tidak bisa mengatakannya," ucap Taehyung. "Tapi, Sowon."
Taehyung menyentuh kedua bahuku, mata cokelatnya menatapku. Aku bergeming, menunggunya mengatakan sesuatu.
"Apapun yang aku katakan kepadamu nanti..." Ia menggantung kalimat. "Jangan pernah menjadi lebih membenciku."
Aku melongo. "Apa maksudmu? Katakan saja sekarang!" kataku gemas.
"Saat ini bukan waktu yang tepat, aku sudah bilang padamu kan?" katanya, tangannya terlepas dari bahuku. "Lebih baik kita sekarang kembali ke kelas. Sebentar lagi jam pelajaran berikutnya dimulai."
Taehyung berjalan mendahuluiku, meninggalkanku dengan rasa penasaran yang kian menjadi.
Sebenarnya apa yang dia sembunyikan?
*****
Aku baru memotong bawang bombay ketika Tante Yoona datang ke dapur dengan membawa ponselku. Tante Yoona membawanya dalam keadaan bergetar.
"Kenapa?" tanyaku.
"Sejak tadi ponselmu bergetar terus. Jadi kuputuskan untuk menyerahkannya kepadamu," kata Tante Yoona.
"Baiklah. Mana?" Aku mengulurkan tangan untuk menerima ponselku. Aku melihat nama peneleponnya.
Kimtaeh
Taehyung? Kenapa dia menelepon pagi-pagi begini? pikirku. Aku menggeser tombol hijau, kemudian menempelkan ponsel ke telingaku.
"Halo?" sapaku.
"Halo? Sowon?" katanya.
"Ya, ini aku. Kenapa menelepon?" tanyaku.
"Apakah kau ada acara hari ini?" tanya Taehyung balik.
"Um... Tidak juga. Kenapa?"
"Bisakah kau datang ke Sungai Han jam delapan?"
"Bisa. Jam delapan?"
"Ya. Pastikan kau tepat waktu."
Aku menutup panggilan kemudian melirik jam. Pukul 7.00. Aku punya waktu satu jam untuk bersiap-siap. Aku mulai memilih baju yang pas untuk cuaca hari ini.
Dua puluh menit kemudian, aku sudah siap dengan kaus merah polos dan celana pendek jeans. Aku memakai sepatu tali berwarna putih dan tas selempang sudah tersampir di bahu kiriku. Satu pesan datang dari Taehyung ketika aku mengecek ponsel.
Kimtaeh : Aku dalam perjalanan
Aku keluar dari kamar tepat ketika Euiwoong juga keluar dari kamarnya. Ia menatapku dari ujung kepala sampai ujung kaki.
"Kak Sowon mau kemana?" tanyanya.
"Ke Sungai Han. Ada janji dengan teman," jawabku.
"Apakah itu janji dengan Kak Taehyung?" tanyanya, yang sukses membuatku tersedak ludahku sendiri.
"Memangnya kenapa? Kau penasaran sekali," kataku acuh sambil berjalan menuruni tangga.
"Jangan pernah benci dengan Kak Taehyung ya, Kak," kata Euiwoong, membuatku menghentikan langkah.
Aku berbalik, kemudian menaikkan satu alis. "Kau tahu sesuatu?" tanyaku.
"Tahu apa?" tanya Euiwoong balik.
"Tidak. Bukan apa-apa," jawabku cepat dan langsung melanjutkan langkah.
Aku berjalan menuju Sungai Han yang tidak terlalu jauh dari rumahku. Ketika telah sampai, aku memandang berkeliling, mencari sosok Taehyung. Aku tersenyum begitu menemukannya sedang duduk di bangku panjang sambil menyenderkan punggungnya. Ia tampak sedang memegang ponsel. Aku menghampirinya.
"Taehyung," kataku.
Ia mendongak, lalu tersenyum. "Selamat pagi, Sowon."
"Apakah kau sudah menunggu lama?" tanyaku.
"Belum terlalu lama. Kira-kira lima menit yang lalu," jawab Taehyung sambil melihat arlojinya.
Seterusnya, kami mengobrol seperti biasa. Taehyung mentraktirku ramen dan es krim raspberry-cokelat ukuran besar. Ia sendiri hanya membeli es loli lemon-susu. Kami juga menyewa sepeda dan bersepeda mengelilingi area Sungai Han.
"Berhenti dulu. Aku capek," kata Taehyung sambil mengentikan sepedanya.
Aku mengangguk dan ikut menghentikan sepeda yang ku tumpangi. Kami kembali duduk di kursi panjang, kembali mengobrol.
"Sowon," panggilnya.
"Apa?" tanyaku sambil menoleh kepadanya.
"Ada yang ingin kubicarakan padamu," jawab Taehyung. Ia menatapku.
Aku menangkap jelas keraguan di wajahnya. Taehyung ragu apakah ia harus mengatakan sesuatu itu. Sampai akhirnya ia menghela napas.
"Kenapa? Katakan saja," kataku ringan.
Taehyung kembali membuang napas berat. Ia menatapku dalam.
"Mulai kelas 3, aku harus pergi ke Los Angeles."
Kalimat yang diucapkannya bagaikan pisau yang mengunjam dadaku. Aku nyaris tidak memercayai pendengaranku sendiri. Aku terbelalak, dengan mulut menganga.
"K-kau bilang apa?" tanyaku.
"Mulai kelas 3 aku harus pergi ke Los Angeles," ulangnya.
Aku menggeleng tidak percaya. "Kau... Kau bercanda kan?" tanyaku lagi, berharap ini hanya lelucon menyebalkan yang Taehyung biasa lakukan. Tapi ia menggeleng.
"Aku serius."
Aku masih terkejut, hanya bisa menatapnya dan diam. Aku merasakan mataku mulai memanas.
"Kenapa kau mengatakan ini kepadaku?! Kenapa kau mengatakan ini saat aku... Saat aku...."
Aku tak sanggup melanjutkan kalimatku. Aku berdiri, kemudian berlari meninggalkan Taehyung. Tidak peduli berapa kali ia memanggil namaku dan memintaku untuk kembali. Aku hanya berlari dengan mata yang memanas dan bibir bergetar.
Kenapa dia harus pergi ketika aku sudah mulai kembali meletakkan hatiku kepadanya?
GOBLOK EMANG TAEHYUNG! GOBLOK! /lah kok saya yang marah-marah, ya?
Maaf karena saya lama nggak update karena kuota lagi ngadat banget. Wifi juga jelek banget. Jadi maaf sekali ya kalau saya lama banget update untuk chapter ini.
Oh iya. Sebentar lagi work mungkin akan tamat. Tapi nggak tahu chap keberapa tamatnya. Kenapa cepet tamat? Karena saya nggak mau lagi memperpanjang dan menggantung cerita. Kalian para readers sudah sering saya gantung selama saya mengerjakan work ini. Saya nggak mau menggantung kalian lagi /dikira jemuran kali ah.
See you next chapter. Poi poi ~~👋👋
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top