The New Things About You (2)

[Oda Naosu x Tokugawa Suzuka]

.

Disclaimer: Cybird, Voltage, Heaira Tetsuya, and Asakura Haruka

Plot is mine.

And happy reading!

.

.

.

Langit di daerah Kai saat itu menyenja. Beri isyarat pada hewan hutan untuk kembali ke peraduan masing-masing mengikuti matahari. Sekaligus sebagai pesan agar makhluk malam keluar untuk menguasai alam. Berbenah, mengganti suasana setelah lama dikuasai oleh sang Surya.

Namun, bagi ketiga orang yang sedang ada di halaman belakang rumah keluarga Yukimura itu, mereka sepertinya masuk ke golongan kedua. Matahari yang menghilang tak menyurutkan niat salah satu di antara mereka untuk tetap memfokuskan diri pada sasaran di depan mata. Target berupa lingkaran yang terselip di antara batang pepohonan tak luput dari pengamatannya. Sebelum dirinya melepas anak panah dengan bulu berwarna hitam. Tepat pada sasaran.

"Kau memang hebat." Suara tangan bersahut pujian membuatnya menoleh. Dapati sosok berumur bersurai perak, kebalikan dari miliknya yang kelam, datang menyambutnya. Di belakang sosok itu, remaja serupa mengekori.

"Namun ... " Sosok itu menoleh kepada remaja tadi. Ia mengangguk, sebelum mengeluarkan kunai berwarna legam dan langsung melemparnya. Tepat sasaran. Membelah bulu panah yang sudah menancap terlebih dahulu.

Naosu tersenyum tipis melihat senjatanya dirusak sedemikian rupa oleh seorang Kirigakure Senzora. Sementara masih meneliti kesalahannya, Senzora terlebih dahulu menginterupsi. Tangannya bertaut di bawah wajah yang menunduk.

"Oyaji, aku meminta izin. Aku lupa bahwa ada tugas dari Yukimura-sama yang belum kuselesaikan," ujarnya tegas. Yang ia panggil "Oyaji" mengiyakan. Membuatnya segera mengambil langkah seribu menghilang di balik belokan menuju bagian dalam rumah.

"Nah, sekarang, apa lagi yang ingin kau pelajari?" Kirigakure Saizo membuka suara. Senyum tipisnya tersembunyi kala Naosu balik menatap. Sesuatu yang membara bisa ia rasakan dari ketajaman mata keturunan Oda itu.

"Jelaskan aku bagaimana kunai itu bekerja! Juga, apa bedanya dengan shuriken jika pada kenyataannya mereka sama-sama digunakan untuk pertarungan jarak dekat?"

Saizo mengulum senyum. Ia masih menerka apa sebenarnya tujuan dari Samurai muda ini untuk belajar tentang Ninja. Padahal, kemampuannya di seni perang sebagai seorang Samurai sudah ada di atas rata-rata. Cukup untuk membuatnya sebagai calon Samurai terkenal di masa depan. Walau bagaimanapun, ia tetap menjelaskan hal itu dengan singkat.

Naosu menganggukan kepala mendengarkan semua itu. Otaknya segera berproses. Memikirkan cara terbaik untuk menggabungkan antara teknik Ninja dengan milik Samurai yang jelas-jelas sangat berbeda.

"Tuan Muda, mari kita beristirahat." Saizo mengajaknya setelah melihat Nyonya Sanada datang membawakan mereka kudapan. Naosu pun menurut. Keduanya duduk di beranda dengan sepiring makanan dan juga seteko teh.

"Naosu-sama, sebenarnya apa tujuan Anda—"

"Aku ingin menjadi lebih kuat. Itu saja." Naosu menyesap tehnya dengan tenang setelah memotong pertanyaan Saizo. Matanya melirik sebentar. Dapati wajah lawan tengah mempelajari dirinya.

"Ah, begitu rupanya," ucap Saizo menanggapi. "Namun, mengapa kau sampai jauh-jauh ke Kai hanya untuk menemuiku? Bukankah di Owari juga terdapat Ninja terkenal seperti Fujibayashi Sakuya? Atau paling tidak, Hattori Hanzo dari Mikawa."

"Nobunaga-sama sudah memberikanku kebebasan untuk belajar dari siapapun yang kumau. Lagipula, Sakuya-san dan Hanzo-san sudah mengajariku bulan lalu. Jadi, sekarang ini adalah giliranmu dan Sarutobi Sasuke-san. Sebelum nanti aku menuju Echigo untuk bertemu adikmu, ataupun melanjutkan perjalanan ke Oshu menemui Fujibayashi Genya-san."

"Kau benar-benar tamak seperti ayahmu, huh?"

Naosu menyunggingkan sudut bibir. Tak merasa tersinggung walau itu sebuah sindiran kepadanya. Toh itu memang kenyataannya. Ia memang haus akan sesuatu yang membuatnya penasaran.

"Akan ada misi baru bulan depan." Naosu meletakkan cawan tehnya terlebih dahulu. Kemudian menatap hamparan rerumputan tempat mereka tadi latihan.

"Sebuah misi rahasia untuk menumpas suku pedalaman yang diisukan akan memberontak tepat di hari ulang tahun Aiko. Dan aku sudah bosan jika harus menyamar sebagai samurai pengelana seperti misi-misiku sebelumnya."

"Jadi?"

"Kebetulan misi kali ini memang ditugaskan kepada para ninja Owari dan Mikawa. Dan aku memutuskan untuk bergabung."

Saizo terdiam. Memikirkan betapa gilanya remaja tanggung di depannya ini yang merasa bisa menguasai teknik khas milik klannya dalam waktu singkat. Bahkan ia merasa bahwa kemampuan Senzora pun masih belum sempurna walau sudah diasah sedari belia.

"Jangan sampai langit menjatuhimu, Tuan Muda." Saizo memasang wajah datar walau kini Naosu memandangnya dengan tatapan tajam. Sedetik kemudian, senyum percaya diri ia dapati dari wajah di depannya.

"Tentu saja aku sangat mengerti hal itu, Kirigakure Saizo-san."

*****

"Aiko? Apa kau sudah selesai?" tanya Ainawa ketika masuk ke dalam kamar putri bungsunya itu. Ia mendapati Aiko juga Suzuka yang tengah memilah berbagai jenis kain di depannya. Ia memang meminta kedua gadis itu untuk memilih jenis kain yang nantinya akan diubah menjadi kimono khusus untuk acara ulang tahun Aiko yang direncanakan sebulan kemudian.

"Aiko tidak tahu harus memilih yang mana, Okaa-sama. Semuanya indah." Aiko berujar seraya memperlihatkan lima kain yang berada di pangkuannya. Sang ibu hanya tersenyum sendiri.

"Suzuka sendiri apakah sudah memilih?"

"Sudah, Oba-sama. Okaa-sama juga sudah mempersiapkan kain untukku." Suzuka mengangkat kain berwarna hijau lembut. Yang tentunya akan cocok dengan kain dari ibunya.

"Aiko pilih saja yang ini," ujar Suzuka ketika zamrudnya bertemu dengan kain sewarna Sakura yang ada di pangkuan Aiko. Gadis belia itu tampak menimbang-nimbang. Kemudian, ia pun mengiyakannya.

"Okaa-sama setuju. Ini warna yang cantik untukmu, Nak." Ainawa menambahi. Ia pun mengambil kain dengan warna mawar yang lembut. Cocok menjadi haori baru untuk bungsunya itu.

"Oh ya, apakah Nao-niisama juga sudah memilih?" celetuk Aiko beberapa saat.

"Sudah. Kakakmu itu menyerahkan masalah ini kepada Okaa-sama."

"Jadi, warna apa yang Okaa-sama pilihkan?"

"Merah tua. Ia harus bisa memakai warna selain hitam," ucap Ainawa. Senyum tipis ia kulum mengingat Naosu tak bisa dipisahkan dari warna jelaga itu. Bahkan sampai menjadikan ruang kerjanya menghilang di malam hari karena warnanya yang menyatu dengan kegelapan.

Suzuka hanya bisa menyimak pembicaraan antar kedua perempuan di depannya ini. Walau demikian, di dalam hati ia setuju bahwa Naosu harus memiliki suasana baru untuk penampilannya. Toh apapun yang lelaki itu gunakan, ia akan tampil dengan gagah kan?

Suzuka menggelengkan kepala begitu pemikiran absurd itu memasuki kepalanya. Sejak kapan ia seperti ini? Harusnya ia tidak memikirkan itu mengingat Naosu selalu menjaili dan terkadang bersikap tak acuh kepadanya.

“Bicara tentang Naosu, ia ada di mana? Ia tidak ada di ruang kerjanya ketika aku mengantarkan berkas dari Otou-sama tadi pagi—” Suzuka segera membungkam dirinya sendiri. Merutuki dalam hati akan sikapnya yang seperti itu.

“Ah, ia ada di Kai saat ini. Nobunaga-sama memberinya misi baru dan ia tengah mempersiapkan itu,” jawab Ainawa.

“Kalau boleh tahu, memangnya misi apa yang sedang diemban oleh Naosu, Oba-sama?”

“Ah, ayahmu, Ieyasu-san, menemukan adanya indikasi penyerangan yang akan dilakukan oleh Klan Imagawa bertepatan dengan ulang tahun Aiko nantinya. Oleh karenanya, Nobunaga-sama meminta agar Naosu segera menumpas pemberontak itu,” jelas Ainawa.

“Bukannya Klan Imagawa sudah dilumpuhkan berpuluh tahun yang lalu?” Suzuka mengerutkan dahi. Mencoba mengingat reka ulang peristiwa yang ia sebutkan. Ainawa menganggukinya.

“Begitulah. Namun nyatanya, masih ada anggota klan yang tersisa. Mungkin mereka ingin membalas dendam karena kejadian itu.”

Ainawa mengembuskan napas. Mencoba menepis keraguan tentang misi kali ini. Ingatan kala Naosu terkena oleh racun yang membuatnya sempat lumpuh sementara membuat dirinya gusar. Hingga tanpa sadar ia menangis di depan kedua gadis itu.

“Eh? Okaa-sama mengapa menangis?” Aiko seketika panik. Tanpa memedulikan kain-kain yang ada di pangkuannya, ia pun segera bangkit dan memeluk Ainawa yang berusaha menghapus jejak air bergaram itu. Sementara Suzuka pun menggenggam tangan wanita itu yang gemetaran.

Oba-sama bisa jujur kepada kami. Kami tidak akan memberitahukan siapapun,” ucap Suzuka lembut. Ia teringat akan cerita ibunya mengenai Ainawa yang terkadang sulit untuk menceritakan apa yang ia rasakan. Kini ia mengerti darimana sifat Naosu ketika bertugas berasal.

“Tidak apa-apa. Kalian tenang saja.”

Mou … jangan begitu, Okaa-sama. Atau Aiko akan melaporkan ini kepada Otou-sama!”

Ainawa mengerjap mendengar ancaman yang disampaikan dengan tegas itu. Pun Suzuka sama. Ia tak percaya bahwa Aiko yang biasanya ceria dan polos ternyata bisa mengancam ibunya sendiri. Untuk kedua kalinya, Suzuka harus menyadari keturunan siapa yang ada di depannya ini.

“Hei, sejak kapan kau menuruti Otou-sama-mu dalam hal mengancam Okaa-sama, Aiko?”

Kini giliran Aiko yang sepertinya tersadar akan apa yang ia lakukan. Ia pun segera bersujud dan meminta maaf kepada Ainawa yang diam-diam tersenyum kecil karena tingkahnya. Ia pun menyuruh anak bungsunya itu untuk bangun.

“Sebenarnya, Okaa-sama teringat akan penyerangan di Kastil Utara beberapa waktu lalu. Okaa-sama tidak mau hal itu terulang lagi kepada kakakmu, Aiko.” Ainawa melirih. Mencoba menenangkan dirinya yang masih trauma akan kejadian itu.

Sementara keduanya yang tengah berbincang, Suzuka diam-diam termenung. Mendengar alasan Ainawa membuatnya mau tak mau kini juga gelisah akan misi yang akan Naosu jalani ini. Dari ayahnya, ia tahu bagaimana liciknya Klan Imagawa itu. Mengingat itu membuat dirinya semakin tak tenang.

“Suzuka …”

“Ya, Oba-sama?” Suzuka segera menatap Ainawa yang balik menatapnya. Pancaran sinar yang sedikit meredup itu membuat Suzuka bingung.

“Mungkin ini terdengar egois. Namun, jika seandainya nanti terjadi sesuatu pada Naosu, kuharap kau mau mengurusnya bersama kami.”

Untuk sesaat, Suzuka dapat merasakan wajahnya menghangat. Ia pun segera menundukkan kepala. Memberikan penghormatan sekaligus menyembunyikan wajahnya.

Ha’i, Oba-sama!”

*****

Sementara itu, Naosu yang masih berada di Kai tengah mendiskusikan strategi penyerangan bersama dengan Saizo dan Senzora. Entah ada angin apa sehingga kedua ninja terkenal itu menyatakan ingin turut serta dalam misinya.

“Berbicara tentang misi ini, apa kau serius ingin mengambil peran sebagai Ninja?” tanya Senzora menjeda penjelasan ayahnya.

“Apakah latihanku selama di sini kurang menjelaskannya?” Naosu bertanya balik. Ia memberikan tatapan sengitnya kepada remaja bersurai perak tersebut.

“Ternyata kau temperamental juga ya, Tuan Muda,” sela Saizo.

“Dan aku tahu benar kapan aku harus bersikap seperti itu, Tuan Kirigakure.” Putra sulung Oda itu hanya membalas datar. Menerima dengan lapang dada dikatakan seperti itu.

“Maksudku, apakah kau sudah mempersiapkan segala sesuatu selain seluruh tekhnik yang kini kau pelajari?”

“Sudah. Aku sudah mempersiapkannya. Baju, senjata, bubuk racun, obat penawar, dan beberapa benda yang kurasa diperlukan selama misi nanti.”

Senzora mengangguk-ngangguk mendengarkan hal itu. Sementara Saizo hanya mengulum senyum. Tidak sabar melihat bagaimana performa yang akan ditampilkan oleh keturunan Oda Nobunaga itu.

*****

Sementara itu, Kastil Azuchi di Owari juga sudah mulai menyibukkan diri. Ulang tahun dari putri bungsu pemimpin mereka tinggal menghitung hari. Tentu saja semua bergembira menyambutnya. Isu yang beredar mengatakan bahwa semenjak kelahiran Aiko, sifat kejam milik ayahnya perlahan memudar. Digantikan oleh sifat bijaksana yang tentunya membuat negeri itu semakin maju. Membuat beberapa di antara mereka menganggap gadis yang akan memasuki usia 17 tahun itu adalah titisan Dewi karena hal itu.

Hal yang sama berlaku di kediaman Tokugawa. Suzuka berulang kali mengecek hadiah apa yang akan ia berikan kepada Aiko nantinya. Sebuah jepit rambut dengan bordiran Sakura –bunga kesukaan Aiko–, ditambah beberapa aksesoris lainnya dengan hiasan sejenis. Tak lupa ditambah beberapa helai kain yang motifnya sangat indah. Suzuka sudah memesannya secara khusus di tempat langganan keluarganya.

Sumimasen deshita, Suzuka-sama.”

Suzuka menoleh. Dapati Kinu sudah menunduk di depan pintu. Sepertinya ada keperluan khusus sehingga Kinu datang kepadanya.

“Ada apa, Kinu?”

“Ano … Naosu-sama datang mencari Anda. Beliau sudah menunggu di ruang tamu.”

Untuk sementara, Suzuka merasakan detak jantungnya sedikit meningkat mendengar pemuda itu berkunjung. Tidak biasanya ia melakukan hal itu. Setelah menenangkan diri, Suzuka pun pergi ke tempat yang dimaksud. Sementara Kinu mengekori di belakang untuk segera menyiapkan kudapan.

“Naosu?” panggil Suzuka melihat pemuda dengan haori hitam yang sudah sangat ia hapal duduk di bagian tengah. Matanya terpejam. Seperti tengah beristirahat. Membuat Suzuka mengeryitkan dahi karena merasa aneh, tetapi ia mendiamkan hal itu.

Baru saja ia duduk di depan Naosu, lelaki itu membuka mata. Perlihatkan iris ruby yang menghunus tajam. “Ah, ternyata kau, Suzuka.”

“Aku sudah menyapamu tadi. Namun, sepertinya kau tidak mendengar. Matamu tertutup. Apa kau tengah beristirahat?”

“Lebih tepatnya meditasi singkat untuk memulihkan bagian dalam tubuhku.”

“Eh? Memangnya ada apa? Apakah kau terluka?” Suzuka sedikit membelalak mendengarnya. Refleks ia maju lalu mengarahkan tangannya menuju kening Naosu yang tertutup oleh poni. Ia kaget begitu jemari besar pemuda itu menangkap pergelangannya.

“Apa yang kau lakukan, Nona Tokugawa?”

“Eh?”

Suzuka mengerjap. Di saat itulah ia menyadari bahwa dirinya sudah bertindak sedikit melewati batas. Zamrudnya bertemu dengan ruby milik Naosu yang menatapnya dengan tajam. Sekaligus membuatnya melihat bagaimana posisi mereka yang sedikit lebih intim.

“Ma-maaf, Naosu … aku … tidak sengaja.” Suzuka memalingkan wajah ke arah lain. Berusaha meredam malu atas tindakannya yang biasa hanya ia perlihatkan kepada orang tuanya itu. Naosu hanya mengembuskan napas melihat dirinya yang begitu ceroboh.

“Sudah. Lupakan saja tentang itu. Ada hal yang lebih penting untuk kita bahas,” ucap Naosu dengan tenang. Lawan bicaranya hanya mengangguk.

“Aku sudah berbicara dengan Ieyasu-jisama mengenai obat penawar yang beliau buat dari campuran bubuk kadal kering dan obat herbal lainnya. Dan ia memintaku untuk menemuimu,” jelas Naosu. Suzuka mengangguk. Mengerti akan obat yang diminta oleh pemuda itu. Ia pun permisi sebentar untuk mengambil benda yang dimaksud.

“Ini yang kau cari, Naosu.” Suzuka menyerahkan sebotol kecil yang terlihat gelap setelah ia kembali. Naosu pun menerimanya.

“Asal kau tahu. Pengobatan dengan penawar ini begitu cepat, tetapi di satu sisi akan membuatmu sedikit mabuk jika kau tidak tahan dengannya,” ujar Suzuka.

“Tenang saja. Toleransiku untuk sesuatu seperti ini lumayan tinggi. Aku tidak akan mabuk begitu mudah hanya karena sebotol kecil ramuan penawar ini.”

Naosu bangkit seraya mengucapkan terima kasih dan izin untuk pamit kepada Suzuka. Di saat ia akan keluar dari kediaman gadis itu, ia ditanyai tentang misinya. “Aku akan berangkat sore ini dan pulang sebelum perayaan ulang tahun Aiko.” Naosu menatap datar pada Suzuka yang terlihat kikuk karena dirinya.

Souka … s-semoga kau berhasil, Naosu.” Untuk pertama kalinya Suzuka harus meyakinkan diri atas apa yang ia lihat. Bahwa Naosu berbalik dengan senyum lebarnya.

*****

Apa yang Naosu katakan itu benar. Sore ini, Suzuka dan Aiko melepas kepergiannya dalam menjalankan misi. Melihat penampilan Naosu yang berbeda dari biasanya, Suzuka sudah menduga bahwa tugas kali ini sepertinya berat.

“Kami akan menyusup ke  markas Klan Imagawa. Bukti yang dikumpulkan Ieyasu-jisama dan Masamune-jisama sudah konkrit. Jadi, tak ada alasan untuk tidak membunuh mereka semua,” ujar Naosu menanggapi pertanyaan Matsumoto.

“Aku mengerti. Namun, lihatlah penampilanmu ini, Naosu. Kau terlihat … berbeda. Seolah kau bukan keturunan Oda yang terkenal itu,” celetuk Kirio. Di saat itu juga ia meringis begitu merasakan kakinya diinjak oleh Suzuka yang berada di sampingnya. Ia hanya mengendikkan bahu begitu menyadari deathglare yang diberikan oleh sang adik.

“Walau demikian, kuakui kalau pakaian ini membuatku lebih leluasa untuk bergerak. Tak heran para Ninja harus menggunakannya agar tidak terdeteksi—”

“Naosu.”

Suara baritone yang memutuskan omongan Naosu itu membuat mereka berempat menoleh. Terlebih yang empunya nama. Begitu tahu pemilik suara itu adalah Nobunaga, serentak mereka memberi hormat.

Ha’i, Nobunaga-sama!” Naosu menjawab dengan tegas, seiring dirinya yang menemui ayahandanya itu.

Melihat kedua Oda yang tengah berbincang itu mau tak mau menarik perhatian Suzuka, Kirio, dan Matsumoto. Ketiganya dapat merasakan suasana yang serius nan memberat di antara mereka berdua.

“Kurasa julukan “Tangan Iblis” atau semacamnya itu tidak main-main,” celetuk Suzuka.

“Ya begitulah. Apalagi jika nanti Naosu akan meneruskan gelar itu. Mereka benar-benar mirip,” sambung Kirio.

“Kita tunggu itu di masa depan,” ucap Matsumoto memutus diskusi mereka kali ini.

*****

Rupanya, penyerangan atas Klan Imagawa yang tersisa berbuah manis. Naosu beserta pasukan Ninja yang ia ikuti sukses menghancurkan markas mereka. Untung mereka bergerak cepat, mengingat persiapan pemberontakan yang akan dilakukan sudah rampung.

Kepulangan pasukan itu ke Owari disambut dengan gegap gempita. Jadilah acara penyambutan digabung dengan perayaan untuk Aiko. Membuat kastil menjadi semakin sibuk karena harus mempersiapkan semuanya menjadi lebih banyak.

Malam hari perayaan, aula utama terlihat ramai. Aiko yang menjadi pusat perhatian saat itu tampil cantik dalam balutan kimono sutra sewarna Sakura yang terlihat cocok dengan parasnya. Ia terlihat bahagia kala satu persatu orang yang di sana memberikannya hadiah.

Arigatou gozaimasu, Suzu-neesama!” Aiko berucap dengan riang kala menerima bungkusan dari Suzuka yang menepuk kepalanya pelan. Gadis berambut pirang itu hanya mengiyakan dan segera kembali ke tempatnya.

Saat duduk di tempat khusus wanita, Suzuka diam-diam melirik ke jajaran para Warlord. Mencari keberadaan seseorang yang langsung membuatnya mengulas senyum kala ditemukan. Apa yang Ainawa katakan benar. Sosok itu terlihat berbeda dalam balutan kimono dan haori berwarna merah tua. Serasi dengan yang ayahnya kenakan. Sepertinya keluarga Oda memilih warna keberuntungan itu sebagai tema mereka kali ini.

Hal lain yang membuat Suzuka tertarik adalah sikap Naosu yang menolak kala ditawari sake oleh Kirio dan Matsumoto. Bahkan Hideyoshi juga menawarkan diri untuk menuangi sake pada cawan pemuda itu. Namun, tetap saja Naosu menolaknya.

Terlebih ketika lelaki itu pamit undur diri kepada Nobunaga untuk meninggalkan jamuan di saat acara baru memasuki intinya. Pemimpin Oda itu tampaknya menimbang-nimbang, sebelum akhirnya memberikan isyarat agar Naosu bisa keluar ruangan.

Butuh waktu sedikit lama bagi Suzuka yang penasaran untuk mengikuti Naosu. Ia bisa keluar di saat acara akan selesai. Saat itu juga ia segera menuju Kastil Utara; satu-satunya tempat yang bisa ia pikirkan untuk keberadaan lelaki itu.

Sesuai dengan dugaan Suzuka. Ia bisa melihat pijar lampu yang menyala dari tempat yang dituju. Sayangnya ruangan itu sepertinya sepi. Membuatnya segera berbelok ke lorong sempit yang ada di sampingnya.

“Sudah kuduga ia ada di sini,” gumam Suzuka ketika melihat haori merah tua yang menumpuk di bawah pohon Ringorosu. Namun, ada yang janggal. Beberapa botol minuman berceceran di sana. Suzuka melengos begitu membauinya. Aroma khas sake menguar keras dari sana.

“Naosu? Apa kau ada di sini?” Suzuka mengucap seraya mengeluarkan belati kecil dari balik obi-nya. Entah mengapa suasananya mendadak mencekam. Membuat adrenalinnya meminta untuk meningkatkan kewaspadaan.

Di saat berjalan mundur, tak sengaja tumitnya menendang sebuah benda. Suzuka menengok ke bawah dan melihat sebuah botol kecil yang berguling. Dengan bantuan cahaya bulan, ia bisa mengetahui bahwa itu adalah botol penawar yang ia berikan kepada Naosu sebelum berangkat dalam misi. Botol itu kosong. Membuatnya takut jika terjadi apa-apa kepada kakaknya Aiko sehingga meminumnya.

“Kau mencariku?” Suara itu membuat Suzuka menoleh ke depan. Irisnya bertatapan dengan ruby yang balik menatap dengan tajam.

“Aaa!!” Suzuka memekik kaget hingga terduduk di rumput. Di saat itu juga ia menyadari posisi Naosu yang abnormal. Lelaki itu tak ubahnya kelelawar yang menggantung dengan posisi tubuh terbalik. Kakinya menumpu, mengait dahan kayu dengan kuat untuk menopang beban tubuhnya. Selain itu, bukan kimono dan hakama yang digunakan olehnya. Melainkan pakaian khas Ninja yang membuat tubuh atletisnya itu lebih terbuka.

“Ada apa kau ke sini, Nona Tokugawa?” Suara berat itu menyadarkan Suzuka dari lamunannya, tetapi malah membuat tubuhnya terasa membeku. Ia pun menggeleng pelan.

“Ti-tidak ada. Namun, daripada itu, sepertinya kau mabuk, Naosu—” Suzuka melirik sebentar ke arah botol-botol sisa di bawah pohon, sebelum mundur perlahan kala yang dimaksud mendarat dengan mudah di depannya.

“Kau pikir begitu?” Naosu mendekat dengan cara yang membuat alarm bahaya Suzuka menjadi siaga. Tanpa sadar ia malah mengancungkan belatinya kepada Naosu yang terkekeh kecil.

“Memangnya siapa dirimu hingga berani bersikap kurang ajar seperti itu, hm?”

Wuss!

Masih dengan posisi terduduk, Suzuka kaget begitu tangannya terempas ke samping. Mengikuti belatinya yang terlempar begitu jauh akibat tendangan yang dilakukan Naosu pada bagian itu. Akhirnya, yang bisa ia lakukan hanya bergerak sebisa mungkin hingga tak menyadari punggungnya sudah membentur tanah. Sementara Naosu yang memerangkapnya hanya menyeringai kecil.

“N-naosu—”

“Hm?” Naosu mendekatkan diri seraya mengapit bagian bawah Suzuka dengan kakinya agar tak bergerak. Ia berusaha menahan tawa kala merasakan Suzuka yang gemetaran karena jemari mereka yang bertautan.

“Kau tahu? Penawar yang kau berikan itu ternyata manjur.”

“Eh? Jadi kau terluka?!” Untuk sementara, rasa takut yang Suzuka rasakan tergantikan oleh khawatir pada pemilik ruby itu.

“Begitulah. Aku sempat terkena buluh beracun yang ditebar sekitar markas mereka. Untungnya penawar milikmu cocok.”

“Ah, begitu ya? Sy-syukurlah.” Suzuka mencoba memberikan senyum, pertanda ia merasa senang atas berita itu. Sayangnya itu tidak bertahan lama karena wajah Naosu yang mendekat.

“Jadi, aku ingin mengucapkan terima kasih kepadamu, Su-zu-ka.”

“Na-nao— hmp!”

Cekalan Naosu pada lengannya membuat Suzuka tak bisa bergerak banyak kala bibir mereka berpagutan. Pikiran Suzuka terasa kosong begitu merasakan lumatan lambat nan halus yang menggerayangi bilah bibirnya. Terlebih ketika ada sesuatu yang seolah memaksa masuk. Hal itu membuatnya kaget dan memaksa diri untuk memberontak.

Perlahan, Naosu melepaskan tautan mereka. Iris ruby itu menatap dalam kepada zamrud di bawahnya. Membuat Suzuka merasa sedikit tenang karena mengira itu sudah selesai. Sayangnya, ia harus menahan napas kala perpotongan lehernya penuh oleh wajah Naosu. Deru napas pemuda itu terasa begitu hangat di kegelapan halaman belakang Kastil Utara yang mereka tempati.

“Nee, Suzuka …”

Lidah gadis itu seolah kelu mendengarkan bisikan itu menjalari tubuhnya. Terlebih kala merasakan kain di bahunya sedikit terbuka lebih lebar. Ia melirik ke samping dan mendapati tatapan Naosu yang membunuhnya.

“Apa kau tahu kalau bubuk kadal kering itu …”

Tubuh Suzuka meremang seiring dengan bisikan itu yang mulai meninggalkan bahunya. Lantas merayapi lehernya untuk mampir di cuping telinganya yang perlahan dikecup lembut.

“… juga berfungsi untuk meningkatkan gairah seksual lelaki, hm?”

Daun telinga tanpa anting digigit pelan. Namun, tidak dengan gerakan Naosu yang secepat kilat membungkam Suzuka dengan tangannya. Alhasil, teriakan gadis itu kembali tertelan oleh malam.

“Sstt … tenanglah, Nona. Aku tidak akan sampai melakukan itu. Kecuali aku melihatmu menggunakan shiromuku di sampingku kelak.” Naosu berbisik ke sekian kalinya. Sebelum akhirnya melepaskan kurungan yang ia lakukan kepada Suzuka. Dibantunya gadis itu untuk duduk. Sebagai gantinya, giliran ia yang merebahkan diri di rerumputan.

“Aku ingin istirahat sejenak untuk menetralisir efek sake dan penawar itu. Kau pergilah. Jika kau keras kepala, jangan salahkan aku jika besok terjadi upacara San San Kudo antara Klan Oda dan Tokugawa.”

Butuh beberapa waktu bagi Suzuka untuk sadar dari apa yang terjadi. Perlahan, ia pun membersihkan diri dari sisa permainan singkat itu dengan wajah yang merah padam. Sebelum akhirnya bangkit dan menuju bawah pohon apel di sana. Diambilnya haori Naosu dan segera menyelimuti pemuda itu yang ternyata sudah terlelap.

Dipandanginya wajah yang memerah itu, lantas membuang muka. “Kono hentai yaro!” desisnya sebelum meninggalkan tempat itu dengan hati tak karuan.

.

.

.

Yosh! Satu utang sudah lunas XD

Hope you like it!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top