Misunderstanding
[Nijimura Aisozou x Midorima Shinka]
.
Disclaimer: Tadatoshi Fujimaki, Asakura Haruka, dan Heaira Tetsuya.
Plot is mine.
And happy reading!
.
.
Langkahnya sedikit lambat karena buku yg ia pegang. Sesekali ia melirik depan agar guna menjaga dirinya.
Begitu berbelok di dekat ruang musik, tak sengaja matanya mendapati sepasang manusia yg tengah berduaan. Seketika ia itu juga ia bersembunyi di belakang tembok.
Ia mencoba mengintip. Matanya pun membelalak begitu melihat sosok lelaki bermata elang itu menatap hangat gadis berambut hitam sepunggung di depannya.
"Ada apa kau memanggilku ke sini, Aiko?"
"Ano, ada yg ingin kubicarakan denganmu, Aisozou-senpai."
Apa? Dia memanggil lelaki itu dengan nama kecilnya? Yg benar saja! Apakah mereka cukup dekat?! Dan kenapa suku kata pertama nama mereka harus sama?! Batinnya ribut.
Lagi, ia pun memfokuskan pendengarannya.
"Maaf jika sebelumnya Senpai tak berkenan. Jujur saja. Dari awal kita berkenalan, aku sering memperhatikan Senpai, baik di ruang musik ataupun di dōjo. Dan, aku menyukai ekspresimu ketika bermain alat musik serta latihan tanding. Terlebih tatapan mata serta senyummu itu."
"Jadi?"
"D-daisuki dayo, Aisozou-senpai!"
Hening.
Napas di balik tembok itu tercekat. Seharusnya dari awal dia sudah bisa menduga endingnya kan seperti ini. Tapi, entah mengapa ia ingin mendengar jawaban Aisozou secara langsung.
Tak ada jawaban membuatnya terpaksa mengintip. Dan lagi-lagi itu membuatnya sakit. Matanya disuguhi pemandangan yg menyakitkan.
Di sana, Aisozou mengacak rambut yang bergradasi putih itu seraya tersenyum kecil. Sementara gadis yg bernama Aiko itu menatapnya dengan binar.
Suara buku yg terjatuh pun mengiringi kaki yg terpaksa dilangkahkan. Mau tak mau, air matanya sedikit keluar di sudut mata indah itu.
Aku benci kau! Raungnya dalam hati. Kecewa.
*****
"Yo, Pendek!"
Aisozou menoleh dan mendapati Ryuusei, Sagi, dan Shoya yang berjalan di belakangnya.
"Ada apa?!" Nada suara ketus pun ia berikan sebagai jawaban.
"Mengapa kau tak berbagi cerita dengan kami, hm?" Sagi pun merangkul Aisozou. Oh ya. Sekadar catatan. Di antara mereka berempat, secara fisik Aisozou lah yang paling pendek. Walau mereka hanya berselelisih beberapa sentimeter saja.
"Hm? Apa yang harus kubagi dengan kalian?" Aisozou melemparkan pertanyaan balik. Sungguh. Ia bingung melihat sikap ketiga kawannya itu.
"Mengapa kau tak memberitahu jika kau sudah memiliki pacar, hm?" ujar Shoya to the point. Alhasil, yang dituduh terkaget.
"Pacar? Hei, jangan menyebarkan berita hoax seperti itu!" Elak Aisozou. Entah kenapa ia tak rela dituduh seperti itu.
"Kami tak menuduhmu, Pendek. Ada yang memberitahu kami jika itu benar!" Ryuusei memasang seringai miliknya. Dan itu membuat Aisozou semakin dongkol.
"Tak ada bukti!" Erang Aisozou.
"Ada. Karena dia yang melihat kau secara terang-terangan ditembak oleh perempuan itu," ucap Shoya santai.
"Wah ... kurasa perempuan itu sedang sakit hingga menyatakan rasa pada pesakitan sepertimu," olok Sagi.
"Argh! Terserah kalian saja! Intinya aku tidak punya pacar dan bukan pesakitan!" geram Aisozou.
Ryuusei, Sagi, dan Shoya hanya terkikik geli melihat Aisozou yang benar-benar bersumbu pendek. Dengan tawa, mereka pun segera mengikuti langkah Aisozou dari belakang.
*****
Sementara itu, di markas para Kisedai -sebuah ruangan di pojok sekolah yg dibangun khusus untuk mereka-, Shuuna pun diinterogasi habis-habisan.
"Jadi, katakan Shuuna. Siapa perempuan yang menembak Aisozou?" Keiko memangku wajahnya tepat di depan gadis itu.
Shuuna menarik napas. Berat. "Aku harus bilang berapa kali? Aku tidak tahu menahu perihal Ai-nii mempunyai pacar atau tidak," jawabnya pada pertanyaan yang entah sudah ke sekian kalinya itu.
"Bukannya kau adiknya? Seharusnya informasi seperti itu diketahui satu keluarga," timpal Atsumi.
"Tapi Ai-nii bukan sepertiku yang akan menceritakan semuanya di rumah," balas Shuuna.
"Jadi dia tertutup untuk masalah ini? Bukankah itu berarti kemungkinan besar ia memiliki pacar?" Reisa menyambung kalimat itu. Membuat Shuuna merasa jengah.
"Ck, lalu? Apakah kau pernah melihatnya bertingkah aneh yang berkaitan dengan perempuan? Maksudku, mungkin saja kan dia menyimpan foto kekasihnya itu di dalam ponselnya?"
Pertanyaan beruntun dari Tachieko membuat Shuuna membeku. Karena ia tahu benar apa isi galeri ponsel kakaknya itu. Dan ia yakin. Perempuan itu belum memiliki status yang jelas di sisi Aisozou.
"Raut wajahmu menyembunyikan sesuatu, Shuuna-san."
Shuuna menoleh ke sumber suara dan mendapati Tetsuna yang tersenyum manis padanya. Sekali lagi, ia merasa bimbang.
"Oy, Shinka! Kau belum memberikan pendapatmu tentang hal ini." Celetukan Keiko membuat semua mata memandang pada gadis bersurai hijau itu.
Merasa diperhatikan, membuat Shinka segera menutup buka yang sedari tadi menutupi wajahnya. Sekilas, ada guratan aneh pada wajahnya itu.
"Terserah dia saja. Entah dia mau berpacaran atau tidak, itu bukan urusanku, kan?" ucap Shinka seraya menaikkan kacamatanya. Terlalu sarkastik.
Semuanya terdiam. Itu memang benar. Tapi tetap saja. Mereka harus mengetahui hal ini.
Pintu di belakang terkuak. Menampilkan empat sosok ikemen yang meributkan sesuatu.
"Nah, akhirnya biang kerok masalah datang juga," ucap Tachieko dingin.
Ryuusei, Aisozou, Sagi, dan Shoya langsung berhenti. Keempat manik mata beda warna itu memandang kerumunan kaum hawa di depannya.
"Ada apa ini? Mengapa semuanya berkumpul di sini?" Aisozou membuka suara. Terlebih melihat Shuuna yang menghampirinya.
"Ini semua karena gosip tentangmu yang memiliki pacar, Niichan," ujar Shuuna. Manik cokelatnya menatap onyx milik Aisozou. Mencoba menyampaikan rasa keingintahuan yang besar.
"Gosip itu lagi?! Argh!! Itu tidak benar sama sekali! Aku tidak punya pacar!" Aisozou menggeram. Suhu pikirannya yang sempat menurun kembali naik.
"Lalu, siapa sosok gadis yang menembakmu di lorong ruang musik lusa kemarin?" Atsumi memasukkan sekeping keripik kentang ke dalam mulut. Mengunyahnya, sebelum akhirnya menatap Aisozou lekat.
Lelaki bermata elang itu terdiam. Kemudian menyadari sesuatu.
"Darimana kalian tahu hal itu?" Nada dingin Aisozou mendiamkan ruangan itu. Terlebih ketika ia menelisik setiap wajah di depannya.
"Aku yang memberitahu mereka ..."
Tatapan tajam Aisozou berakhir pada Shinka.
"...karena aku melihatnya langsung," ucap Shinka tak kalah dinginnya.
Ia tak bergeming ketika Aisozou mendekatinya. Pun ketika onyx itu mengunci zamrudnya.
"Apa buktinya?"
"Gadis itu adalah kouhai yang bernama Aiko. Tingginya sedikit di bawah Shuuna. Rambut hitamnya sepunggung dengan gradasi putih di ujungnya. Dia memanggilmu "Aisozou-senpai". Dia menyukaimu karena terpesona oleh senyuman dan tatapan matamu yang selalu ia lihat ketika kau latihan musik atau karate."
Aisozou terdiam begitu mendengar penjelasan Shinka. Apalagi ketika ia melihat kilatan aneh di mata hijau itu.
"Tapi dia bukan pacarku!" kilah Aisozou.
"Jika bukan, kenapa setelah ia menembakmu, kau mengusap kepalanya dan Aiko terlihat bahagia?" Shinka menyanggah. Tanpa menyadari perubahan getar suaranya yang justru Aisozou peka akan hal itu.
Sepertinya aku bisa mengerjai mereka semua. Pikir Aisozou. Smirk-nya pun timbul secara halus.
"Jadi, apa masalahnya jika Aiko adalah pacarku, hm? Apakah salah jika aku menyukai kouhai yang manis sepertinya?"
Semua terkejut. Terutama Shinka dan Shuuna. Walaupun Shinka bisa menyembunyikan hal itu karena Aisozou membelakanginya.
"Niichan! Apa maksudmu?! Bukannya kau—"
Shuuna terdiam begitu tatapan sang aniki menghunjam dirinya.
"Tidak ada yang salah. Yang salah itu kau tidak memberitahu kami!" Keiko menggebrak meja. Membuat rambut navy-nya bergoyang perlahan.
"Hanya itu? Memangnya, apa untungnya kalian mengetahui hal itu atau tidak? Justru aku sengaja tidak memberitahu kalian karena aku tahu respon kalian akan seperti ini!" Aisozou mendengus kesal. Kemudian segera mengambil tas berisi perlengkapan latihannya yang berada di belakang Reisa dan Tetsuna.
"Terserah kalian saja. Lebih baik aku pergi latihan. Percuma aku membicarakan sesuatu yang tak penting seperti ini dengan kalian!"
Derap langkah Aisozou pun terdengar keras di luar sana.
"Penting karena kau telah melukai seseorang, Niichan," lirih Shuuna. Semua memandang ke satu titik. Di mana Shinka terlihat menunduk dan meremat ujung roknya. Sebenarnya mereka semua mengetahui perasaan di antara Aisozou dan Shinka. Namun entah apa yang salah sehingga hal itu tidak terlihat sama sekali.
"Hei, bagaimana kalau kita menonton latihan Aisozou? Ada kemungkinan gadis itu akan menontonnya juga kan?" usul Ryuusei.
Semuanya berpikir. Namun mengiyakannya ketika Reisa memberi isyarat untuk menuju dōjo sekolah.
*****
"Hee? Ternyata si Pendek itu kuat juga," ejek Ryuusei begitu melihat Aisozou yang berhasil menjatuhkan lawannya.
Di lantai dua dōjo ini, sepuluh surai pelangi tampak menonton latihan tanding di bawah sana. Di mana fokus mereka terarah pada Aisozou yang sedang bertanding.
"Minna-san, apakah Aiko-san yang dimaksud Shinka-san itu dia?" Tetsuna menunjuk arah bench belakang dengan tatapan aquamarine-nya.
Semua mengikuti. Mendapati sosok bertubuh kecil yang memangku handuk dan botol minuman. Iris cokelatnya pun terkunci pada tengah lapangan.
"Jangan bilang jika ia hendak memberi Aisozou dua benda itu!" Shoya mendesis tak suka. Terlebih telinganya mendengar bunyi peluit. Pertandingan Aisozou selesai.
"Kalau begitu, kita harus mencegahnya!" Reisa bergumam kecil melihat kawannya itu menuju bench.
Semua menoleh ketika Shinka dengan sigapnya berlari ke bawah. Seolah ia mengerti kalau ia yang akan mendapatkan tugas itu.
Di bawah...
"Aisozou-senpai! Itu tadi pertandingan yang hebat! Selamat ya!" Dengan riang, Aiko menyerahkan handuk yang langsung dipakai oleh Aisozou untuk mengelap keringatnya.
"Ah, kau terlalu melebihkan, Aiko. Justru yang hebat itu Yu-senpai. Dia mampu membuatku terpojok," ujar Aisozou seraya melirik lawannya yang bernama Yu itu di sisi lapangan sebelah.
"Pokoknya kau hebat! Oh ya, ini. Minumlah. Kau terlihat kelelahan sekali, Senpai," ucap Aiko seraya mengangsurkan botol minum.
Belum Aisozou mengambilnya, botol itu sudah lebih dahulu berada di tangan yang lain.
"Shinka?!" Aisozou tak dapat menyembunyikan rasa kagetnya begitu melihat kalau pemilik tangan itu adalah sosok bersurai hijau panjang di depannya.
"Kau seharusnya tak menerima air dari gadis lain, Aisou," ucap Shinka lembut. Namun berbanding terbalik dengan tatapannya pada Aiko.
"Shinka, apa maksudmu, hei?" Aisozou menatap lekat zamrud itu. Namun tak menemukan yang ia cari.
"Aisozou-senpai, dia siapa?" Aiko memberanikan diri tuk bertanya.
Baik Aisozou dan Shinka kan menjawabnya begitu sosok tinggi tegap mendatangi mereka.
"Ada apa ini?" tanyanya.
"Naosu-nii!" Aiko segera menuju lelaki yang ia panggil itu. Kemudian menggamit lengannya erat.
"Ah, Naosu-senpai. Tidak ada apa-apa. Hanya ada sedikit kesalah pahaman saja," jawab Aisozou ramah.
Iris merah kecoklatan Naosu terarah pada Shinka. "Siapa dia, Aisozou?"
"Wari wari. Aku lupa memperkenalkan kalian. Shinka, kenalkan. Dia adalah Oda Naosu. Seniorku di karate. Dan adiknya, Oda Aiko. Teman akrabku."
Shinka mengeryit. Mengapa Aisozou tak menyebut gadis itu adalah pacarnya? Apakah mereka backstreet hingga Aisozou takut pada Senpai itu? Pikirnya mencoba menganalisa.
"Dan Naosu-senpai, Aiko, perkenalkan. Dia..."
"Midorima Shinka. Pacar dari Aisou," potong Shinka cepat. Ia bahkan langsung menggamit lengan Aisozou mesra. Tak memedulikan tatapan terkejut si Mata Elang.
Naosu tersenyum maklum. Diliriknya Aiko yang berada di belakangnya. Kemudian mengangguk.
"Wah... selamat ya. Jadi, dia yang selalu kau ceritakan pada Aiko dan aku itu?" ucap Naosu.
Shinka terbelalak. Apa maksudnya?
Diliriknya Aisozou. Dan lelaki itu memilih memalingkan wajahnya ke arah lain.
"Midorima-san, kau beruntung. Kau tahu? Pacarmu itu selalu menyinggung dirimu setiap kali kami latihan lho. Dia bilang, kalau kau secara tak langsung menjadi penyemangatnya."
Shinka blushing. Tidak mungkin kan yang diucapkan oleh Naosu itu benar?
"Ah ya. Dan maafkan adikku yang sempat menyatakan perasaannya pada Aisozou. Tapi percayalah. Kini perasaan Aiko tak ubahnya perasaan seorang adik pada kakaknya," lanjut Naosu.
Shinka salah tingkah. Ia segera menoleh ke belakang. Meminta pendapat pada teman-temannya. Namun itu semua berubah menjadi rutukan karena pelangi manusia itu pergi entah kemana.
"Oh ya Midorima-senpai."
Shinka kembali menoleh setelah suara riang Aiko memanggilnya.
"Aisozou-senpai sering memujimu cantik lho~ Dia bahkan membuat perumpamaan kalau kau—"
"Urusai! Itu tidak benar!" Aisozou langsung menggeram kesal. Tapi yang ada kedua Oda itu justru tersenyum jail.
"Are?? Apa kau tak memberitahu Midorima-san jika kontaknya di ponselmu—"
"Naosu-senpai, Aiko, kami permisi! Ayo, Shinka!"
Aisozou segera menarik tangan Shinka menjauh. Meninggalkan Naosu dan Aiko yang terkekeh di belakang sana.
Tanpa mereka sadari, wajah mereka berdua sudah berubah.
*****
"Aisou! Kita mau kemana?!"
Shinka menjerit kecil begitu Aisozou menarik lengannya sedikit kasar. Terlebih lelaki itu yang belum mengganti pakaian karatenya. Membuat mereka segera menjadi pusat perhatian sepanjang jalan.
Di bawah pohon maple, mereka berhenti. Aisozou langsung melepaskan tautannya pada Shinka. Sementara dirinya segera bersandar pada batang itu.
"Jelaskan. Apa maksudmu membuat pengakuan seperti itu tadi?" tanya Aisozou. Irisnya menatap Shinka dari lembut.
"Harusnya kau yang lebih dahulu menjelaskan semuanya! Mengapa kau tak mengakui kalau Aiko adalah pacarmu?!" Shinka mengatur napas. Kejadian beruntun hari ini membuat wajahnya panas. Itu sangat memalukan.
"Dia memang bukan pacarku. Kau dengar sendiri kan apa yang Naosu-senpai katakan? Hubungan kami tak lebih dari adik kakak," jawab Aisozou kalem. Ia pun melonggarkan sedikit ikatan pada pinggangnya. Lalu membuka bagian dadanya yang bidang itu. Dan setelah itu, ia pun menutup mata.
Semua perbuatan Aisozou tak luput dari pengamatan Shinka. Membuatnya merona malu karena hal itu. Ayolah. Mereka sekarang kelas dua SMA. Sudah sewajarnya jika pemandangan seperti itu membuat Shinka memerah.
"Ta-tapi, apa maksud tindakanmu yang mengusap kepalanya di lorong itu?"
"Aku hanya menenangkannya yang nyaris menangis ketika aku secara tersirat menolak perasaannya. Dia sudah seperti adik bagiku. Apalagi Naosu-senpai juga sudah sangat kuhormati. Aku tak mau merusak hubungan kami hanya karena hal sepele seperti ini. Jadi, aku tak tertarik padanya sama sekali," tutur Aisozou panjang lebar.
"Lalu kau? Apa masalahnya sehingga kau mengakui dirimu sebagai pacarku, hm?" lanjutnya ketika tak mendapati sanggahan dari Shinka.
"Itu semua karena dirimu, Baka! Kau bilang kalau Aiko itu pacarmu pada kami semua. Jadi aku ingin membuktikannya. Dan ternyata itu bohong," ujar Shinka sinis. Padahal di dalam hati ia merutuki tindakan spontannya itu.
"Tapi, apakah tidak ada cara yang lain? Kau bisa saja kan bertanya secara baik-baik padanya. Bukannya malah mengakui hal yang mustahil seperti itu," balas Aisozou sarkastik.
Dia masih terpejam. Sehingga tak melihat ekspresi kecewa yang sangat pada raut wajah Shinka karena ucapannya itu. Tak mengetahui kalau satu hati kembali hancur.
"Itu spontanitas saja."
"Hontou ne? Tapi nada suaramu terdengar sangat yakin ketika mengatakannya lho," goda Aisozou. Onyx kembali bertemu zamrud.
"Jangan kegeeran seperti itu. Aku melakukan semua itu karena merasa kasihan pada teman-teman lain yang dengan mudahnya terjebak kebohonganmu itu. Jadi, aku harus membuktikannya," balas Shinka.
Aisozou terkesiap sebentar. Kemudian tertawa terbahak-bahak. "Sejak kapan kau menjadi tsundere seperti ini, Shin?"
Shinka menatap marah dari balik kacamatanya. Tak menyadari jika Aisozou memendekkan namanya. "Siapa yang tsundere?! Aku bukan dan tak akan pernah menjadi tsundere!" bentaknya.
Aisozou mengecilkan volume suara. Kemudian menatap gadis di depannya itu. "Tak perlu malu. Semua juga sudah tahu jika kau anak dari Shintarou-sensei yang notabene adalah tsundere akut," ejeknya lagi.
Shinka mendengus kesal. Entah mengapa momen mereka hanya terisi oleh ejekan seperti ini.
"Terserah kau saja!" ucapnya ketus.
Aisozou tersenyum kalem ketika melihat Shinka yang perlahan mengambil tempat duduk di sebelahnya. Lebih tepatnya, di sisi pohon yang lain.
"Ngomong-ngomong, siapa perempuan yang selalu kau bicarakan pada kakak beradik itu?"
"Hee? Mengapa kau ingin tahu?"
"Setidaknya, jika aku mengetahuinya, aku akan mudah memperingati gadis malang tersebut. Kalau ada seekor elang gila tengah memburunya," jawab Shinka sinis.
Di sisi pohon yang lain, Aisozou tak dapat menyembunyikan senyumnya. Merasa geli dengan pertanyaan serta alasan itu. Tapi ia sadar. Belum waktunya.
"Bagaimana jika ternyata itu adalah kau, hm?"
Embusan napas yang menggelitik telinganya membuat Shinka menoleh. Lalu terpaku ketika ternyata di sana sudah Aisozou yang menatapnya tajam. Membuatnya seketika blushing.
Mereka bertahan seperti itu. Hingga kesadaran Shinka kembali akibat Aisozou yang menyunggingkan seringai kecilnya.
"Jangan bercanda, Baka!" teriaknya kesal.
"Memang bercanda kok," ucap Aisozou setelah kembali ke tempatnya. Puas karena mampu membuat Shinka menjadi gugup.
"Apa kau bilang?!"
"Apa aku harus mengulangi perkataanku, Lumut Kerak?"
"Dasar Moncong Elang!!"
Aisozou seketika memasang posisi bertahan ketika tinju Shinka mengarah pada bahunya. Mereka kemudian sudah ada dalam kondisi siap bertarung.
"Daripada kau menyebutku seperti itu, aku lebih rela kau menyebutku pohon," ujar Aisozou kalem. Tangannya segera menepis tinju siku milik Shinka.
"Mengapa?! Kau lebih cocok dengan nama itu karena sifatmu sama dengan hewannya! Sama-sama licik!" desis Shinka.
"Karena lumut kerak sepertimu tidak bisa hidup tanpa pohon," ucap Aisozou tanpa mengindahkan perkataan Shinka. Tubuhnya sibuk berkelit dari serangan gadis itu.
Shinka yang menyadari maksud kalimat itu sempat terhenti pergerakannya. Namun kembali bergerak ketika seringai Aisozou kembali mengejek wajahnya yang sudah memerah.
"Kau menyebalkan, Aisou!!"
*****
Suara angin yang tersibak oleh berbagai jurus pun sampai di telinga mereka. Sembilan orang itu hanya tersenyum kecil melihat Aisozou dan Shinka dari kejauhan.
"Menurut kalian, apakah mereka akan jadian?" tanya Sagi pada temannya. Ada yang menggeleng. Ada pula yang mengangguk. Sisanya terdiam.
"Mungkin? Tapi tidak saat ini," ujar Reisa menjawab hal tersebut. Matanya kembali fokus pada sepasang manusia yang kini mengambil tempat duduk berjauhan itu.
"Ada apa kalian semua di sini?"
Kesembilan orang itu menoleh. Lalu mendapati Keita, Shuntarou, Hoshiro, dan Aranasaki yang berjalan menuju mereka.
"Tuh. Kalian bisa melihatnya sendiri." Ryuusei menunjuk ke arah Aisozou dan Shinka dengan matanya. Keempat senpai mereka itu menoleh. Kemudian memincingkan mata karena hal itu.
"Apa yang Shinka lakukan bersama dia?" tanya Shuntarou dingin. Ia sedikit tidak suka melihat hal itu. Salahkan perilaku Aisozou yang kelewat batas jika menjaili adiknya.
"Mereka sedang berkencan kok," jawab Sagi enteng. Ia langsung memasang wajah polos ketika keempat Senpai itu –terutama Shuntarou– menatapnya tajam.
"Bercanda kok, Senpaitachi. Mereka hanya ada sedikit salah paham," ujar Shoya. Sisanya pun mengangguki.
Shuntarou mengembuskan napas lega. Bersama dua belas orang di dekatnya, ia kembali mengamati aktifitas sepasang remaja itu dari kejauhan.
.
.
.
//balik badan //ngakak
Astaga... kenapa pair ini semakin kusuka, Ya Lord? :D Hubungan mereka unik menurutku. Sama-sama keras kepala untuk sebuah pasangan :V Maafkan diriku yang 'menistakan' kesayanganmu,
Bagaimana menurut kalian? Apakah kurang? Ah, maafkan jika begitu. :"
Btw, sampai berjumpa di cerita yang lain //Flutterby apa kabar? //slap. Minggu lusa mungkin aktif berwatty lagi. Soalnya ada UTS. :D
Abaikan Author gaje ini.
Jaa!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top