It's Not Only About Her

[A Hanakotoba]

.

Disclaimer: Cybird, Voltage, dan Heaira Tetsuya

Plot is mine.

And happy reading!

.

.

.

"Suzu-neesama!" Teriakan itu menggema di ruang doujo yang sepi. Sementara satu-satunya orang di dalam ruangan itu segera menoleh.

"Eh, Aiko? Ada apa?" tanya Suzuka yang baru saja membereskan peralatan latihannya. Dilihatnya Aiko yang tampak terburu-buru.

"Apa Suzu-neesama sedang senggang?"

"Hm ... begitulah. Aku baru saja berlatih dengan Kirio-san. Memangnya mengapa?"

"Apakah kau bisa menemani Aiko keluar? Sebentar saja," ujar Aiko seraya mengeluarkan puppy eyes miliknya. Tentu saja Suzuka tak kuasa menolak.

"Baiklah. Asal kau bisa menungguku bersiap dulu," jawab Suzuka. Aiko pun mengiyakannya dengan senang hati.

*****

Sesuai apa yang Suzuka katakan. Begitu ia selesai dengan urusannya, kini ia sedang berada di sebuah pasar di dekat kastil bersama Aiko. Sementara beberapa prajurit ditempatkan agak jauh dari mereka karena mereka berdua tidak ingin terlalu dikekang.

"Aiko, sebenarnya ada apa sehingga kau ke pasar seperti ini?" tanya Suzuka begitu Aiko mengajaknya berhenti di sebuah toko aksesoris.

"Aiko mau mencari oleh-oleh yang bagus."

"Oleh-oleh? Untuk siapa?"

"Untuk Fuyu-neesama."

Hati Suzuka sedikit mencelos. Sudah lama ia tidak mendengar nama dari pewaris klan Sanada itu. Ingatkan ia bahwa gadis itu benar-benar bagaikan lem bila bertemu dengan Naosu. Tak mau memikirkan itu, Suzuka pun melanjutkan pembicaraannya.

"Memangnya, apakah kau berencana untuk mengunjunginya?" tanya Suzuka.

"Aiko inginnya seperti itu. Namun, Otou-sama tidak memberikan izin karena Aiko harus menjaga Okaa-sama yang kesehatannya sedikit tidak stabil akhir-akhir ini. Jadi, yang akan pergi hanya Nao-niisama saja," jawab Aiko. Ia tampak berbinar melihat berbagai jenis jepit rambut di depannya.

"Ah, begitu ya?" gumam Suzuka. Seharusnya, ia sudah bisa menduga hal itu dari awal cerita Aiko. Aiko hanya mengangguk.

"Onee-sama! Jepit ini bagus kan?" Aiko menunjukkan jepit berbentuk kumpulan bunga kecil sewarna senja. Suzuka pun mengangguk.

"Itu bagus. Cocok dengan Fuyuki-san," jawab Suzuka.

"Kalau Suzu-neesama mau yang mana?"

"Eh? Aku?" tanya Suzuka seraya menunjuk dirinya bingung. Aiko mengangguk.

"Nao-niisama yang meminta Aiko untuk mencari oleh-oleh untuk Fuyu-neesama. Ia juga bilang kalau Aiko dan Suzu-neesama bisa mengambil juga," jawab Aiko. Ia pun memekik kecil begitu melihat jepit dengan aksen bunga Sakura yang mekar.

Suzuka hanya tersenyum kecil melihat tingkah Aiko yang childish seperti itu. Matanya tiba-tiba melirik pada sebuah gelang dengan hiasan bunga Krisan kuning dengan daunnya. Sangat cantik. Entah mengapa Suzuka menginginkannya.

"Suzu-neesama? Apa kau sudah memilih punyamu?" celetuk Aiko. Sontak Suzuka menggeleng. Walau ia ingin, tapi tetap saja. Ia merasa tidak enak dengan Aiko.

"Eh? Mengapa?"

"Nandemonai yo. Aku rasa, aku belum membutuhkannya saat ini."

"Hontou ne?"

"Hontou dayo. Kau sendiri bagaimana? Apakah sudah selesai dengan pilihanmu?"

Aiko mengangguk seraya menunjukkan dua buah benda. Jepit berwarna oranye yang tadi ia lihat pertama kali, juga jepit dengan aksen sakura sudah berada di genggamannya. Melihat itu, Suzuka pun segera mengajaknya untuk membayar itu.

"Oh ya. Kapan Naosu akan pergi?" tanya Suzuka ketika mereka dalam perjalanan kembali.

"Rencananya esok," jawab Aiko riang.

*****

Seperti perkataan Aiko. Keesokannya, Naosu beserta empat orang pengawal bersiap untuk pergi. Ia menolak untuk membawa banyak orang karena menurutnya itu merepotkan. Sementara yang lain bersiap, tak sengaja Naosu melihat Suzuka yang duduk tak jauh dari dirinya.

"Kudengar dari Aiko, kau tidak mengambil apapun ketika kalian berbelanja kemarin. Mengapa bisa begitu?" tanya Naosu yang sudah ada di depan Suzuka seraya bersedekap.

"Itu terserah aku. Kebetulan saja tidak ada yang menarik perhatianku di sana," jawab Suzuka seraya membuang muka. Bayangan gelang Krisan itu tiba-tiba muncul di benaknya.

"Oh. Souka." Naosu segera berbalik setelah menanyakan hal itu. Tentu saja Suzuka menjadi bingung. Apakah dia salah makan hari ini? Batinnya.

Lamunan Suzuka terputus begitu melihat Aiko yang dengan riangnya menghadap Naosu. Diangsurkannya sebuah bungkusan kecil yang mungkin saja oleh-oleh yang mereka beli kemarin. Sementara di satu sisi, sikap Naosu terlihat begitu berbeda pada adiknya itu. Ditepuknya kepala Aiko pelan sebelum mencium puncaknya.

Tanpa sadar, Suzuka membayangkan ia yang menggantikan Aiko di posisinya.

Astaga! Apa yang sudah kupikirkan?! Sadarlah Suzuka! Itu tidak akan mungkin terjadi! Suzuka segera menepuk-nepuk pipinya pelan. Dan itu menarik perhatian Kirio yang baru saja berdiskusi dengan Matsumoto.

"Suzuka? Apa kau tidak apa-apa?" tanya lelaki bermata safir itu. Suzuka refleks menggeleng.

"Iie. Hanya saja, aku merasa sedikit mengantuk," jawab Suzuka asal. Sepertinya Kirio kurang menerima karena setelah itu ia malah menatap adiknya itu dengan tajam. Suzuka yang diperhatikan seperti itu tentu tidak nyaman.

"Kirio-san? Apakah ada yang salah dengan jawabanku?"

"Suzuka, jika kau memiliki masalah, kau jangan segan untuk menceritakannya padaku, ya? Ingatlah. Walau kita berbeda klan, kau tetaplah adikku. Demikian pula aku yang tetap merupakan kakakmu," ujar Kirio lembut. Suzuka pun mengembangkan senyumnya demi mendengar semua itu.

"Arigatou, Kirio-san," balas gadis itu lirih.

*****

Pemandangan yang didominasi oleh pepohonan terlihat begitu Naosu dan rombongannya sampai di perbatasan timur yang memang berada di dekat pegunungan. Seharusnya, desa di mana Fuyuki tinggal ada di sekitar situ.

"Naosu-sama..."

"Ya? Ada apa?" tanya Naosu menanggapi panggilan itu. Namun, ia tidak menoleh. Tatapannya terfokus pada pemandangan di depan sana.

"Maafkan saya sebelumnya. Namun, apakah kita bisa mengambil istirahat sejenak?" pinta prajurit itu agak takut. Naosu hanya tersenyum kecil karena itu.

"Ah, maaf karena aku tidak melihat kondisi kalian. Tentu saja boleh. Silakan beristirahat," ujar Naosu. Segera ia menghentak tali kekang yang ada di genggamannya. Memberi isyarat pada kuda hitam miliknya agar segera berhenti.

"Arigatou, Naosu-sama!" jawab keempat prajurit itu dengan gembira. Mereka yang membawa perlengkapan dan bahan-bahan lainnya segera mengikuti jejak Naosu untuk menambatkan kudanya di tempat terdekat.

"Oh ya, bisakah kalian menunggu di sini seraya mempersiapkan semuanya? Aku ingin memeriksa keadaan sekitar," ucap Naosu. Tangannya sudah menggenggam Shirotsuyomi dengan erat. Sementara Seishinryoku sudah bertengger dengan apik di punggungnya.

"Apa perlu saya temani?" tanya salah seorang prajurit. Naosu pun menggeleng pelan. "Terima kasih. Namun, sebaiknya kalian semua yang berjaga-jaga di sini. Tunggu aku hingga kembali," jawab Naosu seraya berjalan meninggalkan rombongan.

Sebenarnya, bukan hanya istirahat yang menjadi alasan Naosu untuk diam di daerah itu. Melainkan adanya sebuah firasat bahwa mereka sudah dikuntit oleh orang lain semenjak memasuki perbatasan. Instingnya belum bisa mengetahui dari pihak mana orang itu. Bisa jadi lawan ataupun kawan.

Sebuah pohon pinus menarik perhatiannya. Dengan tangkas, Naosu segera memanjat pohon itu hingga berada di tempat yang lumayan tinggi untuk melihat daerah sekitar. Ruby-nya yang tajam memastikan tidak ada satupun titik yang terlewat dari tempat itu.

Dengan hati-hati, ia mengambil panah yang berada di punggung lalu membidik sebuah pohon yang berjarak 100 meter dari dirinya. Setelah merasa yakin, ia pun melepaskan anak panah itu. Namun, belum mencapai target, panah itu terlebih dahulu jatuh dikarenakan sebuah senjata yang membelahnya.

Wush!

Trak!

Mata Naosu melebar begitu sebuah belati tepat menancap di sisi kiri dirinya, nyaris mengenai wajahnya. Menahan geraman, Naosu pun membalas menggunakan tiga panah sekaligus.

"Shine...." desisnya saat melepaskan ketiga anak panah itu ke arah datangnya belati tadi.

Yakin akan panahnya yang mengenai sasaran, Naosu akan pergi untuk mengecek hal itu. Itu akan terjadi jika seandainya para prajurit tidak berteriak mencarinya. Sepertinya, makanan dan peristirahatan mereka sudah siap. Setelah mengembuskan napas, akhirnya Naosu memilih untuk kembali ke rombongannya.

*****

Menjelang senja, akhirnya mereka sampai di sebuah rumah yang terlihat paling besar di desa itu. Sepertinya kedatangan mereka sudah diberitahukan sebelumnya karena terlihat adanya rombongan yang menyambut mereka. Seorang wanita seumuran ibunya tampak ikut dalam rombongan itu.

"Selamat datang di desa kami, Naosu-sama," ujar wanita itu seraya membungkuk sedikit. Naosu hanya tersenyum kecil menanggapinya.

"Oba-sama, kau tidak perlu bersikap formal seperti itu. Seorang bibi seharusnya bersikap akrab dengan keponakannya, bukan?" ucap Naosu. Giliran ia yang membungkukkan badan. Memberikan penghormatan kepada sepupu ibunya itu.

"Oh ya. Ini ada sedikit titipan dari Okaa-sama. Ia bilang, semoga Oba-sama menyukainya," lanjut Naosu. Ia memberi isyarat kepada para prajurit yang membawakan barang-barang yang ia maksud. Bibinya pun melanjutkan dengan memberi isyarat yang sama kepada pelayannya agar menerima semua itu.

"Tentu saja aku akan menyukai apapun yang dikirimkan oleh ibumu itu. Ngomong-ngomong, di mana Aiko-sama?" tanya wanita itu.

"Sejujurnya, kesehatan Okaa-sama sedikit menurun akhir-akhir ini. Sehingga Otou-sama memerintahkan Aiko untuk diam di Azuchi. Dan sekali lagi aku tegaskan padamu, Nyonya Sanada. Kau tidak perlu bersikap formal kepada keponakanmu sendiri."

Ujaran Naosu yang begitu tegas membuat wanita bersurai cokelat muda sepunggung itu tertawa kecil. Ia pun meminta kepada rombongan Naosu untuk masuk ke dalam kediamannya. "Kau benar-benar mirip Nobunaga-sama dalam masalah ketegasan. Bukankah begitu?" celetuknya.

Naosu tidak menggubris hal itu. Matanya terus saja memerhatikan lingkungan sekitar yang tersirami cahaya matahari senja. Rasanya, sudah banyak hal yag berubah dari tempat yang terakhir dikunjungi oleh Naosu beberapa tahun lalu itu.

"Oba-sama."

"Ya? Ada apa?"

"Di mana Fuyuki?" ujar Naosu menanyakan saudara sepupunya itu. Walau aslinya ia hanya ingin berbasa-basi dengan sang bibi.

"Fuyuki? Ah. Kau bisa mencarinya ke halaman belakang. Tadi ia bilang ia mau memetik bunga untuk dirangkai di kamarmu nanti," ucap wanita itu. Naosu mengangguk, lalu meminta izin untuk menemui pewaris tunggal klan Sanada itu.

*****

Persis seperti yang Naosu duga. Begitu mendengar aktifitas Fuyuki di halaman belakang, ia sudah bisa menerka apa yang gadis itu kerjakan sekarang. Nyatanya, di hadapannya kini terlihat Fuyuki dengan berbagai jenis bunga yang sedikit berserakan.

"Eh? Naosu-kun? Kapan kau datang?" ujar Fuyuki yang kaget begitu menyadari sosok berpakaian hitam di depannya.

"Aku baru saja datang ke sini," balas Naosu datar. Matanya hanya melirik kepada bebungaan yang ada di bawah kakinya. Seketika itu juga ia mengingat sang adik yang juga memiliki hobi serupa.

"Mengapa kau tidak beristirahat saja dulu? Kau pasti kelelahan, kan?" ujar Fuyuki. Senyum lembut ia berikan bersamaan dengan ucapannya itu.

"Aku dan rombonganku sudah beristirahat di hutan yang berada di perbatasan."

Fuyuki melebarkan senyumnya begitu melihat apa yang ia lakukan tidak berbalas sesuai harapan. Setidaknya, lelaki itu masih berkenan menjawab pertanyaannya.

"Oh ya, Naosu."

"Hn?"

"Berapa lama kau akan di sini?"

"Mungkin sekitar dua hari. Lusa aku akan pulang ke Azuchi karena kondisi Okaa-sama," jawab Naosu.

"Souka. Semoga kondisi Ainawa-basama segera membaik." Fuyuki mengembuskan napas melihat Naosu yang tak kunjung duduk. Lelaki itu malah memilih untuk bersandar di tiang terdekat.

"Ada apa kau menatapku seperti itu?" tanya Naosu begitu menyadari lirikan Fuyuki. Gadis itu segera memalingkan muka.

"Mengapa kau tidak mau duduk?" Fuyuki bertanya balik. Mendengarnya, Naosu mengembuskan napas.

"Apakah kau tidak melihatnya, Fuyuki? Bunga-bunga yang kau petik berserakan di lantai. Sementara aku juga tidak mungkin akan menduduki hasil jerih payahmu ini kan?" jawab Naosu sedikit sarkas. Mendengarnya membuat Fuyuki merona malu. Dengan sigap, ia segera membereskan peralatan beserta bahan rangkaiannya itu seraya meminta maaf kepada Naosu.

"Baka," gumam Naosu ketika ia duduk agak jauh dari tempat Fuyuki berada. Fuyuki yang mendengar itu hanya tersenyum kecil. Bukan karena marah dikatakan seperti itu, melainkan paham dengan sifat kawan masa kecilnya itu yang memang suka mengatai orang lain seenak jidat.

"Nee, Naosu-kun?" Lagi-lagi, Fuyuki yang berusaha untuk mengajak lelaki itu berbicara.

"Hn?"

"Mau berlatih bersama esok hari?" tawar Fuyuki.

"Namun, aku tidak membawa Akurotsuki. Sementara kau tahu bahwa aku tidak akan menggunakan pedang kayu selain dia," jawab Naosu datar. Fuyuki pun terdiam. Irisnya yang sewarna cokelat susu itu melirik ke arah pinggang Naosu di mana sebuah pedang terkait.

"Aku tidak keberatan jika harus melawanmu menggunakan pedang asli. Kau bisa menggunakan Shirotsuyomi untuk itu."

Seketika itu juga Naosu menoleh. Ia memberikan tatapan tak percaya kepada Fuyuki yang justru menatapnya lembut. Hal itu membuat calon pewaris klan Oda itu menyunggingkan seringai kecil.

"Kuharap kau tidak menyesal karena telah menantangku seperti itu, Fuyuki," ucap Naosu sebelum akhirnya meninggalkan gadis itu dikarenakan ibunya Fuyuki memanggilnya.

Fuyuki hanya bisa melihat punggung Naosu yang terus mengecil hingga akhirnya hilang di belokan. Tatapannya teralihkan kepada vas bunga yang baru ia isi setengah. Sama seperti perasaannya yang tak berbalas sempurna.

Asalkan aku bisa dekat denganmu, maka kematian pun tak masalah bagiku.

*****

Tengah malam menjelang, teriringi dengan angin pegunungan yang begitu dingin. Membuat siapapun tentu akan terlena karenanya. Memilih untuk membenamkan diri dalam futon dan mimpi yang nyaman.

Namun, itu tidak berlaku untuk Naosu. Dengan memasang haori hitamnya, ia diam-diam keluar dari kamarnya lalu segera menuju halaman belakang yang lumayan luas. Sementara tangan kanannya sudah berjaga-jaga di pinggang.

Sampai di sana, Naosu memastikan bahwa tidak ada yang melihatnya. Setelah merasa yakin, ia pun mengeluarkan Shirotsuyomi yang langsung memantulkan cahaya purnama. Dengan benda itu, Naosu pun mulai berlatih di keheningan malam.

Suara binatang malam khas hutan tak membuatnya gentar. Justru itu seperti alunan simfoni yang membuatnya semakin mempertajam seluruh indra. Sampai akhirnya ...

Srett!

Dengan anggunnya, ia melemparkan sebuah belati tepat ke arah pohon tertinggi di situ yang langsung mengeluarkan suara gemerisik karena pergerakan di dalamnya. Tak lama kemudian, sesosok tubuh tegap sudah ada bawah pohon itu. Sebuah topeng srigala menutupi separuh wajahnya.

Ketenangan Naosu sama sekali tak terusik. Ia tetap menjaga pedangnya di bawah, sementara matanya mengamati pergerakan sosok itu yang keluar dari bayangan pohon.

"Selamat malam, Tuan Oda."

Sapaan itu membuat mata Naosu menyipit, tapi bibirnya melengkung sempurna. "Sudah kuduga. Tak kusangka kau akan tetap mengikutiku dari perbatasan," ujar Naosu sama sekali tidak membalas sapaan lawan.

Lelaki di depannya tersenyum tipis. Lantas segera membuang sebuah benda tepat di depan Naosu. Rupanya, itu adalah belati yang tadi ia gunakan untuk menyerang lelaki itu.

"Dan aku juga sudah menduga. Bahwa pewaris klan Oda memang hebat seperti rumornya," jawab lelaki bertopeng itu.

"Apakah aku harus meminta maaf karena tidak melakukan perkenalan terlebih dahulu?"

Naosu segera memasang kuda-kuda begitu lelaki di depannya mulai membuka topeng. Begitu topeng srigala itu terlepas, tampaklah sepasang mata ruby yang sama dengan milik Naosu. Bedanya, jika Naosu memiliki surai sekelam malam, maka lelaki di depannya ini bersuraikan cahaya rembulan. Sungguh begitu kontras.

"Perkenalkan. Aku—"

"—Kirigakure Senzora. Bukankah begitu?" potong Naosu begitu menyadari lelaki di depannya bersikap aneh dengan menaruh tangan di belakang.

"Sassuga. Darimana kau mengetahuinya?" ucap lelaki yang disebut Kirigakure Senzora oleh Naosu itu. Setipis senyum bak benang ia berikan.

"Mengenal Fuyuki sudah cukup untuk memberitahukan identitasmu juga," jawab Naosu datar. Ia mulai menaruh pedang di depan dada untuk mengantisipasi Senzora yang melakukan hal serupa.

"Maka aku pun sama," desis Senzora. Detik selanjutnya, denting besi pun terdengar. Mengikuti Naosu dan Senzora yang bergerak secepat kilat. Sampai menimbulkan percikan api dari senjata mereka.

Senzora segera mengubah arah geraknya begitu melihat mata pedang Naosu yang mengincar sisi tubuhnya. Sementara dirinya juga langsung menyerang pertahanan Naosu yang terbuka lebar di bagian belakang. Sayangnya, lelaki itu juga berefleks cepat dengan langsung memberikan tendangan kepada pedang Senzora.

Sret!

Napas keduanya memburu begitu melihat mata pedang yang tertodongkan tepat di depan wajah masing-masing. Posisi yang saling mengancungkan pedang itu berlangsung beberapa lama sebelum akhirnya keduanya menurunkan benda itu, kemudian mengambil jarak.

"Salam perkenalan yang demikian bagus," ujar Senzora melihat Naosu yang menyarungkan pedangnya kembali. Iris ruby yang sama pekatnya itu hanya menelisik satu sama lain dalam diam. Kemudian, Senzora memutuskan untuk mendekati lelaki itu.

"Patut Fuyuki menaruh rasa padamu, Tuan Oda," ujarnya. Itu membuat Naosu mengernyit heran.

"Apa maksudmu?"

"Kau tidak sadar juga akan sikap Fuyuki selama ini padamu?" balas Senzora dengan pertanyaan.

"Seharusnya, aku yang terlebih dahulu menanyakan apa alasanmu bertanya demikian, Kiragakure Senzora," ucap Naosu dengan nada datarnya.

"Biar kuperjelas. Apa kau tahu kalau Fuyuki menyimpan rasa kepadamu selama ini?"

Hening. Naosu hanya menatap datar pada ruby Senzora yang justru memancarkan kilatan aneh. Sedetik kemudian, ia pun kembali menguasai diri dan berkata, "aku tidak peduli terhadap perasaan orang padaku. Selama itu tidak menggangguku, aku tidak akan memikirkannya sama sekali. Jika yang kau maksudkan itu semacam perasaan khusus, maka aku tegaskan padamu. Aku tidak akan meladeni hal bodoh seperti itu sebelum aku mampu menyelesaikan semua tugasku sebagai pewaris klan Oda."

Senzora tersenyum miring mendengar jawaban yang diucapkan dengan nada sinis itu. Benar-benar menunjukkan pemikiran dari seorang Oda Naosu yang memang terkenal tegas.

"Jadi, selama ini kau menganggap sikap Fuyuki yang mendekatimu itu sebagai apa?"

"Sikap menyebalkan yang ingin segera kumusnahkan."

Singkat. Padat. Juga jelas. Senzora hanya tersenyum sebentar sebelum akhirnya kembali memasang topeng srigala miliknya. Ketika ia berbalik, suara Naosu membuatnya tertegun.

"Bagaimana denganmu sendiri? Apa artinya Sanada Fuyuki bagimu, Kirigakure Senzora?"

Senzora hanya menoleh singkat dari balik bahunya. Seringai kecil dapat Naosu lihat dari sana. Lengkungan bibir itu pun berubah menjadi desisan kecil yang dapat dibaca oleh Naosu, sebelum lelaki keturunan ninja itu menghilang di balik bayangan hutan.

Lilac.

*****

"Naosu-kun? Apakah kau sudah bangun?" ujar Fuyuki di depan kamar yang ditinggali Naosu. Tak ada jawaban membuatnya nekat menggeser pintu.

"Naosu—"

Fuyuki segera mematung begitu pintu terbuka seukuran badannya. Di depannya, Naosu berdiri membelakanginya hanya dengan menggunakan hakama. Sementara bagian punggungnya yang kekar terekspos dengan jelas. Hanya sedikit rambut belakangnya yang panjang, yang menutupi leher jenjangnya.

"Ada apa kau kemari?" tanya Naosu dingin. Ia hanya melirik Fuyuki dari balik bahunya yang kokoh. Di matanya, wajah gadis itu sama seperti kimono merah yang ia gunakan.

"S-sumimasen!" teriak Fuyuki begitu sadar dari keterkejutannya. Ia refleks menutup pintu dengan keras, guna menjadi sandaran bagi tubuhnya yang langsung merosot jatuh.

Kami-sama ... apa yang sudah kulihat tadi?! Batin Fuyuki. Ia segera memegang pipinya yang begitu hangat. Entah apa warna mukanya saat ini.

Sementara di dalam, Naosu hanya mengembuskan karena kejadian yang tadi. Segera ia mempercepat diri dalam bersiap. Setelah yakin, ia pun mengambil pedangnya lalu membuka pintu.

"Fuyuki?" panggil Naosu yang heran melihat gadis itu duduk di jalan keluar. Sontak Fuyuki menoleh.

"E-eh? Maaf, Naosu-kun. A-aku tadi ti-tidak senga—"

Puk.

"Sudahlah. Lupakan hal itu. Sekarang, ambil pedangmu dan temui aku di halaman belakang," ucap Naosu setelah menepuk bahu Fuyuki. Meninggalkan gadis itu, ia pun pergi menuju tempat yang tadi ia ucapkan.

*****

"Kau jangan memaksa dirimu untuk berlatih seperti ini," ujar Naosu melihat Fuyuki yang sedikit gugup memegang pedang besinya.

"Iie, Naosu-kun. Aku juga belakangan ini mulai menggunakan pedang besi setiap latihanku," timpal Fuyuki. Dengan kedua tangan, ia mengangkat pedang itu dengan gagah.

"Dasar keras kepala," gumam Naosu. Ia kemudian memberikan aba-aba kepada Fuyuki untuk memulai serangan. Gadis itu mengangguk, lalu segera menyerang Naosu.

"Masih kaku," desis Naosu seraya berkelit dengan mudah dari serangan Fuyuki. Ia hanya tersenyum kecil melihat gadis itu yang mendengus kesal.

"Jangan katakan kau ingin menyerah sekarang setelah menantangku seperti itu kemarin," ujar Naosu. Ia menangkis serangan Fuyuki yang mengarah pada kakinya, membawa pedang itu ke atas, lalu dengan sigap melakukan tendangan belakang hingga membuat Fuyuki jatuh terduduk.

"Masih ingin melawanku, Nona Sanada?" Naosu menyeringai ketika mengancungkan pedangnya ke hadapan Fuyuki yang mendongak. Sayangnya, ada keteguhan tersirat yang terlihat di sana.

"Aku tidak akan berhenti sebelum menang darimu, Naosu-kun!" ujar Fuyuki. Ia segera berguling ke samping lalu dengan sigap bangun untuk mengambil pedangnya yang terletak agak jauh darinya. Ia akan meraih benda itu ketika Naosu dengan cepat menendangnya semakin jauh.

"Tidak akan kubiarkan," desisnya. Ia akan mengarahkan pedangnya ke arah Fuyuki yang langsung memejamkan mata, tepat di saat sebuah belati beradu tegak lurus dengan pedang Naosu.

"Maka aku juga tidak akan membiarkanmu melakukannya."

Suara itu membuat Naosu dan Fuyuki menoleh. Di sisi halaman sudah ada lelaki berkimono abu-abu yang menyilangkan pedangnya. Ia menyeringai melihat kedua insan itu.

"Sepertinya lawanku kali ini berubah, huh?" ujar Naosu. Diliriknya Fuyuki yang masih terkejut karena kedatangan lelaki itu, sebelum kembali memandangi lawannya.

Lelaki itu, Senzora, hanya menatap singkat sebelum kembali menyarungkan pedangnya. Naosu yang melihat itu tentu saja mengeryit begitu Senzora mendekati mereka. Seolah tak menggubris kedatangan Naosu, ia terus mendekati Fuyuki yang masih terduduk.

"Se-senzo-kun?Apa yang kau lakukan di sini? Apakah misimu sudah selesai?" tanya Fuyuki sedikit ketakutan begitu ruby Senzoru menatapnya tajam.

"Tentu saja aku sudah menyelesaikannya. Sekarang, waktunya beristirahat, Nona Kecil," ucap Senzora lembut.

"Na-namun, aku belum menyelesai—"

Senzora dengan sigap menangkap tubuh Fuyuki yang jatuh tak sadarkan diri begitu dirinya memukul tengkuk gadis itu sedikit keras. Ia sudah mengangkat tubuh Fuyuki ala bridal style ketika tak sengaja ia menoleh ke belakang. Ke arah Naosu yang sedari tadi terdiam menyaksikan semua itu.

"Aku menantikan waktu untuk menjelaskan semuanya, Tuan Oda," ucapnya seraya mengangguk singkat. Setelah itu, ia pun membawa Fuyuki kembali ke kediamannya.

"He? Jadi seperti itu ya?" gumam Naosu kala dirinya menyadari semua itu.

*****

"Langsung saja. Kau menyukai Fuyuki bukan?" ucap Naosu kepada sosok di balik bayangannya.

Saat ini, mereka berdua berada di atas atap perumahan keluarga Sanada. Rembulan pun menyinari mereka dengan pucat. Juga suara hewan malam yang mengisi keheningan di antara mereka berdua.

"Jika kau mengerti hanakotoba yang kuberikan kemarin malam, untuk apa kau mempertanyakannya kembali?" jawab Senzora. Mendengarnya, Naosu pun terkekeh kecil.

"Wah. Rupanya sang pengawal jatuh hati pada sang putri," ejek Naosu. Ia segera merebahkan diri pada tempat itu. Menatap langit yang sama kelamnya dengan rambutnya sendiri.

"Baguslah. Kau tenang saja, Senzora. Aku tidak akan pernah membalas perasaan Fuyuki," ujar Naosu enteng.

"Hm? Sebegitu mudahnya kau mengatakan hal semacam itu. Mengapa?"

"Apakah aku harus mengulangi alasanku kemarin? Selain itu, ia juga saudara sepupuku. Jadi, kedudukannya di sisiku hanya sebatas saudara," balas Naosu. Senzoru yang ada di sisi lain atap pun menyeringai.

"Atau bunga Lilac-mu itu sudah dipetik oleh orang lain?" timpal Senzora. Naosu hanya menyunggingkan senyum kecil. Tak ada sama sekali niatan untuk menjawabnya.

"Terakhir kalinya aku tegaskan padamu, Kirigakure Senzora. Aku tidak akan mengurusi hal semacam itu hingga semua urusanku sebagai bawahan Nobunaga-sama selesai."

"Terserah apapun yang kau katakan, Tuan Oda. Nyatanya, kau pernah menunjukkannya melalui hanakotoba tersembunyi ketika Fuyuki mengunjungi Azuchi beberapa waktu lalu," ujar Senzora. Ia merogoh kantung yang ternyata tergenggam dari tadi. Satu tusuk kue dango ia keluarkan dari sana.

"Akan lebih baik jika ini adalah onigiri," ujar Naosu yang mengambil satu tusuk juga ketika Senzora menawarkan kudapan itu. Seraya menikmati makanan itu, otak Naosu terus mencari sesuatu yang diklaim sebagai hanakotoba oleh lelaki itu.

Tiba-tiba saja ia sedikit tersedak begitu sebuah memori singkat memasuki pikirannya. Senzora yang melihat itu menyeringai kecil. "Sepertinya kau sudah menyadari jika bunga Lilac-mu diambil orang, Naosu," ujarnya.

Naosu menoleh ketika melihat Senzora yang bangkit. Sebelum lelaki itu meninggalkan atap, ia berkata, "walau demikian, aku akan tetap mengawasi interaksimu dengan Fuyuki. Kau akan membayar jika ada air matanya yang terjatuh," dengan nada yang begitu dalam kepada lawannya.

Setelah itu, ia kemudian meloncat dan menghilang di balik rerimbunan pohon. Meninggalkan Naosu dengan iris ruby-nya yang berkilat terkena cahaya malam. Memberikan tatapan lain atas apa yang sudah mereka bicarakan tadi.

*****

"Naosu-kun, kau yakin tidak ingin berdiam satu hari lebih lama? La-lagipula, aku belum membalas latihan kemarin," ucap Fuyuki ketika Naosu dan rombongannya akan meninggalkan desa mereka.

"Masih banyak pekerjaan di Azuchi menungguku, Fuyuki. Mengenai latihan kemarin, kau harus berlatih terlebih dahulu lebih banyak sebelum menantangku," balas Naosu. Ia mengarahkan tatapan kepada sesuatu di belakang Fuyuki. Gadis itu mengikuti, dan tampaklah Senzora yang tersenyum kecil kepada mereka.

"Oh ya. Ngomong-ngomong, aku punya sesuatu untukmu, Fuyuki." Berkata demikian, Naosu memberikan seikat bunga Krisan berwarna kuning cerah yang langsung diterima oleh Fuyuki dengan gembira.

"Arigatou, Naosu-kun!" ujar Fuyuki senang. Naosu mengangguk singkat, lalu berpamitan kepada ibunya Fuyuki yang sedari tadi tersenyum melihat mereka. Setelah itu, ia dan pasukannya segera meninggalkan desa.

Fuyuki terus berada di depan gerbang rumahnya sampai rombongan kecil itu menghilang. Dipandanginya Krisan kuning yang terlihat segar itu. Diciuminya berulang kali, lalu masuk ke dalam untuk memperlihatkan itu kepada seseorang.

"Senzo-kun!" panggil Fuyuki kepada Senzora yang sedang mengasah belatinya. Senzora yang menengok langsung mengeryit melihat bunga yang nyaris dipeluk oleh Fuyuki itu.

"Darimana kau mendapatkan Krisan kuning itu, Nona Kecil?" tanya Senzora penasaran.

"Dari Naosu-kun! Ini cantik sekali kan, Senzo-kun?" Fuyuki menyodorkan bunga itu seraya tersenyum gembira. Gembira karena sosok yang memberikannya.

Senzora memilih untuk tak berkomentar. Karena ia tahu sekali hanakotoba yang disampaikan oleh Naosu untuk Fuyuki. Benar-benar tak seindah perantaranya. Dan tentu saja Senzora tidak akan mau memberitahu gadis di depannya ini tentang kenyatannya.

Sepertinya aku bisa mempercayaimu, Naosu. Batin Senzora ketika Fuyuki meminta izin untuk merangkai bunga itu di kamarnya.

*****

"Nao-niisama! Okaerinasai!" teriak Aiko gembira ketika melihat Naosu dan pasukannya memasuki wilayah kastil sore itu. Di belakangnya, Suzuka sweatdrop melihat Aiko yang begitu childish jika mengenai kakaknya itu.

Naosu segera turun dari kudanya dan memberikan hewan itu kepada pelayan yang ada. Sementara ia langsung menemui Aiko. "Bagaimana keadaan Okaa-sama selama aku tidak ada di sini, hm?" tanyanya.

"Okaa-sama baik-baik saja, Onii-sama. Nao-niisama tidak perlu khawatir akan itu,"

"Baguslah. Aku memang bisa mengandalkanmu untuk mengurus Okaa-sama, Aiko," ujar Naosu. Ia pun merogoh kantung yang ada di pinggangnya, lantas menyerahkan sesuatu kepada Aiko.

"Wah! Ini indah sekali, Onii-sama! Aiko suka!" jerit Aiko begitu melihat apa yang diberikan oleh lelaki itu. Sebuah gelang berhias bunga Juniper sewarna kapas begitu cocok dengan dirinya. Terlebih ketika Naosu sendiri yang memasangkan gelang itu di tangan kanan sang adik.

"Sudah kuduga ini akan cocok sekali denganmu, Adikku." Naosu mengacak rambut Aiko lembut. Membuat gadis itu refleks memeluknya.

"Arigatou gozaimasu, Nao-niisama!"

Setelah itu, Naosu menyuruh Aiko untuk menyerahkan titipan dari keluarga Fuyuki kepada keluarga mereka. Tentu saja Aiko dengan senang hati melakukannya. Sekaligus dengan gembiranya memperlihatkan gelang di tangannya kepada para pelayan yang mengikutinya.

Setelah Aiko pergi, Naosu pun mendekati Suzuka yang sedikit gugup karena itu. Setelah dekat, ia kemudian mengulurkan tangannya kepada gadis itu. "Untukmu," ujarnya membuat gadis itu bingung.

"Eh?" Suzuka semakin bingung ketika melihat sebuah gelang sudah ada di telapak tangannya. Ditatapnya Naosu dengan perasaan yang sama.

"Jangan harap aku akan memberimu gelang Krisan kuning yang kau inginkan di pasar tempo hari," ucap Naosu datar.

"Gelang Krisan kuning? Da-darimana kau tahu?!" ujar Suzuka dengan nada sedikit tinggi.

"Aku tidak mungkin membiarkan Aiko keluar dari kastil tanpa penjagaanku. Jadi, aku mengikuti kalian ketika berbelanja. Alhasil, aku juga tahu kalau kau menginginkan gelang itu."

"Itu tidak benar! Aku tidak pernah menginginkan gelang itu, Naosu!"

"Jangan berpura-pura di depanku, Nona Tokugawa. Itu terlihat jelas sekali di matamu."

Suzuka mendecih pelan melihat Naosu yang menyunggingkan senyum miring kepadanya. Kemudian ia menoleh ketika lelaki itu menepuk bahunya pelan seraya berkata, "sudahlah. Aku ingin beristirahat dulu. Jaa ne, Suzuka."

Suzuka hanya terdiam. Lalu duduk di gazebo terdekat seraya mengembuskan napas. Entah mengapa Naosu selalu bisa membuatnya gugup seperti itu. Sekilas, ia melihat gelang yang tadi diberikan oleh lelaki itu. Terlihat indah ketika warna ungu lembutnya terkena cahaya matahari senja.

Di saat sedang melamun itulah Suzuka dikejutkan oleh suara seperti orang berdebat. Begitu ia mengangkat wajah, terlihat Kirio dan Matsumoto yang sepertinya sedang membahas sesuatu yang penting.

"Selamat sore, Kirio-san, Matsumoto-san," sapa Suzuka terlebih dahulu. Keduanya pun membalas dan ikut bergabung dengan gadis itu.

"Sepertinya kalian tengah membicarakan sesuatu yang penting. Kalau boleh tahu, apa itu?" tanya Suzuka.

"Ah, ini mengenai hanakotoba yang semakin berkembang," balas Matsumoto.

"Hanakotoba?"

"Hanakotoba itu adalah bahasa isyarat yang disampaikan melalui perantara tumbuhan, terutama bunga, Suzuka. Bahasa itu banyak dikuasai oleh para ninja agar mereka bisa saling mengirim pesan rahasia antar satu sama lain. Saat ini, sudah banyak tanaman baru yang masuk ke Jepang akibat kedatangan misionaris yang semakin pesat. Jadi, kami merencanakan akan memperbarui hanakotoba pada ninja-ninja yang mengabdi pada klan kita masing-masing."

"Ah, souka," ucap Suzuka mendengar penjelasan dari Kirio itu. Sesuatu melintas di kepalanya ketika ia tak sengaja melihat Aiko yang lewat tak jauh dari mereka.

"Kalau begitu, apa kau tahu arti dari bunga ... Juniper putih?" tanya Suzuka setelah ia berhasil memastikan jenis bunga yang menjadi hiasan pada gelang si Bungsu Oda itu.

"Juniper putih itu berarti perlindungan. Bisa bermakna kalau yang memberi ingin melindungi yang diberi," jawab Kirio singkat. Lagi, Suzuka pun menganggukkan kepala. Sekarang ia mengerti alasan Naosu memberikan bunga itu pada Aiko.

"K-kalau bunga ini?" tanya Suzuka gugup seraya memperlihatkan gelang yang tadi diberikan oleh Naosu kepada kedua lelaki itu. Sebenarnya ia tidak ingin memperlihatkan itu kepada mereka. Sayangnya, ia juga tidak tahu apa nama bunga berwarna ungu lembut itu.

"Gelang Geranium yang cantik. Siapa yang memberimu, Suzuka?" tanya Matsumoto setelah memperhatikan dengan teliti gelang itu.

"A-aku membelinya di pasar kemarin bersama Aiko," jawab Suzuka, berbohong. Sekali lagi, ia tidak ingin kedua lelaki itu mengetahui yang sebenarnya. Jadi nama bunga ini Geranium ya? Batinnya.

"Ini sebenarnya salah satu bunga yang dibawa oleh misionaris. Kami tidak tahu arti pastinya. Hanya saja, jika di negara mereka, misionaris itu mengartikan Geranium sebagai "pilihan" dari yang memberi."

Seketika itu juga Suzuka blushing mendengar penjelasan Kirio mengenai gelang di tangannya. Jadi ... Naosu....? Suzuka dengan cepat menggelengkan kepala ketika ia mencoba untuk menerka tujuan Naosu memberikannya benda itu. Tidak. Ia tidak akan memikirkan hal itu jika bersama orang lain.

"Sebaiknya kau beristirahat, Suzuka. Wajahmu memerah. Mungkin karena kau selama dua hari ini memegang setengah dari pekerjaan Naosu yang seharusnya ia kerjakan," ujar Kirio.

"Aku hanya ingin membantu Naosu saja, Kirio-san, Matsumoto-san," lirih Suzuka.

"Kami tahu itu," timpal Matsumoto. Ia kemudian mengajak Kirio untuk kembali ke ruang kerja. Suzuka pun mengucapkan terima kasih sekaligus maaf karena sudah mengganggu perjalanan mereka. Di saat itu, ia tiba-tiba teringat sesuatu.

"A-ano ... Kirio-san! Matsumoto-san!" ujar Suzuka sedikit keras karena kedua lelaki itu sudah agak jauh dari mereka.

"Apa arti dari Krisan kuning?" tanya Suzuka begitu keduanya memberikan respons positif.

Keduanya saling pandang sebentar, lalu Kirio pun menjawab, "seingatku, Krisan kuning melambangkan perasaan yang diabaikan. Namun, aku tidak tahu lebih jelasnya."

"Itu berarti, salah satu pihak mengabaikan perasaan pihak yang lainnya. Atau anggap saja, yang memberi menolak perasaan orang yang diberi Krisan kuning itu," lanjut Matsumoto.

Kini, Suzuka terdiam seribu kata. Terlebih pernyataan Naosu yang tidak akan memberinya Krisan kuning terus berputar di kepalanya. Juga, ketika ia tak sengaja melihat gelang Geranium yang entah sejak kapan melingkar manis di pergelangan tangannya.

Kuharap, semua hanakotoba ini benar adanya, Oda Naosu.

.

.

.

Kyaa! >< Kusuka sekali cerita ini. Apalagi waktu membicarakan hanakotoba-nya :D

Well, sebenarnya ide cerita ini berasal dari Author yang main otome game. Kebetulan sekali, di game itu sempat menyinggung hanakotoba atau bahasa bunga ini. Jadi, seketika itu juga Author mendapatkan ide untuk mengubahnya menjadi sebuah cerita. Sayangnya, gambar masing-masing bunga yang disebutkan di atas ada di hp dan belum dipindah. Mungkin di postingan selanjutnya Author akan membahas hal itu.

Oke. Abaikan hal absurd di atas.

Hope you like it!


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top