I'm Here For You

I’m Here For You

[Nijimura Shuuzou x Yousuka Ainawa]

.

Disclaimer: Tadatoshi Fujimaki and Heaira Tetsuya

Plot is mine.

And happy reading!

.

.

.

Penanggal waktu sudah memasuki pertengahan bulan Desember. Angin yang mendingin menambah syahdu suasana khas dari akhir tahun tersebut. Beberapa tempat sudah mulai menghias diri, mempersiapkan Natal dan Tahun Baru yang akan terjadi sebentar lagi. Bagi sebagian besar orang, tentu hal itu sangat dinanti-nantikan.

Seperti yang dialami oleh Shuuzou. Ia merasa bulan kali ini sangat istimewa mengingat ada hari penting lainnya yang harus ia rayakan. Angka sebelas yang terlingkari di kalender duduknya selalu berhasil membuatnya semringah.

Mata tajamnya menatap senyum virtual seorang gadis dalam lembaran foto. Senyum tipis nan canggung yang berpadu dengan tatapan sayu dari manik kecokelatan berkacamata itu berhasil ia abadikan secara diam-diam. Gambaran dari gadis yang bisa ia anggap kekasih, walau untuk sementara gadis itu memintanya untuk merahasiakan hubungan mereka dari yang lainnya. Dasar pemalu. Pikirnya lucu di saat ia mengingat interaksi mereka yang masih sering bertengkar di depan anggota tim basket.

Dan hari ini adalah ulang tahun dari gadisnya itu. Ia sudah menyiapkan hadiah yang ia harap akan bermakna bagi sosok itu di hari pertambahan usianya. Shuuzou menatap sekali lagi pada atensi gelang berwarna biru-hitam. Perpaduan dari warna kesukaan mereka berdua itu begitu serasi. Ia pun berharap mereka akan seperti itu hingga seterusnya.

Walau mereka baru menjalin hubungan tak lama ini, Shuuzou sudah bisa merasakan bagaimana kehidupan dari seorang Yousuka Ainawa. Beberapa kali gadis itu lepas kendali dan menceritakan bagaimana serta apa yang ia alami dalam keseharian. Beberapa kali juga Ainawa terkadang meminta mereka untuk menyudahi semua itu. Sayangnya, Shuuzou bukanlah orang yang akan mengiyakan sesuatu dengan mudah tanpa pendukungnya. Justru ia berjanji akan menjadi orang yang selalu ada untuk Ainawa.

Dengan gaya khas seorang Nijimura Shuuzou, ia menyusuri lorong-lorong yang akan membawanya menuju deretan kelas dua dari sekolah itu. Berkali-kali ia selalu memeriksa saku celana. Di mana kotak seukuran genggaman tangannya terjaga dengan aman. Ah, seharusnya ia dengan cepat menyusul Ainawa begitu rapat antar tim inti basket tadi berhenti. Sehingga ia tidak perlu mencari gadis itu di waktu menjelang pulang sekolah seperti ini.

Ia melihat beberapa orang siswi keluar dari pintu papan bertuliskan 2-B di atasnya dari kejauhan. Berarti, kelas Ainawa tinggal dua ruangan lagi dari posisinya saat ini. Sayangnya, ia menyadari bahwa tali sepatunya terlepas. Membuatnya harus berhenti sebentar dan merapikannya. Di saat itulah gerombolan Hawa itu melewatinya yang menunduk. Pembicaraan mereka yang tidak sengaja ia dengar malah membuatnya tertegun.

“Hahaha … sudah kuduga ia tidak bisa melakukannya dengan baik.”

“Sepertinya kakak kembarnya selalu memanjakannya di rumah. Makanya dia menjadi lambat.”

“Walaupun begitu, seharusnya dia tanggap. Ini pekerjaan sehari-hari kan? Astaga. Dia sungguh parah kalau begitu.”

“Ya pantas sih dia mendapatkan nilai terendah di ujian tadi.” Tawa cekikikan langsung bersahutan begitu ucapan terakhir dikeluarkan dan masih terdengar walau mereka sudah menghilang di belokan.

Seketika itu juga Shuuzou seolah mendapatkan firasat buruk tentang Ainawa. Setahunya, gadis itu pernah bercerita bahwa ia hanya tinggal dengan kedua kakak kembarnya. Walau demikian, ia berharap bahwa gosip murahan tadi bukan ditujukan kepada Ainawa.

Di depan kelas 2-B, ia segera masuk dan mengutarakan tujuannya. Sayangnya, Ainawa ternyata tidak ada di tempat. Membuat kekhawatiran yang tidak diharapkan semakin menjadi. Ketika ia akan keluar, seseorang tiba-tiba memanggilnya dari sana.

“Nijimura-senpai!” Seorang gadis dengan tinggi yang lumayan untuk seusianya mendekati dirinya yang sudah di ambang pintu. Sekilas, ada ketakutan di sana.

“Mencari Aina-chan?” lanjutnya setelah tidak mendapatkan respons dari Shuuzou. Lelaki itu mengangguk. Dilihat dari caranya memanggil Ainawa, sepertinya gadis di depannya ini adalah kawan karibnya.

“Ainawa ada di mana?”

A-ano … sebenarnya, ada yang ingin kuberitahukan kepadamu mengenai Aina-chan.” Gadis dengan rambut tergerai itu menoleh ke kiri dan ke kanan. Seolah takut akan ada yang mendengarkan mereka walau nyatanya kelas itu tengah lengang.

“Apa itu? Apakah sesuatu terjadi padanya?” Shuuzou tidak yakin. Namun, ia tahu bahwa dirinya tengah gelisah.

“A-aku tidak tahu ini benar atau tidak. Namun, Aina-chan sepertinya tertekan akibat ujian praktek tadi. Setelah mengetahui nilainya, ia terlihat murung. Apalagi ketika diam-diam beberapa teman mencibirnya di belakang.”

“Memangnya apa yang terjadi di ujian kalian?” tanya Shuuzou tak sabaran.

“Kami ditugaskan untuk membuat berbagai kudapan di kelas memasak tadi. Dari wajahnya yang pucat, sepertinya kondisi kesehatan Aina-chan tidak baik. Ia juga terlihat tidak konsentrasi kala Sensei memberikan contoh. Alhasil, ia beberapa kali membuat kesalahan. Seperti salah menakar bahan, lupa mematikan kompor, dan sebagainya. Yang paling parah ketika ia tidak sengaja menumpahkan air panas ke teman kami. Sehingga Sensei memberikannya nilai minus untuk praktek kali ini.”

Shuuzou terdiam beberapa saat. Yang bisa ia pikirkan hanyalah kenyataan bahwa ia harus menemukan Ainawa sekarang. Sifatnya yang pendiam dan introvert bisa saja malah membahayakannya jika sendirian.

“Sekarang, dia ada di mana?”

“Sepertinya masih di dapur sekolah, Senpai. Sensei juga sempat menghukumnya dengan membersihkan ruangan itu dari kekacauan yang sudah ia buat,” ucap gadis dengan gelang perak di tangannya itu.

Mengucapkan terima kasih, Shuuzou segera pergi dari tempat itu. Pembicaraan yang tidak sengaja ia dengar ditambah penjelasan yang tadi membuatnya takut jika gadis berkacamata itu akan berbuat sesuatu yang nekat nantinya.

Setelah berlarian dari bagian kelas 2, ia kini sudah mencapai gedung serbaguna di mana dapur sekolah ada. Kawasan itu terlihat sepi. Hal yang wajar mengingat tempat itu hanya digunakan di saat-saat tertentu saja. Dengan hati-hati, ia pun melangkah menuju dapur yang kebetulan ada di ujung lorong tempatnya saat ini.

Mendekati dapur, sekilas ia mendengar suara nyanyian. Begitu lirih, nyaris tak terdengar jika seandainya ia tidak memfokuskan diri. Tak salah lagi. Suara ini adalah milik Ainawa. Dan asalnya dari dapur yang tertutup rapat.

Dengan mengendap-ngendap, Shuuzou mengintip dari jendela. Benar saja. Di sana hanya ada seorang perempuan dengan rambut sepinggang yang diikat tinggi. Ia duduk di meja yang berada di pojok. Sementara di depannya, ada panci yang berada di atas nyala api. Untuk sementara, Shuuzou memutuskan untuk diam di tempatnya.

Tak lama, suara berdenging terdengar nyaring. Shuuzou dapat melihat Ainawa yang dengan hati-hati mengangkat panci tak bertutup itu dengan tangannya yang terlapisi sarung tangan. Uap panas membumbung dari sana. Menerpa wajah Ainawa yang tidak bereaksi. Sekilas, Shuuzou dapat melihat bahwa tatapan gadis itu kosong.

Sebuah mangkuk besar di atas meja menjadi tujuan dari isi panci itu. Begitu dituangkan, ternyata isinya adalah air panas yang baru mendidih. Ainawa terus menuangkannya hingga mangkuk itu penuh, lalu mengembalikan pancinya ke tempat pencucian.

Shuuzou hanya diam memperhatikan apa yang akan dilakukan oleh Ainawa selanjutnya. Pikirannya yang menerka bahwa gadis itu hendak membuat sesuatu, dibuat terkejut begitu ternyata Ainawa langsung memasukkan kedua tangannya hingga air di sana tumpah ruah ke atas meja. Raut wajah gadis itu tetap datar walaupun kulitnya terendam air panas di bawah sana.

“Ainawa!” Membuka pintu dengan cepat, Shuuzou tidak bisa menahan diri untuk diam saja menyaksikan kegilaan yang dilakukan oleh gadis itu. Dan sepertinya Ainawa tidak peduli walau jelas-jelas ia sempat melirik ke arah kakak kelasnya yang tiba-tiba masuk ke dalam ruangan.

“Apa yang kau lakukan?!” tegur Shuuzou seraya mendekati Ainawa. Dengan wajah datar, gadis itu malah memainkan air panas itu hingga akhirnya memercik ke segala arah. Mau tak mau Shuuzou pun harus menghindar.

“Aku hanya membuat daging rebus. Tadi Sensei memarahiku karena tidak bisa merebus daging dengan benar. Yang tadi kurang matang. Makanya sekarang aku harus memastikan dagingnya benar-benar matang merata.” Ainawa tersenyum kecil kepada tangannya yang masih berendam itu.

Sungguh bukan lawakan yang lucu dan sekalipun iya, Shuuzou tak akan tertawa karenanya. Kalimat penuh sindiran itu menyiratkan apa yang Ainawa rasakan. Dan akhirnya Shuuzou tahu mengapa ia harus menjaga gadis ini selalu.

Tak peduli Ainawa yang terus memercikkkan air agar ia menjauh, Shuuzou dengan cepat menggenggam dan mengeluarkan kedua tangan putih itu dari mangkuk yang seketika tumpah. Namun, yang menjadi perhatian Shuuzou adalah penampakan lengan Ainawa sekarang. Dari jemari hingga pertengahan lengan begitu merah. Kontras dengan warna aslinya.

Baka! Mengapa kau lakukan ini?!” Shuuzou tidak bisa menampik bahwa suaranya naik karena Ainawa yang justru menatapnya dengan senyum tipis. Sayangnya, tatapan di balik kacamata itu tetap kosong.

“Aku sudah bilang. Aku hanya merebus– akh!”

Ainawa menahan jeritan begitu Shuuzou malah menariknya keluar dari sana. Ditambah lagi sengatan yang ia rasa ketika bagian yang luka terkena udara. Padahal, Shuuzou tidak menyentuh bagian itu.

Sengaja melewati jalan yang sepi, akhirnya mereka berdua sampai di ruang UKS. Waktu sudah menunjukkan jam pulang sekolah. Membuat hanya mereka yang ada di tempat itu.

“Kau duduk di sini.” Berkata seperti itu, Shuuzou mendudukan Ainawa di pinggiran ranjang. Sementara dirinya segera membongkar kotak P3K dan lemari obat-obatan di ruangan itu. Hingga ia akhirnya menemukan salep, perban, dan sebagainya yang ia rasa bisa digunakan untuk mengobati luka Ainawa.

Suara kursi yang ditarik terdengar kala Shuuzou memposisikan dirinya di depan Ainawa. Gadis itu terdiam melihat bagaimana lelaki itu yang dengan telaten merawat tangannya yang masih merah. Sekarang, sepertinya ia bisa merasakan bagaimana penderitaan para sel-selnya di bawah sana.

S-Senpai, ini bisa sembuh sendiri. Cepat kok,” ucap Ainawa takut-takut. Ia segera mengalihkan pandangan begitu Shuuzou menatapnya tajam.

“Memangnya mengapa jika cepat sembuh? Kau ingin melukainya lagi?”

Ainawa terdiam mendengar sindiran itu. Ia yang menggembungkan pipi tak ditanggapi oleh Shuuzou yang kembali mengurus lukanya. Kali ini, lelaki itu berfokus untuk membalutnya menggunakan perban.

“Kau tak perlu malu. Menangislah jika itu membuatmu tenang, Ainawa,” ucap Shuuzou kala ia mendongak. Mendapati Ainawa yang sudah berkaca-kaca dan terlihat menahannya.

“Ti-tidak ada yang ingin menangis di sini.”

“Apa perlu aku membawakanmu kaca agar kau bisa melihat matamu sendiri yang sudah berair?” Senyum terulas di wajah dengan dagu lancip itu. Shuuzou dengan sigap membereskan perlengkapan yang sudah ia gunakan dan menaruhnya di meja terdekat.

Senpai hebat ya?”

Pertanyaan itu membuat Shuuzou menoleh. Ia melihat Ainawa yang mengayunkan kedua kakinya seraya menunduk. Terlihat ada sesuatu yang jatuh ke atas balutan perban di tangannya.

“Apa maksudmu?”

Senpai baik dan rajin. Juga pintar. Anggota-anggota di klub basket banyak yang mengagumimu. Teman-temanku juga terang-terangan mengakui kalau mereka mengidolakan Senpai. Kuyakin kedua adikmu juga senang memiliki kakak yang seperti itu. Ah, pasti senang rasanya jika disukai banyak orang ya?”

Shuuzou terdiam mendengarkan ocehan itu dan ia tahu bahwa ia tidak perlu membahasnya lebih lanjut. Yang Ainawa perlukan hanyalah mengeluarkan semua pemikirannya serta ada orang yang bersedia memasang telinga untuk itu.

“Se-sementara aku berkebalikan. Aku hanya menjadi beban bagi Ra-nee dan Ichi-nii. Aku tahu banyak yang tidak suka kepadaku di kelas. Banyak juga guru yang kesal karena harus mengajari murid sepertiku. Shuuzou-senpai juga merasa seperti itu kan? Pasti Senpai merasa menyesal karena memiliki hubungan denganku.”

Isakan perlahan keluar dari wajah Ainawa yang masih menunduk. Ia tentu tidak berani untuk menunjukkan wajahnya kepada Shuuzou yang masih diam mendengarkan dirinya. Sejujurnya, ia benci melihat dirinya yang lagi-lagi kelepasan seperti ini. Harus menunjukkan kelemahannya di depan orang yang ia sayangi.

Wajahnya perlahan terangkat seiring dengan Shuuzou yang menangkup dan mempertemukan mata mereka berdua. Iris onyx itu tetap sama seperti yang kemarin. Tetap lembut dan hangat kala menatap iris kecokelatan yang mendingin di depannya.

“Bagaimana jika aku tidak merasakan apa yang kau katakan itu? Bagaimana jika aku malah senang dan bersyukur karena bisa mengenal gadis baik dan lugu sepertimu? Kuyakin, kedua kakakmu juga merasakan hal yang sama denganku, Ainawa.” Shuuzou berujar lembut. Tatapannya yang menembus ke dalam pandangan gadis itu berusaha untuk menenangkannya.

Mendengar hal itu, yang ada Ainawa semakin merapuh. Menggigit bibir, ia berusaha sebisa mungkin untuk tidak semakin menangis. Sayangnya, sikap Shuuzou yang mendorong kepalanya untuk bersandar di di dada lelaki itu membuat tangisnya kembali pecah.

“Aku mungkin tidak tahu apa saja yang sudah kau alami selama ini. Namun, selama masih ada orang yang tersenyum karena dirimu, percayalah. Kau masih bermakna bagi mereka. Jadi jangan membuat pernyataan sepihak bahwa kau itu tidak berguna, ya?”

Mata keduanya bertemu lagi. Kali ini, Ainawa dapat merasakan gerakan mengusap yang dilakukan oleh ibu jari Shuuzou di bawah matanya. Menghapus jejak lengket sisa air bergaram itu hingga bersih. Ainawa tersenyum canggung kala Shuuzou sudah selesai melakukannya.

“Bagaimana keadaanmu sekarang?”

“Sudah membaik kok.”

“Baguslah.”

“H-hei! Jangan mengacak rambutku, Baka-Senpai!” Ainawa merutuk kala Shuuzou mengacak pucuk kepalanya dengan gemas. Sementara yang dimaksud hanya tertawa kecil karenanya. Kemudian, ia pun memasang senyum miring melihat Ainawa yang merajuk.

“Jangan membuatku ingin menyerangmu, Ainawa. Di sini sepi lho.” Ainawa memerah kala bisikan itu menyusup dengan halus ke dalam telinganya. Ia pun mendelik kepada Shuuzou yang memberikannya tatapan jail.

“Oh ya, aku melupakan sesuatu!” ucap Shuuzou kala Ainawa tidak meladeni ucapannya itu. ia pun merogoh saku celana dan mengeluarkan kotak hadiah dari sana. Ainawa hanya mengeryitkan dahi kala benda itu disodorkan di depannya.

Happy birthday to you, Ai. Tetap bahagia di manapun kau berada,” ujar Shuuzou tulus. Terlebih ketika ia melihat Ainawa yang memberikan senyum tipis untuk membalas miliknya. Selanjutnya, Shuuzou membukakan kotak berpita perak itu. Ia mengeluarkan gelang yang berpadu dengan warna kesukaan mereka berdua, lantas memakaikannya dengan hati-hati di lengan Ainawa yang tertutup perban.

A-arigatou ne, Senpai.” Sekali lagi, Ainawa berusaha untuk menahan emosinya. Walau demikian, ia tidak bisa menahan diri untuk membalas rengkuhan Shuuzou.

“Sama-sama, Ai.” Sebuah kecupan diberikan oleh lelaki itu di atas mahkota hitam di bawahnya. Sebelum akhirnya menguatkan pelukannya kepada gadis ringkih itu.

.

.

.

Hope everything is gonna be okay.

Pancor, 11 Desember 2018

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top