From One Mistake

[Oda Naosu x Tokugawa Suzuka]

.

Disclaimer: Cybird, Heaira Tetsuya, and Asakura Haruka

Plot is mine.

And happy reading!

.

.

.

Suara dentingan pedang beradu terdengar di ruangan itu. Namun tetap tak menimbulkan minat dari seorang gadis yang berdiri di samping ruangan. Menyaksikan arena tengah yang tengah digunakan oleh dua orang lelaki untuk mengasah kemampuan berpedang mereka.

Kimono hijau cerah yang ia gunakan sedikit kusut mengingat ia sering kali merematnya. Dan berhenti begiu kedua lelaki itu menghampirinya.

"Kukira aku akan mati berdiri dengan bosan di sini," celetuknya kepada lelaki tua bersurai pirang, sewarna dengan miliknya.

"Otou-sama tidak pernah memintamu untuk melakukan ini, Suzuka," jawab Tokugawa Ieyasu menanggapi keluhan putrinya itu.

"Tapi Okaa-sama yang memintaku untuk menemanimu," jawab Suzuka. Tangannya segera mengangsurkan handuk kecil kepada Ieyasu.

"Aku tahu." Ieyasu mengambil handuk itu untuk mengelap wajahnya. lalu segera memandangi lelaki sebaya Suzuka yang menemaninya tadi bermain pedang.

"Kurasa latihan denganku cukup di sini, Naosu. Kebetulan ada yang ingin kubicarakan dengan ayahmu. Jadi, kau bisa melanjutkan latihanmu bersama Suzuka."

"Tapi, Ieyasu-jisama—"

Ucapan lelaki bernama Naosu itu segera terhenti begitu Ieyasu tak menggubrisnya. Lelaki itu malah meninggalkannya berdua dengan Suzuka. Seketika itu juga sulung Oda itu mendengus kesal.

"Tch ... Mengapa ia meninggalkanku bersama putrinya yang manja—"

Naosu terdiam begitu merasakan bilah belati yang mengancam, tepat di bawah dagunya. Segera netra ruby-nya melirik pada zamrud Suzuka yang menggelap.

"Jangan hanya karena dirimu keturunan Oda sehingga bisa meremehkanku, Naosu. Aku bisa menemanimu latihan. Jadi, bagian mana yang terlebih dahulu harus kupatahkan? Tangan, kaki, atau lehermu?" ujarnya dingin.

Seketika itu juga Naosu menyeringai. Ia memang tahu bahwa Suzuka juga mendapatkan pendidikan perang seperti dirinya. Rasanya, tak ada alasan untuk menolak itu bukan?

"Coba saja jika kau bisa."

Naosu dengan cepat mencabut pedangnya, lalu menangkis belati Suzuka dengan gerakan yang teratur. Ia menyeringai melihat Suzuka yang segera melompat kecil untuk menghindari tusukan darinya.

Gerakan demi gerakan mereka lakukan. Sebagai anak dari para pemimpin Jepang pada zaman itu, tak heran jika kemampuan bertarung mereka sudah sangat baik. Bahkan di usia yang masih belia.

"Gaya berpedangmu sedikit berbeda dengan milik Ieyasu-jisama. Apa kau memiliki guru berpedang yang lain, Suzuka?" tanya Naosu di sela-sela gerakannya.

"Tentu saja. Jangan menganggap hanya kau yang bisa mendapatkannya," desis Suzuka.

Selanjutnya, suara dentingan besi kembali terdengar di dalam ruangan itu. Baik Naosu maupun Suzuka sama sekali tak ada yang mau mengalah. Mereka berdua sama-sama keras kepala. Hingga akhirnya, keduanya bertukar posisi ketika senjata mereka beradu kembali.

"Sekarang, apa kau sudah puas, Naosu?!" ujar Suzuka dingin. Ditatapnya Naosu yang tampak tenang. Tak peduli walau gadis itu sudah menodongkan belati kepadanya.

Suzuka akan menghunuskan belatinya kembali tepat di saat ia merasakan ikatan obi-nya putus. Ia pun lantas berteriak kecil, terduduk begitu merasakan kimononya mengendor.

"Maaf saja. Tapi aku yang menang," ujar Naosu seraya mengulum senyum.

"Kau?! Kau memotong ikatan obi-ku?!" bentak Suzuka pada lelaki itu. Naosu pun hanya mengendikkan bahunya kecil.

"Entahlah. Kurasa, yang kulakukan itu wajar untuk menang, bukan?" Seringai Naosu pun melebar seiring dengan amarah Suzuka yang semakin memuncak.

Kontan saja muka Suzuka memerah menahan marah dan malu. Ia benar-benar tak menyangka bahwa Naosu bisa selicik itu hanya untuk menang dari dirinya.

"Kau ... benar-benar menyebalkan, Naosu!!" teriaknya. Suzuka segera berdiri, lalu berlari meninggalkan Naosu dengan langkah tersendat-sendat akibat kimononya yang terbuka.

Naosu tertawa kecil setelah kepergian Suzuka. Disarungkannya pedang yang ada di genggaman. Kemudian menatap tempat bekas Suzuka tadi.

Walau aku hanya melihat sedikit, tapi kurasa ukurannya lumayan besar. Setidaknya lebih besar dari Aiko. Pikir Naosu seraya menyeringai kecil. Namun, ia segera menggelengkan kepala begitu kesadarannya kembali.

Ia akan meninggalkan ruangan itu ketika Aiko, adiknya, masuk seraya membawa nampan yang berisi onigiri kesukaannya.

"Kau datang di saat yang tepat, Aiko," ujar Naosu seraya mengambil sebuah onigiri.

"Ngomong-ngomong, apa tadi Nao-niisama bersama Suzu-neesama?" tanya Aiko tiba-tiba.

"Hn? Memangnya mengapa?"

"Aku tadi sempat berpapasan dengannya di jalan. Ia terlihat ... menangis? Wajahnya memerah. Ia juga memegangi lipatan kimononya dengan erat," ujar Aiko.

Naosu terdiam. Bayangan bagaimana Suzuka membentaknya sehabis mereka latihan kembali terlihat samar di benaknya. Membuatnya memikirkan ulang tindakannya itu.

Apa aku terlalu berlebihan kepadanya ya? Hm ...

"Oh ya, Nao-niisama."

Suara Aiko pun menyadarkan Naosu dari lamunan singkatnya itu. ia pun menatap adiknya dengan bingung. "Ada apa?"

"Otou-sama memintamu untuk memeriksa laporan dari prajurit di batas timur. Jika kau berkenan, ia akan menyuruh orang untuk menaruhnya di ruang kerjamu," ujar Aiko.

Naosu pun mengangguk singkat. Ia memang sudah terbiasa membantu sang ayah untuk memeriksa berbagai hal yang masuk ke dalam kastil Azuchi.

"Katakan kepada Otou-sama, ia bisa melakukan hal itu. Aku akan menyelesaikannya nanti malam. Lalu menyerahkan hasilnya besok," timpal Naosu.

Aiko pun mengiyakan. Lalu mengajak Naosu untuk meninggalkan ruangan latihan itu.

*****

Pendar lilin bergoyang kecil oleh angin. Pun suara hewan malam turut meramaikan pendengaran Naosu yang tengah sibuk melakukan tugasnya di ruang kerja khusus yang terletak di pojok kastil.

Di sela-sela kegiatan tersebut, ia kembali mengingat suasana makan malam yang kali ini sedikit gaduh. Tentu saja karena kejadian di ruang latihan tadi. Dengan akhir ia yang harus meminta maaf kepada Suzuka.

Cih ... dasar pengadu. Rutuk Naosu ketika jemarinya meletakkan kuas yang sudah ia pakai. Seringai kecil Suzuka yang tak sengaja ia lihat ketika meminta maaf membuatnya sedikit kesal kepada putri dari guru berpedangnya itu.

Setelah memeriksa ulang pekerjaannya, ia pun segera mematikan lilin. Lalu meninggalkan ruang kerjanya. Ketika keluar, sebagian besar daerah kastil sudah gelap. Pertanda waktu sudah sedemikian larut.

Naosu berjalan perlahan. Mencoba menikmati pemandangan samar yang ia lihat di bawah sinar rembulan. Kemudian segera berjalan cepat begitu melihat sekelebat bayangan putih di antara rerimbun semak.

"Apakah itu penyusup? Memangnya para penjaga tidak ada yang bertugas malam ini kah?!" geramnya.

Dengan langkah yang lebar, ia pun berhasil menyusul sosok berwarna putih itu lalu menariknya. Ia pun terkejut begitu mengetahui itu adalah Suzuka dalam pakaian tidur.

"Kau?! Apa yang kau lakukan di sini?!" ucap Suzuka tertahan. Sementara Naosu melepaskan tarikannya dengan wajah datar.

"Seharusnya aku yang menanyakan hal itu padamu, Nona Tokugawa. Apa yang kau lakukan tengah malam seperti ini dengan pakaian tidur seperti itu?" tanya Naosu. Matanya menunjuk pakaian sewarna kapas yang melekat pada Suzuka.

"A-aku hanya berjalan-jalan di sekitar kastil."

"Apa ada alasan khusus untuk melakukannya?"

"Aku kesulitan tidur. Dan ini metode yang diajarkan oleh Otou-sama padaku," jawab Suzuka seraya menghadap lain. Entah mengapa mata Naosu yang berkilat di bawah sinar rembulan malam itu terlihat menyeramkan.

"Tapi kurasa kau tidak memikirkan resikonya bukan? Bagaimana jika bukan aku yang menemukanmu? Bagaimana jika penjaga lain yang melihat dan menyangka kau adalah penyusup, huh? Kurasa itu akan menjadi lucu begitu melihat dirimu dibawa oleh para pengawal seperti penjahat." Selanjutnya, Naosu terkekeh kecil. Sementara Suzuka merenggut di depannya.

"Itu tidak lu—hmp!"

Suara Suzuka tertahan begitu Naosu membekap mulutnya erat. Pun ketika menyadari bahwa wajah Naosu terlalu dekat dengan miliknya.

"Sst ... diam! Ada yang datang," bisik lelaki itu.

Suzuka menurut. Bersama Naosu, ia dapat melihat setitik nyala api di kejauhan. Tentu saja Suzuka menjadi panik. Ia tak mau dilihat bersama lelaki di tengah malam begini.

Suzuka akan lari begitu Naosu malah mendekapnya sedikit erat. Sekilas, ia dapat melihat kepala Naosu yang menoleh ke belakang. Lalu dengan cepat lelaki itu berbalik dan menyembunyikan dirinya di balik haori-nya yang besar.

"Selamat malam, Naosu-sama," sapa seorang penjaga.

"Selamat malam juga, Futaba-jisan. Sedang bertugas?" tanya Naosu berbasa-basi pada petugas bernama Futaba itu. Ia pun mengangguk.

"Kebetulan malam ini giliran saya untuk menjaga gerbang di bagian barat. Lalu, apa yang Anda lakukan di sini, Naosu-sama?"

"Ah, seperti biasa. Aku baru menyelesaikan tugas yang diberikan oleh Nobunaga-sama mengenai perbatasan di sebelah timur," ujar Naosu. Adalah kebiasaannya jika bersama orang lain, ia akan menyebut nama ayahnya seperti memanggil pimpinan. Hanya kepada keluarga dan pimpinan perang lainnya ia bersikap seperti biasa.

"Sepertinya itu terdengar sangat berat bagi remaja seumuranmu, Naosu-sama," ujar Futaba lagi.

"Terima kasih atas perhatiannya, Futaba-jisan. Tapi aku hanya mencoba untuk membantu pekerjaan Nobunaga-sama. Itu saja," jawab Naosu. Ia lalu tersenyum kecil begitu penjaga itu meminta izin untuk melanjutkan pekerjaannya.

Setelah yakin keadaan aman, Naosu pun membuka haori-nya dan mengeluarkan Suzuka dari sana. Ia hanya memasang wajah datar begitu melihat Suzuka yang merenggut kesal.

"Ada apa?" tanyanya.

"Rasanya menyesakkan berada di balik haori-mu itu tahu!"

"Setidaknya itu lebih baik daripada kau harus mengambil resiko karena lari dan ketahuan, bukan?" jawab Naosu atas protes yang disampaikan oleh Suzuka. Ia tersenyum tipis melihat gadis itu yang tak menjawab.

"Ngomong-ngomong, apakah kau masih marah karena kejadian siang tadi?"

Suzuka tak menjawab.

"Bukannya aku sudah meminta maaf? Malah di depan semua orang. Seharusnya kau tak mempermasalahkannya lagi, Suzuka."

"Tapi tetap saja itu memalukan! Memangnya kau mau pakaianmu lepas di depan lawan jenismu, ha?!" bentak Suzuka. Namun segera mundur begitu melihat gelagat aneh Naosu.

"A-apa yang kau lakukan?!" tanya Suzuka sedikit gugup. Terlebih ketika melihat pergerakan tangan Naosu yang berada di belahan kimono yang ia kenakan.

Segera Suzuka berbalik begitu melihat sedikit dada bidang lelaki itu yang mengintip dari bagian yang sengaja dibuka oleh Naosu. Lalu kembali ke posisi semula dengan wajah memerah akibat mendengar gelak dari keturunan Oda itu.

"Mengapa kau berbalik seperti itu, Suzuka? Bukannya kau yang menantangku untuk melepas pakaianku di depanmu?" tanya Naosu ringan. Jemarinya pun dengan lihai kembali mengikat kimononya.

"A-aku tidak pernah mengatakan hal seperti itu, Aho!"

"Kau menyatakannya secara tersirat. Jangan mengelak lagi. Aku cukup tahu bagaimana seorang Tsundere berkilah."

"Kalaupun aku mengatakannya, tapi kau tidak perlu melakukannya, kan? Dan kau harus ingat. Aku bukan Tsundere!" Nada suara Suzuka yang meninggi sama sekali tidak membuat Naosu jera untuk membalas perkataannya.

"Namun sayangnya, nada suaramu itu menantangku, Suzuka. Kau tahu aku tidak akan pernah melewati tantangan yang ada, bukan? Tsundere akut yang dialami oleh kedua orang tuamu sudah cukup untuk membuatmu mewarisi sifat menjengkelkan itu," ujar Naosu sarkas.

Suzuka terdiam. Dalam hati ia benar-benar jengkel dengan sifat Naosu yang seperti itu. membuatnya memilih untuk mengalah pada perdebatan kali ini.

"Baiklah, Nona Tokugawa. Sepertinya jalan-jalanmu kali ini sudah cukup. Sebaiknya kau kembali ke kediamanmu. Kebetulan sekarang akan memasuki waktu pergantian penjaga. Jadi, pasti banyak penjaga yang akan berlalu lalang di sekitar kastil azuchi. Selamat malam." Naosu menundukkan kepalanya sedikit kepada Suzuka. Kemudian meninggalkan perempuan yang masih terdiam itu.

Namun, pergerakannya terhenti begitu merasakan haori-nya tertahan di belakang sana. Ia pun menoleh dan melihat Suzuka yang memegangi ujung kain lebar itu. tak ada ucapan apa pun dari gadis itu.

"Baiklah. Sepertinya aku masih ada waktu untuk sekadar mengantarmu kembali. Kuyakin Ieyasu-jisama dan Haruka-basama sedang cemas saat ini. tenang saja. Aku yang akan mengatakan semuanya," ujar Naosu.

Suzuka mendengus kesal mendengar ucapan Naosu yang menurutnya sok itu. walaupun begitu, ia tidak bisa menampik bahwa apa yang dikatakan oleh lelaki itu benar adanya. Ia pun segera bergegas mengikuti Naosu yang mulai berjalan kembali.

*****

Suara pintu yang tertutup terdengar begitu Naosu keluar dari ruangan kerja ayahnya. Ia mengembuskan napas begitu mengingat bahwa kerjanya tadi malam tidak sia-sia karena menurut Nobunaga, kesalahannya tidak ada.

Naosu menyusuri taman belakang kastil ketika tak sengaja menemukan sepasang manusia yang bercengkrama dengan asyiknya. Ia terdiam begitu menyadari itu adalah Suzuka.

Ia mendesis ketika mengenali lelaki yang menemani Suzuka adalah Uesugi Kirio, anak dari rival ayahnya ketika muda, Uesugi kenshin. Ia memang tahu jika lelaki yang dua tahun dari mereka itu dekat dengan Suzuka. Malah Suzuka sudah menganggapnya sebagai seorang sahabat sekaligus kakak.

Kenyataan itu membuat Naosu memilih melihat interaksi mereka dari jauh. Entah mengapa ia semakin tak suka ketika Kirio menepuk rambut pirang Suzuka. Mendengus kesal, ia pun segera meninggalkan tempat itu.

*****

"Kau yakin Ieyasu-jisama tidak memarahimu akibat keluar dari kamar tengah malam begitu?" tanya Kirio. Suzuka mengangguk.

"Ia memang memarahiku. Tapi hanya sebentar. Untung ada Naosu yang mengantarku juga menjelaskan apa yang terjadi," jawab Suzuka.

Kirio mengangguk-ngangguk kecil. Lalu menepuk pucuk kepala Suzuka seraya menasehati agar gadis itu tidak mengulangi lagi perbuatannya.

Suzuka mengangguk. Lalu menoleh ketika merasa ada seseorang yang memperhatikannya. Namun, yang ia temui hanya sekelebat haori hitam yang berkibar di belakang sana.

Naosu?

*****

Sesi latihan hari ini usai sudah. Seperti biasa, Ieyasu menyuruhnya untuk mengasah lagi kemampuannya bersama Suzuka. Naosu hanya mengangguk hormat. Lalu pergi untuk mencari keberadaan gadis itu.

Lagi-lagi, kejadian kemarin yang ia lihat di taman belakang. Iris merah ruby Naosu menggelap ketika Kirio mengajari Suzuka berpedang. Lalu dengan langkah tegap, ia mendekati keduanya.

"Selamat siang, Kirio-san, Suzuka-san," sapa Naosu. Senyum tipis ia perlihatkan kepada mereka.

Kirio hanya mengangguk singkat. Sementara Suzuka kebingungan karena panggilan yang tak biasa dari Naosu itu.

Mengapa ia terlihat sedikit aneh hari ini? Pikir Suzuka. Ia akan menanyakan itu ketika Naosu dengan cepat membuka mulutnya.

"Oh ya, Suzuka-san. Ieyasu-jisama memintamu untuk menemaniku latihan. Jadi, bisa kita ke tempat biasa?" ujar Naosu.

"Mengapa kau tak bergabung bersama kami saja, Naosu?" ujar Kirio menanggapi itu. Matanya menatap datar Naosu yang langsung menoleh kepadanya.

"Ah, sayangnya itu tidak bisa. Kurasa Ieyasu-jisama tidak pernah memintamu untuk ikut berlatih bersama kami bukan? Jadi, untuk apa kau ikut?" Naosu menelengkan kepala. Memberikan tatapan rendah pada Kirio.

Senyum pengejekan yang Naosu lakukan membuat Kirio menanggapi itu lain. Dengan nada rendah, ia pun mencoba untuk memancing amarah lelaki itu.

"Atau alasanmu sebenarnya itu adalah, agar tidak ada saksi ketika kau akan dengan mudahnya menang dari Suzuka tapi dengan cara licik? Mungkin dengan memotong ikatan obi-nya seperti tempo hari?"

Suzuka yang mendengar hal itu sontak memerah. Mengapa hal memalukan itu harus diungkit kembali? Diam-diam, ia merasakan firasat buruk ketika melirik wajah Naosu yang tenang, tapi mengeras.

"Aku sudah berjanji tidak melakukan hal itu lagi, Kirio-san. Tapi bukankan kau juga mengetahui bahwa segalanya sah-sah saja ketika dalam kondisi bertarung? Jadi, sebenarnya aku tidak bersalah sama sekali waktu itu," ujar Naosu tenang.

"Namun, mungkin saja kau akan melakukan hal yang lebih memalukan dari itu?"

Naosu mengembuskan napas sedikit keras mendengar itu. "Sepertinya kau harus terlebih dahulu menasehati adik kecilmu itu agar tidak mudah puas dengan kemampuannya. Salahnya sendiri yang menantangku ketika itu," jawab Naosu.

Suzuka menggigit bibir bawahnya melihat aura di antara kedua lelaki itu yang semakin menggelap. Suasana yang semakin memberat juga membuatnya semakin takut.

"Etto ... kurasa kita bisa latihan bersama di tempat yang biasa. Bukankah saling berbagi pengetahuan itu baik? Kita bisa saling mengajari kan?" ujar Suzuka seraya menjadi penengah di antara mereka.

Kirio menyeringai kecil pada Naosu akibat pembelaan tak langsung Suzuka padanya. Sementara Naosu hanya memasang wajah datar.

"Yah ... sepertinya kawanmu ini terlalu segan untuk melawan seseorang yang lebih tua darinya, Suzuka. Baiklah kalau begitu. Kau latihan saja dengannya. Aku mau istirahat dulu. Sampai jumpa, Adik Kecil," ujar Kirio. Ia kembali menepuk surai pirang itu lalu berbalik.

Sementara itu, sesuatu terasa menggelegak di dalam darah Naosu. Terasa sesuatu yang aneh ketika penerus klan Uesugi itu meremehkannya di depan Suzuka. Yang lantas segera naik menuju puncak kepala. Membuatnya bereaksi cepat dengan menyusul Kirio.

Sreett.

Langkah Kirio terhenti. Pandangannya langsung tertumbuk pada pedang yang sudah polos di pinggang kirinya. Lantas ia berbalik dan melihat Naosu yang dengan santainya membuang sebuah sarung pedang.

"Pedang yang tak bersarung itu pertanda siap untuk digunakan bukan?" Naosu menyeringai. Amarah yang tertahan tampak pada wajahnya.

Kirio mengernyit heran sebelum akhirnya menghindar ke samping kala Naosu dengan cepat menghunuskan pedangnya. Pertarungan keduanya pun terjadi setelah itu.

Suzuka hanya bisa menahan napas melihat gerakan per gerakan Kirio dan Naosu yang meningkat drastis. Saking cepatnya, sampai ia merasa hanya menonton sekelebat bayangan dengan suara dentingan pedang.

Apakah aku harus memanggil Otou-sama dan yang lainnya? Atau menghentikan mereka segera? Batin Suzuka kalut. Ia ingin memanggil para orang tua, tapi kakinya enggan bergerak. Melaksanakan pilihan kedua pun sama mustahilnya melihat pertarungan keduanya yang menggila.

Akhirnya, Naosu berhasil menang setelah menjatuhkan Kirio dengan cara menyapu kakinya. Tangan kirinya refleks menggenggam bilah pedang lelaki itu yang mengarah ke bahunya. Pun tangan kanannya mengancungkan pedang. Tepat di wajah Kirio yang menengadah.

"Kau bisa menarik kata-katamu itu, Kirio. Jangan memaksaku untuk mencabut bola mata safirmu itu. Hanya karena klan kita sudah berdamai, bukan berarti kau boleh meremehkanku yang lebih muda darimu. Asal kau ketahui. Perdamaian yang dilakukan oleh para Tetua kuanggap hanya berlaku pada mereka. Kau tetaplah musuh Oda Naosu, Uesugi Kirio." Naosu menatap tajam pada Kirio di bawahnya.

Suzuka tercekat menyaksikan hal itu. Apalagi melihat darah Naosu yang menggenang akibat memegang bilah pedang itu dengan erat.

"Naosu! Tanganmu—"

"Dan kau, Tokugawa Suzuka!"

Langkah Suzuka terhenti begitu mata pedang itu terarah padanya. Pun iris zamrudnya menatap takut pada netra ruby yang terlihat mengerikan itu.

"Jika kau memang tidak mau menemaniku latihan, katakan itu pada ayahmu yang menyuruhmu untuk melakukannya. Aku hanya melaksanakan perintah yang diberikan kepadaku. Jadi, jangan mencoba untuk menghalangiku bila sudah seperti itu."

Suara Naosu yang berat dan dalam itu terdengar mengerikan bagi Suzuka. Baginya, ia bukan lagi melihat Naosu. Melainkan melihat ayah dari lelaki itu.

Tidak ada tanggapan dari mereka berdua membuat Naosu menatap mereka bergiliran. Dengan cepat, ia pun menyarungkan pedangnya lantas pergi dengan mulut terkatup rapat. Seolah-olah tak pernah terjadi apapun.

*****

Tok tok tok.

"Siapa itu?"

"Ini Aiko, Nao-niisama."

Naosu lantas mempersilakan Aiko untuk memasuki ruang kerjanya. Kemudian kembali menekuni huruf-huruf yang ada.

Melihat reaksi sang kakak yang datar seperti itu membuat Aiko mengembuskan napas. Terlebih melihat tumpukan berbagai perkamen dan gulungan yang terletak tak jauh dari kakaknya. Ada yang salah dengan perasaan Naosu sehingga overwork seperti ini.

Ini sudah malam ketiga di mana Naosu mengurung diri di ruangan kerjanya. Mengasingkan diri dari lingkungan dan menyibukkan diri dengan berbagai pekerjaan dalam ruangan. Ia pun hanya membolehkan keluarga intinya yang mengunjungi dirinya. Itu pun tak setiap waktu.

"Ada keperluan apa hingga kau ke sini, Aiko?" tanya Naosu tanpa melihat kepada adiknya itu.

"O-okaa-sama memintaku untuk mengantarkan kue padamu. Ia juga meminta kau jangan tidur terlalu larut," cicit Aiko.

"Aku memiliki tugas yang harus diselesaikan."

"T-tapi masih ada waktu yang—"

"Kau ke sini hanya untuk mengantarkan kudapan bukan? Kalau begitu, letakkan saja itu di meja yang ada di pojokan. Setelah itu kau boleh keluar dari ruangan ini!"

Nada suara Naosu yang mengusirnya dengan tegas itu membuat Aiko menunduk takut. Bahkan lelaki itu sampai hati mengusir dirinya. Mood Naosu benar-benar dalam keadaan buruk.

"S-sebenarnya ada yang ingin kutanyakan padamu, Onii-sama."

Naosu terdiam sebentar, lalu segera menyelesaikan tulisannya. Menyimpan kuas dan perkamen yang sudah digunakan. Lantas mengarahkan tubuhnya pada gadis yang dua tahun lebih muda darinya itu.

"Katakan dengan cepat. Aku tidak mempunyai waktu untuk mendengar ocehanmu itu, Aiko."

Lelaki itu mengembuskan napas keras melihat Aiko yang menunduk menahan tangis akibat dirinya. Tapi mau bagaimana lagi. Aiko datang di saat yang salah sehingga harus menerima amarahnya itu.

"Apakah Nao-niisama menyukai Suzu-neesama?"

Hening. Bahkan Naosu hanya mengeryitkan alis mendengar pertanyaan di luar ekspetasinya itu.

"Tidak."

Aiko mengangkat muka mendengar jawaban singkat dan tegas itu. Mencoba menelisik guratan wajah yang tak tampak pada Naosu.

"Eh? T-tapi—"

"Aiko! Dengarkan aku!"

Aiko segera menunduk kembali begitu Naosu menatapnya dengan tajam.

"Hanya karena kau adikku, bukan berarti kau mengetahui semuanya tentang aku. Kesamaan kita hanya terletak pada orang tua. Selain itu, kita adalah orang yang berbeda. Jadi, jangan menyusahkan dirimu dengan mencoba memahamiku secara sepihak. Kau tidak berhak untuk itu. Jadi, berhenti membual tentang omong kosong seperti itu lagi, Oda Aiko!"

"H-ha'i. H-hontou sumimasen." Aiko segera mengangguk pelan. Tangannya bergetar ketika mencoba menghapus air matanya yang mengalir tiba-tiba.

"Kau sudah selesai bertanya bukan? Jadi, jangan lupa menutup pintu ketika kau keluar. Silakan." Naosu merentangkan tangan kanannya menuju pintu. Memberi isyarat bahwa Aiko harus meninggalkan tempat itu.

Aiko memberi hormat. Lalu beringsut ke belakang dengan hati-hati. Ia pun menutup pintu dengan sedikit keras. Selanjutnya, Naosu dapat mendengar isak tangis tertahan juga langkah kaki yang membesar dari luar ruangan itu.

Memejamkan mata, Naosu menyadari dirinya yang lepas kendali seperti itu lagi. Apalagi ini di depan Aiko yang sama sekali tak terlibat dengan masalahnya. Hati kecilnya terus merutuki kebodohannya itu.

"Argh!! Sial!"

Suara benda pecah pun terdengar samar dari dalam ruangan yang mendadak gelap itu.

*****

Sudah seminggu berlalu. Sudah selama itu pula Suzuka tidak pernah melihat Naosu. Lelaki itu seolah menghilang semenjak pertarungannya dengan Kirio.

Entah mengapa perasaan Suzuka tak bisa tenang walau ayahnya memberitahu kalau lelaki itu tengah melaksanakan tugas di perbatasan. Suzuka merasa ada yang janggal dengan itu.

Terus memikirkan itu membuatnya tak menyadari bahwa ia sudah berada di kediaman keluarga Oda. Seorang wanita yang tengah menulis menarik perhatiannya untuk mendekat.

"Ainawa-basama!"

Wanita itu menoleh dan tersenyum pada Suzuka yang langsung duduk di sampingnya. Ia pun segera menyelesaikan pekerjaannya.

"Ada apa, Suzuka?"

"Bagaimana kabarmu, Ainawa-basama?"

"Kabarku baik-baik saja. Suzuka sendiri bagaimana?"

Suzuka mengangguk kecil. Lantas menjawab pertanyaan Ainawa ketika menanyainya tentang kedua orang tuanya.

"Tumben sekali kau ke sini, Suzuka," ujar Ainawa. Yang ditanya hanya tersenyum lebar. Sedikit malu karena dirinya memang jarang berkunjung ke tempat itu.

"Oh ya, Ainawa-basama. Apakah Naosu ada di dalam? Aku ingin mengajaknya berlatih bersama," tanya Suzuka.

Raut wajah Ainawa sedikit berubah. Namun senyumnya tetap ada. "Naosu tidak ada di sini, Suzuka."

Suzuka pun menanyakan apa yang ayahnya sampaikan padanya. Ia terkejut ketika mengetahui hal itu adalah bohong.

Melihat Suzuka yang kebingungan, mau tak mau Ainawa pun memberitahu hal yang sebenarnya. Tentang keadaan serta perilaku Naosu saat ini.

"Jika kau mau menemuinya, ia ada di bangunan yang terletak di pojok utara. Kau bisa menemukannya dengan mudah karena dekorasinya yang didominasi warna hitam. Namun, kau harus tahan jika nanti dia berkata kasar atau mengusirmu, Suzuka."

Suzuka mengangguk paham. Lantas ia pun berpamitan kepada wanita itu.

*****

Tempat ini sedikit menyeramkan. Bagaimana bisa dia nyaman dan betah dengan suasana seperti ini?! Pikir Suzuka ketika dirinya sampai di bangunan yang dimaksud oleh Ainawa.

Seperti yang dikatakan oleh ibunya Naosu itu. Bangunan itu benar-benar didominasi oleh warna jelaga pada tiap sudutnya. Hanya beberapa bagian yang diwarnai berbeda. Juga warna dari alam sekitar yang menambah kehidupan.

Suzuka berjalan pelan ketika menaiki tangga. Dilihat dari luar, sepertinya tidak ada orang di dalam ruangan itu. Pun ketika ia mencoba untuk mengintip dari sela-sela jendela yang agak tertutup rapat. Tak ada tanda-tanda kehidupan apapun di sana.

Tak putus asa, ia pun mencoba mencari kemungkinan lain. Mungkin saja Naosu tengah beristirahat di dalam sana. Atau malah lelaki itu mengetahui kedatangannya dan pura-pura bersembunyi? Suzuka tak tahu.

Sampai akhirnya, ia menemukan sebuah jalan sempit yang agak tersembunyi di samping bangunan itu. Suzuka meyakinkan diri untuk mengikuti arah yang jalan itu tunjukkan. Ternyata, jalan yang hanya bisa dilalui oleh tiga orang dewasa itu membawanya pada sebuah taman di belakang yang tak pernah ia sangka sebelumnya.

Bagaimana mungkin taman yang indah ini tersembunyi sedemikian rapi? Pikir Suzuka ketika melihat serumpun bunga mawar putih yang mekar tak jauh darinya.

Ia terus menyusuri pinggiran taman. Mengagumi taman tersembunyi ini yang ternyata lumayan luas. Hingga matanya terantuk pada sesuatu berwarna hitam di bawah salah satu pohon sakura yang ada.

Dengan hati-hati, ia pun memutuskan untuk mendekatinya. Lalu menahan kaget kala mengetahui ternyata itu adalah Naosu yang tengah tertidur pulas. Kedua tangannya memposisikan diri sebagai bantal bagi kepalanya. Pun tubuhnya dibiarkan terbaring dengan alas berupa rumput dan haori-nya yang lebar.

Diam-diam Suzuka memperhatikan tubuh tegap yang telentang itu. Tampak olehnya sebuah busur berikut anak panah yang terletak di antara mereka. Membuat Suzuka yakin bahwa Naosu baru selesai berlatih memanah.

Lagi, Suzuka menelisik wajah Naosu dalam diam. Tak ada wajah mengerikan yang ia lihat terakhir kali. Yang ada hanyalah wajah putih dengan sedikit gurat kelelahan. Seolah-olah menikmati waktu bermimpi itu. Membuat Suzuka terkikik kecil karenanya.

Apakah lukanya terlalu dalam hingga tidak bisa sembuh dengan cepat? Batin Suzuka ketika tak sengaja iris zamrud itu menatap tangan kiri Naosu yang dibebat menggunakan perban. Mengingatkannya kembali waktu itu

Suzuka yang akan mengambil posisi duduk di dekat kepala Naosu segera melompat kecil ke belakang. Refleks karena kaget melihat sebuah anak panah berdiri tegak di bawahnya. Lebih kaget lagi begitu melihat ternyata tangan kiri Naosu yang mengacungkan itu.

"N-naosu?"

Iris merah itu perlahan memperlihatkan diri. Kemudian segera menatap atas samping, mencari sumber suara.

"Oh. Ternyata kau rupanya, Suzuka-san," ujar Naosu kecil seraya menurunkan anak panah yang tadi ia ancungkan.

Suzuka hanya terdiam menanggapi hal itu. Walau dalam hati memikirkan alasan Naosu yang tetap menambahkan sufiks pada namanya.

Tubuh tegap itu terduduk dan mengambil pose meditasi untuk beberapa menit. Sebelum akhirnya bangun dengan Naosu yang sudah menggenggam busur berikut anak panahnya.

Ia langsung mengambil posisi bersiap. Setelah memperkirakan sasaran yang terletak agak jauh darinya, Naosu segera melepas anak panah tersebut. Begitu seterusnya, seakan tidak ada orang selain dirinya di sana.

"Naosu ..."

"Siapa yang mengizinkanmu ke sini? Tempat ini terlarang bagi orang lain. Hanya keluargaku yang bisa ke tempat ini," ucap Naosu dengan nada dingin ketika panah kesembilan terlepas dari busurnya.

"Ainawa-basama yang memberitahuku tentang tempat ini," lirih Suzuka.

"Begitukah? Seharusnya aku sudah menduga bahwa itu adalah Okaa-sama. Hanya ia yang akan mengizinkanmu di saat Otou-sama akan memberimu alasan lain atau Aiko yang tidak berani melawan ancamanku." Naosu mendesis di saat tembakannya yang kesepuluh tepat sasaran.

"Naosu..."

Tak ada tanggapan dari Naosu. Sepertinya ia tengah fokus pada latihannya kali ini. membuat Suzuka mendengus kesal.

"Berhenti memanggilku dengan sufiks –san itu. Rasanya aneh mendengar hal itu karena kita seum—"

"Walau kita seumuran, tapi kau lebih tua empat bulan dariku, Suzuka-san. Okaa-sama sudah mengajariku untuk menghormati yang lebih tua dariku."

Gadis itu terdiam begitu nada suara Naosu terdengar seolah sedang mengejeknya. Seolah mengingatkannya kembali pada pertarungan itu.

"Tapi—"

"Berhenti mengatakan apapun, Suzuka-san! Apa kau tidak melihat aku yang sedang berlatih? Bila urusanmu sudah selesai, kuharap kau bergegas meninggalkan tempat ini!"

Mendengar Naosu yang mengusirnya seperti itu membuat Suzuka naik pitam. Ia tahu ia salah. Tapi lelaki itu juga sudah keterlaluan.

"Apa kau masih marah karena pertengkaranmu dengan Kirio-san waktu itu? Kau masih marah karena aku tidak menemanimu latihan?" bentaknya sedikit parau.

Naosu terdiam. Sama sekali tak berminat untuk menjawab pertanyaan yang Suzuka lontarkan. Ia memilih untuk membidik sasaran di depan sana.

Tak digubris membuat Suzuka akhirnya nekat. Dengan cepat, ia pun berlari lalu menutupi papan sasaran dengan dirinya.

Mata Naosu melebar melihat Suzuka yang menutupi target. Saking kagetnya ia pun melepaskan anak panah. Membuat Suzuka di sana segera menutup mata.

Suzuka limbung begitu Naosu dengan cepat mendorongnya ke atas rumput. Sekaligus membiarkan panah itu menancap di tempat seharusnya.

"Bodoh! Apa yang kau lakukan di sana?! Apa kau tidak memikirkan keselamatanmu hingga nekat seperti itu, Aho?! Bagaimana jika panah itu mengenai kepalamu, ha?!" maki Naosu yang berada di samping Suzuka.

Suzuka terdiam beberapa saat sampai menyadari bahwa Naosu memegangi samping kepalanya.

"Apa kau baik-baik saja Naosu?" Suzuka yang cemas dengan hal itu mencoba menyentuh helai kelam itu. Namun segera ditampik dengan keras oleh Naosu.

"A-aku minta maaf." Suzuka menundukkan pandangan begitu Naosu berdiri. Walau sekilas, ia terlihat sempoyongan.

"Aku juga meminta maaf, Naosu."

Keduanya menoleh ke sumber suara dan menemukan Kirio berdiri di sana dengan senyum kecilnya.

"Mengapa kau bisa—"

Protes yang akan diucapkan oleh Naosu terputus begitu melihat Aiko yang menyembul takut dari belakang Kirio.

"G-gomen nasai, Nao-niisama. O-okaa-sama memintaku untuk mengantarkan Kirio-niisama ke sini," lirih Aiko.

"Dia bukan kakakmu, Aiko," timpal Naosu datar. Tatapannya kembali terpusat pada Kirio.

"Apa kau ingin aku benar-benar mencabut bola matamu hingga kau dengan beraninya memasuki tempat ini, Kirio?" tanya Naosu tajam.

"Aku sama sekali tak berniat untuk itu. Aku hanya ingin meluruskan apa yang terjadi tempo hari."

"Itu sudah tak berguna lagi. Jadi kuharap, kalian bertiga segera meninggalkan tempat ini—"

Lagi-lagi, suara Naosu terputus. Kali ini disebabkan oleh sebuah anak panah yang mendadak jatuh di antara mereka. Mengenali panah itu bukan dari kastil ini, Naosu dan Kirio pun segera bersiaga.

Sedetik kemudian, beberapa orang yang menggunakan penutup wajah merengsek masuk dari tembok tinggi yang mengelilingi tempat itu. Beberapa terlihat berdiam di atas pohon.

"Lari!" perintah Naosu dan Kirio serempak kepada kedua perempuan itu. Dengan cepat, Suzuka menggandeng Aiko. Meninggalkan mereka yang sudah menghadapi penyusup itu.

Naosu yang sibuk meladeni beberapa orang tiba-tiba melihat sesosok pemanah mengarahkan dua panah sekaligus kepada Suzuka dan Aiko. Membuatnya dengan lincah menuntaskan bagiannya dan langsung berlari menuju keduanya.

"Aiko! Suzuka!"

Tepat saat itu, Naosu segera menyembunyikan keduanya dalam dekapan erat. Membiarkan punggungnya menjadi tameng bagi mereka.

"Naosu!"

"Onii-sama!"

Suzuka dan Aiko yang berada dalam pelukan Naosu kaget melihat dua anak panah menancap tepat di bahu dan sekitar leher lelaki itu.

"Berengsek!" umpat Naosu seraya mencabut benda itu dengan geram. Ia pun mengambil busurnya dan langsung menembak pemanah itu tepat sasaran.

Sementara itu, Kirio, Suzuka, dan Aiko menatap tak percaya pada Naosu yang selanjutnya menghabisi semua penyusup itu dengan gerakan membabi buta. Benar-benar membunuh mereka semua hingga tak bersisa.

Namun semuanya menjerit tertahan begitu melihat Naosu yang bertumpu pada pedang yang ditancapkan di tanah. Terlebih ketika melihat lelaki itu yang mendadak memuntahkan darah.

"Ia terkena panah beracun," ucap Kirio setelah mencium sedikit bau darah dari luka Naosu. Membuat Suzuka dan Aiko semakin panik.

"Kalian berdua cepat panggil yang lain! Aku akan menjaganya di sini!" lanjut Kirio. Kedua perempuan itu mengangguk. Lalu segera berlari meninggalkan tempat itu.

Suzuka sempat menoleh ketika akan memasuki jalan sempit itu. Dan yang terakhir ia lihat adalah, Naosu ambruk tak sadarkan diri.

*****

Sebuah sinar memaksa masuk ke dalam. Membuat Naosu perlahan membuka matanya. Pening yang ia rasakan kala melihat semuanya dalam keadaan samar.

Tiba-tiba saja ia merasakan wajah sebelah kanannya teramat kram. Juga rasa sakit yang langsung menjalar di sekujur tubuh belakangnya.

"Argh!" erang Naosu tertahan ketika tak sengaja menggerakkan bahu kanannya yang terasa basah.

Seketika itu juga ia mendengar berbagai macam suara memenuhi pendengarannya. Menyadarkannya bahwa bukan ia satu-satunya yang berada di sini. Sekelebat bayangan yang berubah menjadi ayahnya duduk tepat di hadapannya.

"Ieyasu, periksa keadaannya!" ucap Nobunaga kepada Ieyasu yang berada di sisi lain tubuh Naosu.

"Baik, Nobunaga-sama," jawab Ieyasu yang langsung memeriksa kondisi luka Naosu.

"Akhirnya kau siuman juga, Naosu," ujar Nobunaga ketika ruby-nya bertemu dengan milik Naosu.

"Apa yang terjadi?" lirihnya.

"Kau pingsan selama tiga hari akibat luka dari panah beracun saat itu, Naosu," jawab Masamune.

"Yah ... untung saja Aiko dan Suzuka cepat memberitahu kami. Dan kebetulan juga kami tengah berkumpul saat itu," timpal Hideyoshi.

Naosu mengangguk lemah saat mengingat itu semua. Sesekali ia meringis begitu Ieyasu mengurus luka-lukanya.

"Di mana mereka bertiga?" tanyanya lagi.

"Suzuka dan Kirio masih menunggu di luar. Sedangkan Aiko tengah menunggui Okaa-sama-mu yang langsung jatuh sakit semenjak penyerangan itu," jawab Mitsunari.

Naosu mengembuskan napasnya ketika merasa menemukan akar masalah dari semua ini. Seandainya ia tidak cepat naik darah, tentu ceritanya akan berbeda. Ia tak akan menarik diri, juga tak akan bermusuhan dengan yang lainnya.

"Apa kami boleh masuk?"

Sebuah suara menyahut dari luar. Yang selanjutnya menjelma sebagai Suzuka dan Kirio.

"Bagaimana keadaanmu, Naosu?"

"Setidaknya aku tidak mati karena hal itu," ujar Naosu menjawab pertanyaan Suzuka. Hal itu disambut gelak tawa oleh para Warlord. Padahal menurut Naosu, itu sama sekali tidak lucu. Ah, selera orang tua memang beda.

"Oh ya, Suzuka."

"Eh? Ada apa, Otou-sama?"

"Apa kau bisa keluar sebentar?"

Suzuka mengeryit heran mendengar permintaan Ieyasu padanya. Padahal ia baru saja masuk ke ruangan itu.

"Aku akan mengobati bagian tubuh Naosu yang lain. Tentu kau tidak ingin ada di saat itu kan?"

Seketika itu juga Suzuka sadar kalau sebuah selimut putih menutupi tubuh Naosu yang telungkup. Hanya dari kepala hingga lukanya saja yang terlihat. Itu pun sudah ditutupi oleh berbagai macam tumbukan obat.

"Biarkan saja ia, Ieyasu-jisama. Lagipula, ia pernah menantangku, apakah aku malu jika tubuhku dilihat oleh lawan jenisku? Jadi, kurasa ia memang ingin membuktikannya."

Wajah Suzuka pun sudah berganti warna dengan drastis karena ucapan Naosu yang seenaknya itu. Ditambah dengan seringai yang Naosu sampirkan membuatnya berpikir bahwa sebaiknya lelaki itu tidak siuman saja.

Segera ia pamit undur diri dengan muka yang semakin tak karuan begitu mendapati beberapa Warlord terang-terangan memberikan ia senyuman misterius. Membuat langkahnya semakin cepat meninggalkan tempat itu.

*****

Siang pun menjelang saat Suzuka kembali ke kamar Naosu. Kali ini, tak ada para Warlord di sana. Hanya ada Kirio yang memang meminta untuk menjaga sulung Oda itu.

"Hee? Kukira kau tak akan pernah ke sini lagi Suzuka," ucap Naosu ketika gadis itu duduk di dekatnya.

"Kau sungguh menyebalkan, Naosu!" ketus Suzuka. Ia mengalihkan muka begitu melihat tatapan Naosu yang menyelami netranya.

"B-bagaimana keadaanmu?" tanyanya kemudian.

"Seperti yang kau lihat. Aku baru bisa duduk dengan bantuan penyangga. Ieyasu-jisama bilang, racun yang ada pada panah itu membuatku lumpuh sementara. Jadi, ini akan memakan waktu lebih lama dari perkiraan," ujar Naosu. Tak sengaja bahu kanannya terbentur bantal yang tertumpuk di punggungnya, membuatnya meringis kecil.

"M-maafkan aku dan Aiko. Seharusnya kami yang kena panah itu. Bukan kau, Naosu."

"Ya. Memang seharusnya begitu. Seharusnya kalian berdua yang lumpuh, bukan aku."

Suzuka mencebikkan bibirnya kecil mendengar jawaban Naosu yang sarkastik itu. Sementara Kirio hanya mengulum senyum.

"Tapi aku tidak akan memaafkan diriku jika seandainya itu terjadi," lanjut Naosu. Ditatapnya Suzuka intens. Membuat gadis itu sedikit blushing.

"Tapi tetap saja. Tindakanmu itu terlalu beresiko, Naosu," timpal Kirio.

"Bukannya ini bagus? Kau bisa selalu menemani Suzuka latihan selama aku tidak ada."

"Naosu! Jangan memulai hal itu lagi!" bentak Suzuka mendengar hal itu. Ia sedikit takut jika keduanya kembali bertengkar karena dirinya. Naosu pun hanya mengendikkan sebelah bahu.

"Nao-niisama!!"

Suara teriakan itu membuat ketiganya serentak menoleh ke pintu masuk. Lantas panik ketika Aiko dengan childish-nya menghambur ke pelukan Naosu.

"Aiko, hati-hati. Kakakmu ini baru siuman," ujar Kirio yang hanya ditanggapi oleh cengiran Aiko.

Setelah menanyakan keadaan sang kakak, Aiko terus-terusan mengucapkan kata maaf. Membuat Naosu benar-benar merasa tidak enak pada adiknya itu.

"Bagaimana keadaanmu, Naosu?" Seorang wanita yang membawa nampan tersenyum ramah kepada mereka.

"Aku baik-baik saja, Okaa-sama. Okaa-sama sendiri bagaimana? Kudengar dari yang lain, kau sempat sakit karena kejadian ini," jawab Naosu.

Ainawa tersenyum kecil. Lantas mengambil posisi di samping Suzuka dan mengelus kepala Naosu pelan. "Okaa-sama sudah lebih baik daripada sebelumnya. Kau cepatlah sembuh, Naosu."

Naosu mengangguki hal itu. Lalu meminta maaf kepada sang Ibu karena perilakunya belakangan ini. Dan Ainawa memakluminya.

"Kau istirahatlah. Okaa-sama akan berkunjung nanti lagi," ujar Ainawa. Ia berdiri. Namun segera bertumpu pada dinding kala dirinya sedikit terhuyung.

"Sepertinya kau terlalu memaksa diri, Ainawa-basama," ujar Kirio melihat hal itu. Ainawa menggeleng pelan.

"Aiko, Suzuka, temani ia ke kamarnya." Perintah Naosu langsung ditanggapi dengan cepat oleh keduanya. Mereka dengan sigap menuntun Ainawa keluar dari ruangan itu.

Naosu dan Kirio pun berbincang-bincang setelah kepergian mereka bertiga. Membicarakan tentang penyusup tempo hari yang diduga sebagai pemberontak dari pedalaman.

"Naosu, boleh kupinjam mangkukmu ini?" tanya Suzuka yang tiba-tiba datang dengan tergopoh-gopoh.

"Untuk apa?" tanya lelaki itu ketika melihat Suzuka mengangkat mangkuk kosong dari nampan.

"Ainawa-basama mendadak pusing dan muntah-muntah di tengah jalan," ujar Suzuka cepat. Tanpa menunggu persetujuan Naosu, ia segera melesat pergi dengan membawa mangkuk itu.

Kedua lelaki itu saling berpandangan sepeninggal Suzuka. Lalu tertawa kecil ketika menyadari sesuatu.

"Apakah kau memikirkan hal yang sama denganku, Kirio-san?" tanya Naosu tanpa bisa menyembunyikan senyumnya.

"Tentu saja. Kurasa, beberapa bulan lagi kediamanmu tak akan pernah sepi oleh suara tangisan bayi, Naosu," jawab Kirio yang langsung terkekeh karena itu.

Keduanya kemudian tertawa bersama. Benar-benar tak menyangka bahwa semua ini akan terjadi begitu saja.

.

.

.

Tuh ending apaan coba?! Argh! //garuk tembok

Huft ... Akhirnya jadi juga yang ini. Pair kesukaan selain AiShin di fandom sebelah XD

OK. Apakah kau puas?? Apalagi untuk endingnya ...//lirik orang yang ngasih dare :V

Hope you like it!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top