00. Prolog: Fake Ending
DISCLAIMER TADATOSHI FUJIMAKI
(Karakter lelaki hanya milik Tadatoshi Fujimaki. Untuk OC, kembali kepada pemilik nama masing-masing. Dan alur cerita, sepenuhnya milik saya.)
Warning : Ini hanyalah sebuah fanfiction gaje, kemungkinan (semuanya) OOC, typo bertebaran, bahasa planet, dan merupakan sebuah "permainan". Dan, arigatou gozaimasu untuk para sukarelawan yang bersedia menjadi OC di fanfict ini.
.
.
.
Semuanya tiada abadi. Kecuali permainan yang dimulai oleh diri sendiri. Berselimut misteri, karma masih ada untuk menanti, memperlihatkan diri.
Hanya tinggal menunggu beberapa saat lagi.
.
.
.
SMA Putri Yobushina. Osaka.
Semua masih berada di tempat masing-masing. Masih menyelimuti diri menggunakan mimpi yang dirajut dengan indah menggunakan memori. Walau kadang, kenyataan harus membuyarkan semuanya.
Tok tok tok.
"Ojou-sama, bangun. Ini saatnya untuk kelas pagi."
Suara Yufaruto yang tenang nan dalam itu berhasil membuat nyawa mereka mulai terkumpul. Bak ulat yang baru menetas, mereka menggeliat dengan enggan dari kasur masing-masing.
"Apa kalian sudah bangun, Ojou-sama?" Suara asisten sang paman kembali terdengar, berusaha untuk memastikan.
"Kami sudah bangun, Yufaruto-san," ujar Hoshitsuki yang berada di dekat pintu.
"Yokatta. Kalau begitu, kalian semua diminta untuk ke meja makan tiga puluh menit kemudian. Setelah itu ke kelas pagi yang kebetulan akan dipimpin oleh Kugori-sama sendiri," ucap lelaki itu. Tak lama, tapak kakinya terdengar menjauh. Karena masih banyak tugas yang harus ia selesaikan di pagi buta itu.
"Ohayou, Minna," ujar Asakura yang pertama bangun dari kasurnya. Dilihatnya yang lain masih berusaha untuk mengais kepingan jiwa masing-masing.
"Ohayou mo, Neesan!" balas beberapa dari mereka yang bergelar sebagai imouto dari gadis itu.
"Ohayou mo, Asakura-san!" balas Yuka yang ada di dekatnya. Asakura mengangguk, lantas mulai mempersiapkan diri.
"Hei, kalian semua jangan sampai telat. Dengar yang dikatakan Yufaruto-san? Kelas pagi kali ini akan diisi oleh Aru-jisama lho," ucap Asakura. Ia akan memasuki kamar mandi ketika tidak sengaja melihat Akio, Narahashi, Kuruka, dan yang lain malah menarik selimut mereka kembali.
"Namun, apa harus sepagi ini, Ruka-nee? Biasanya kelas pagi dimulai jam setengah tujuh kan? Ini masih jam lima pagi," ujar Yuuki yang terduduk di pinggir ranjangnya.
"Aku sudah mengonfirmasi hal ini kepada Aru-jisama. Ia bilang, ini kelas pagi khusus untuk kita. Kita juga akan tetap mengikuti kelas pagi yang seperti biasanya," timpal Yuka. Ia sendiri sudah membawa beberapa perlengkapan mandi pribadinya.
"Jadi kelas pagi kita dua kali? Ah. Lebih baik aku tidur kembali," celetuk Yousuka. Ia akan merebahkan tubuhnya ketika suara pintu terkuak ia dengar.
"Kukira kalian akan belajar dari pengalaman, hm? Nyatanya tidak juga. Kalau begitu, kalian harus bersiap di meja makan lima belas menit dari sekarang! Atau kelas pagi khusus kalian akan berakhir mengerikan!"
Pintu kembali tertutup. Butuh beberapa detik bagi mereka semua mencerna ucapan Aruka yang tiba-tiba datang dan hanya memberitahukan hal seperti itu. Sebelum akhirnya suaasana pun berubah menjadi kacau karena ancaman itu.
*****
Siapa yang menduga jika kelas pagi khusus yang diberikan Aruka nyatanya hanya terisi oleh keheningan selama setengah jam? Benar-benar di luar ekspetasi mereka yang mengira akan mendapatkan suatu hukuman.
"Baiklah. Apa ada yang ingin bertanya?" tanyanya tiba-tiba. Tentu saja mereka bingung. Apa yang akan mereka tanyakan jika semuanya hanya berupa kesunyian? Alasan di balik itu? Aruka mungkin tidak akan memberikannya.
"Ya sudah. Kalau begitu, silakan kalian kembali untuk mempersiapkan kelas pagi masing-masing. Nikmati itu. Karena mungkin itu akan menjadi kelas pagi terakhir yang biasa kalian lakukan selama ini." Ruby Aruka menelisik satu persatu kesepuluh wajah di depannya, lalu segera meninggalkan ruangan.
Sesuai yang mereka duga. Mereka tidak akan mendapatkan apapun kali ini. Atau malah, semuanya sudah terjawab walau tak sesuai prediksi?
*****
SMA Kaijo. Kanagawa.
Sebuah bola serupa bidak catur melayang bebas memasuki sasarannya; sebuah gawang yang terletak agak jauh dari sang penendang. Sementara di tengah lapangan, sesosok berkemeja putih tampak mengelap wajah menggunakan bagian lengannya sendiri.
Iris bak madu tersebut menatap tajam pada apa yang ada di depannya. Walau ia tidak pernah memainkan si kulit bundar, bukan berarti ia tidak bisa membuat benda itu memasuki tujuan. Yang aneh adalah alasannya tiba-tiba memainkan permainan itu.
Tentu saja. Bagaimana mungkin ia akan memainkan olahraga kesukaannya sementara di satu sisi pikirannya tidak bisa fokus karena bayang seseorang? Seolah hantu, sesosok itu membuatnya selalu teringat akan kali pertama dan terakhir mereka bermain one on one, dengan kemenangan berada di pihak lawan.
"Tch..." Hanya itu yang ia katakan sebelum akhirnya kembali menendang bola ringan yang ada di bawahnya.
*****
SMA Shuutoku. Tokyo.
Diam. Tak ada yang sosok megane itu lakukan selain memandangi sebuah boneka sewarna surainya. Jam istirahat sudah berdentang dan ia mengacuhkan hal itu walau sang sahabat mengajaknya untuk ke kantin. Memilih untuk mengeluarkan benda berukuran sedang yang ia klaim sebagai lucky item hari ini.
Mata besar dari boneka kodok itu seolah menanyakan apa yang ada di pikirannya. Maka ia pun menjawab melalui sukma. Bahwa ia sekilas mengingat sosok dari pemilik pertama boneka itu. Yang entah mengapa malah membuatnya teringat akan keadaan kelas sebelum wali kelas mereka memberitahukan sosok itu pindah.
"Sigh..." Embusan napas itu menerpa si boneka, yang pada akhirnya kembali masuk ke dalam tas pemuda megane itu.
****
SMA Yosen. Akita.
Kraus. Kraus.
Suara itu terdengar sedikit kasar dari seorang pemuda yang sibuk mengunyah makanannya dengan semangat. Saking semangatnya, sedikit kerutan muncul di dahinya tanpa disadari.
Tangan besarnya segera menyumpit kepalan nasi di depannya dengan sigap. Sebuah sushi yang dipandanginya sebentar, lantas diletakkan kembali ke tempat semula. Pun berikut sumpit kayu yang kembali tertidur di atas meja.
Segera ia menoleh ke arah pintu keluar kantin. Di mana sebuah pintu terlihat dari sana. Membuatnya sedikit mengembuskan napas begitu mampu membaca kata "Dapur Sekolah" yang terlihat samar. Diikuti oleh kejadian di baliknya yang membayang pada pelupuk mata.
*****
SMA Seirin. Tokyo.
Pelajaran kali ini sepertinya tidak menyenangkan bagi kedua orang yang terletak dalam barisan yang sama itu. Walau wajah mereka terlihat sama setiap harinya, tetapi sebuah kebingungan tercermin jelas jika diperhatikan dengan saksama.
Apalagi suasana di luar yang terlihat mendung. Membuat seseorang dari mereka menoleh ke jendela. Mengintip langit yang tak lagi sewarna rambutnya, tetapi nyaris menyerupai gelombang otaknya yang enggan didefinisikan.
Sementara yang satunya menahan uap hasil sisa pernapasan tubuhnya sendiri. Memilih menutup mata sebentar demi meredam kantuk yang menyerang dengan sangat. Sebelum akhirnya iris merah gelap itu terbuka paksa begitu sensei meminta mereka untuk belajar di laboratorium IPA.
*****
Touou Gakuen. Tokyo.
Semilir angin membelai tubuh itu seperti biasa. Membantu empunya jiwa untuk beristirahat di tengah atap sekolah yang sedikit kotor. Walau kali ini, iris navy itu tak kunjung juga terpejam.
Ia lantas bangun begitu mendengar suara besi yang sangat ia hapal. Benar saja. Seorang gadis berwajah cemberut mengintip dirinya dari balik tangga di sisi tempat itu. Isyarat mata yang ditangkapnya dari manik sewarna sakura itu membuatnya segera melemaskan badan. Gadis itu memintanya untuk turun dengan segera.
Namun, sebelum dirinya menginjakkan kaki di tepian tangga besi, entah ada dorongan apa sehingga ia memilih untuk menengok ke belakang. Menatap hamparan hijau hutan serupa selimut yang menutupi belakang sekolah mereka. Termasuk menutup ingatannya akan apa yang terjadi di tempat itu dahulu.
*****
SMA Rakuzan. Kyoto.
Denting piano terdengar merdu dari ruangan itu. Di baliknya, seorang lelaki dengan sepenuh hati memainkan jemarinya di atas tuts-tuts sewarna aliran hidupnya itu. Bahkan matanya pun tertutup. Menyembunyikan heterokrom indahnya agar tiada yang mengetahui apa yang sebenarnya ia rasakan.
Pergerakan jemari itu berhenti sebentar di udara. Sementara sang pemilik malah menatap rangkaian hitam-putih nada itu tanpa ekspresi. Berpikir sebentar, ia akhirnya kembali mengajak jemarinya berdansa.
Tuts-tuts itu kembali naik turun mengikuti berat jemari yang menimpanya. Terus bermain walau sebenarnya chord yang terdengar bukan lanjutan dari nada sebelum itu. Melainkan nada yang merefleksikan pikiran di balik surai semerah darah itu tentang seseorang yang pernah memainkan hal yang sama.
*****
SMA Fukuda Shogo. Shizuoka.
Suara pantulan bola terdengar samar dari balik ruangan itu. Di dalamnya, seorang lelaki tampak tengah mengelap keringat menggunakan baju abu yang ia kenakan. Membuat abs-nya sedikit terlihat.
Netranya yang berwarna sama terlihat menggelap seiring dengan pantulan bola yang semakin melemah setiap saatnya. Begitu bola tersebut menggelinding, ia pun terpekur menghadap bumi. Melihat ke arah di mana kedua kaki kekarnya berada.
Tetiba saja ia melengos ketika sesuatu membayangi matanya karena arah matanya yang tertuju di satu titik. Sesuatu yang membuatnya menahan geraman kesal sekaligus malu yang terus bersilih ganti. Hingga akhirnya, ia pun mengambil ancang-ancang dan segera menendang bola oranye itu ke arah tiang ring.
*****
Mansion Seizouru. Hokkaido.
Di depan sebuah monitor, sosok lelaki bersurai kelam itu terlihat tersenyum bahagia. Ia pun segera mengangkat tangan, memberikan lambaian kepada sepasang bocah yang terlihat sama semringahnya dengan dirinya melalui layar persegi empat itu. Lantas mulai membagi cerita satu sama lain mengenai kehidupan masing-masing.
Setelah janji untuk segera kembali diucapkan, layar itu pun seketika hitam. Membuat si pemuda menghela napas lega. Setidaknya ia masih bisa mengetahui keadaan keluarganya yang berada di benua seberang yang berbeda.
Namun, mengingat letak kedua adiknya membuatnya mau tak mau memikirkan seseorang yang semula berada di sana juga. Yang kini malah membuatnya semakin bingung dikarenakan rentetan peristiwa absurd yang mulai terkuak semenjak ia mengenal sosok itu.
*****
Seizouru hanya menatap diam kepada anak dari rekan bisnisnya itu. Melalui kaca satu arah, ia dapat melihat bagaimana ekspresi Nijimura yang sedikit tertekan. Mungkin ia harus mengupayakan untuk mempercepat kepulangannya.
Dan di satu sisi, ia masih memikirkan apakah itu efektif mengingat ia masih membutuhkan Nijimura di sini. Juga yang lainnya. Peringatan serta tawaran yang Aruka berikan beberapa waktu lalu ketika kunjungan mereka ke Kyoto membuatnya harus mengumpulkan mereka semua kembali.
Ia sudah membicarakan hal itu bersama Masaomi. Akashi senior itu pun sama seperti dirinya. Masih bingung memberikan tindakan mengingat lawan mereka begitu licik. Sementara sebagian diri wanita itu entah mengapa malah merasa ada kebaikan terselubung di balik rencana egois itu.
Setelah menenangkan diri sedikit demi sedikit, Seizouru pun membuka pintu ruangan multiguna yang digunakan oleh Nijimura untuk menghubungi keluarganya. Remaja lelaki itu pun segera membungkukkan badan demi memberikan penghormatan.
"Shiiya-sama, apa ada yang bisa saya bantu?" Nijimura menatap wanita itu heran. Semakin heran ketika Seizouru mengiyakan.
"Pertama, berhenti memanggilku dengan sebutan itu. Panggil aku seperti yang lainnya. Entah itu Straight atau Kiseki no Sedai. Kedua, apakah kau benar-benar ingin pulang esok?" Seizouru memberikan tatapan keibuan kepada Nijimura yang mengangguk.
"Ya. Saya sudah memikirkannya dengan matang, Seizouru-san. Lagipula, saya juga sudah berjanji kepada adik-adik saya untuk pulang secepatnya," jawab Nijimura.
"I see." Seizouru menggumam pelan, menarik perhatian Nijimura untuk bertanya.
"Apakah ada sesuatu yang ingin Anda beritahukan?"
"Begitulah. Namun, aku ingin membicarakannya dengan kalian bersepuluh dan itu tidak mungkin saat ini dikarenakan berbagai faktor. Jadi, tak ada yang perlu kau risaukan. Pulanglah dengan tenang."
"Baiklah jika itu kehendak Anda."
"Oh ya, Shuuzou." Seizouru memanggil remaja yang sudah meminta izin untuk pergi kembali ke kamarnya itu.
"Ya?"
"Apakah kau keberatan jika seandainya aku memanggilmu kembali ke Jepang dalam beberapa waktu ke depan?"
"Tentu saja tidak. Tidak ada alasan saya untuk menolak permintaan Anda, Seizouru-san." Nijimura menjawab mantap. Membuat Seizouru bernapas lega dan berterima kasih kepada lelaki itu.
*****
Rocherter. Amerika Serikat.
"Jadi, bagaimana? Kau akan pergi ke Jepang untuk melaksanakan tugas ini bukan?"
"Walaupun kau adalah teman ayahku, bukan berarti kau seenaknya memintaku untuk menuruti kemauanmu itu, Pak Tua."
"Ayolah. Ada banyak target yang bisa kau hancurkan di sana. Kau dan kelompokmu akan bersenang-senang sepanjang waktu."
"Oh ya? Apakah aku harus mempercayaimu?"
"Tentu saja harus! Aku sudah menyiapkan berbagai hal yang menarik untuk membuatmu betah selama menunaikan misi ini. Pun skenario yang indah juga sudah aku siapkan."
"...."
"Kau tahu kan kalau aku begitu benci dengan penolakan?"
"..."
"Baiklah. Aku anggap diammu adalah iya. Jadi, kau bisa memberitahukan kepada teman-temanmu untuk bersiap. Karena kalian akan menemui target dalam dua hari ke depan."
Lelaki bermata safir itu menyipit. Tersenyum puas begitu lawannya memilih menerima uluran tangannya, mengiyakan pintanya. Setelah lawan bicaranya itu keluar, tawa pun perlahan menguar dari bibirnya.
"Hahaha! Aku sungguh tak sabar untuk menyaksikan skenarioku berjalan di atas penderitaan kalian berdua!"
Srek.
Sebuah foto sepasang insan dalam suasana pernikahan terobek menjadi dua secara kasar. Lantas berpisah semakin jauh kala lelaki itu menerbangkan sebagiannya keluar jendela. Sementara yang satunya lagi segera kusut karena digenggam secara kuat oleh amarah.
.
.
.
Bunyi bel terdengar. Menandakan arena siap untuk bergetar. Bergetar karena hal sepele yang teramat liar. Hingga menjamin semuanya akan segera ikut dalam permainan yang sangar.
.
.
.
Hai hai semuanyaa... ('v')/
Ketemu lagi sama Author Absurd yang malah ngelanjutin fanfict absurd ini. Maaf jika kalian merasa kurang nyaman karena melihat adanya sekuel dari fanfict Author yang berjudul Flutterby. Hontou sumimasen ne. _/\_
Ngomong-ngomong, di bulan puasa ini, Author (mungkin) hanya akan memposting prolog-nya saja. Setelah lebaran baru mungkin up teratur. In syaa allah. Sekali lagi, Author minta maaf jika kalian tidak berkenan dengan adanya sekuel ini. //bungkuk 90 derajat.
Hope you like it!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top