Siang ini raja panas tidak malu-malu menampakan dirinya menggantung di atas sana. Alhasil istirahat kali ini gerahnya bukan main, sehingga aku memilih mendinginkan diri dengan segelas es teh di kantin bersama Sila, sahabatku.
Setelah menelan batagor, Sila menoleh ke arahku, dia duduk tepat di sebelahku. "Die."
"Hmm," jawabku sambil melepas sedotan dari mulutku.
"Lo nggak ikut lomba nulis cerpen?"
Aku mengernyitkan dahi. "Emangnya ada? Kok, gue nggak tahu ya." Aku kembali menyedot es teh yang tinggal setengah gelas.
"Hadeuuh makannya baca mading dong Die ... jangan baca novel aja."
Aku merengut. "Hmm Ya, ya." Aku menghela napas sebelum bertanya. "Emang kapan pendaftaraannya? terus kalau mau daftar di mana?"
Sila menelan batagor terlebih dahulu sebelum menjawab. "Pendaftarannya di ruang OSIS, kalau nggak salah sama Kak Lucas."
Dahiku mengernyit. "Kak Lucas yang mana sih?"
Sila berhenti mengunyah batagor. "Astaga naga Alodieee, lo baru berapa hari sekolah di sini? Masa anggota OSIS nggak tahu sih," gemasnya sampe-sampe kunyahan batagor yang belum selesai dia kunyah muncrat. Untung nggak ada geng-nya nenek peyot Stela, kalau ada pasti sahabatku itu akan jadi bahan hangat pembicaraan mereka. Ah berlebihan, tapi memang si Stela ini ratunya gosip.
Aku terdiam, mengingat-ingat. "Kak Lucas yang itu bukan, yang di bawah mulut ada tahi lalatnya, yang suka ngomong, tingginya nggak tinggi banget ya?" tebakku.
Sila malah memandangku datar, lalu mendengkus. "Bukan, kalau itu sih Kak Devan ketua OSIS-nya. Kak Lucas itu yang kalem, nggak banyak omong, tinggi terus putih. Lumayan ganteng, sih, kalau sikapnya nggak dingin."
Sesaat aku terdiam setelahnya aku baru 'ngeh' "Ooh yang itu," jawabku.
Mendengar responku, Sila mengangguk gemas, gemas kali ya karena aku tidak hapal sama anggota OSIS dan Kakak Senior. Memang sih aku sudah setahun lebih sekolah di sini, tapi aku tidak terlalu hapal anggota OSIS apalagi kakak senior. Buat apa aku memperhatikan kakak senior? orang cowok yang aku sukai seangkatan denganku. Orang yang aku sukai? Aku jadi teringat taruhan kemarin malam.
"Sil, gue punya rahasia."
Dia menoleh antusias ke arahku. "Apaan Die? Pasti soal Argam?"
Sekilas aku mengangguk. Kok dia tahu? Ya, ya lah ... kan aku seringkali cerita soal Argam. Tapi kali ini beda bukan mengenai Argam saja, tapi mengenai aku, saudariku, dan Argam. "Gue taruhan ngedapatin Argam sama Eline, Sil."
Seketika Sila membulatkan mata, tidak percaya dengan apa yang barusan kuucapkan. "Serius? Demi apa Alodie lo taruhan sama adik lo sendiri buat ngedapatin Argam?"
"WHAT THE ....?"
Aku dan Sila langsung menoleh dengan cepat ke sumber suara, menangkap sesosok pria berdiri tepat di belakangku tengah menutupi mulutnya dengan tangannya. Dia David! pasti jeritan yang barusan ngucapin kalimat 'what the' berasal dari mulutnya. Karena teriakannya itu kini kami jadi pusat perhatian orang-orang di kantin.
Bentar ... bentar ....
David yang baru saja menjerit. Heh ... David menjerit? i ... itu ... berarti dia tahu rahasia taruhanku dan Eline. Oh my ... David kan teman satu kelas Argam, nanti kalau dia bilang-bilang ke Argam bagaimana? Mampus!
"Vid." Saat aku memanggilnya, David malah berjalan mengeluari kantin, menghindariku.
Cepat-cepat, aku berlari mengejar David. Samar-samar aku melihat Sila mengejarku setelah membayar minuman dan makanan. Untung orang-orang kantin sudah tidak memusatkan perhatiannya kepada kami saat kami main kejar-kejaran, kalau masih pasti kami dikira terjebak cinta segi tiga.
Aku masih mengejar David, tapi bukan main lari-larian hanya saja berjalan dengan langkah cepat sehingga kami tidak mencuri perhatian orang-orang yang berlalu lalang di koridor kelas. "Vid ... Vid tunggu dong," jeritku, tapi pasti dia nggak bakal menuruti ucapanku.
Eh ... eh ... Dia berhenti. Aku menghela napas lega. Kali ini aku berlari mendekatinya. "Vid jangan bilangin ke Argam dong, ya, soal taruhan itu. Please!" ucapku dengan wajah memelas saat sudah berada di hadapannya.
Dia melukis senyum yang tidak bersahabat. "Traktir dulu selama Seminggu dong Die?"
Aku mendelik. Kalau saja dia tidak mengetahui rahasiaku, sudah aku pastikan kaki David yang seminggu lalu sempat cidera bakal aku tendang dengan jurus seribu bayangan. Terserah lah mau jurus apa. "Jangan Seminggu dong Vid, nanti gue nggak bisa beli novel keluaran terbaru, gimana dong?"
Aku dan David sama-sama menoleh ke arah Sila yang baru saja sampai di sampingku, napasnya tersengal-sengal. Beberapa detik kemudian David kembali menoleh ke arahku. "Ya udah kalau nggak mau biar gue bilangin aja sama Argam."
"Kok lo gitu sih Vid," cicit Sila masih menstabilkan pernapasannya.
David hanya mengangkat satu alisnya mendengar ucapan Sila.
Aku menghela napas dengan berat hati berucap, "Ya udah deh. Gue traktir lo makan seminggu tapi janji, ya, jangan bilang-bilang."
Sila memandangku tidak percaya, lalu beralih memandang David dengan kesal.
David tersenyum lebar. "Ok Deh, tenang aja gue orangnya nggak ingkar janji kok Die."
Aku mendengus. Huft dasar David!
***
Sudah lima menit aku mengantri duduk di ruang OSIS bersama beberapa siswa yang juga masih mengantri untuk mendaftar mengikuti lomba cerpen bertema kehidupan remaja. Bola mataku tiada henti memandang jam dinding di atas sana, takut kalau-kalau bel masuk berbunyi, aku kan belum ijin sama guru Fisika. Semoga saja Sila mewakilkanku minta ijin ke guru Fisika.
Karena lama aku jadi memperhatikan Lucas yang tengah meladeni siswa yang sedang mengisi formulir pendaftaran di depan sana. Dia sopan, tapi sayang tidak terlihat ramah. Senyum kek atau apa, ih sombong. Nggak sombong juga sih hanya saja dia terlihat kalem dan irit ngomong, tapi tetap saja kalau irit ngomong kan kesannya sombong. Makannya banyak orang yang ngatain dia sombong.
Sekarang giliranku. Aku melangkah maju duduk di hadapan Lucas. Dia masih terdiam sibuk dengan beberapa tumpukan kertas.
"Mana kak formulirnya?" ucapku terlebih dahulu. Jujur saja aku memang sedang terburu-buru karena nggak mau telat masuk pelajaran Fisika sebab gurunya galak, ralat disiplin.
Masih sibuk dengan tumpukan kertas dia menjawab ucapanku tanpa menatapku. "Bentar."
Ok! Aku masih sabar menunggu hingga sudah sepuluh detik Lucas tidak juga meladeniku. "Mana kak formulirnya?" tanyaku lagi.
Dia mendongak balas menatapku dengan raut wajah tidak bersahabat. "Kamu tahu sabar nggak?"
Aku menatapnya tajam. Loh ... loh ... kok gitu? ngajak ribut ini orang aku kan ngomongnya baik-baik. "Bukannya nggak sabar Kak, tapi Kakak dari tadi sibuk sendiri. Orang cuma tanya gitu, kok, lo marah," ucapku tidak sopan. Lah wong aku bertanya doang kok sana kesannya nyolot gitu.
Dia menatapku dalam diam, diam tapi menghanyutkan. "Hmm saya terbawa suasana. Baiklah maafkan saya," ucapnya sopan sambil menyerahkan formulir kepadaku.
Aku mengangguk. Kini malah aku yang jadi tidak enak sendiri karena tadi sudah bicara nggak sopan kepadanya. Aku menyimpulkan dari kata 'Hmm saya terbawa suasana' suasana apa ya? Ah, pasti Lucas sedang ada masalah.
Aku menjulurkan formulir yang barusan kuisi. "Makasih ya," ucapku sambil tersenyum sebelum pergi.
"Sama-sama," jawabnya tanpa membalas senyumku. Hiks! Emang sombong!
****
A/N
Halooo
Bagaimana ceritanya. Ada yang mau lanjut?
Udah bisa nebak tokoh cowoknya siapa?
See you:*
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top