Lembar 14
Chapter ini hanya ada Joohyun, Wonsik dan Bora. Jika tidak tertarik, bisa di lewati begitu saja😊😊😊
Joohyun memasuki ruang VIP di salah satu restoran ternama Itaewon, dimana sebuah ruang privasi yang sering di gunakan untuk pertemuan yang bersifat sangat pribadi. Satu helaan napas panjang membuat Wonsik yang sudah menunggu di sana pun tersenyum dan lantas berdiri. Menyambut Joohyun dengan kecupan singkat di pipi.
"Ada apa dengan wajahmu?"
"Tidak ada yang lucu, jangan menertawakanku."
Wonsik justru tertawa pelan dan sangat singkat. "Duduklah dulu."
Keduanya menempati tempat duduk yang berseberangan dan saling berhadapan. Masih dengan seulas senyum tipis di wajahnya, Wonsik memperhatikan wajah Joohyun yang tampak begitu kesal.
"Sekarang apa lagi? Sejak kemarin kau selalu terlihat kesal setiap kali kita bertemu."
Joohyun menghela napasnya dan menjawab, "entahlah, aku pikir ada yang salah dengan anak dan suamiku."
"Ada apa?"
Joohyun tampak memilih kata yang tepat untuk menjelaskan situasi keluarganya saat ini.
"Kau tidak ingin menceritakannya padaku?"
"Akhir-akhir ini Taehwa bersikap aneh. Dan bukan hanya dia, tapi Changkyun juga."
"Aneh bagaimana?"
"Sikap Taehwa semakin kaku padaku, dia terkesan ingin menjaga jarak dariku."
"Mungkin saja dia sudah memiliki wanita lain di luar sana," celetuk Wonsik dengan senyum yang melebar.
"Dia tidak akan berani melakukannya."
"Kau tidak seharusnya memikirkan hal itu, bukankah itu jauh lebih baik untuk kita?"
"Aku tidak mempermasalahkan Taehwa, yang menjadi masalah adalah Changkyun."
"Ada apa dengan putramu?" Wonsik membenahi letak kaca matanya. Namun saat itu ponsel miliknya yang berada di atas meja bergetar dengan layar yang menyala. Wonsik sedikit mengangkat ponselnya dan kembali menggeletakkannya setelah melihat Bora—istrinya yang menghubunginya.
"Siapa?"
"Bora."
"Kau tidak menerimanya?"
"Biarkan saja. Akhir-akhir ini wanita itu sering menuntut."
Joohyun menatap curiga. "Dia ... tidak tahu tentang hubungan kita, bukan?"
"Dia tahu pun juga tidak masalah."
Sebelah alis Joohyun terangkat. "Maksudmu?"
"Aku mungkin akan segera menceraikannya."
Joohyun tampak kaget. "Mungkin?"
Wonsik mengangguk tanpa ragu. "Selama ini aku bertahan dengan wanita itu hanya untuk Jisung, bukankah kau juga begitu? Lupakan tentang itu, kita bahas Changkyun terlebih dulu. Ada apa dengan putramu itu?"
Joohyun menunjukkan kegelisahan di wajahnya, kegelisahan seorang ibu yang tengah mengkhawatirkan putranya. "Semalam, dia melempari Butik dengan batu."
"Sungguh?" Netra Wonsik sempat melebar. "Bagaimana bisa?"
"Entahlah, anak itu tidak mau bicara padaku. Dia hanya mau bicara pada ayahnya."
"Apa Taehwa mengatakan sesuatu padamu?"
"Dia mengatakan akan menutup Butik-ku jika aku tidak mengurangi aktivitas di luar rumah."
"Kenapa bisa begitu?" Wonsik terlihat menunjukkan penolakannya.
"Taehwa mengatakan bahwa Changkyun merasa kesepian, dan dia melempari Butik hanya untuk menarik perhatianku."
"Kau tidak berpikir bahwa ini hanyalah siasat dari Taehwa agar kau tetap berada di rumah?"
"Dia tidak memiliki alasan untuk melakukan hal semacam itu. Bahkan jika sekarang aku mengatakan aku akan pergi ke luar negeri, dia pasti akan langsung megizinkannya." Joohyun lantas mencibir, "benar-benar pria kaku yang membosankan."
Wonsik tertawa pelan seakan tengah ingin mengejek Joohyun. "Kau akan lebih bahagia jika dulu kau menikah denganku."
"Salahkan dirimu, kenapa tidak sukses sejak dulu? Jika perusahaan keluargamu lebih besar, mungkin dulu aku bisa membujuk ayahku."
Wonsik tersenyum simpul dan meraih tangan Joohyun yang berada di atas meja, lantas menggenggam tangan tersebut menggunkan kedua tangannya.
"Untuk itu aku datang untuk memperbaiki semuanya."
Joohyun balas tersenyum. "Memperbaiki apa?"
"Kau dan aku, hubungan kita."
Joohyun mengulurkan tangannya yang terbebas dan berganti menggenggam punggung tangan Wonsik. "Kau sudah berkeluarga, aku pun juga sudah berkeluarga. Apanya yang bisa di perbaiki? Bertemu secara sembunyi-sembunyi seperti ini, apakah kau menyebut itu sebagai perbaikan?"
"Aku serius dengan ucapanku waktu itu. Ceraikan Taehwa dan kita menikah."
Joohyun menatap ragu. "Bagaimana dengan Bora?"
"Aku akan menceraikannya jika kau bersedia meninggalkan Taehwa."
"Aku tidak yakin dengan hal itu ... aku tidak ingin menyakiti hati Changkyun."
Wonsik beralih menggenggam tangan Joohyun, mencoba mengambil alih kekhawatiran ibu satu anak itu. "Jangan khawatir. Jika kita menikah, kita akan membawa Changkyun dan Jisung tinggal bersama kita."
"Itulah yang membuatku tidak yakin ... Changkyun sangat dekat dengan ayahnya. Tidak mungkin dia bisa menerima jika aku berpisah dengan ayahnya."
"Lalu bagaimana denganku? Aku rela meninggalkan Bora untukmu. Kau ingin hubungan kita selesai di sini?"
"Tidak ... bukan seperti itu ..."
"Lalu?"
"Perusahaanmu sedang terlibat kerja sama dengan perusahaan Taehwa. Bagaimana jika dia tiba-tiba memutuskan kontrak dengan perusahaanmu?"
Wonsik tersenyum. "Jadi itu yang kau khawatirkan?"
"Itu hanya salah satunya."
"Kau tidak perlu mencemaskan hal itu. Sejak awal, aku mengajukan kerja sama dengan perusahaan Taehwa hanyalah agar aku bisa bertemu denganmu kapanpun aku mau. Aku tidak peduli dengan kontrak kerja itu ... itu sama sekali tidak akan berpengaruh terhadap perusahaanku."
"Taehwa memiliki banyak relasi bisnis, kau harus berhati-hati jika melawannya."
"Aku tidak akan takut selama memilikimu."
"Apa maksudmu?"
"Saat kau bercerai dengan Taehwa, usahakan kau mendapatkan hak asuh dari Changkyun. Jika Changkyun bersama kita, orang itu tidak akan bisa melakukan apapun."
"Bagaimana jika Changkyun tidak ingin ikut denganku?"
"Kau ibunya, kau tentu tahu bagaimana cara membujuk putramu itu ... pikirkanlah baik-baik. Kita sudah sejauh ini, haruskah kita mundur sekarang? Dulu kau mengorbankanku untuk bisa menikah dengan Taehwa. Dan sekarang aku rela mengorbankan rumah tanggaku untuk mendapatkanmu kembali. Setelah semua ini, kau masih mau menolakku?"
"Bukan begitu ... aku pikir ini terlalu cepat. Aku membutuhkan lebih banyak waktu untuk berpikir."
"Kalau begitu—"
Pintu ruangan tiba-tiba terbuka dari luar dengan kasar dan berhasil mengejutkan keduanya ketika Bora masuk dengan raut wajah yang menunjukkan kemarahan.
"Dasar jalang!" hardik Bora yang segera menghampiri Joohyun.
Wonsik segera berdiri untuk menghalangi Bora. Namun ia kalah cepat ketika Bora telah lebih dulu menyiram wajah Joohyun menggunakan minuman yang terdapat di atas meja. Tak cukup sampai di situ, Bora lantas menarik rambut Joohyun ke belakang.
"Kim Bora!" bentak Wonsik.
"Berani-beraninya kau menggoda suamiku, wanita murahan!"
"Lepaskan dia." Wonsik memegang pergelangan tangan Bora yang mencengkram rambut Joohyun dan membuat keduanya bertatapan sengit.
"Jadi ini yang membuatmu merasa malas untuk pulang ke rumah?" Bora tersenyum tak percaya. "Kau benar-benar mengejutkan, Kim Wonsik."
Bora kembali menarik rambut Joohyun dan membuat ibu dari Changkyun itu memekik tertahan.
"Aku akan menghabisi jalang ini di depanmu!"
Wonsik melerai keduanya dan tak sengaja mendorong Bora terlalu kuat hingga wanita berstatus istrinya tersebut sampai terjatuh ke lantai. Bukannya merasa bersalah pada Bora, Wonsik justru mengkhawatirkan istri orang lain.
"Kau baik-baik saja?"
Joohyun mengangguk dan segera memandang tak suka pada Bora yang bangkit dan kembali menghampiri keduanya. Namun Wonsik segera berdiri di depan Joohyun dan menghalangi amukan dari istrinya tersebut.
"Minggir! Aku akan merusak wajahnya agar kau tidak mau lagi melihat wajahnya."
"Hentikan." Wonsik sekilas menoleh kepada Joohyun. "Pergilah."
Tanpa berpikir panjang, Joohyun segera beranjak dari tempatnya dan bergegas meninggalkan ruangan itu.
"Mau kemana kau, jalang! Urusan kita belum selesai." Bora berusaha melepaskan tangannya yang di tahan oleh Wonsik.
"Lepaskan aku!"
"Cukup!" Wonsik tiba-tiba membentak ketika Joohyun telah meninggalkan ruangan itu. "Kau sudah tidak waras?"
"Aku?" Bora tersenyum tak percaya. "Bukankah harusnya aku yang mengatakan hal itu? Bisa-bisanya kau pergi bersama wanita lain dan menelantarkan keluargamu, apa kau memang seberengsek itu!"
Plakk ...
Satu pukulan mendarat di wajah Bora. Memberikan luka fisik yang tak lebih jauh menyakitkan dari luka hatinya. Wanita itu memegangi pipinya dengan tatapan tak percaya. Untuk kali pertama suaminya itu melakukan kekerasan fisik padanya, dan itu karena wanita lain.
"Jaga ucapanmu."
"Kau memukulku?" suara Bora merendah dengan nada kecewa.
"Sudah berakhir, aku tidak ingin selamanya hidup dengan kepalsuan."
"Apa maksudmu?"
Satu kali helaan napas, Wonsik lantas berucap, "aku akan menceraikanmu."
Satu fakta yang kembali menghancurkan kepercayaan Bora. Bahunya sedikit bergerak ke belakang ketika Wonsik menabraknya dan berlalu tanpa ada rasa bersalah. Meninggalkan rasa tak percaya di wajah sang istri.
Wanita itu tersenyum tak percaya dan lantas bergumam, "kau pikir kau bisa hidup bahagia bersama wanita itu setelah memperlakukanku seperti ini? Aku bersumpah, akan kuhancurkan kalian."
Selesai di tulis : 31.05.2020
Di publikasikan : 31.05.2020
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top