Lembar 13
Pagi itu Joohyun pergi ke kamar Changkyun, berinisiatif memanggil putranya itu untuk sarapan sebelum pergi ke sekolah. Namun setelah memeriksa kamar, Changkyun sudah tidak ada di kamarnya. Kembali ke ruang makan, ia menghampiri Taehwa yang sudah duduk di tempatnya.
"Changkyun belum kemari?"
Taehwa menaruh secangkir teh di tangannya ke atas meja dan memandang Joohyun. "Dia tidak ada kamar?"
"Tidak ada, kamarnya sudah kosong."
Taehwa tentu saja bertanya-tanya dalam hati, kenapa putranya tidak ada di kamar. Ia pun beranjak dari duduknya. "Aku akan memeriksa di depan sebentar, kau sarapan saja dulu."
Taehwa meninggalkan ruang makan dan bergegas keluar rumah. Memandang ke halaman rumah dan sedikit heran ketika mobil yang biasanya di gunakan oleh pak Han masih berada di sana.
"Pak Han," tegur Taehwa sembari berjalan mendekati pak Han.
"Ya, Tuan," jawab pak Han yang segera menghadap Taehwa.
"Apa Changkyun sudah berangkat ke sekolah?"
"Eh?" Pak Han terlihat bingung. "Belum, Tuan. Tuan muda belum keluar dari rumah."
"Tapi dia sudah tidak ada di rumah."
"Tapi tuan muda belum memanggilku. Sejak tadi aku juga ada di sini."
Taehwa terlihat resah. Ia lantas mengambil ponselnya dan menghubungi Changkyun. Namun setelah menunggu beberapa detik, panggilannya tak mendapatkan jawaban.
"Apa perlu aku pergi ke sekolah untuk memastikannya, Tuan?"
"Tidak perlu, aku sendiri yang akan ke sana." Taehwa kemudian kembali masuk ke dalam rumah dengan perasaan tak tenang, pasalnya ini adalah kali pertama Changkyun bersikap seperti ini.
Pagi yang cerah di penghujung musim dingin. Changkyun terlihat duduk di tepi jalan dan tengah memakan Bungeoppang yang sebelumnya ia beli di tenda penjual yang tak jauh dari tempatnya saat ini. Pemuda itu sengaja meninggalkan rumah secara diam-diam. Merasa terlalu buruk jika harus bertatap muka dengan ibunya. Dan bukannya mencari tempat yang lebih baik untuk makan, pemuda itu justru duduk di tepi jalan dan sempat menarik perhatian dari pejalan kaki lainnya, karena ia yang menyerupai bocah yang tersesat.
Di tempat yang tidak jauh dari sana, Kihyun datang membawa kebingungan di wajahnya ketika ia tiba-tiba datang ke tempat itu.
"Kenapa aku tiba-tiba ke sini?" gumam sang Dewa Kematian.
Melangkah ke arah Changkyun, Kihyun membawa pandangannya mengenali tempat di mana ia berada saat ini hingga langkahnya terhenti ketika ia menemukan sosok Changkyun yang berada di jarak dua meter dengannya.
Sebelah alis Kihyun terangkat, merasa ragu dengan penglihatannya sendiri. Dia sangat mengenali wajah Changkyun, namun masih belum percaya jika juniornya dulu, kini telah menjelma menjadi seorang bocah.
Kihyun kembali melangkahkan kakinya tanpa melepas pandangannya pada pemuda yang sibuk dengan makanan di tangannya sampai-sampai tak mempedulikan keadaan di sekitar.
Seulas senyum tak percaya sekaligus prihatin lantas terlihat di wajah Kihyun. Sempat berhenti sejenak, ia kembali melangkah dan kemudian berhenti di hadapan Changkyun. Sekedar memastikan apakah bocah itu melihatnya atau tidak. Dan rasa penasaran Kihyun itu terjawab dengan cepat ketika perlahan Changkyun mengangkat pandangannya dan bertatap muka dengannya.
Kihyun sedikit membungkukkan tubuhnya. "Kau bisa melihatku?"
Mata Changkyun mengerjap. Terlihat menggemaskan untuk seorang bocah yang tersesat. Pemuda itu lantas berucap dengan ragu, "Hyeong ini siapa?"
Sebelah alis Kihyun kembali terangkat. "Kau, benar-benar bisa melihatku?"
"Kenapa aku tidak bisa melihat Hyeong?"
"Ah ... tidak, tidak. Lupakan." Kihyun kembali menegakkan tubuhnya. "Boleh aku duduk di sini?"
Changkyun hanya mengangguk dan Kihyun pun duduk di sampingnya. Kihyun kembali memandang pemuda di sampingnya yang kembali memakan Bungeoppang di tangannya.
"Kenapa kau duduk di sini seperti anak hilang?"
Changkyun tak banyak merespon dan hanya menggeleng.
"Siapa namamu?"
"Kim Changkyun."
"Berapa usiamu?"
"Enam belas."
"Apakah itu enak?"
Changkyun mengambil kantong kertas dimana masih terdapat dua Bungeoppang dan menyodorkannya kepada Kihyun. "Hyeong mau?"
Kihyun dengan cepat menggeleng. "Tidak, tidak. Untuk dirimu saja."
Changkyun kembali makan dan seakan mengacuhkan keberadaan Kihyun. Namun setelah menghabiskan Bungeoppang di tangannya, pemuda itu lantas memandang Kihyun yang sedari tadi memperhatikannya.
"Hyeong ini siapa?"
"Hanya seorang pejalan kaki yang lewat. Kau ingin ke mana setelah ini?"
"Aku ingin pergi ke sekolah."
"Kau tidak sedang kabur dari rumah, kan?"
Changkyun heran, dari mana Kihyun tahu. "Dari mana Hyeong tahu?"
Kihyun tersenyum. "Terlihat dari wajahmu. Kau sedang bertengkar dengan orangtuamu?"
Changkyun mengalihkan pandangannya dengan wajah yang terlihat lebih murung hingga tepukan kecil pada bagian kepalanya berhasil menarik perhatiannya. Pandangan pemuda itu kembali memandang Kihyun ketika pria asing itu mengusap kepalanya.
"Orang dewasa memang seperti itu, jangan terlalu di pikirkan." Kihyun menarik kembali tangannya.
"Jika Hyeong ingin lewat, Hyeong bisa pergi begitu saja. Kenapa malah duduk di sini?"
Kihyun kembali tersenyum dengan lembut. "Kau sangat mirip dengan adikku, itulah sebabnya aku menghampirimu."
"Di mana adik Hyeong sekarang?"
"Dia sudah pergi."
Changkyun tiba-tiba merasa tidak enak. "Maaf ..."
"Tidak perlu meminta maaf. Dia sangat mirip denganmu ... aku bahkan sempat mengira bahwa kau adalah adikku."
"Siapa nama Hyeong?"
"Bisa siapapun, tergantung kau ingin memanggilku dengan nama apa."
Dahi Changkyun sedikit mengernyit. "Hyeong tidak memiliki nama?"
"Tentu saja aku punya. Tapi aku tidak bisa memberitahukannya padamu."
"Kenapa?"
"Karena itu sudah peraturannya."
"Siapa yang membuat peraturan itu?"
"Asosiasi," tepat setelah mengatakan hal itu, Kihyun sedikit membungkuk dengan tangan yang mencengkram dadanya yang tiba-tiba sakit. Sebuah peringatan bahwa ia berbicara terlalu banyak pada pemuda itu.
"Hyeong, baik-baik saja?" Changkyun memegang bahu Kihyun.
"Tidak, aku baik-baik saja," jawab Kihyun dengan wajah yang mengernyit.
"Dada Hyeong sakit? Kita ke Rumah Sakit sekarang."
"Tidak perlu, aku baik-baik saja."
Dua pejalan kaki melewati tempat keduanya dan memberikan tatapan aneh pada Changkyun sebelum saling berbisik. "Apa yang dilakukan anak itu? Apa dia berbicara sendiri?"
"Sepertinya benar. Kenapa dia bicara sendiri?"
"Anak-anak sekarang memang sedikit memprihatinkan."
Changkyun yang mendengarnya pun memandang kedua orang yang menjauhi tempatnya dan kembali memandang ke arah Kihyun. Seketika kebingungan terlihat di wajah Changkyun ketika tak mendapati Kihyun di sampingnya. Pemuda itu lantas mengarahkan pandangannya ke sekeliling dan tak mendapati siapapun.
Sedangkan saat itu, Kihyun sudah terduduk di balik sebuah pohon yang tidak jauh dari tempat Changkyun. Masih dengan tangan yang memegangi dadanya.
Sang Dewa Kematian mengeluh, "aish ... aku tidak akan mengatakan hal yang macam-macam padanya. Berhenti melakukan ini padaku."
"Hyeong."
Perhatian Kihyun teralihkan oleh sebuah teguran yang datang padanya. Pandangannya terangkat, menemukan Jeon Jungkook. Juniornya sesama Dewa Kematian yang kemudian menghampirinya.
"Hyeong kenapa?" tegur Jungkook.
"Bantu aku." Kihyun mengulurkan tangannya yang kemudian disambut oleh Jungkook.
"Ada apa dengan dada Hyeong?"
"Mereka tidak memberi toleransi. Kau datang sendiri?"
"Tentu saja, memangnya dengan siapa lagi?"
"Aku sudah menyuruhmu untuk mengajak Taehyung."
Jungkook mengibaskan tangannya di depan wajah. "Dia sangat sibuk, akan percuma aku menemuinya."
"Apa yang dia lakukan?"
"Dia menjadi pengasuh putri Min Yoongi."
Sebelah alis Kihyun terangkat. "Putri Min Yoongi, bisa melihatnya?"
"Itulah yang kudengar. Minggu lalu dia mengatakan istri dari Min Yoongi memanggil pengusir hantu karena sering melihat putrinya tertawa tanpa sebab."
Kihyun tersenyum tidak percaya. "Memangnya kita hantu?"
Jungkook mengendikkan bahunya, tampak tak terlalu peduli. "Kenapa Hyeong memanggil kami?"
"Aku sudah menemukan anak itu."
Netra Jungkook melebar. "Reinkarnasi dari orang itu?"
"Benar."
"Di mana dia?"
"Kau lihat bocah itu?" Kihyun menunjuk ke tempat Changkyun. "Dia anaknya."
Mata Jungkook memicing, membuat dahinya berkerut ketika hanya bisa melihat Changkyun dari belakang.
"Aku akan memastikannya," ucap Jungkook yang lantas menghampiri Changkyun yang masih kebingungan mencari Kihyun.
Belum hilang kebingungan Changkyun, pemuda itu kembali di buat bingung ketika satu lagi orang asing yang berdiri di depannya dengan tatapan menyelidik. Keduanya bertatap muka dan reaksi berlebihan di tunjukkan oleh Jungkook.
"Omo, omo! Ini sungguhan?" Jungkook merendahkan tubuhnya, tak peduli dengan guratan heran di wajah Changkyun. "Benar-benar mirip, tapi terlihat berbeda."
Jungkook buru-buru mengeluarkan ponselnya dan mengambil gambar Changkyun yang sempat mengerjap. "Aigoo ... kenapa kau bisa selucu ini jika menjadi manusia?"
Changkyun yang merasa tidak nyaman dengan tingkah aneh Jungkook pun lantas menahan tangan orang asing tersebut dan tentunya membuat Jungkook tertegun dengan garis senyum yang memudar.
"Hyeong ini siapa?"
"Eh?" Jungkook terkejut. "Kau bisa melihatku?"
Changkyun menurunkan tangan Jungkook sembari berucap, "jangan mengambil foto lagi, aku tidak mengenal Hyeong."
"Ya ampun, kenapa sikapmu jadi semanis ini?"
"Apa kita pernah bertemu sebelumnya?"
Jungkook tersadar dari keterkejutannya dan segera menegakkan tubuhnya sembari menggeleng. "Tidak, aku pikir kau orang yang kukenal. Tapi sepertinya aku salah, aku minta maaf."
Jungkook memandang Kihyun yang hanya memberikan gelengan pelan dan membuat pandangannya kembali pada Changkyun.
"Siapa namamu?"
"Itu rahasia."
"Kenapa?"
"Aku tidak berbicara dengan orang asing."
"Ya! Sejak tadi kau bicara denganku, "suara Jungkook sedikit meninggi.
Perhatian keduanya lantas teralihkan oleh sebuah mobil yang berhenti di dekat mereka. Dari sana Taehwa keluar dan mendekat dengan wajah yang tampak khawatir. Saat itulah Jungkook sedikit menyingkir.
"Apa yang sedang kau lakukan di sini?"
Changkyun berdiri dengan kepala yang menunduk dan saat itu Taehwa memeluknya. "Jika kau ingin pergi, katakan pada ayah terlebih dulu."
Taehwa melepaskan pelukannya dan menangkup wajah putranya. "Ayah akan mengantarmu, ayo."
Mengabaikan Jungkook yang memang tak mampu ia lihat, Taehwa menuntun langkah Changkyun untuk masuk ke mobil dan segera meninggalkan tempat itu.
"Dia memiliki ayah yang keren," gumam Jungkook.
"Berhenti bertindak bodoh," tegur Kihyun yang sudah berdiri di sampingnya.
"Kenapa Hyeong tidak mengatakan jika anak itu bisa melihat kita?"
"Kau terlalu terburu-buru, bagaimana aku bisa menjelaskannya?"
Jungkook sekilas memiringkan kepalanya. "Dulu dia sangat kejam, aku tidak menyangka jika dia bisa menjadi anak semanis itu. Tapi tatapan matanya sama sekali tidak berubah."
"Aku khawatir jika dia masih menyimpan ingatan tentang kita."
Jungkook memandang dengan netra yang melebar. "Memangnya bisa seperti itu?"
"Aku tidak tahu. Untuk antisipasi, aku akan menyegel penglihatannya agar tidak bisa melihat kita."
"Kapan Hyeong akan melakukannya?"
"Secepatnya, setelah Asosiasi memberikan izin."
"Selama bertahun-tahun mencari dan baru bertemu sekarang. Aku jadi penasaran dengan anak manis itu."
Kihyun menepuk dada Jungkook. "Jangan terlalu berinteraksi dengan anak itu atau anak itu bisa mengacaukan tugas Kim Gunhak."
"Oh! Dewa Kematian baru itu? Apa hubungannya dia dengan anak itu?"
"Nama ayahnya sudah tercatat di dalam buku catatan kematian milik Kim Gunhak."
"Apa?" Jungkook menatap tak percaya.
"Akan lebih mudah jika anak itu tidak bisa melihat kita. Pergilah dan lakukan tugasmu dengan baik." Kihyun lantas pergi meninggalkan Jungkook yang masih berdiri di tempatnya.
"Apa yang sebenarnya terjadi di sini?"
Selesai di tulis : 30.05.2020
Di publikasikan : 31.05.2020
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top