Chapter 33

Apa kabar semuanya?

Hanya ingin memberi kabar bahwa saat ini HI, BYE PAPA sudah memasuki Chapter 32 di aplikasi Dreame/Innovel.

Adakah yang masih belum baca?

Jika ada, yuk buruan. Konflik besarnya sudah dimulai. Dan karena versi ini sangat berbeda dengan versi di Wattpad, jadi kalian harus membaca dari awal agar tidak bingung.

Sebentar lagi identitas Chang Kyun sebagai reinkarnasi dari Jang Si Woo akan terungkap. Drama apakah yang akan terjadi selanjutnya?

Jika kalian mampir di sana, jangan lupa berikan dukungan kalian karena selama bulan januari, HI, BYE PAPA akan di-up setiap hari pukul 08 pagi. Dan untuk tanggal 28 sampai akhir bulan, akan di-up lebih dari satu Chapter.

Berikut Chapter 33 yang akan publish besok pagi

Seul Gi menegur dengan hati-hati ketika Tae Hwa selesai berbicara di telepon, "ada apa, Presdir?"

Keduanya kini berada di teras kantor dan bersiap untuk pergi. Namun perjalanan mereka tertunda oleh panggilan dari Joo Hyeon sebelumnya.

Terlihat sedikit cemas, Tae Hwa menyahut, "Chang Kyun sakit, aku harus pulang sekarang. Pergilah bersama Ho Seok dan gantikan aku."

Tae Hwa meminta kunci mobil pada Ho Seok yang berdiri di sampingnya dan segera meninggalkan tempat itu. Seperginya Tae Hwa, Seul Gi menghela napas sembari pandangannya mengikuti pergerakan mobil Tae Hwa.

Ho Seok kemudian berucap, "akhir-akhir ini Presdir terlihat sangat berbeda."

Seul Gi memandang Ho Seok. "Kau juga menyadarinya?"

Ho Seok tampak terkejut. "Kau memikirkan hal yang sama?"

Seul Gi mengalihkan pandangannya dan berucap penuh pertimbangan, "entah apa yang terjadi padanya, dia terlihat seperti orang asing beberapa hari ini."

Ho Seok terlihat sedikit canggung, karena ia tahu kenapa Tae Hwa bersikap seperti itu. Dan dugaannya semalam tentang Tae Hwa yang akan memergoki perselingkuhan istrinya ternyata salah karena Tae Hwa datang ke sana untuk putranya, bukan istrinya.

Seul Gi kemudian menepuk lengan Ho Seok dan menyadarkan pria itu dari lamunannya. "Ayo."

Keduanya memasuki mobil dan meninggalkan area perkantoran dengan Ho Seok yang mengemudi. Selama perjalanan Ho Seok tidak tenang. Dia tidak ingin ikut campur terlalu jauh dengan urusan keluarga orang lain, terlebih atasannya sendiri. Namun semakin dipikirkan, Ho Seok semakin penasaran dan merasa kasihan pada Tae Hwa.

"Sekretaris Bae," Ho Seok lantas memutuskan untuk memulai pembicaraan di antara keduanya.

"Ada apa?"

Ho Seok bertanya dengan hati-hati, "mungkinkah ... kau tahu kenapa putra Presdir berada di Hotel Yongshil semalam?"

Seul Gi menatap heran. "Dia datang ke sana untuk menghadiri pesta ulang tahun temannya. Kenapa kau menanyakan hal itu? Tidak, dari mana kau tahu jika Chang Kyun ada di sana?"

Ho Seok menjawab dengan sedikit gugup, "semalam Presdir memintaku untuk mengantarkannya ke Hotel Yongshil. Aku hanya penasaran apa yang dilakukan anak-anak di tempat itu."

Seul Gi tersenyum tipis. "Dunia sudah berubah. Bahkan anak-anak bisa membuat pesta yang besar di gedung yang mahal. Eih ... betapa beruntungnya mereka yang terlahir di keluarga kaya."

"Tidak semuanya berjalan seperti yang diharapkan. Terkadang kita tidak bisa melihat penderitaan mereka karena sejak awal mereka lahir dalam keadaan yang baik."

Seul Gi kembali memandang dan merasa sedikit aneh dengan ucapan Ho Seok yang tiba-tiba terdengar begitu bijaksana.

"Kenapa tiba-tiba?"

Ho Seok sekilas memandang dan tersenyum tipis sebelum menyahut. "Tidak. Akhir-akhir ini aku sering membaca buku, sepertinya aku menjadi bijaksana karena hal itu."

Seul Gi mencibir, "baguslah, sepertinya kau harus mempertahankan kebiasaan baik itu agar menjadi lebih bijaksana."

Senyum Ho Seok melebar, namun di sisi lain ia menyesal karena tidak bisa mengatakan pada Seul Gi tentang apa yang saat ini dialami oleh Tae Hwa.





HI, BYE PAPA





Ju Yeon memasuki komplek istana Gyeongbok dengan pakaian yang lebih modern. Kemeja berwarna hitam yang dipadukan dengan jas serta celana berwarna merah. Terlihat sangat mencolok, namun tidak ada manusia yang bisa melihatnya tanpa kehendak darinya.

Berbaur dengan para pengunjung lainnya, Ju Yeon melangkah cukup jauh hingga memisahkan diri dari keramaian dan memasuki salah satu bangunan di mana Geon Hak telah menunggu kedatangannya.

Geon Hak memandang dengan dahi yang mengernyit. Tampak menghakimi penampilan Ju Yeon saat ini ketika dirinya sendiri masih memakai pakaian tradisional yang menjadi identitas mereka sebagai seorang Dewa Kematian.

"Ada apa dengan pakaianmu?" sinis Geon Hak ketika Ju Yeon telah sampai di hadapannya.

"Hanya berusaha untuk terlihat normal. Keadaan sudah berubah, kita harus mengikuti perkembangan zaman."

Geon Hak tersenyum tak percaya dan mencibir, "dan kau akan melewati hutan Hwangcheon lalu menemui Raja Yeonma dengan penampilan seperti itu?"

"Itu bukanlah sesuatu yang harus kau khawatirkan. Sekarang katakan padaku kenapa kau meminta pertemuan denganku."

Raut wajah Geon Hak terlihat gelisah, dan Ju Yeon menyadari hal itu.

"Ada apa? Kau melakukan kesalahan?"

Geon Hak menatap tak terima dan berucap sedikit kesal, "apakah hanya aku Dewa Kematian yang pernah membuat kesalahan?"

"Kalau begitu katakan, apa yang kau perlukan?"

"Sepertinya aku berada dalam masalah besar," ucap Geon Hak dengan gelisah.

"Masalah apa?"

"Ada seorang manusia yang bisa melihatku meski aku tidak menghendakinya."

Dahi Ju Yeon mengernyit. "Bagaimana bisa? Kau mengenal orang itu sebelumnya?"

Geon Hak menggeleng.

"Kalau begitu lebih baik kau menghindarinya. Beberapa manusia diberikan kelebihan untuk bisa melihat apa yang tidak bisa dilihat oleh orang lain. Tapi yang aku dengar, meski begitu mereka tidak akan diizinkan untuk melihat Dewa Kematian karena itu mungkin akan menyalahi takdir."

"Menghindar bukanlah satu-satunya solusi yang bisa aku gunakan."

Ju Yeon menatap penuh tanya. "Kenapa?"

"Saat berada di atap gedung sekolah bersamamu waktu itu, aku mendapatkan satu nama manusia yang harus aku bimbing."

"Lalu, apakah ini ada hubungannya dengan hal itu?"

Geon Hak mengangguk. "Manusia yang bisa melihatku adalah putra dari pria yang harus aku bimbing untuk memasuki gerbang Hwangcheon."

Netra Ju Yeon menajam dengan rahang yang mengeras. "siapa nama anak itu?"

"Kim Chang Kyun, tahun ini dia memasuki usia tujuh belas tahun ... kau memiliki solusi lain? Jujur saja dia sedikit menakutkan."

"Aku akan meminta saran dari para senior. Untuk sementara waktu, cobalah untuk memastikan kembali apakah dia benar-benar bisa melihatmu. Dan untuk berjaga-jaga, perbaikilah penampilanmu ... kau terlihat ketinggalan zaman dengan pakaian seperti itu."

Ju Yeon kemudian berbalik dan meninggalkan bangunan itu. Sementara Geon Hak mengangkat kedua tangannya ke samping dan memperhatikan penampilannya.

"Apa yang salah dengan penampilanku. Kita adalah Jeoseung Saja, apakah penting mengikuti perkembangan zaman?"

"Tentu saja penting," suara yang tiba-tiba muncul dari balik punggung Geon Hak.

Geon Hak berbalik dan seketika netranya menajam ketika melihat sosok yang sangat ia kenal.

"Kau?!" geram Geon Hak tertahan.

Seorang pria berpakaian modern tersenyum lebar. Namun dia bukanlah manusia, melainkan roh yang sebelumnya melarikan diri ketika akan dikirim ke hutan Hwangcheon—hutan yang terhubung dengan dunia bawah, di mana para roh akan diadili. Akankah ia pergi ke neraka, surga atau justru bereinkarnasi semua ditentukan di sana, tempat yang dikuasai oleh Raja Yeonma sebagai hakim tertinggi. Dan dia jugalah yang telah mengusir Dewa Kematian Jang Si Woo beberapa tahun yang lalu.

Roh pria itu kembali berucap, "Tuan Jeoseung Saja ini tidak tahu saja jika saat ini penampilan yang paling utama. Tidak peduli kau bisa makan atau tidak. Jika penampilanmu bagus, orang-orang akan memandangmu sebagai orang terhormat."

Geon Hak menyahut tanpa minat, "tutup mulutmu. Berhenti bermain-main denganku dan segeralah pergi ke hutan Hwangcheon. Kenapa kau harus menyusahkan aku?"

Roh pria itu menghela napas dan terlihat putus asa. "Aku sudah berkali-kali mengatakan pada Tuan Joseung Saja bahwa masih ada hal yang harus aku lakukan sebelum pergi."

"Jangan menuntutku, aku sudah memberimu waktu satu bulan setelah hari kematianmu. Aku sangat sibuk, jadi berhenti berulah dan datanglah kemari."

Roh itu duduk di lantai yang lebih tinggi dan kembali berucap dengan nada menuntut namun juga putus asa, "satu bulan itu tidak ada artinya jika aku tidak bisa mengetahui tentang apapun yang dilakukan oleh istriku ... bagaimana jika kita membuat kesepakatan?"

Geon Hak menyahut tanpa minat, "Dewa Kematian tidak diizinkan membuat kesepakatan dengan siapapun ... cepat katakan."

Sempat putus asa, Roh itu kemudian menjadi bersemangat dan segera menghampiri Geon Hak untuk melakukan negosiasi.

"Begini ... aku dengar Tuan sedang mendapatkan masalah karena seorang anak. Jika Tuan membantuku, aku akan membantu Tuan agar anak itu tidak mengganggu pekerjaan Tuan, bagaimana?"

"Apa yang kau inginkan?" tanya Geon Hak dengan acuh seakan ia tidak tertarik dengan kesepakatan yang diinginkan oleh roh itu, karena memang hal itu akan melanggar peraturan.

Roh itu kemudian berucap dengan hati-hati, "begini ... aku ingin tahu siapa yang sudah membunuhku dan apa yang dilakukan oleh istriku setelah aku mati. Tuan pasti tahu tentang hal itu, jadi tolong beri tahu aku."

"Kau yakin ingin mendengarnya?"

Roh itu mengangguk.

Geon Hak kemudian berucap tanpa beban, "kau dibunuh oleh suami dari adikmu."

"Apa?" roh itu tampak terkejut.

Geon Hak melanjutkan, "dan istrimu berselingkuh dengan suami dari adikmu."

"Apa?" suara roh itu meninggi dan tampak terguncang. "Tidak mungkin, ini tidak benar. Bagaimana mungkin ini bisa terjadi?"

"Adik iparmu dan istrimu merencanakan pembunuhan agar bisa mendapatkan uangmu dan kemudian mereka akan hidup bersama. Seharusnya kau berterimakasih karena tidak mengetahui fakta itu, kenapa kau begitu keras kepala?"

Roh itu menjatuhkan kedua lututnya dan tak ingin percaya dengan apa yang baru saja diucapkan oleh Geon Hak.

"Tidak, istriku adalah wanita terbaik yang pernah aku temui. Kenapa jadi seperti ini? Ini tidak mungkin."

Geon Hak menghela napas, merasa sudah cukup lelah menjadi tempat pelarian bagi roh-roh yang putus asa itu. Geon Hak kemudian mengibaskan tangan kirinya ke samping, di mana sebuah pedang lantas berada di tangannya.

"Aku tidak pernah tertarik dengan kesepakatan yang kau buat. Pergilah dan jangan menggangguku."

Geon Hak menjatuhkan pedang di tangannya. Dan ketika pedang itu menembus lantai, keluar cahaya putih dari lantai yang semakin tinggi hingga sebuah gerbang tercipta di sana.

Geon Hak kemudian berucap, "Dewa Kematian Kim Geon Hak, bukalah gerbang dan bimbing roh yang tersesat ini menyusuri hutan Hwangcheon."

Pintu gerbang itu terbuka dengan perlahan, memperlihatkan kegelapan yang tak mungkin bisa dijangkau oleh manusia. Geon Hak lantas menarik pakaian pria itu dan mendorongnya memasuki gerbang.

"Lupakan penyesalanmu jika kau tidak ingin kembali terlahir dalam keadaan yang sama."

Geon Hak mengibaskan tangannya ke udara seakan ingin menutup pintu tanpa menyentuhnya, dan pintu itu benar-benar menutup sebelum menghilang dengan menyisakan selembar kertas usang yang melayang dan terjatuh tepat di depan kaki Geon Hak.

Geon Hak sejenak merendahkan tubuhnya untuk mengambil kertas usang tersebut, di mana terdapat identitas dari pria yang baru saja memasuki gerbang Hwangcheon.

"Kenapa manusia banyak menuntut? Pada akhirnya kau akan menjalani kehidupan yang sama setelah mengetahui semuanya."

Kertas di tangan Geon Hak perlahan melebur dan menyatu dengan udara tanpa menyisakan apapun. Sang Dewa Kematian lantas meninggalkan tempat itu untuk kembali melanjutkan tugasnya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top