Delapan
***
Jujur, Vivian tak ingat apa awal mulanya.
Tapi begitu ia telah mendapatkan kembali kesadarannya, ia melihat Hirato sudah tergeletak di lantai dengan wajah babak belur. Dan tangan Yuuna yang berusaha menahan kepalan tangannya.
"Sudah cukup, Vivian," ujar Yuuna menatap tegas kepada Vivian. Tangannya masih setia menahan tangan Vivian yang mengepal kuat. Siap untuk menghajat Hirato lagim "kau ... bisa benar-benar membunuhnya. Selain itu, kenapa justru dia yang kau hajar hingga babak belur? Bukankah kau bilang kau akan menghajarku jika aku melakukan hal bodoh,"
"Ya aku memang mengatakannya," jawab Vivian akhirnya memandang Yuuna, "tapi aku tak pernah mengatakan bahwa aku akan diam saja jika sesuatu yang membuatmu begitu, muncul di hadapanku."
***
Usai tugasnya mengantar Yuuna pulang telah terselesaikan, Vivian pun langsung meluncur kembali ke kediaman Shigure. Yang rupanya telah sangat dinantikan oleh wanita berambut pirang madu itu.
"Okaeri," sapa Shigure ketika telah membukakan pintu untuk Vivian, "soshite otsukaresama,"
"Terima kasih untuk apa?" balas Vivian bingung.
"Sudah menemani Kawanishi-san pulang,"
"Ah ... soal itu,"
Shigure menyengir polos. Dan kemudian menepi dari ambang pintu.
"Nah ayo masuk," ajak Shigure, "agar aku bisa lebih cepat menunjukkan sesuatu yang menarik kepadamu,"
"Tidak biasanya kau begitu bersemangatnya," komentar Vivian sembari masuk, "memang apa yang ingin kau tunjukkan?"
"Apa yang digambar Kawanishi-san," jawab Shigure.
Vivian mengangkat sebelah alisnya. "Hei, yang benar saja. Apa kau yakin mau menunjukkam file pasienmu kepadaku?" tanyanya takut, "bukankah itu melanggar kode etik profesimu?"
"Yah ... karena kau bisa dibilang wali dari Kawanishi-san, jadi mau tak mau aku harus menunjukkannya,"
"Sejak kapan aku jadi walinya?"
"Dan sejak kapan juga kau jadi harus repot-repot mengurusnya?"
Balasan Shigure sukses membuat Vivian speechless. Dan itu mengundang tawa Shigure begitu saja.
Begitu keduanya tiba di ruangan yang sebelumnya digunakan untuk konsultasi, Shigure segera duduk di sofanya. Dan meminta Vivian untuk duduk di hadapannya.
"Ini," ujar Shigure menyerahkan selembar kertas yang telah digambar menggunakan pena. "Yang aku tandai silang, adalah hal yang tidak disukai Kawanishi-san. Sedangkan yang kuberi tanda lingkaran, adalah hal yang disukainya."
Usai mendengar penjelasan Shigure, Vivian pun langsung melihat apa yang tergambar di kertas yang dipegangnya. Bagian yang ia lihat pertama adalah bagian yang diberi tanda menyilang, artinya hal yang tidak disukai Yuuna.
"Ini ... Kawanishi, 'kan?" ujar Vivian usai melihat gambaran Yuuna, "dan ... siapa laki-laki yang di sampingnya ini?"
Kertas itu menggambarkan sosok Yuuna bersama seorang laki-laki berambut cepak. Meski hanya gambaran hitam putih, tapi Vivian bisa menebak siapa sosok wanita yang tergambar di sana.
"Entahlah," jawab Shigure menggedikkan bahu, "kekasihnya mungkin,"
Vivian menatap tak percaya wanita di hadapannya.
"Hanya karena dia bersama seorang pria, bukan berarti itu pasti adalah kekasihnya Shigure," keluh Vivian, yang lagi-lagi mengundang tawa si psikiater.
"Oke oke. Maafkan aku," ujar Shigure usai menghentikan tawanya, "tapi yang menarik ada di baliknya. Bagian apa yang ia sukai,"
Rasa penasaran kembali tumbuh di benak Vivian ketika mendengar pernyataan Shigure. Tanpa pikir panjang, ia pun membalik kertas di tangannya. Dan seketika, dirinya terbelalak.
"Ini ... aku?" tanya Vivian tak yakin. Memandang Shigure tak percaya.
"Mengejutkan, bukan?" balas Shigure tersenyum penuh arti, "siapa yang mengira kau akan menjadi hal yang disukai Kawanishi-san,"
"Bohong," komentar Vivian, "pasti kau yang menggambar ini, 'kan Shigure,"
"Sejak kapan aku bisa menggambar sebagus itu?"
"Oh benar. Gambaranmu lebih buruk ketimbang aku,"
"Aku akan beranggapan tak mendengar itu. Terima kasih,"
"Lalu, apa maksudnya ini?" Vivian mengibas-kibaskan kertas di tangannya.
"Bukankah sudah jelas?" balas Shigure berpangku dagu.
Vivian mengangkat sebelah alisnya heran.
"Kehadiranmu di sisinya sudah lebih dari cukup," jelas Shigure, "dia tidak membutuhkanku untuk membantunya mengatasi keadaan mentalnya. Cukup kau saja,"
"Jangan konyol," balas Vivian seolah menolak menerima perkataan Shigure, "kami belum lama bertemu, jadi mana mungkin ia sudah membuka hatinya padaku,"
"Tapi, bagaimana jika salah satu tindakanmu membuat Kawanishi-san merasa nyaman?"
"Ha? Itu bo—!!" Vivian terhenti. Dan pikirannya tiba-tiba teringat akan suatu hal. "Mengobati lukanya," sambungnya agak lirih.
"Hm?" Shigure menyahut spontan.
"Ah tidak. Sebelumnya, ketika aku bercerita soal ini kepada Carol, dia mengatakan jika aku berhasil menemukan luka yang dimiliki Kawanishi,"
"Kalau begitu sudah jelas alasannya kenapa Kawanishi-san menggambarmu sebagai hal yang disukainya," balas Shigure tersenyum bangga, "jadi terima saja fakta itu, dan jalani saja selagi masih sempat. Kau ... ingin menyelamatkannya, 'kan?"
***
Ah benar.
Kini Vivian ingat bagaimana awal mulanya.
Hirato Ao. Itu adalah nama pria yang sebelumnya merupakan tunangan Yuuna. Sekaligus, sosok yang digambar Yuuna saat konsultasi pertamanya bersama Shigurem Dan entah karena apa, Yuuna tiba-tiba mengajak Vivian untuk bertemu dengan pria berengsek itu.
Kenapa Vivian berani mengatakan berengsek? Karena rupanya, tunangan Yuuna berselingkuh. Dan pengkhianatan yang dilakukan oleh tunangannya ini, seolah menjadi awal dari segala ketidakberuntungan Yuuna.
Editornya korupsi. Ia diusir dari tempat tinggalnya. Para penggemar meninggalkannya. Semua datang silih berganti, tanpa mau memberikan kesempatan Yuuna untuk pulih terlebih dulu.
Jadi, jika Hirato yang menjadi awalnya, tidak mengherankan Vivian langsung maju menghajar pria itu hingga babak belur. Bahkan, ia berani bersumpah pria itu pasti akan tewas, andai Yuuna tak menghentikannya.
Ini baru satu parasit yang berhasil disingkirkan Vivian. Masih ada parasit lainnya, yang juga harus disingkirkan Vivian. Tapi, dengan waktunya yang hanya tersisa satu minggu, apakah ia bisa?
"Terima kasih," ujar Yuuna ketika keduanya telah keluar dari rumah sakit.
Usai Vivian menghajar Hirato hingga sekarat, Yuuna akhirnya memutuskan untuk memanggil ambulan dan membawa pria itu ke rumah sakit. Meski telah dikhianati, tapi wanita itu masih memberikan kesempatan.
Tidakkah Yuuna terlalu baik?
"Untuk apa?" balas Vivian heran.
"Sudah menghajar Hirato untukku," jawab Yuuna menyengir lebar.
Vivian terdiam. Otaknya bergerak mencerna maksud ucapan Yuuna. Ada yang aneh, tapi apa ya?
"Tunggu," Setelah berpikir selama beberapa saat, Vivian akhirnya tersadar. "Jadi kau memang sengaja mengajakku bertemu dengan pria berengsek itu, agar aku bisa menghajarnya untukmu?"
Yuuna hanya tersenyum segan. "Maaf. Aku jahat ya," ucapnya kemudian, "itu seolah-olah menunjukkan aku tak mau menodai tanganku dengan suatu kejahatan,"
"Yah ... aku sih tidak keberatan," aku Vivian bersedekap, "selama kau merasa lega setelahnya."
Yuuna hanya menghela napas mendengar ucapan Vivian. Entah ia harus merasa bersyukur atau menyesal akan tindakannya ini. Tapi memang, jauh di dalam lubuk hatinya ia merasakan sesuatu yang melegakan.
"Selain itu, aku tidak seterusnya bisa menemanimu," ujar Vivian tiba-tiba. Seketika memecah lamunan Yuuna begitu saja, "waktuku hanya tersisa satu minggu. Dua hari setelahnya, aku harus terbang kembali ke London untuk persiapan konserku,"
"Eh? Kau sudah mau pergi?" balas Yuuna, "kita sudah sampai di sini, tapi kau justru akan meninggalkanku?"
"Kenapa kesannya aku mencampakkanmu," balas Vivian tersenyum getir, "berat mengakuinya. Tapi memang itu kenyataannya,"
"Kalau begitu ...," Yuuna mendekati Vivian. Menghapus jarak di antara mereka, dan berdiri tepat di depan si rambut panjang dengan jarak yang tersisa beberapa senti saja. "Dalam seminggu terakhir ini kau harus membantuku. Tanpa terkecuali. Paham?"
"Kenapa begitu?"
"Karena kau sendiri yang bilang akan membantuku, 'kan."
Vivian sedikit tersentak kala menangkap apa yang diucapkan Yuuna. Ah benar. Bagaimana ia bisa melupakan awal mulanya mereka jadi begini. Tapi sejujurnya, yang membuat Vivian lebih terkejut adalah tingkah Yuuna yang kini seperti terang-terangan membukakan hatinya untuk Vivian.
Mungkin sedari awal Yuuna memang mencari seseorang yang bisa membantunya. Seutuhnya. Bukan hanya sekedar mengomentari, tanpa adanya tindakan yang jelas. Karena bagi Yuuna, itu tidak lebih dari omong kosong belaka.
"Bukankah sebelumnya kau menolak mentah-mentah," balas Vivian akhirnya. Senyum sinis nampak terukir di bibirnya. "Kenapa sekarang berubah pikiran?"
"Berisik," sahut Yuuna, "intinya kau mau atau tidak, hm?"
"Tentu saja," jawab Vivian, "karena aku tidak tertarik untuk menarik kata-kataku."
"Kalau begitu, di sisa waktu terakhir ini ...," Yuuna selangkah menjauh. Mengulurkan tangannya kepada Vivian dan tersenyum. "Mohon bantuannya, Vivi."
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top