EPISODE 9: Dangerous
행복한 독서
Selamat Membaca
🍂🍂🍂
A star rushing in front of you
Grab it and set it on fire
Can you believe it's just the beginning?
NCT Dream - Hello Future
~~~
"Bagaimana perkembangannya?"
"Kami masih belum menemukan bukti yang tertinggal kecuali jejak sepatu si pelaku, mianhae. Kami akan berusaha keras untuk mencari pelakunya."
"Jinjja? Sepertinya si pelaku sangat rapi melakukan kejahatannya."
"Tapi dari yang kudengar oleh beberapa saksi saat mendobrak pintu rumah Yoona, mereka sempat melihat pelaku buru-buru kabur melalui jendela rumah. Hebatnya, di saat seperti itu dia benar-benar rapi dan tidak meninggalkan jejak mencurigakan. Sayang sekali daerah rumah Yoona tidak ada CCTV."
Donghae menghela napas dengan perlahan saat mendengar penjelasan seseorang dari balik ponselnya.
"Ottoke ...."
"Donghae, kamu tenang saja. Tim kami akan mendalami kasus yang menimpa Yoona dan anak laki-lakinya. Bagaimanapun juga ... Yoona pernah menjadi sahabatku."
Suara dari seberang ponselnya mulai terdengar lirih. Donghae dapat merasakan bahwa orang yang tengah menelponnya ini merasakan kehilangan yang menyakitkan. Pria itu sendiri juga tidak dapat menafikan, di lain sisi ia turut kehilangan Yoona dan anaknya. Ya, anak laki-lakinya yang lain, selain Jeno.
"Aku akan memberitahumu jika ada perkembangan dalam kasus ini. Yang terpenting, kamu jaga baik-baik anak perempuannya yang syukurlah masih selamat. Dia anakmu juga, kan? Aku yakin kamu bisa menjaganya dengan baik. Sebisa mungkin jangan sampai lepas dari awasanmu. Karena ...."
"Karena ...?"
"Entahlah, firasatku mengatakan kalau pelaku pembunuhan Yoona dan Jaemin sepertinya tidak akan diam ketika mengetahui Sungkyung baik-baik saja. Selama pelaku masih belum ditemukan, Sungkyung tidak bisa dikatakan aman dalam situasi saat ini."
🍂🍂🍂
Haechan memperhatikan seorang gadis yang tampak menjadi pusat perhatian beberapa siswa di kantin. Mereka membicarakan sembari terus menatap gadis tersebut. Mendadak saja Haechan memiliki spekulasi.
"Jeno-ya, dia adikmu itu, ya?" Jeno yang sedang menikmati makanannya spontan mengangkat kepala dan menatap ke arah yang ditunjuk Haechan. Raut pemuda itu langsung saja berubah masam.
"Adik angkat," jawab Jeno singkat sekaligus meralat ucapan Haechan. Ia melanjutkan kembali aktivitas makannya yang tertunda sejenak tadi.
"Eh, tapi cantik juga ya adikmu itu. Wah, jinjja."
Renjun yang duduk tepat di depan Haechan menoyor kepala pemuda itu. Memang yang Haechan ajak bicara sejak tadi adalah Jeno, tetapi telinganya lama-lama panas juga mendengar ocehan tak penting dari pemuda itu.
"Yak!"
"Wae? Dari tadi kamu sangat berisik. Telingaku berdenging mendengar ocehanmu yang sangat tidak berguna."
"Mworago? Makanya lihat dulu sana adik Jeno, baru kamu bisa berkomentar apakah ucapanku itu benar," balas Haechan dengan nada kesal. Ia bahkan mendorong wajah Renjun agar melihat ke arah gadis yang dimaksud Haechan. Siapa lagi kalau bukan Sungkyung?
Mendadak saja Renjun terdiam ketika menatap adik Jeno yang kini tengah berjalan menuju kantin. Haechan tersenyum penuh kemenangan saat melihat ekspresi sang sahabat. Ia mengira bahwa Renjun pun sama terpananya pada Sungkyung.
"Benar kan ucapanku? Adik Jeno cantik sekali."
Jeno yang kesal karena sedari tadi Haechan memuji Sungkyung langsung menoyor kepala pemuda itu.
"Yak, kalian ini kenapa sih? Kenapa kepalaku yang selalu jadi sasaran kalian? Apakah kalian tidak kasihan dengan otakku yang pas-pasan ini?"
"Diam!"
"Ah, arraseo." Nyali Haechan mendadak ciut ketika mendapat lirikan maut dari Jeno. Daripada sahabatnya ini kebablasan menjadikan dirinya sebagai samsak tinju nantinya, lebih baik Haechan menurut saja meski labiumnya sangat gatal ingin berkomentar lagi.
"Yak, yak. Apa kalian tidak sadar? Lihat siapa yang jalan dengan adik Jeno." Baik Haechan maupun Jeno spontan menatap Renjun yang duduk tepat di seberang mereka. Mata dua pemuda itu langsung beralih ke arah Sungkyung yang mulai berjalan mendekat ke arah mereka.
"Jisung?" lirih Jeno dengan tatapan tak percaya. Baru saja ia akan berkomentar lagi, tiba-tiba Haechan berdiri dan berteriak hingga membuat beberapa siswa yang ada di kantin mengalihkan atensi pada mereka bertiga.
"Wah, Park Jisung! Padahal istirahat pertama tadi kami mencarimu tapi kamu tidak ada di kelas. Dan ternyata tidak kusangka kamu datang sendiri ke sini tanpa disuruh sekarang. Daebak, ayo sini makan dengan kami."
Ya, pada akhirnya Jisung pun menuruti keinginan Sungkyung untuk menemaninya pergi sebentar memutari gedung sekolah dan menunjukkan beberapa fasilitas dan ruangan saat istirahat pertama.
Meski sudah mulai menghafal beberapa tempat di sekolahnya, Sungkyung tetap meminta Jisung untuk menemaninya makan siang. Sebab ia merasa bahwa teman sebangkunya ini sepertinya tak memiliki teman dekat. Bahkan terkesan dikucilkan. Lagipula, teman-teman sekelasnya yang lain tampak sulit untuk ia ajak berkenalan sejak Karina ribut dengan dirinya.
"Ah, sunbaenim. Itu—"
"Wae, Jisung-ah? Kenapa kamu menolak tawaran dari sunbaenim-mu ini?" Haechan mulai mengeluarkan smirk ketika melihat wajah Jisung yang bingung sekaligus ketakutan. Sedangkan Renjun menggelengkan kepala dengan pelan. Ia sudah paham dengan apa yang diinginkan Haechan.
"Duduklah, Jisung-ah," tutur Renjun tegas tetapi sedikit terkekeh dengan nada meremehkan.
"Ehm, Sungkyung-ah, mianhae. Aku tidak bisa menemanimu—"
"Duduk, Park Jisung! Dia bukan anak kecil yang harus kamu ikuti terus!" Tak hanya Jisung, hampir semua siswa di kantin tertegun ketika mendengar Jeno membentak. Sungkyung sendiri terdiam sejak tadi, mencoba memahami situasi yang ada di hadapannya.
"Ah, mianhae." Baru saja Jisung akan duduk di kursi samping Renjun yang kosong, Sungkyung menarik pemuda itu hingga membuatnya berdiri lagi. Tentu saja tindakan nekat Sungkyung membuat tiga pemuda yang ada di sana terkejut.
"Yak—" Haechan akan protes tetapi dengan cepat Sungkyung memotong ucapannya.
"Joesonghamnida, sunbaenim. Tapi aku sangat butuh Jisung untuk menemaniku. Jeongmal mianhae."
"Yak, kamu benar-benar tidak tahu sopan santun, ya!" Haechan ingin menarik lengan Jisung dan memaksanya duduk kembali. Namun, lagi-lagi Sungkyung menariknya hingga membuat Jisung berdiri di belakangnya.
"Aku benar-benar minta maaf, tapi apa kalian memang sudah memiliki janji dengan Jisung untuk makan bersama? Sepertinya tidak kalau kudengar dari percakapan kalian tadi. Sedangkan aku sudah meminta Jisung sejak tadi untuk menemaniku karena aku masih siswa baru di sini. Joesonghamnida."
Tanpa basa-basi, Sungkyung langsung menarik lengan Jisung dan meninggalkan mereka bertiga. Beberapa siswa yang ada di kantin mulai heboh saat melihat pertengkaran tersebut. Baru kali ini ia melihat seorang hubae berani menentang para sunbaenim yang terkenal sangat galak, yaitu Jeno, Haechan, dan Renjun.
"S—Sungkyung-ah, jamkkanman." Jisung ingin menghentikan aksi Sungkyung yang terbilang cukup nekat, tetapi gadis itu seolah tak memedulikannya.
"Sungkyung-ah, bukankah tadi itu ... keterlaluan?" Seolah tak mendengar apapun, Sungkyung sama sekali tidak memedulikan Jisung yang gentar.
"Aish, jinjja. Buat apa cantik tapi tidak sopan dengan sunbaenim-nya? Kurang ajar! Adikmu benar-benar keterlaluan, Jeno-ya." Haechan tidak berhenti mengomel sejak tadi. Baru kali ini ia menghadapi seorang hubae yang berani menentangnya.
"Mungkin aku kalau jadi dia pasti kesal karena dirimu yang sangat cerewet, Haechan-ah. Hanya saja benar katamu, dia benar-benar tidak sopan." Kali ini Renjun yang menimpali. Sejak tadi ia hanya diam melihat perdebatan Haechan dengan Sungkyung. Sepertinya Renjun berusaha memahami suasana yang baru saja terjadi.
"Jeno-ya, bagaimana bisa adikmu itu sangat tidak sopan, hah? Dia bahkan—"
"Sudah kubilang, dia hanya anak beruntung yang dipungut Appa-ku."
Kali ini Sungkyung benar-benar mendengarkannya secara langsung bagaimana Jeno menjatuhkan dirinya di depan umum, tanpa merasa segan. []
🍂🍂🍂
To be continued
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top