Bab 7

Jarum pendek mulai berhenti di angka enam. Itu artinya matahari mulai beranjak dari tempat persembunyiannya. Lidya mulai membuka matanya lalu ia mulai mengumpulkan kesadarannya dan itu butuh waktu.

Tanpa sadar bibir Lidya menapilkan senyumnya. Ternya Miko masih ingat apa saja yang pernah ia ceritakan dan apa yang ia suka. Sweet. Tapi satu menit kemudia ia langsung menggelengkan kepala. 'Apaan sih' bantahnya.

"Ko gua ngerasa ada hembusan nafas di leher gua ya," sontak Lidya langsung menghadap ke arah hembusan itu berasal.

"Aaaaaa!" reflek ia langsung terduduk. Sedangkan Miko langsung menutup ke dua kuping miliknya, karna suaranya yang di hasilkan Lidya  cukup membuat ia budeg seketika. "Brisik!!" bentak Miko.

"Lo ngapain di sini?!" ucap Lidya dengan suara yang memenuhi sudut kamar.

"Tidurlah."

Mendengar jawaban Miko,Lidya cepat-cepat menarik nafasnya. Setidaknya ia harus menahan emosi agar tidak memcekik orang yang sedang menatapnya. "Maksud gua ngapain lo tidur di sini?!"

Mendengar pertanyaan Lidya. Miko hanya menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. "Tadi malem gua ga bisa tidur, terus gua tidur di sini deh," ucap Miko dengan santai.

Wajah Lidya sudah memerah karna menahan emosi. Bisa-bisanya Miko tidur bersamanya di ranjang yang sama. "Dasar cowo gila! Bisa-bisa lo tidur di samping gua. Emang ga ada kamar lain apa selain kamar ini!" ucap Lidya sambil mencikik leher Miko.

Nafas Miko mulai sesak karna cekikan Lidya yang cukup keras. "Lid..ya.. lo gil...ya gu..a ga bi..sa na..pas i..ni," ucap Miko dengan suara yang terbata-bata.

"Bodo amet itu bukan urusan gua!" dengan emosi yang masih sama. Miko mulai terdesak. Diam-diam ia memikirkan cara untuk melepas dan membuat Lidya tak berkutik, dan itu akan ia lakukaan saat Lidya lengah.

"Ada ke..coa terbang," mendengar kata-kata Miko, Lidya langsung menengok untuk memastikan kecoa itu terbang ke arah mana.

Dan beberapa detik kemudian, Miko langsung memutar balikan badannya, sehingga ia berada di atas tubuh Lidya dan langsung mendudukinya. Tak lupa ia mencekal kedua tangan Lidya sehingga ia tidak bisa berkutik.

"Sekarang lo ga bisa berkutik lagi," ucap Miko dengan alis yang di naikan. Dan itu membuat pesonanya naik berkali-kali lipat.

"Miko lepasin gua!" Lidya masih mencoba memberontak tapi tenaga Miko jauh lebih kuat dari Lidya. "Miko badan lo itu berat!" keluhnya.

"Bodo amet," ucap Miko sambil menjularkan lidahnya. Lalu Miko mendekatkan wajahnya sehingga mereka hanya berjarak lima senti meter. Lidya menatap wajah Miko dengan perasaan takut, sehingga menelan ludah saja terasa sulit bagi Lidya. 'Apa Miko mau nyium gua?' batinnya.

"Ternyata lo cantik juga ya, walaupun belum mandi," mendengar ucapan Miko, pipi Lidya berubah menjadi merah dan sontak itu membuat Miko tertawa geli. "Sepertinya pipi lo berubah menjadi merah deh," ledek Miko.

"Gak ko, pipi gua ga merah," elaknya.

"Lah ini sih," ledek Miko sambil memberika cermin kecil. Melihat pipi miliknya sudah memerah, Lidya cepat-cepat menutupi dengan ke dua tangan miliknya, lalu ia mulai meringkuk kedalam selimut yang tebal. Sedangkan Miko masih tertawa geli. Akhirnya ia berhasil membuat pipi Lidya memerah.

💝💝💝

Hari minggu biasa di gunakan oleh sebagian orang untuk berolahraga atau merenggangkan otot-otat yang telah kaku dan itu berlaku untuk Linzy. Baginya berolahraga di hari minggu itu selain menyehatkan badan, tapi juga menyehatkan mata. Karna banyak cowo-cowo ganteng dan bertubuh sispek di taman kota.

Linzy menjatuhkan bokong miliknya di atas kursi taman. Lalu ia mulai mengatur nafasnya. "Baru setengah jam lari, udah cape aja," gumamnya.

"Gua boleh duduk di sini, kan?" sontak membuat Linzy kaget.

"Marvel?" ucapnya dengan lirih. "Lo suka lari di sini juga?" tanya Linzy. Melihat Marvel di pagi hari, bagaikan kejatuhan duren montong. Menurutnya kesempatan ini tidak datang dua kali.

"Lagi pengen lari di daerah ini aja. Lo suka lari di daerah sini?" tanya Marvel.

"Oh, gua kadang sih. Kalo lagi mood ke sini, kadang ya sekitar komplek aja," tuturnya.

"Lo sendirian aja?" tanya Linzy dengan nada malu-malu.
"Iya gua sendirian aja."

"Oh iya, gua mau nanya nih. Lo kan sahabatnya Lidya, lo tau Lidya ke mana? Soalnya gua telpon ga diangkat-angkat, gua line juga ga di bales," tutur Marvel dengan raut wajah yang sedikit serius.

"Gua ga tau, harusnya dia sih ada di rumah. Cuman yang agak aneh, kemaren tuh Miko dateng ke kelas gua buat nyari Lidya, dan kata Miko Lidya itu pacarnya. Lalu mereka langsung pergi deh," Mendengar hal itu Marvel sedikit merasa kesal. Bukannya Lidya ada janji bersama teman-temannya, tapi kenapa ia pergi bersama Miko. Ia merasa di bohongi oleh Lidya. Kenapa Lidya tidak bilang sejujurnya saja.

Linzy mulai merasakan perubahan raut wajah Marvel sekarang. Sepertinya ia mulai kesal karna tangan Marvel mulai terkepal. Sedangkan wajahnya mulai memerah. "Lo kenapa? Lo sakit?" tanya Linzy dengan heran.

"Ah, ga ko. Gua baik-baik aja" elaknya.

"Lo mau lari bareng?" tanya Marvel. Dengan hitungan detik Linzy langsung menangguk setuju.

💝💝💝

"Ihh, Miko gua masih ngantuk," keluh Lidya pasalnya jarum panjang baru saja memasuki angka tujuh, dan Miko sudah membawanya pergi. "Woy ini udah siang!" ucap Miko.

"Udah siang pala lo! Disini masih dingin," Menurutnya jam tujuh di hari minggu itu masih sangat-sangat pagi. Karna biasanya Lidya akan beranjak dari atas kasur miliknya di angka dua belas siang.

"Jangan banyak cingcong deh. Gua mau ngajak lo ke suatu tempat," Lidya mulai menautkan alisnya.

"Ke mana?" tanyanya.

"Ke jurang," jawab Miko dengan asal. Lalu ia langsung menarik Lidya seperti menarik kambing, yang sedang ngambek kepada gembalanya.

Sudah setengah jam mereka berjalan dan selama itu pula mulut Lidya tak henti-hentinya memaki dan mengeluh pada Miko. "Miko sebenernya kita mau ke mana sih. Gua udah cape," keluhnya.

"Ini udah sampe."

"Ke sini? Kebun teh?" Miko hanya mengangguk-angguk. "Lo jauh-jauh bawa gua dari villa hanya untuk melihat kebun teh. Males tau ga! Udah ah gua mau pulang!" tutur Lidya. Ia tak habis pikir dengan Miko. Untuk apa Miko membawanya ke kebun teh, lebih baik ia melanjutkan mimpinya yang tertunda.

Tiba-tiba Lidya terpeleset ke dalam jurang mini yang hanya berukuran setengah meter dan itu sukses membuat kakinya terasa sakit. "Sial banget sih nasib gua," gerutunya.

Dari kejauhan Miko sudah meneriaki nama Lidya. Pasalnya ia sudah kehilangan jejak cewe berambut panjang tersebut. "Lidya lo di mana sih?!" mendengar namanya di sebut oleh seseorang yang ia kenal, Lidya cepat-cepat merespon.

"Gua di sini nyuk!" mendengar responan tersebut Miko langsung lari ke arah sumber suara. Yang pertama kali ia lihat adalah Lidya yang sedang merintih kesakitan. Sontak membuat Miko terpingkal-pingkal. Andai ia menuruti setiap perkataannya, Lidya tak akan jatuh terperosok ke dalam jurang mini tersebut.

"Jangan ketawa lo! Ini semua itu gara-gara lo. Coba lo ga bawa gua ke tempat ini, pasti gua ga akan jatuh kaya gini!" bentak Lidya. Kakinya terasa sakit jangankan di buat jalan, di gerakin sedikit saja rasanya sudah tidak karuan.

"Ko lo nyalahin gua sih. Siapa suruh pergi dari samping gua! Untung aja gua bisa nemuin lo. Kalo ga, lo gua tinggal di sini, biayarin aja biar ga usah pulang ke Jakarta," tutur Miko. Ia masih berusaha keras melihat Keadaan Lidya sekarang.

Lidya terjatuh dalam keadaan duduk dengan muka yang bercelomatan tanah merah. Tak lupa baju dan celana yang ia kenakan sekarang sudah sangat kotor karna tanah merah yang sudah bercampur lumpur.

"Miko tolongin gua," rengek Lidya. Tak ada gunanya ia berdebat sekarang, toh ini semua sudah terjadi. Jangan sampai ia membuat Miko kesal, lalu meninggalkan Lidya sendiri di tengah kebut teh.

"Ogah banget, jalan aja sendiri. Gua mau pulang!" lalu Miko melangkah pergi dari tempat ia berdiri. Lidya hanya bisa merintih kesakitan sambil mengumpat Miko dengan ratusan bahasa kasar yang ia punya. Bisa-bisa ia di tinggal sendiri dalam keadaan seperti ini.

"Miko tolongin gua!" rengeknya. Entah Miko bisa mendengarnya atau tidak, setidaknya ia sudah berusaha mengeluarkan suara agar tidak di kira mayat yang terbuang. "Miko!"

"Brisik banget sih, mulut mercon!" ucap Miko dengan suara yang sedikit kesal. Dan seketika mata Lidya berbinar. Ternyata Miko tidak meninggalkannya.

"Mana yang sakit?" tanyanya dengan suara yang cukup lembut. Sedangkan Lidya hanya diam, matanya masih terpaku pada sosok yang berada di hadapannya. Sudah lama Miko tak mengeluarkan suara selembut itu.
Miko mulai mengecek dari kaki kanan Lidya. Kaki Lidya terlihat bengkak dan sepertinya kaki kanannya juga keseleo. "Mana lagi yang sakit?" tanyanya.

"Pinggang sama bokong gua sakit," keluh Lidya. Reflek Miko langsung memutar balikkan badannya sehingga membelakangi Lidya. Lalu menyuruh tangan Lidya bergelantungan di lehernya.

"Ayo naik," Lidya menautkan alisnya.

"Lo mau gendong gua?" tanya Lidya dengan tatapan polos.

"Emang lo bisa jalan?" mendengar ucapan Miko, Lidya hanya menggeleng pelan. Lalu ia mulai naik kepunggung Miko.

Diam-diam Miko tersenyum miring. Sedangkan Lidya menenggelamakan tubuhnya dipunggung Miko. "Gua kira lo ninggalin gua," ucap Lidya.

"Gua ga mungkin ninggalin lo sendirian. Karna gua bukan cowo bajingan yang ninggalin cewe sendiri saat dia membutuhkan pertolongan," tutur Miko.

Udah bab 7 aja ini cerita... Ada yang nunggu cerita ini updet? Kayanya ga deh 😰😰 tapi tak apaaa

Jangan lupa votte dan comen yaaa

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top