Bab 5
Bel baru saja berbunyi, tapi Miko sudah berdiri manis di depan pintu kelas Ipa dua. Sesekali ia melirik kejam yang berada di tangannya.
"Miko, sedang apa kamu di sini?" tanya Bu Siska. Sedangkan yang di tanya hanya menampilkan senyuman kudanya.
Mendengar nama Miko disebut, reflek siswi di kelas Ipa dua mengarah ke arah sumber suara. "Eh ibu, lah ibu ngapain di sini?" tanya Miko.
"Saya abis ngajar di kelas ini, lah kamu kenapa di sini? Inikan bukan kelas mu."
"Saya lagi nunggu pacar saya bu," ucap Miko. Reflek siswa-siswi di kelas tersebut pada berbisik.
"Siapa pacar Miko?" ucap beberapa siswi. ''Miko punya pacar dari kelas ini?''
"Ya sudah, kalo kamu mau nunggu pacar kamu, saya mau pergi dulu," ucap Bu Siska. Lalu ia pergi meninggalkan kelas Ipa dua.
Sudah sepuluh menit Bu Siska keluar dari kelas Ipa dua, tapi belum ada satu pun murid dari kelas itu yang keluar. Penasaran? Itu pasti. Mereka mau melihat siapa yang sudah menjadi pacar dari seorang Miko Brawijaya.
"Kenapa orang-orang ini ga mau keluar?" gumam Lidya. Ia sudah tidak betah di kelas, tapi ia tidak mau keluar sekarang. Karna ada Miko yang sudah berdiri manis di depan sana.
Jengah, mungkin itu yang di rasakan Lidya sekarang. Ia langsung mengambil tas dan membawanya keluar dari kelas. Ia juga sudah tak peduli ada atau tidaknya Miko di depan kelas.
Lidya berusaha berjalan terus. Tapi langkahnya terhenti karna ada yang menarik tangan miliknya. "Eh mau ke mana lo?" tanya Miko. Ia sudah menunggunya dari tadi. Ia sudah tau jika ia tidak menunggu di depan kelas, Lidya akan pulang bersama Marvel atau teman-temannya.
Lidya memutar bola matanya dengan malas. "Mau pulang lah, iya kali gua nginep di sini!"
"Enak aja, hari ini lo pulang sama gua, udah ayo gua udah ga betah di sekolah mulu," ucap Miko sambil menarik Lidya.
Sedangkan siswa-siswi kelas Ipa dua hanya diam bercampur kaget. Bukan hanya mereka tapi geng Ledyfa juga menampilkan wajah tak percaya.
"Ada yang ga beres nih," ucap Luna.
"Bukannya mereka musuhan ya?" tanya Laura. Sedangkan yang lain hanya mengangkat kedua bahunya.
💝💝💝
Miko mengendarai motornya dengan cukup kencang. Ia sengaja membawa Lidya dengan kecepatan yang tinggi, karna ia juga tau Lidya sangat suka dengan balapan dan kecepatan.
"He, rumah kitakan belok kiri," ucap Lidya.
"Emang siapa yang mau pulang? Gua bosen di rumah mendingan lo temenin gua ke suatu tempat," ucap Miko. Ia tau Lidya tidak pernah betah di rumah semenjak bundanya meninggal tiga tahun yang lalu.
"Lo mau bawa gua ke mana?" Lidya harus berbicara cukup keras, agar suara miliknya terdengar oleh Miko.
"Ke villa bokap gua yang di puncak," ucap Miko dengan santai.
"Villa? Gilla lo! Lo mau ngapain gua?"
"Entar juga lo tau, dan gua yakin lo pasti bahagia di sana," ucap Miko dengan nada menggoda.
Ingin rasanya Lidya menonjok muka Miko. Tapi ia sadar, sekarang ia berada di atas motor, jika ia mononjok Miko sekarang, mereka berdua akan jatuh. Perjalanan dua jam mereka tempuh dengan menggunakan motor dan masih memakai baju sekolah Global Nusantara.
Lidya mencoba menikmati suasana yang sudah lama ia tidak rasakan. Semenjak bundanya meninggal, ia tidak pernah pergi ke puncak. Dulu setiap bulan ia dan keluarganya selalu ke puncak, sekedar hanya menghilangkan penat dari aktivitas mereka di Jakarta. Andai waktu bisa terulang, ia sangat merindukan masa-masa itu.
Miko menghentikan motor miliknya di depan sebuah villa yang bisa dibilang cukup mewah.
"Ini villa lo?" tanya Lidya.
"Iya," ucapnya. Villa keluarga Miko bisa di bilang megah dan nyaman. Tak lupa dengan halaman yang tertata dengan rapih. "Mandi sana, muka lo udah buluk tuh," ledek Miko.
"Mandi? Eh, lo amnesia atau apa sih! Pertama lo nyulik gua, kedua gua ga bawa baju apapun selain ini! Dan ketiga, sampai kapan kita di sini, gua ga betah pake baju ini tau ga!" keluh Lidya. Kalo warga sekitar melihat dia masih memakai baju seragam sekolah, pasti mereka kira ia habis kabur dari penculik, atau dia bolos dan tidak mau pulang kerumahnya karna takut di hukum oleh orang tuanya.
Sedangkan Miko hanya diam sambil menaikan satu alis miliknya. "Udah nyerocosnya?" tanya Miko dengan wajah yang di buat datar.
"Mandi sana, di atas ada baju buat lo, udah gua siapin semuanya," ucap Miko. Lalu ia pergi ke kamarnya.
"Miko gua harus mandi di mana?" keluh Lidya.
"Di sungai!" teriak Miko dari dalam kamar.
💝💝💝
Sekarang Lidya sudah rapih dengan switer dan celana pendek yang telah Miko siap kan untuknya. "Masih lama dandannya?" teriak Miko dari luar pintu kamar yang Lidya tempati.
"Lima menit lagi!" balas Lidya. Mungkin lima menitnya cewe itu seperti apa. Kalian para cowo bisa muter-muter kota Jakarta dulu.
Miko bukanlah orang yang suka dengan kegiatan menunggu. Tanpa pikir panjang Miko langsung mendorong pintu kamar yang di tempati oleh Lidya dan sontak membuat perempuan itu memberikan tatapan tajam dan ekspresi wajah kaget.
"Ga sopan banget sih! Main masuk kamar orang!" bentak Lidya.
"Perasaan ini villa gua deh, jadi gua bebas dong keluar masuk kamar ini?" ucap Miko dengan santainya.
"Tapi kan--"
"Udah lima menit, ayo berangkat."
"Ke mana?"
"Ke alam baka!"
"Ih ogah, dosa gua masih banyak! Gua juga belum punya orang dalam."
"Bawel ya," tanpa aba-aba Miko langsung menarik Lidya keluar dari kamarnya.
"Eh, gua belum make blasone!"
"Gau usah! Itu aja udah cukup."
"Ih ga mau!" rengek Lidya. Miko tak menghiraukan suara bawel dari Lidya. Lagian Miko sudah biasa dengan suara bawelnya.
Miko sudah mengenal Lidya dari kelas satu SD. Ia juga tau apa yang membuat Lidya berubah. 'Dia anak baik, dan dia hanya tertekan' bisik Miko dalam hati.
"hp gua!" teriak Lidya.
"Ga usah bawa hp, lagian ga akan ada yang ngechat lo juga," ucap Miko dengan senyuman.
"Enak aja, gua itu orang penting tau ga?" ucap Lidya dengan penuh ke Pedeannya.
"Bawel!" ucap Miko. Lalu ia menarik Lidya masuk ke dalam mobil miliknya.
"Motor lo mana?" tanya Lidya. Ia heran kenapa motor Miko tidak ada di depan villa.
"Gua taruh di garasi," ucap Miko dengan santai.
💝💝💝
Mobil Miko melaju dengan santainya. Suasan di dalam mobil begitu canggung. Apa lagi, mereka masih berstatus musuh bebuyutan. Walaupun mereka sudah dil berpacaran, status musuh bebuyutan itu akan selalu ada.
Lidya mencoba mencari tempat yang nyaman untuk duduk. Bukan karna kursi yang tidak nyaman, tapi ia bingung harus melakukan apa. Dia sendiri saja tidak membawa benda pipih kesayangannya. Sedangkan Miko, matanya masih fokus ke jalan raya.
"Masih jauh?" tanya Lidya. Sedangkan yang di tanya hanya diam.
"Miko, apa tempat yang kita tuju masih jauh?" tanya Lidya sekali lagi. Sebenarnya Lidya sudah tak betah dengan keadaan ini. Apa lagi, tak ada musik yang menghiasi mobil, berbeda sekali dengan mobil Marvel ataupun teman-temannya.
"Ga ko, sebentar lagi," Miko hanya melirik sebentar lalu fokusnya kembali ke jalan.
Ingin rasanya Lidya teriak. Ia benar-benar sudah tidak nyaman dengan keadaan seperti ini. Tak lama, mobil yang Miko bawa berhenti. Ramai mungkin itu kata yang tepat untuk suasana di tempat itu.
"Pasar malem?"
Holla, bagaimana dengan cerita baru ku ini, menarik ga sih?
Tinggalkan comentar anda yaa
Jangan plit votte dan comen entar kuburannya sempit loh 😝😜
Salam dari Marvel
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top