Bab 2
Mencintai seseorang itu harus pake otak, supaya lo ga menjadi bucin.
Hay Ladies Hay Boy
💦💦💦
Suasana kantin pagi ini cukup sepi, karna murid-murid lebih memelih untuk berada di kelas karna sebentar lagi bel masuk akan berbunyi.
“Oh iya, gua ke toilet dulu ya,” ucap Lidya, sedangkan teman-temannya hanya mengacungkan jempolnya, pertanda ‘ok' lalu ia pun bergegas pergi.
Kakinya pun mulai melangkah melewati lorong sekolahan yang cukup panjang. Toilet berada di samping kanannya, tetapi ia melewatinya begitu saja. Niatnya awal perempuan itu memanglah ke toilet, tapi entah kenapa hatinya lebih memilih untuk ke tempat yang lain.
Lidya mulai melangkahkan kakinya ke taman belakang sekolah, taman ini tidak terlalu luas, tapi cukup nyaman untuk menjadi tempat menyendiri atau ingin menjuah dari keramaian.
Lidya pun menjatuhkan pantatnya ke kursi taman yang sudah di sediakan, lalu ia pun menyenderkan tubuhnya dan mulai memejamkan matanya. Lidya mulai membiarkan angin membelai pipi dan rambutnya, ‘entah kenapa gua membenci yang namanya cinta’ batin Lidya.
Tak lama Lidya pun merasakan ada seseorang yang duduk di sampingnya, lalu ia mulai membuka matanya untuk melihat siapa yang berada di sampingnya. Matanya mulai membulat saat melihat seseorang yang tak ia harapkan duduk di sampingnya.
“Miko,” pekik Lidya.
Sedangkan Miko hanya diam sambil menutup matanya dan membiarkan angin membelai pipnya. “Lo ngapain di sini?” tanya Lidya yang sudah mulai kesal.
“Duduk.”
“Iya gua tau lo duduk, tapi ngapain lo duduk di sini?” tanya Lidya sambil menahan emosinya, rasanya ia ingin mencakar wajah cowo yang sudah berada di hadapannya.
Miko mulai menegakkan tubuhnya dan mulai menghadap ke Lidya. “Emang di sini ada peraturan Miko dilarang duduk di sini?” ucap Miko sambil menaikan satu alisnya.
“Ga sih, tapi gua ga suka kalo lo ada di sini!” ucap Lidya dengan sedikit berteriak.
“Tapi gua suka,” ucap Miko dengan senyum miring. Sedangkan Lidya hanya bisa menahan emosinya, entah kenapa ia sangat sebal dengan yang namanya Miko, lalu ia pun membuang mukanya dari hadapan Miko.
Miko mulai melihat jam tangannya sekilas. ”Lo ga masuk kelas? Udah bel loh,” ucap Miko dengan posisi menghadap Lidya.
“Ga ah, sekarang pelajarannya pak jangkung, jadi gua males masuk kelas,” ucap Lidya tanpa menoleh ke Miko. Sebenarnya nama asli dari pak jangkung adalah Pak Albert, alesan Lidya dan teman-temannya memanggilnya dengan nama tersebut karna ia sangat tinggi dan mungkin tingginya sekitar 189 cm.
“Lo sendiri?”
Miko mulai membuang nafasnya. “Males ah, pelajarannya pak cebol,” ucap Miko. Sedangkan Lidya hanya bisa menarik sudut bibirnya karna perkataan Miko. Dia ingat, pak cebol adalah guru yang di benci oleh anak-anak IPA. Gimana tidak di benci, dia mengajar fisika seperti mengajar PKN, penuh dengan hafalan dan dongeng, sebenarnya nama asli pak cebol adalah Pak Heru, ia di kenal dengan julukan cebol karna badannya yang bisa di bilang mini sekitar 100 cm.
“Berarti sekarang lo bisa nemenin gua sampe jam ke satu selesai,” ucap Miko. Ia pun mulai mengambil benda pipih yang berada di sakunya, tak lupa ia juga mengambil earphone yang berada di saku celana kirinya.
”Lo mau ngapain?” tanya Lidya dengan heran. Tiba-tiba Miko pun menyelipkan satu pentolan earphone ke kuping Lidya sehingga membuat si pemilik kuping kaget.
Lalu lagu pun mulai.
Miko langsung menyenderkan tubuhnya ke kursi taman, lalu ia mulai memejamkan matanya dan menikmati lagu yang ia pilih. Sedangkan Lidya hanya memperhatikan Miko yang sudah memejamkan matanya, lalu ia langsung mengikuti apa yang Miko kerjakan. Entah kenapa hanya dalam keadaan ini mereka tak berdebat. Nyaman, itulah yang mereka rasakan.
💝💝💝
Jam yang paling menyenangkan selain jam kosong adalah jam istirahat. Begitu juga dengan siswa-siswi SMA Global Nusantara. Karna pada jam istirahat mereka bisa melepaskan lelah dan kantuk dari pelajaran yang bisa di bilang sangat-sangat membosankan. Sebagian siswa juga menjadikan jam istirahat sebagai ajang tidur masal.
“Kanti yuk,” ajak Laura.
“Ayo,” ucap Luna sambil memasukan buku-buku ke dalam tasnya.
“Lidya ko belum balik ya?” tanya Linzy ke teman-temannya. Dan mereka hanya bisa melirik satu sama lain, karna mereka sendiri juga tidak tau di mana Lidya berada.
“Kebiasaan banget sih Lidya!” gumam Luna.
Sesampainya di kantin mereka di buat kaget, karna Lidya sudah duduk manis di salah satu meja sambil meminum jus jambu yang tadi ia pesan.
“Eh kunyuk! ternyata lo di sini? Enak-enakan dia minum,” ucap Lisa yang sedikit berteriak. Ia sangat geram dengan sahabatnya yang satu ini, bisa-bisa ia bolos pelajaran pak jangkung dan dengan santainya ia minum di kantin sendiri.
Sedangkan yang ditanya hanya melirik sekilas, lalu beralih menatap hendphone yang dari tadi ia mainkan.
“Mang pesan somanya dua, baksonya satu, dan batagornya satu, jangan lupa jus mangganya empat!” ucap Lisa keras, sehingga membuat seluruh yang berada di kantin menutup kupingnya rapat-rapat.
“Eh, itu suara apa halilintar? Keras amet! Mau bikin kita budeg apa!?” ucap Mahesa yang tak kalah keres dan karna itu juga semua mata tertuju padanya. Termasuk mata tajam dari Lisa.
“Biarin, mulut-mulut gua, masalah buat lo!?” ucap Lisa sambil menggebrak meja yang berada di hadapannya. Dari dulu Mahesa dan Lisa memang tidak pernah akur, mungkin kalo di ibaratkan mereka itu seperti Plangton dan Tuankrab.
“Iya iyalah, karna lo udah buat kita-kita hampir budeg dengan suara lo yang fales itu!” ucap Mahesa.
“Kalo lo ga suka dengar suara gua, lo tinggal tutup aja lubang kuping lo pake kain pel!”
“Lo kira kuping gua lantai kontor, di tutup pake kain pel!”
“Miripkan?”
“Sialan lo ya! Untung lo cewe, kalo cowo pasti udah gua beri lo ya!”
“Kenapa kalo gua cewe? Gua juga berani sama lo!” Lidya, di buat kesal karna perdebatan yang menurutnya tak bermutu sama sekali.
Lidya yang mulai geram, tiba-tiba menggebrak meja yang berada di hadapannya dan membuat seluruh yang berada di kantin mengalihkan pandangan dari Mahesa. “Kalian berdua kaya anak kecil tau ga? Kalo kalian mau berantem jangan di sini! Di lapangan aja sana, sekalian tonjok-tonjokan!” ucap Lidya dengan suara yang tak kalah tinggi. Sedangkan Lisa dan Mahesa hanya bisa diam. Mereka tak berani membantah atau menyela satu kata pun yang telah keluar dari mulut Lidya. Kalau mereka mau selamat.
Lalu Lidya pun melangkah pergi dari kantin. Entah kenapa, hari ini benar-benar membua mood-nya hancur. Itu juga alasan mengapa ia lebih memilih tidak masuk kelas dan memilih pergi ke taman belakang sekolah.
Flashback
“Lidya sarapan dulu yuh, Mamah udah buat sarapan buat kamu,” ucap Tia dengan lembut. Tia adalah mamah tiri dari Lidya.
Tak ada jawaban dari Lidya. Tia pun menghembuskan nafasnya dengan lembut. Ini bukan kali pertama Lidya tidak menjawab ataupun menyahut ajakannya. Tia sudah sangat paham siapa dia di mata Lidya.
“Iya udah, kalo udah selesai kamu langsung ke meja makan ya,” ucap Tia dengan lembut. Lalu Tia memilih pergi dari hadapan pintu berwarna putih tersebut.
Di dalam kamar Lidya masih memeluk bantal kesayangannya dan ia masih belum bergerak dari posisinya. Jangankan bergerak, menjawab ajakan Tia saja tidak mau.
Lidya pun berdecih. Rasanya ia ingin menutup telinganya rapat-rapat, saat suara yang mungkin sangat Lidya benci itu terniang di telinganya. Setelah suara Tia menghilang, Lidya mulai berjalan gontai menuju kamar mandi.
****
“Lidya sayang sarapannya sudah siap!” ucap Tia sedikit keras. Tak lama suara pintu terbuka pun terdengar, lalu di susul suara pintu tertutup.
“Lidya ayo makan, Mamah udah siapain sarapan buat kamu,” ucap Tia sambil mengambil selembar roti.
“Lidya ga laper!” ucap Lidya tanpa menengok ke Tia sedikitpun.
“Lidya, Mamah sudah nyiapin sarapan buat kamu, harusnya kamu hargain dong Lidya!” bentak Deo, Ayah Lidya. Lidya pun berhenti dan menghadap ke arah mereka yang berada di meja makan.
“Lidya ga laper! Kalo Ayah mau makan, ya makan aja,” ucap Lidya. Lalu Lidya pun pergi meninggalkan rumah mewah itu dan melajukan mobilnya ke sekolah. Sedangkan Deo hanya bisa menahan emosinya.’Kapan anak itu berubah?’ batin Deo.
Sebenarnya Lidya adalah anak yang baik. Tapi, itu dulu. Sebelum takdir merubah semuanya. Semenjak Dea meninggalkan dunia karna kecelakaan dan semakin diperparah saat Deo sudah menikah lagi dengan sahabat dari Dea yaitu Tia.
Dan sampai saat ini, Lidya tidak pernah menganggap Tia itu sebagai mamahnya. Karna menurutnya, Dea adalah satu-satunya perempuan yang wajib ia hormati dan ia sayangi. Lidya tak peduli dengan omelan dari Deo, menurutnya itu adalah haknya sebagai seorang anak.
Flashbeck off
“Bunda, sekarang ayah sudah tak peduli sama Lidya, bunda,” gumam Lidya.
“Andai bunda masih ada di sini,”
“Bunda aku kangen, bunda aku mau ikut bunda” ucap Lidya dengan suara Lirih sambil memejamkan matanya.
Cerita ini baru aku revisi, pada suka ga? Semoga suka yaa. Jangan lupa berikan tanggapan mu yaa
Salam hagat dari author.
Boleh cek ig author: Ai.zubaidah31
Ig asli: ainun_zubaidah
Sala kenal
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top