Bab 18

Hargai cerita ini dengan memberikan votte dan comentar yaa.

Hari sudah menunjukan pukul empat subuh, tapi Miko dan Rizal Ayah Miko belum juga tiba di rumah. Alhasil, Rini dengan setia menunggu mereka pulang. Sebenarnya hati Rini tidak tenang terutama dengan keadaan Miko, karna kali ini Miko tidak ijin kepadanya. Apalagi Miko belum pulang sedari siang.

Rini masih setia menatap layar televisi sambil memakan puding buatannya.

"Terjadi kecelakaan di tol Jagorawi KM 34, kecelakaan ini terjadi setengah jam yang lalu. Kecelakaan ini melibatkan mobil truk pasir, Bus dan mobil mewah berjenis Aston Martin One 77 berpelat B 3059 MKO," ucap penyiar berita.

PRANKK!!

Mulut Rini terasa kaku saat tv tersebut menampilkan mobil yang sangat ia hafal hancur karna terhimpit badan truk pasir dan bus.

"Miko," ucap Rini dengan suara lirih. Dengan cepat ia mencari hendpone untuk menghubungi Rizal suaminya. Tapi lututnya terasa lemas, ia tak sanggup melihat anak semata wayangnya pergi. Tiba-tiba kesadaran Rini menghilang, dan membuat perempuan itu tersungkur di lantai.

💝💝💝

Suara berisik orang-orang berhasil menyadarkan Miko, kesadarannya sempat hilang karna bentur yang sangat keras. Ia memejamkan matanya dengan sangat erat lalu membukanya secara perlahan. Rasa nyeri di bagian punggung dan lengan membuat iya mengumpat pelan.

Gelap itu yang bisa ia lihat saat ini, hanya ada pecahan kaca yang menancap di lengan dan di punggungnya. Miko mulai mengerutkan dahinya, karna ia tidak mengingat apa yang sedang terjadi saat ini.

Matanya mulai membulat saat melihat Lidya yang berada di hadapannya, sampai-sampai ia bisa merasakan nafas Lidya yang mulai melemah karna tekanan yang cukup kuat. Darah mulai membanjiri lengan mereka.

Sedangkan Lidya masih belum sadarkan diri. Beberapa serpihan kaca menancap ditangannya. Jika Miko tidak memeluknya dan menahan tubuhnya, luka di tubuh Lidya semakin banyak.

Miko menatap gadis yang berada di hadapannya, ia tersenyum sambil menahan rasa sakit. "Gua akan ngelindungin lo dengan semampu gua, gua janji," ucap Miko dengan suara lirih.

Bus yang menghimpit mereka sudah mulai terangkat, sehingga Miko bisa sedikit bernafas. Dengan sisa tenaga yang ia punya, Miko membuka sabuk pengaman yang ia dan Lidya pakai.

Nafas Lidya semakin melemah dan membuat Miko sangat khawatir. Dengan sekuat tenaga ia mulai mendobrak pintu mobilnya dan membawa Lidya pergi. Miko sudah tidak peduli lagi dengan lengan dan punggung yang sakit, yang terpenting menurutnya adalah Lidya selamat.

Miko sempat mencari beberapa tenaga medis, naas mereka terlalu sibuk mengurusi korban kecelakaan yang lain. Alhasil, Miko menggendong Lidya dan membawanya pergi dari tempat kejadian. Banyak yang menatap Miko dengan tatapan aneh, tapi ia tak peduli karna yang terpenting Lidya selamat.

Tak lama seseorang memberikan tumpangan kepada mereka dan mengantar mereka ke rumah sakit terdekat.

💝💝💝

Tia dan Deo dengan cepat pergi ke rumah sakit saat Rini mengatakan bahwa Miko dan Lidya kecelakaan.

"Bagaimana keadaan Lidya?" tanya Tia ke Rini. Rini menatap Tia sekilas, lalu menggeleng.

"Kita tunggu dokter aja ya," ucap Rizal.

Tak lama dokter yang menangani mereka berdua keluar untuk menemui keluarga pasien.

"Bagaimana keadaanya mereka dok?" tanya Rini.

Dokter tersebut hanya tersenyum kecut. "Keadaan mereka berdua bisa di bilang buruk," ucap dokter yang  bernama Firman tersebut.

"Lidya kehabisan banyak darah akibat lengan kirinya tertancap serpihan kaca, dan karna hantaman yang keras menyebabkan ginjal kirinya rusak. Selain itu ada luka lain yang dikarnakan alat pengejut listrik dan itu menyebabkan ginjal kanannya rusak, karna setruman yang diberikan cukup tinggi dan sekarang kita butuh donor ginjal yang cocok untuknya, bukan donor orang yang masih hidup, tapi donor orang yang telah meninggal," ucap Dokter Firman. Mendengar ucapan Firman, tubuh Deo bergetar sangat kuat. Ia sendiri tak tau harus mencari kemana donor ginjal untuk anaknya, apalagi donor yang dibutuh adalah donor orang yang telah meninggal.

"Terus bagaimana dengan Miko?" tanya Rini.

"Untuk kondisi Miko, ia lebih parah dari keadaan Lidya. tulang rusuk kanan ke tiga dari atas patah dan sepertinya itu bukan luka kecelakaan tapi akibat pukulan, kami juga menemui banyak memar di tubuhnya. Selain itu, bagian pergelangan tangan pasien terkena serpihan kaca dan sepertinya ia sudah mengambil serpihannya, tapi serpihannya telah mengenai urat nadi pasien, karna itu kita harus mengambil tindakan oprasi."

Rini hanya bisa menahan nafasnya, ia tak sanggup berbicara apapun. Anak semata wayangnya sedang kritis dan ini bisa membuat ia gila dalam sekejap. Air mata Rini mengalir sangat deras karna ia tak sanggup mendengar pernyataan ini.

Tatapan Firman mulai sendu, ia sendiri tak tega mengatakan ini kepada keluarga pasien. "Paru-paru pasien telah penuh karna cairan, tapi kita sudah menangani hal tersebut. Pasien juga menerima benturan yang sangat keras di kepala, dada dan punggungnya.”

Tubuh Rini langsung lemas mendengar ucapan Dokter Firman, dengan sigap Rizal menangkap tubuh istrinya, karna istrinya sudah tak sanggup menerima kenyataan ini.

"Apakah terjadi cidera?" tanya Deo.
Hendra mengangguk. "Setelah menjalani CT scan, pasien mengalami hematoma subdural dan cedera tulang belakang."

"Hematoma subdural itu apa?" tanya Rizal.

"Subdural hematoma adalah kondisi di mana darah menumpuk di antara dua lapisan di otak. Lapisan arachnoidal dan lapisan dura. Kondisi ini dapat menjadi akut atau kronis alias muncul dengan perlahan. Hematoma (kumpulan darah) yang sangat besar atau akut dapat menyebabkan tekanan tinggi di dalam tengkorak. Akibatnya, dapat terjadi kompresi dan kerusakan pada jaringan otak. Kondisi ini dapat membahayakan nyawa."

Nafas Rizal sangat sesak mendengar hal tersebut. "Berikan yang terbaik untuk anak saya dok, saya akan bayar berapa saja asalkan anak saya bisa sembuh dokter," ucap Rizal.

"Sabar Pak, kami akan melakukan sebisa kami, tapi__" kata-kata Firman tergantung.

"Tapi kenapa?"

"Peralatan di rumah sakit ini tidak terlalu lengkap, jadi bapak harus merujuk ke rumah sakit yang lebih besar," tutur Firman.

💝💝💝

Lidya berjalan tanpa tujuan, Lidya sendiri juga tau ia sedang berada di mana. Tiba-tiba sebuah cahaya menyilaukan matanya dan cahaya itu terbelah menjadi dua. Ia mulai mendekati cahaya tersebut untuk mengetahui apa sebenarnya cahaya itu.

Matanya mulai menyipit, ia mengenal dua orang yang berdiri dihadapannya. "Vanda, Miko?" mereka hanya tersenyum saat nama mereka di panggil.

"Tempat perpisahan," ucap Vanda.

"Perpisahan?" ucap Lidaya dan di angguki Vanda.

Vanda berjalan mendekati Lidya dan mulai menggenggam tangannya. Vanda hanya diam menatap gadis yang ia sayang dan tangannya mulai meminggirkan rambut yang menutupi dahi Lidya. Tanpa sadar cairan bening keluar dari sudut mata Lidya dan sontak membuat Vanda menghapus air mata tersebut. "Jangan nangis, gua ga suka melihat lo nangis, terutama orang yang lo tangisi adalah gua," ucap Vanda dengan lembut. Sudah lama ia tak mendengar suara lembut Vanda, dengan cepat Lidya memeluk Vanda sangat erat, ia tak mau kehilangan orang yang berada dihadapannya.

"Tapi kenapa lo yang selalu membuat gua nangis," ucap Lidya.

"Maaf," bisik Vanda.

"Maaf karna gua selalu buat lo sedih, maaf gua karna gua belum bisa ngelindungi lo, maaf karna gua belum bisa selalu disisi lo, gua minta maaf atas semua sakit yang telah gua berikan ke lo, gua belum bisa menjadi pacar yang baik buat lo," ucap Vanda diiringi isakan. Sedangkan Lidya hanya menagis dalam dekapan Vanda.

Ia terlalu sayang pada cowok yang berada dihadapannya, walaupun dia telah memberikan rasa sakit yang amat dalam pada Lidya.

"Hay, jangan nagis. Lo harus kuat, di mana Lidya yang selalu tersenyum?"
Lidya hanya menahan senyumnya dan mulai mengusap air matanya dengan tangan miliknya.

"Lo harus janji sama gua, jangan nangis, apalagi yang lo tangisin adalah gua," ucap Vanda. Lidya  mengangguk dengan cepat.
Vanda mulai melangkah mundur diiringi senyuman. "Mau ke mana?"
"Gua harus pergi," ucap Vanda dengan lembut. Semakin lama, Lidya semakin jauh dengan Vanda, ia ingin melangkah untuk menahan Vanda pergi tapi kakinya terasa berat.

"Vanda!" teriak Lidya.

Setelah Vanda berdiri di titik semula, Miko menghampirinya dengan senyum yang mengembang. Sedangkan Lidya hanya menatap heran ke arah Miko.

"Miko?" Miko hanya mengangguk. Lalu ia mulai memberikan ciuman di kening Lidya, sontak membuat gadis itu tersentak.

"Hai gadis batu," sapa Miko sambil mengacak-ngacak rambut Lidya. "Gua mau pamit sama lo," lanjutnya.

"Pamit? Lo mau ke mana?"

"Tugas gua untuk selalu menjaga lo sudah selesai, dan mulai sekarang lo harus bisa jaga diri lo baik-baik, jangan kecewain pengorbanan gua," ucap Miko dengan nada tengil miliknya.

"Lo mau ke mana?"

"Gua mau ikut Vanda, katanya di atas sana itu indah, banyak sesuatu yang belum pernah gua lihat di sana," ucap Miko dengan suara lembut. 
"Jangan pergi, gua ga mau sendiri, gua masih butuh lo," tiba-tiba butiran bening mengalir dari sudut mata Lidya.

"Lo ga sendiri Lidya, masih ada Marvel, sahabat-sahabat lo, dan teman-teman gua, selain itu ada keluarga lo yang selalu menunggu lo."

"Gua mau ikut lo Miko, gua mau ikut lo sama Vanda," rengek Lidya.

"Lo ga bisa ikut gua ataupun Vanda, tempat lo di sini. Jangan sia-siain pengorbanan kita Lidya," ucap Miko dengan lembut, lalu Miko membawa Lidya kedalam dekapannya. "Karna gua sayang sama lo Lidya, sampai kapanpun rasa ini tetap sama, gua ga sanggup melihat lo merasakan sakit ataupun kecewa, permintaan gua cuman satu, tersenyum lah demi gua dan Vanda," tangisan Lidya semakin deras, kata-kata Miko sangat dalam menusuk hatinya. Ia sendiri tak pernah sadar bahwa pengorbanan Miko untuknya cukup besar dan ia selalu menganggu cowo itu adalah musuh bebuyutannya, betapa jahatnya dia.

Miko mulai melepaskan dekapannya dan menatap Lidya dalam-dalam. "Lo harus tetep ngelanjutin hidup lo, selain itu jangan pernah lupain gua dan Vanda ya."

Lidya mengangguk dengan mantap. Miko tersenyum dan perlahan ia mulai membalikkan tubuhnya untuk berjalan mendekati Vanda, setelah Miko berada di sisi Vanda mereka berdua melanjutkan naik ke atas anak tangga dan seketika kabut putih menutupi semuanya. Gelap.

Di sisi lain, Marvel dan Tia sedang menunggu Lidya, sampai Lidya sadar. Marvel sangat menyesal karna ia sendiri tak bisa menjaga kembarannya.

"Marvel, kamu istirahat dulu sayang, nanti Mamah yang akan menjaga Lidya di sini," ucap Tia dengan lembut.

"Ga mah, Marvel mau nemenin Lidya aja, Marvel ingin terus di sisi Lidya mah," ucap Marvel. Ada rasa bahagia saat Marvel memanggil dirinya dengan sebutan Mamah, akhirnya Marvel bisa menganggapnya sebagai orang tuanya.

"Tapi kamu harus tetap menjaga kesehatan mu Marvel."

"Tapi mah, nanti kalo Lidya bangun bagaimana? Apa lagi ga ada Marvel di sisinya."

"Nanti Mamah yang akan langsung menghubungimu kalo Lidya sudah sadar." lalu Marvel menuruti kata-kata Lidya dan bergegas pulang untuk sekedar mandi.

"Ati-ati sayang," ucap Tia dengan tulus. Lalu Marvel pergi meninggalkan rumah sakit.


Hallo semuaa, gimana sama ceritanya? Seru? Atau biasa banget, semoga pada suka yaa....

Untuk pembaca gelap atau pembaca pelit votte apa lagi comen, gimana kabarnya? Semoga baik, aku cuman mau pesan sama kalian jangan pelit untuk menghargai karya orang lain kalo karya kalian mau di hargai. Semoga kalian insab yaa, dan semoga kalian mendapatkan hidayah... Kalo kata temen gua ya ati2 ama azab pembaca gelap. Wkwk... 😂😂😂

Bekasi 14 Oktober 2018
Jam 22.49

Miko

Marvel

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top