Bab 11

NB: Disarankan sebelum membaca pembaca wajib memvotte cerita ini. Demi keuntungan bersama. Hargailah Authornya.

Sudah hampir dua minggu Lidya berangakat dan pulang bersama Miko. Sedangkan Marvel masih sibuk dengan urusannya. Hampir dua minggu juga setiap bel pulang berbunyi Miko langsung menuju kelas Lidya, untuk membantunya berjalan menuju mobil di parkiran.

"Gua bisa jalan sendiri ke parkiran, jadi lo ga perlu repot-repot ke kelas gua," ucap Lidya, sontak membuat Miko melerik kepadanya. "Bukannya bilang terima kasih, tapi malah ngusir gua."

"Gua ga ngusir lo," bantah Lidya.

"Terus namanya apa?" tanya Miko.

"Itu saran," Miko mulai membuang nafas dengan kasar.

"Mana ada saran seperti itu? Masih untung gua inget sama lo," Lidya hanya memajukan bibirnya. Lidya sedang tidak mood untuk melanjutkan debatnya bersama Miko, maka ia lebih memilih diam dan mengalah.

"Ayo masuk," perintah Miko. Lalu mereka pun pergi meninggalkan sekolah.

Untuk memecahkan keheningan di dalam mobil, Miko mulai mutar radio yang berada di dalam mobil miliknya. "Hallo pendengar setia radio F8. Gimanih kabarnya? Gua yakin kabar kalian pasti baik-baik semua. Seperti biasa kalo kalian mau curhat tentang doi, bisa aja hubungin ke bintang delapan lima-lima sembilan pagar. Di sini gua mau cerita tentang cewe dan cowo yang berteman dari kecil.
Menurut kalian ada rasa cinta ga ya, di antara mereka? Kalo gua yakin pasti ada sih," tutur penyiar radio dan sontak membuat mata Lidya membulat. Dan langsung mematika radio tersebut.

"Kenapa dimatiin?" tanya Miko dengan heran.

"Brisik!" bentaknya.
"Eh, ini bukan jalan pulang, kan?" tanya Lidya dengan heran.

"Emang kenapa?"

"Lo mau nyulik gua kemana lagi? Jangan bilang lo mau bawa gua ke villa lo lagi, ya?" tebak Lidya.

"Entar juga lo tau ko," ucap Miko dengan santai.

"Kasih tau gua Miko. Lo mau bawa gua ke mana? Atau tongkat gua yang indah ini terbang ke muka lo!" ancamnya. Miko melirik tongkat Lidya di belakangnya.

"Pukul aja nih kalo bisa," tantang Miko. Lidya mulai menatap Miko lalu ia mulai menyipitkan matanya, sedangkan Miko menampilkan hanya mata tajamnya dan tanpa aba-aba Lidya menggelitikin badan Miko. Sontak membuat Miko merasa geli. Karna salah satu kelemahannya adalah kelitikan.

"Lidya berhenti Lidya! Gua geli banget!" pinta Miko.

"Bodo!"

"Eh, lo mau kita nabrak? Gua lagi nyetir ini!" reflek membuat Lidya berhenti, karna Lidya masih sayang dengan nyawanya.

"Gua mau bawa lo ke taman kota," ucap Miko.

"Taman kota? Siang-siang gini? Panas Miko, entar gua item lagi!" keluh Lidya.

"Eh bocah! Ini udah jam empat, artinya ini udah sore dan lo ga akan item," ucap Miko.

"Ga mau pokoknya!"

"Yaudah kalo ga mau, turun sekarang dari mobil gua!" perintah Miko.
"Oke kalo gitu, yaudah sekarang turunin gua," ucap Lidya dengan suara yang di buat datar.

"Gua ga akan ngelakuin itu," ucap Miko dengan suara datar dan seketika senyum Lidya mengembang. 'Lo masih sama seperti dulu Miko,' batinnya.

****

"Kenapa Ayah panggil aku ke sini?" ucap Marvel dengan suara datar.
Mendengar Marvel memanggilnya dengan sebutan Ayah, lelaki separuh baya itu tersenyum. "Sudah lama kamu tak memanggil ku dengan sebutan Ayah."

Marvel hanya diam, sambil memalingkan wajahnya. Lelaki separuh baya itu mulai berjalan mendekati Marvel. "Ayah mau, kamu membantu Ayah untuk mengurus perusahaan ini."

"Membantu? Kenapa Ayah ga minta tolong aja sama anak tiri Ayah?"

"Ayah hanya mau kamu yang membantu Ayah mengurus perusahaan ini," ucapnya.

"Untuk apa? Lagi pula Ayah lebih sayang Kevin kan, dari pada Marvel. Lagi pula Kevin dan Marvel hanya beda satu tahun, jadi Ayah bisa menunggu satu tahun untuk Kevin membantu Ayah di perusahaan ini."

"Anak kandung Ayah itu kamu, bukan Kevin! Jadi Ayah mau kamu yang mengurus perusahaan ini. Dan kembaran mu akan membantu Ayah mengurus perusahan mendiang Ibu mu."

"Terus dia setuju? Aku ga yakin dia setuju. Apalagi Ayah yang meminta ini," ucap Marvel, seketika Deo mulai berfikir apa mungkin kembaran Marvel mau menuruti perkataannya, apalagi hubungan mereka masih belum baik setelah dia menikah dengan orang lain yang sekarang menjadi Ibu tirinya.

"Sudah selesaikan bicaranya? Aku harus pergi," lalu Marvel pergi meninggalkan ruangan Ayahnya.

💝💝💝

"Tempatnya ga panaskan?" tanya Miko, sedangkan Lidya hanya diam. Ia sangat kesal dengan Miko, untuk apa ia membawanya ke taman kota. Menurutnya ini hanya ada pohon dan beberapa orang pacaran yang duduk di kursi yang tak jauh dari mereka.

"Oh iya, lo masih suka es krim dan coklatkan?"

"Kenapa emangnya?" Lalu Miko pergi mrninggalkan Lidya sendiri.

"Jangan kemana-mana!" teriak Miko.
Lidya langsung mengumpat seribu bahasa kasar untuk Miko. Untuk apa iya mengajaknya ke sini jika ia ditinggal sendiri.

"Apa kabar Lidya?" tanya seseorang dengan suara yang sudah lama tidak ia dengar, suara yang selalu berusaha ia lupakan dan suara yang sangat ia benci sampai kapan pun.

Lidya hanya diam, ia mulai menutup kedua matanya. 'Ini hanya halusinasi gua, ini hanya halusinasi gua, ini hanya halusinasi gua' batin Lidya.

"Lo segitu bencinya sama gua, sampai lo ga mau ngeliat gua yang berada di belakang lo," bibir Lidya mulai bergetar. Ternyata dugannya salah, itu bukan halusinasi.

Lidya mulai menarik nafasnya dalam-dalam. "Mau apa lo ke sini?"

"Gua kangen lo, makanya gua bela-belain ke sini untuk nemuin lo."

"Ga perlu, gua ga butuh kangen lo, dan gua anggap lo udah mati!" ucap Lidya dengan nada yang sedikit di tekan.

"Rasa benci lo masih sama ya, seperti tiga tahun yang lalu."

"Dan akan selalu sama sampai kapan pun!" Lidya masih diam ditempatnya ia tak sudi untuk melihat seseorang yang menyakitinya.

Cowo itu mulai bergerak maju menghadapan Lidya, dan ia mulai menundukan tubuhnya. "Gua mau minta maaf sama lo, gua salah. Karna gua lo jadi berubah dan karna gua lo benci yang namanya cinta, gua berharap dengan gua minta maaf, lo akan kembali seperti semula."

Lidya tersenyum kecut. "Dengan mudahnya lo minta maaf karna kesalahan yang lo buat. Untuk apa ada hukum dan polisi jika semua telah di selesaikan dengan kata maaf."

Tiba-tiba sebuah tonjokan mendarat di pipi Vanda, sehingga ia terjatuh. Lalu Miko menarik Vanda dan mencengkram erat kerah baju Vanda. "Untuk apa lo ke sini lagi! Lo masih belum puas liat Lidya menderita! Lo masih belum puas atas apa yang lo pernah perbuat ke dia!" amarah Miko semakin tinggi dan emosinya masih sama seperti tiga tahun yang lalu.
Vanda hanya diam. Ia tau ia salah, dulu ia telah menyia-nyiakan gadis seperti Lidya dan hampir membuat gadis itu hancur untuk selamanya.

"Gua ke sini hanya mau minta maaf sama Lidya, gua tau gua salah."

"Minta maaf lo bilang? Dengan mudahnya lo ngomong maaf. Maaf lo ga ada gunanya, karna itu ga akan mengembalikan semuanya. Mendingan sekarang lo pergi dari sini! Sebelum muka lo abis sama gua!"

Sedangkan Lidya hanya diam tanpa mau melihat Miko ataupun Vanda. Rasa sakit itu terulang. Sebuah isakan kembali terdengar dari bibirnya, dan air mata pun mulai turun dari kelopak matanya.

Hollaaaa gimana ceritanya? Menarik? Biasa aja? Aduhh aku masih butuh pendapat kalian tentang cerita ini...

Maaf kalo ceritanya tidak menarik tapi ini murni karya dan imajinasiku. Jadi hargai cerita ini.

Jangan hanya membaca tapi kalian berikan pendapat dan votte kalian untuk mendukung cerita ini. 😊😊😊

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top