Bab 10

Setiap malam, jika dirinya sedang merasa bosan, ia selalu duduk sendiri di balkon rumah. Lidya lebih senang melihat bintang-bintang dari balkon yang berada di depan kamarnya. Dari balkon ia juga bisa melihat siapa saja orang yang berlalulalang di jalan yang berada di depan rumahnya. Dan juga ia bisa melihat rumah Miko yang berada persis di depan rumahnya. Jadi ia bisa tau, apapun aktivitas Miko. Terutama sebagian rumah Miko terbuat dari kaca dan jika malam hanya di tutupi horden berwarna merah marun.

Suasana sangat sepi dan tak ada orang yang berlalulalang. Mungkin mereka lebih memilih nonton tv dan tidur. Apalagi dari tadi siang turun hujan, membuat suhu di daerah tersebut menjadi lebih dingin.

'Kenapa mereka memiliki keluarga yang sempurna? Dan kenapa itu tidak terjadi pada gua' batin Lidya.

Masalah paling besar adalah Lidya belum bisa menerima Tia sebagai pengganti dari bundanya yang telah meninggal. Menurutnya, tidak ada yang bisa mengganti Dea, dan sampai kapanpun ia hanya menganggap Dea sebagai bundanya bukan Tia.

Dikala siang Lidya terlihat angkuh dan sombong. Tapi jika malam mulai, ia menjadi pribadi yang lemah. Tak banyak tau jika ia selalu menangis di kala malam, karna yang tau hanyalah Marvel dan Miko.

Tanpa Lidya sadari, Miko sudah duduk di samping Lidya sambil memperhatikan Lidya menangis. Tak banyak yang bisa ia lakukan. Karna Miko tak bisa mengubah prinsip cewe yang beraada di hadapannya.
"Udah jangan nangis lagi. Makin jelek tau ga?" ledek Miko dan sontak membuat Lidya kaget. Sejak kapan Miko berada di sampingnya.

"Ko lo di sini? Lo naik dari mana?" tanya Lidya.

"Dari situ," tunjuk Miko keara rumah kosong yang berada disamping rumah Lidya.

"Lo manjat lewat rumah itu?" Miko hanya mengangguk. Lidya heran, sebenarnya Miko itu jenis manusia seperti apa, jangan-jangan ia masih ada darah monyet di tubuhnya.

Tembok di samping rumah Lidya cukup tinggi dan hanya orang tertentu yang bisa menaikinya. "Terus sekarang lo mau ngapain di sini?"

"Gua mau lo ga nangis lagi, karna gua ga suka liat lo yang seperti ini. Di mana Lidya yang angkuh dan sombong. Gua lebih suka ngeliat lo yang seperti itu," tutur Miko.

"Lo bisa liat gua yang seperti itu hanya di kala siang, tapi gua akan ngelepas topeng gua di kala malam. Gua itu tipe cewe yang lemah Miko!" ucapnya.

Air mata Lidya semakin mengalir, Miko tau Lidya hanya butuh pendengar dan ia hanya ingin di mengerti. Miko mencoba membawa Lidya ke dalam pelukaannya, ia hanya berharap Lidya bisa tenang dengan masalahnya.

Walaupun mereka musuh bebuyutan tapi mereka tetep peduli dengan masalah salah satu dari mereka. Contohnya Lidya, ia selalu mencegah Miko untuk pergi tauran antar sekolah. Menurutnya itu hal bodoh karna mencari perkara dengan orang lain dan tubuhnya menjadi rusak. Salah satunya adalah menculik Miko sampai tauran antar sekolah itu selesai. Dan Miko akan melakukan hal yang sama yaitu mencegah Lidya menangis.

💝💝💝

"Hebat banget ya si Miko, bisa dapet Lidya yang galaknya sampai keubun-ubun," komentar Mahesa.

"Tapi lo merasa ada yang aneh ga sih. Jadi gini, mana mungkin si Lidya dengan gampangnya nerima Miko gitu aja. Lo semua kan tau sifatnya Lidya itu kaya apa?" timpal Marcel.

"Kenapa lo semua kepo?" tanya Mexim.

"Karna dia itu sahabat kita, kita ga mau dong Lidya melakukan hal gila untuk melukai Miko," ucap Mario.

"Emang Lidya segila apa sih? Sampai lo semua khawatir?" mereka semua mulai menatap Mexim. Mereka mencoba mengingat-ingat hal apa yang pernah Lidya lakukan.

"Kali aja dia mau mainin hatinya si Miko," ujar Mario.

Mexim tersenyum miring. "Bukannya ke balik ya? Miko yang membuat Lidya masuk ke dalam taruhan yang kita buat, dan yang seharusnya kalian khawatirin itu si Lidya bukan Miko."

"Betul juga sih," ucap Mahesa. Sedangkan yang lain hanya mengangguk, karna perkataan Mexim ada benarnya juga, Miko lah yang membawa Lidya masuk ke dalam taruhan mereka. Setelah perdebatan antara mereka selesai Mexim kembali keaktivitasnya yaitu membaca buku.

Tak lama hendphone milik Mahesa berdering. Marcel yang berada di sampingnya membulatkan matanya karna nama yang tertulis di layar hendphone Mahesa.  Dengan santai Mahesa mengambil hendphonnya dan menjawab panggilan dari sebrang suara.

"Iya sayang nanti aku ke sana ya."

"Ok, aku mau ngikutin kamu aja ya hari ini."

"Dadah sayang," lalu ia mulai menutup panggilannya.

"Lo ga salah Sa? Itu Tante Jesika yang montog itu, kan?" tanya Marcel. Sontak semua mata tertuju padanya, termasuk Mexim.

"Lo masih pacaran sama tante-tante?" timpal Mario.

"Yang dewasa itu lebih enak bro. Apa lagi yang janda," ucap Mahesa dengan santai. Sedangkan Mario, Marcel dan Mexim hanya bisa menggelengkan kepala.

"Udah ah gua mau pergi," ujar Mahesa. Lalu ia pergi meninggalkan ruang tongkrongan mereka. Sedangkan yang lain hanya diam menatap kepergian Mahesa.


Hallo gaes... Bagaimana? Menarik? Atau biasa banget? Aku butuh saran kalian nih..
Ayoo berikan comentar mu..

Oh ya.. Jangan hanya dibaca saja ya, berikan votte dan comentar kalian untuk memajukan cerita ini...

Mohon bantuannya 🙏🙏😊😊
Salam panda 🐼🐼🐼🐼

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top