5 || Rasa yang Terpendam

"Oke, gue ingetin sekali lagi ya temen-temen. Besok kita bakal LPJ-in kegiatan kemarin sekitaran jam satu siang di sini. Oke?"

"Sip siip."

"Oke!"

"Yuhuuu."

"Siap, Kak!"

Baim sebagai ketua BEM mengangguk perlahan. Segera setelah ia menutup rapat, ia pun pamit bersama Tiyo, si kordinator di bidang Humas.

"Ka, nggak balik? Kan udah nggak ada kuliah," tanya Tiyo setelah menyampirkan tas ransel di bahunya.

"Iya, bentaran, Yo. Ini gue mau nyari referensi buat tugas dulu."

Tiyo menepuk bahu Raka dengan pelan. "Oke deh. Gue duluan ya."

Raka mengacungkan jempolnya ke arah Tiyo. "Siap Pak Kordinator."

"Ciyee, mau dua-duaan ya lo?" tanya Baim seraya mengerling ke arah yang berlawanan dengan tempat Raka.

Raka ikut menatap ke arah tatapan Baim. Di sana, di sudut ruangan masih ada Nada yang juga terlihat sedang membuka-buka lembaran buku yang ada di hadapannya.

Raka tersenyum tipis menanggapi ucapan Baim. "Ya nggak lah, Im," elaknya.

"Hihi. Tiati, Ka. Jangan dua-duaan sama yang bukan mahram. Setan masih punya niat bikin fitnah," ujar Baim mengingatkan.

Raka mengangguk-anggukkan kepalanya paham. "Iya, Pak Bos! Ini juga mau nyari referensi bentar terus cabut."

"Woi, Im. Jadi pulang bareng nggak nih?"

Baim dan Raka menoleh ke arah pintu. Di sana ada Tiyo sedang memainkan kunci motornya.

"Jadi, elah. Ya udah. Gue duluan, Ka. Nad, jangan serius amat, nanti malah diseriusin Raka," teriaknya membuat Nada terkekeh.

"Tiati."

"Sip."

Setelah kepergian Baim dan Tiyo, ruangan yang tadinya ramai riuh itu seketika menjadi hening. Hanya ada bunyi yang dihasilkan lembaran kertas yang dibolak-balik oleh Raka dan juga Nada.

Diam-diam, Nada melirik ke arah Raka yang terlihat serius membaca buku yang akan dipinjamnya. Sebenarnya alasan Nada saja untuk tetap tinggal setelah rapat tadi. Pasalnya, ada yang harus ia ketahui. Hal yang membuatnya terganggu sejak kemarin. Ia harus memastikan sendiri pada Raka.

Saat sedang sibuk dengan pemikiran-pemikirannya, Nada disadarkan dengan decitan kursi yang terdorong. Ternyata Raka sudah selesai dengan urusannya dan sepertinya ia akan segera pulang.

"Ka!" teriak Nada. Raka yang mendengar namanya dipanggil pun akhirnya menoleh.

"Kenapa, Nad?"

Nada mencubit pahanya pelan. Ia merutuki dirinya yang dengan refleks meneriakkan nama Raka, padahal ia sendiri sebenarnya masih ragu untuk menanyakan perihal perasaan Raka terhadap Fiona.

Nada semakin gugup kala melihat ekspresi keingintahuan Raka.

"Umm itu, gue... Umm. Udah mau pulang?"

Raka mengangguk pelan sebagai jawaban. "Kenapa?"

"Umm itu, eh nggak papa. Udah selesai ya nyari referensinya?"

Lagi. Raka mengangguk. "Iya, tadi udah dapet banyak referensi. Lo nyari referensi juga?"

Nada bengong. Bingung mau jawab apa. Ia sampai harus gelagapan tidak jelas. "Oh hahaha iya. Referensi gue masih kurang nih. Haha."

"Oh gitu. Masih mau tinggal? Udah sore ini."

Nada berdehem pelan, menetralkan degup jantungnya yang tiba-tiba menggila.

"Iya, be-bentar lagi kok. Cuma mau nyari beberapa lagi terus balik."

"Oh. Ya udah, gue balik dulu ya."

"Okay. Hati-hati."

"Sipsip." Raka melangkah mendekati pintu, namun sebelum benar-benar pergi, ia berbalik. "Btw, Nad. Buku kamu terbalik."

Setelah Raka menghilang dari balik pintu, Nada menunduk dan menemukan buku yang dibacanya tadi benar dalam posisi terbalik. Nada terduduk lemas seraya memukul-mukul pelan mejanya. Ia bahkan menyandarkan kepalanya di atas buku yang pura-pura ia baca tadi seraya merapalkan sumpah serapah kepada dirinya karena begitu bodoh sudah salah tingkah di depan Raka.

"Bodoh, bodoh. Aduh, Naaadaaa. Kenapa sampe kebalik gini sih bukunya? Ish!"

Masih dengan perasaan malu, Nada segera merapikan buku yang ia baca dalam keadaan terbalik tadi. Ia mengembalikan ke jajaran buku-buku yang lain. Tak mau semakin kepikiran dengan perasaan malunya, Nada segera beranjak meninggalkan ruangan itu.

"Ya ampun, gini amat deh nanggung beban perasaan suka sendiri," keluh Nada di dalam hati.

Berjalan sendiri di koridor kampus membuat Nada bebas mengekspresikan semua perasaannya. Seperti sekarang ini, ia bebas menjambak, mencubit gemas dirinya sendiri. Iya, kalau salah tingkah Nada memang sering melakukan hal-hal aneh semacam itu.

Saat sedang melintasi perpustakaan pusat, Nada tak sengaja mendengar bunyi-bunyi aneh yang dipastikannya berasal dari dalam perpustakaan pusat itu.

Nada melirik arloji yang bertengger manis di pergelangan tangan kanannya. "Loh, udah jam empat gini masih ada orang?" Entah apa hanya karena kepo atau apa. Tapi Nada cukup penasaran dengan bunyi yang berasal dari dalam perpustakaan itu. Nada mendekat dan perlahan membuka pintu yang dicat berwarna cokelat tua itu.

"Ada orang di dalam?" teriak Nada dengan pelan. Karena tidak ada jawaban, Nada memberanikan diri untuk masuk lebih dalam.

Saat sedang berada di dekat meja khusus untuk pengunjung perpustakaan, Nada dikagetkan dengan kehadiran Fiona yang tiba-tiba muncul dari balik meja.

"Kyaaa!" teriak Nada heboh.

"Astaghfirullah. Ya Allah!" Fiona mengelus pelan dadanya. Sebenarnya bukan kehadiran Nada yang mengagetkannya, tapi suara Nada yang kalau Fiona tebak mungkin mencapai delapan oktaf. Untung saja hanya ada mereka di dalam perpustakaan itu, kalau ada yang lain mungkin mereka sudah mendapat tatapan tajam plus makian.

"Ya ampun, Fi. Ngapain sih lo di kolong meja? Ngageti tau!" sembur Nada dengan tampang kesal.

"Buku-buku yang ini tadi jatuh, Nad. Makanya aku perbaiki."

"Kok bisa jatuh?"

"Nggak tau, aku tadi membaca. Tapi tiba-tiba buku di belakangku ini berjatuhan."

Nada menghela napas pelan. Menetralisir kekesalannya. Ia pun mendekat ke arah Fiona, berniat untuk membantunya mengatur buku-buku yang tadinya berjatuhan.

"Sini, gue bantuin." Nada mengambil beberapa buku di tangan Fiona dan mulai mengaturnya sesuai urutan. Namun saat melihat buku-buku yang ada di tangannya, ia tak menemukan buku dengan nomor buku delapan. "Fi, di lo ada nomer delapan nggak?"

"Buku apa?"

"Buku, tentang kisah Kuntilanak penghuni Perpustakaan."

Fiona mengecek buku-buku yang ada di tangannya. "Nggak ada nih, Nad."

"Oh, mungkin ada yang minjem." Nada kembali menata buku-buku yang ada di genggamannya. "Fi, lo belum jawab pertanyaan gue yang kemarin."

"Pertanyaan yang mana?"

"Yang itu loh waktu gue nganterin lo pulang."

"Itu..."

Bruuk

Nada tersentak kala buku yang sudah ia atur sedemikian rupa kembali terjatuh. "Ih, rese banget sih ni buku." Nada memungut buku-buku itu dan kembali mengaturnya.

"Loh, Fi. Ini kok buku nomor delapan udah ada ya? Tadi nggak ada."

"Mungkin tadi terselip. Coba gue liat." Fiona mendekat lalu mengambil buku nomor delapan itu dari tangan Nada. "Kayaknya seru nih, Nad."

"Nah iya, pinjem aja besok. Pengurus perpus lagi nggak ada soalnya."

Fiona mengangguk menyetujui. Fiona pun akhirnya berniat menaruh buku itu sesuai tempatnya, namun saat ia menyelipkan buku itu di tempatnya, ia justru melihat hal aneh yang membuat bulu kuduknya seketika merinding.

"N-Nad."

"Hm." Nada ikut melihat arah tatapan Fiona, dan yang didapatinya justru penampakan makhluk astral yang paling ia takuti. "F-Fi... I-itu,"

Kedua kaki Nada dan Fiona sudah bergetar hebat. Tangannya yang mulai mendingin bahkan sudah saling menggenggam. "N-Nad, kabur y-yuk."

"Kyaaa! Kuntilanaaak!"

"Kyaaaa!"

Keduanya berlari keluar dari perpustakaan itu dengan perasaan campur aduk.

"Ya Allah, sial banget dah hari ini. Udah salting karena ketahuan baca buku kebalik, ini malah ketemu Mbak kunti penghuni perpustakaan. Arghh!"

***

Up! Up!

Maap ya, part ini gaje banget!
Maap juga ya, karena update-nya lama. Ini aku ketik sambil maksain diri bangkit dari WB.😭😭

Daan, karena di story IG-ku banyak yang milih "Raka" buat diapdet, jadi aku apdet Raka dulu yaa.

Aku apdetnya bakalan slow karena you know-lah, aku lagi masa-masa krisis ide hahaha. Tapi aku usahain apdet kok. Ciyuuuus.

Makasih banget juga buat yang udah dukung aku, ngasi semangat buat terus nulis, pokoknya kalian de bes lah. ❤️❤️❤️❤️

Jan lupa. Vote dan komentarnya. Mau ngasi kritik dan saran juga boleh. Banget malah.

P.s: cek typo

Ya udah, segitu aja dah. C u.☺️

IG: windyharuno & windyharuno_stories

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top