4 || Restu
Dapet restu aja udah seneng. Apalagi kalo udah dapetin kamu.
🌵🌵🌵
"Ka, anterin Fio balik gih."
Raka menatap Jean yang juga tengah menatapnya. Kening Raka bahkan sudah berkerut ingin menolak permintaan mbaknya itu, tapi di sisi lain ia menginginkan untuk mengantar Fiona pulang.
"Eh, nggak usah, Mbak. Nanti aku pulang naik ojek aja," tolak Fiona dengan halus.
"Udah, nggak papa. Lagian Raka pasti mau kok. Ya kan, Ka?"
"Umm.."
"Fiona balik sama aku aja, Mbak."
Fiona, Raka dan Jean menoleh dan menemukan Nada yang berdiri tepat di samping Raka.
"Eh?" Jean menatap Nada mulai dari kaki hingga kepala. Pasalnya ia baru kali ini bertemu dengan teman perempuan Raka –kecuali Fiona tentunya.
"Kenalin, Mbak. Saya Nada, teman Raka dan Fio." Nada menjulurkan tangannya untuk bersalaman dengan Jean. Jean pun langsung menyambut uluran tangan gadis mungil itu.
"Oh, hai. Saya Jean."
"Gak papa kan Fi kalo kita pulangnya barengan?" tanya Nada pada Fio.
Fio tersenyum kaku lalu mengangguk pelan. "Iya, gak papa." Justru dalam hati Fiona bersyukur karena Nada mau memberinya tumpangan dan tidak harus pulang diantar Raka. Bukan karena ia canggung, tapi ada rasa tak enak jika ia harua diantar pulang sama laki-laki itu. Ya bayangkan saja, Fiona yang tidak punya apa-apa diantar pulang oleh Raka yang serba ada.
"Oh gitu ya, jadi Fio gak jadi dianterin Raka?" tanya Jean denga nada kecewa.
Fiona tersenyum simpul pada Jean. Ia bersyukur karena di tengah banyaknya orang berada, keluarga Raka adalah salah satu keluarga yang berada tapi tidak kaku terhadap orang yang serba kekurangan. Ini patut untuk dicontoh.
Kalau kata Jean. "Untuk apa menyombongkan kekayaan? Toh semuanya hanya titipan yang sewaktu-waktu bisa diambil lagi oleh yang Maha Memberi."
"Mau balik sekarang?" tanya Nada.
"Oh. Iya."
"Yaudah. Kita balik dulu ya, Mbak," pamit Nada.
"Eh, bentar. Udah pada mau balik ya?" tanya Mami.
Fiona dan Nada mengangguk pelan. "Iya, Tante. Kita udah mau pulang."
"Yah, kok cepet banget? Tinggal dulu lah, ngobrol-ngobrol bareng Tante."
"Aduh, maaf ya, Tante. Mungkin lain kali aja. Soalnya Ibu lagi sendirian di rumah," kata Fiona merasa tak enak. "Lagian kebetulan ada Nada yang mau berbaik hati nawarin tumpangan, hehehe."
Mami mengelus pipi Fiona dengan lembut membuat Fiona sedikit memundurkan kepalanya.
"Kamu anak baik," ucap mami seperti gumaman namun tetap bisa didengar oleh Fiona.
Raka berdehem pelan demi mencairkan suasana. "Udah mau pulang kan, Fi?"
"Eh?"
"Kamu ngusir, Ka?" tanya mami seraya memincingkan kedua matanya.
"Enggak kok, Mi. Ta-tapi kan ini udah mau larut malam, jadi mereka nggak boleh kemalaman pulangnya. Lagian kan Fio tadi bilang kalo Ibunya lagi sendiri di rumah."
"Oh, iya ya."
Fiona dan Nada menyalami tangan mami dan Jean. "Balik dulu, Tante, Mbak, Ka," ujar Nada dan Fiona bersamaan.
"Tiati, Nad bawa motornya."
"Iya, hati-hati, Nak. Soalnya yang numpang itu katanya calonnya Raka," sambung Mami menggoda anak bungsunya itu. Raka sampai mendelik sebal ke arah maminya dan juga Jean yang sudah terkekeh geli.
Nada mengacungkan jempolnya. "Sip sip, Tante."
Fiona tersenyum canggung ke arah mami dan juga Jean, hingga Nada melajukan motornya menuju rumah Fiona.
"Btw, Ka. Fiona anaknya manis ya. Bisalah," gumam mami di samping Raka.
"Maksud Mami?"
"Kata temen kamu Fio itu calon kamu kan? Yaudah, Mami restui kok."
"Ciyee, udah dapet restu aja nih sama Mami," goda Jean.
"Mbak!"
Walaupun Raka berusaha mengelak, tetapi di dalam hati ia sudah jingkrak-jingkrak gaje.
"Ada apa sih? Kok mukanya Raka sampe memerah gitu?"
Jean mengamit lengan Ganesa lalu membawanya mendekat ke arah mami. "Itu, Mas. Raka udah dapet restu dari Mami."
Kening Ganesa mengerut. "Restu apa?"
"Restu buat jadiin Fiona sebagai calon masa depan Raka," jawab Jean.
"Fiona?"
"Iya, yang tadi itu loh, Mas. Yang pake hijab hijau."
Ganesa berusaha mengingat-ingat ciri yang dikatakan Jean, tapi di dalam ingatannya ia tidak begitu tahu dengan perempuan berhijab hijau yang dimaksud Jean.
"Aku tadi nggak terlalu merhatiin kayaknya. Soalnya yang aku perhatiin cuma kamu."
Jean tersipu malu mendengar godaan Ganesa, sementara mami dan Raka sudah menggeleng pelan melihat kelakuan dua sejoli itu.
"Kok aku kayak mau muntah sih, Mi?" tanya Raka seraya memegang dadanya dramatis.
Mami terkekeh pelan karena mengerti maksud Raka. "Hush! Jangan gitu, nanti kamu kalo udah nikah juga bakal kayak mereka."
"Halah, Bang Gaga terlalu lebay."
"Apa kamu bilang?" tanya Ganesa tak terima.
"Nggak ada siaran ulang," ujar Raka seraya berlalu.
"Awas ya kamu, Ka. Abang nggak restuin kamu sama si Fio baru tau rasa."
Raka memundurkan langkahnya lalu mencengkeram kedua bahu Ganesa. "Jangan gitu dong, Bang. Ya, ya. Restumu adalah doamu."
Jean dan mami berusaha menahan tawanya melihat interaksi lucu antara Raka dan Ganesa. Intensitas pertengkaran di antara dua kakak beradik itu memang bisa dibilang cukup sering dibanding dengan kakaknya yang lain –Bagas, Radit dan Vino. Mungkin karena jarak usia Ganesa dan Raka bisa dibilang tidak terlalu jauh. Hanya sekitar sembilan tahun.
"Sudah, sudah. Kalian ini sepertinya harus dinobatkan sebagai aktris terhot tahun 2018 karena sering terlibat drama," ucap mami melerai. Karena kalau mami tidak melerai, sudah pasti drama antara Rosalinda dan Fernandohose akan terus berlanjut.
"Iya, udah. Kalian ini seperti Tom dan Jerry saja," aku Jean.
"Ipar kamu tuh, Je."
"Suami Mbak tuh."
"Sudah, sudah. Ya Allah, ni anak." Mami memijat pelan keningnya yang tiba-tiba terasa pening. Di dalam hati ia bersyukur karena sampai saat ini ia masih diberi kesehatan bisa melihat ke-lima anak laki-lakinya tumbuh dewasa hingga memiliki cucu yang lucu-lucu. Meski ia harus membesarkan ke-lima anaknya seorang diri karena sang suami telah lebih dulu menghadap sang Khaliq, ia tetap bersyukur. Setidaknya, bagi seorang ibu, bisa membesarkan anaknya hingga memiliki keturunan adalah suatu pencapaian yang luar biasa yang diberikan Allah subhanahu wata'ala kepadanya.
***
"Nah, udah nyampe nih."
Nada menghentikan motornya tepat di depan rumah Fiona, sementara Fiona melepas helmnya, ia segera turun. Tak lupa ia berterima kasih kepada Nada karena sudah berbaik hati mengantarnya pulang.
"Nad, mampir dulu yuk," ajak Fiona seraya menyerahkan helmnya pada Nada.
"Iya, lain kali ya, Fi. Udah malem ini."
"Yaudah, kamu nginep di sini aja kalo gitu. Lagian udah larut malam ini."
Nada mengibaskan tangannya di depan Fiona. "Gak papa, Fi. Yoweslah. Gue cabut dulu ya."
"Iya, hati-hati."
Nada menstarter motornya dan bersiap untuk melaju. Namun sebelum itu, Nada menanyakan sesuatu hal yang membuat lidah Fiona kelu.
"Fi. Lo suka sama Raka?"
***
Priiiiit
Yang kangen Raka mana nih? Hohoho
Maap lama banget ya apdetnya. Mood nulis lagi terjun bebas dan nggak tau landing di mana, wkwkwk.
Btw, seperti biasa, cek typo yesss!😄
So, i hope you enjoy for this chapter, guys. ❤️
IG: windyharuno_stories
Raka di depan sekret BEM
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top