3 || Dia calonnya Raka

Aku nggak berharap ada orang lain di antara kita. Kalo pun ada, cukup penghulu saja.

|||

Mami menepuk bahu Raka, membuat anak bungsunya itu menoleh dengan kening berkerut.

"Ada apa, Mi?"

"Jangan ada apa ada apa aja kamu, Ka. Mana temen-temen kamu? Kok satu orang pun nggak ada? Temen-temen Mas-mu udah pada dateng itu."

Raka menghela napas pelan. "Sabar, Mi. Bentar juga dateng."

"Kamu itu, beneran manggil temen-temenmu apa cuma iya-iya aja sih, Ka?"

"Ya ampun, Mi. Beneran. Tanya Mbak Jean aja kalo nggak percaya."

Jean memang tahu semua hal tentang dunia kampus Raka. Entah mengapa, Jean enak diajak curhat mengenai dunia kampus. Bisa langsung nyambung gitu kata Raka.

"Assalamu'alaikum."

Raka dan mami menoleh dan menemukan teman-teman Raka di ambang pintu.

"Tuh, yang Mami cari. Nongol kan?" bisik Raka pada mami.

Mami mencubit pelan lengan Raka. Raka pun meringis pelan sambil mengusap lengannya.

"Mami ini, sakit ih!" keluhnya.

"Udah sana, panggil temen-temen kamu masuk."

"Iya, iya."

Raka mendekat ke arah teman-temannya. "Telat banget elah. Gue sampai dimarahi Mami gue karena ngirain nggak manggil kalian, gue sampai dicubit nih."

Semuanya tergelak saat mendengar penuturan Raka. Semua tahu bahwa mami Raka memang begitu, kadang berperilaku sadis dan kadang juga berperilaku lucu pada anak bungsunya itu.

Melihat teman-temannya mengenakan almamater BEM, Raka jadi bingung sendiri. "Ada rapat ya tadi? Kok pada make almamater?"

"Nggak kok. Kita make almamater biar keliatan aja muka-muka mahasiswanya. Soalnya kalo nggak pake ginian, nanti kita dikira temen Mas-nya lo lagi," jawab Baim dengan nada dramatis.

Raka tergelak mendengar penuturan sang ketua BEM. Hari ini Raka memang hanya mengundang rekan-rekannya di BEM, kecuali satu orang.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumussalam."

"Lah, Fio? Dateng juga?" tanya Nada saat melihat teman seruangannya itu ikut hadir.

Fiona tersenyum kaku, ia benar-benar merasa terasingkan di sini. Bagaimana tidak, ternyata teman-teman Raka yang datang adalah rekannya dari BEM. Sama sekali tak ada yang tidak mengenakan almamater BEM. Kecuali dirinya tentunya. Walau pun mereka masih ada yang seangkatan dengannya, seperti Raka, Nada, Baim, dan Mas Purna. Tapi tetap saja, ada rasa tidak enak saat mata mereka tertuju padanya.

"Hai, Fiona. Mbak pikir kamu nggak dateng lagi."

Setidaknya Fiona bisa bernapas lega saat Jean tiba-tiba datang. Menyelatkannya dari rasa canggung berada di sekeliling mereka.

Sebenarnya awalnya Fiona berniat untuk tidak mengindahkan ajakan Jean dan Raka kemarin, tapi ia lebih merasa tak enak lagi kalau harus menolaknya. Jadi, berbekal rasa malu, ia memutuskan untuk datang saja. Toh, setidaknya masih ada mbak Jean yang akan menemaninya selama acara berlangsung.

"Kamu ke sini sama siapa?"

"Tadi naik ojek, Mbak."

Jean memelototkan kedua matanya. "Jadi Raka nggak jemput kamu?" Fiona menggeleng pelan.

"Ya ampun, anak itu bener-bener. Nanti kamu pulangnya nggak usah naik ojek, ya. Nanti Mbak minta Raka yang nganter."

"Eh jangan, Mbak. Nggak usah repot-repot. Aku nggak pa-pa kok."

Jean tersenyum tipis. "Udaaah. Nggak usah ngerasa sungkan. Raka pasti mau kok."

Fiona tersenyum kecut –merasa tak enak.

"Ayo, ayo. Masuk. Di meja sana ada makanan berat, yang di sana makanan ringan," teriak mami menginterupsi para tamunya untuk segera masuk dan mencicipi masakannya bersama menantu-menantunya.

"Iya, Tante. Pasti Tante yang masak ya? Kelihatannya enak," puji Arsen saat melihat tatanan masakan mami Raka itu.

Mami tersenyum saat mendengar pujian dari teman Raka. "Kamu bisa aja. Makanya, kalian habisin ya. Jangan sampai ada sisa."

Raka memutar kedua bola matanya. "Mi, jangan percaya kata-kata Arsen. Dia itu cuma gombal."

"Ya nggak lah, Ka. Ini tuh beneran. Surga dunia," ujar Arsen dramatis.

"Sudah, sudah. Yuk lah, kalian langsung ke meja makan. Makan yang banyak," kata mami kembali mempersilakan. "Je? Itu siapa? Teman Raka juga ya?"

Fiona mendekat lalu menyalami tangan mami Raka.

"Saya Fiona, Tante."

"Calon Raka itu, Tante," teriak Baim.

Walau pun Fiona bukan bagian dari anggota BEM, tapi mereka semua tahu bahwa Fiona adalah cewek yang diidam-idamkan oleh Raka. Mereka tahu pun saat Raka tak sengaja ketahuan sedang curi pandang pada Fiona. Sebenarnya mereka hanya bercanda, menyatu-nyatukan Raka dengan Fiona, tapi semakin hari tau-taunya mereka ternyata benar. Raka diam-diam menyimpan rasa pada Fiona. Mereka sangat mendukung, bahkan tak jarang menyuruh Raka untuk menembak Fiona untuk jadi pacarnya. Tapi jawaban Raka sunggu membuat semuanya gemas.

Gue bukan cowok cemen yang mau ngajak anak orang berbuat maksiat. Gue cowok kece yang mau nge-khitbah dan minta dia langsung di depan orang tuanya.

Jawabannya memang rada-rada jadi pengin nabok kepala Raka ya. Tapi ya bagaimana, kalau itu maunya dia.

"Calon Raka?" tanya mami dengan raut wajah penuh tanya.

"Iya, Tante. Udah lama Raka ngidam-idamin Fiona, tapi belom berani bilang. Katanya mau langsung nge-khitbah," ujar Baim tanpa rasa bersalah.

Raka hampir saja tersedak salivanya sendiri saat mendengar ucapan si ketua BEM yang tidak tahu diri itu.

"Mi, dia itu rada-rada koslet ngurusin kampus. Jadi nggak usah didengerin," elak Raka meski di dalam hati ia membenarkan ucapan Baim.

"Wuhuii, udah dikonfirmasi nih. Jadi Fiona bukan cewek idaman lo? Yaudah, kalo gitu biar gue yang deketin dia. Mau nggak Fio sama aku?"

Raka melotot garang. "Apaan sih lo, Im. Rese banget. Laper? Sana makan."

Semuanya tertawa melihat tingkah keduanya. Mami yang menyadari Fiona begitu canggung pun akhirnya membuka suara.

"Kalo benar kamu calonnya Raka, kamu harus bisa punya anak dua belas orang," ujar mami dengan santai.

"Mi...," panggil Raka dengan nada penuh peringatan.

"Kenapa, Ka? Mami bener kan? Kamu kan pernah bilang mau ngalahin anak dari Mas-mu."

Raka tak habis pikir. Ini maminya benaran kan?

Raka menatap mami dengan tatapan 'please, Mi.', dan untungnya bisa dipahami langsung oleh sang mami.

"Sudah, sudah. Kalian makan dulu sana. Keburu diabisin makanannya sama yang lain."

Semuanya pun akhirnya bergerak ke arah meja makan. Tak terkecuali Fiona. Namun baru selangkah, Fiona mendengar bisikan pelan dari Raka yang berjalan di samping.

"Kamu emangnya udah siap?"

Fiona menghentikan langkahnya untuk mencerna pertanyaan dari Raka. Seraya berpikir, ia terus menatap punggung tegap Raka yang berlalu bersama teman-temannya.

***

Yes! Raka update!😍😍

Ada yang kangen??

Maapkeun ya karena kelamaan. Ini lagi usaha bangkit dari rasa malas ngetik. Hohoho

Semoga masih dapet feel ya bacanya😩

P.s: cek typo

Jan lupa, follow Ig: windyharuno_stories

Love,
Windy Haruno

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top