Last Sequel
Karena ini sequel terakhir, jadi bakalan 3× lebih panjang dari biasanya:')
Enjoy!
-----
Y/n terbangun di tengah malam. Keadaan ruangan begitu gelap, hanya ada cahaya dari jendela balkon.
Ia menoleh ke seseorang yang tengah mendekapnya dengan hangat. Laki-laki yang tampak begitu tampan dan manis walau berada di kegelapan seperti ini.
Lee Jeno.
Tangan Y/n terangkat untuk mengusap sayang pipi Jeno. Harus berapa kali ia mengungkapkan bahwa ia sangat merindukan sosok Lee Jeno?
Namun tampaknya, sentuhan itu membuat Jeno terbangun dari tidurnya. Samar-samar ia lihat Y/n yang sedang menatapnya dengan penuh kasih sayang. Makanya ia mengulas senyum, lalu mengeratkan pelukan.
"Tidur lagi, sayang. Masih malem." Ujar Jeno yang kembali memejamkan mata.
Y/n membalas pelukan dan ikut memejamkan matanya.
"Don't leave me." Gumam Y/n.
Mendengar itu, Jeno tersenyum gemas, "It depends on you."
"Maksudnya?"
"Kalau lo minta gue pergi, gue bakal pergi. Tapi kalau lo minta gue untuk tetap tinggal, maka dengan senang hati gue tetap tinggal. Semuanya tergantung sama lo."
"Kalau gitu, gue mau lo tetep ada di samping gue selamanya."
Senyum Jeno tak menyurut, ia menjawab, "Yes Your Majesty."
(Ya Yang Mulia)
-----
Jam 8 pagi.
Y/n terbangun. Membuka matanya perlahan dan menggeliat.
Mentari pagi mulai beranjak naik, membuat ruangan jadi terang. Jendela dibiarkan terbuka agar udara segar dapat masuk memenuhi ruangan.
Tidak ada Jeno di sampingnya. Kasur tampak sedikit berantakan dengan selimut yang sudah tidak berbentuk.
Hey, jangan berpikir yang iya-iya, mereka hanya sebatas tidur bersama saja kok, tidak melakukan hal lebih🌚
Y/n bangun terduduk. Mengucek pelan matanya untuk menormalkan pandangan yang buram.
"Jeno~" Panggil Y/n.
"Di dapur, sayaaangg!!" Jeno agak berteriak.
Y/n segera beranjak dari kasur dan menyusul Jeno ke dapur.
Disana, ada Jeno yang tampak tengah menyajikan sesuatu. Ia mencomot sedikit makanannya untuk di coba.
Mau ilustrasi? Boleh.
Diam-diam Y/n mendekat, lalu memeluk tubuh Jeno dari belakang. Yang dipeluk sedikit terkejut, tapi kemudian terkekeh pelan.
"Jeno lagi apa?" Tanya Y/n.
"Lagi coba bikin kue. Kepo enggak?" Jeno balik bertanya.
Y/n yang paham maksud Jeno, menganggukkan kepala. Melepas pelukan dan berdiri di samping Jeno. Menyomot sedikit adonan untuk di coba.
"Em... Enak. Bikin apa? Bolu?"
Jeno mengangguk. "Mau mandi dulu apa langsung sarapan?"
"Sarapan apa emang?"
"Omelette. Suka 'kan?"
Sekarang giliran Y/n yang mengangguk. "Kalau gitu gue mandi dulu deh, baru sarapan."
Lagi-lagi Jeno mengangguk.
"Jeno udah sarapan?" Tanya Y/n.
"Belum."
"Yaudah, berarti sarapan bareng ya?"
Jeno menoleh, mencolek dagu Y/n sambil menjawab, "Yes Your Majesty."
Buru-buru Y/n pergi dari sana sebelum pipinya semakin memerah.
-----
Selesai mandi dan berpakaian, Y/n menghampiri Jeno yang tengah duduk manis di kursi meja makan. Di atas meja juga telah tersedia omelette yang tampak sangat lezat, juga susu hangat.
"Hm... Kayaknya enak nih." Ujar Y/n seraya duduk di hadapan Jeno.
Jeno mengulas senyum.
Mereka pun mulai makan dengan santai dan tenang. Tapi di tengah-tengah acara sarapan, Jeno tiba-tiba membuka pembicaraan.
"Ada hal yang mau gue omongin."
"Ngomong aja, Jen. Gue dengerin." Jawab Y/n, masih terus melahap makanannya.
"Gue udah ceritain semuanya ke lo. Berarti lo udah paham 'kan tentang alasan gue pergi?"
Y/n mengangguk-anggukkan kepalanya paham. "Terus?" Ia bertanya walau mulut sedang dalam keadaan mengunyah.
Jeno menghela napas. Lalu menyimpan sendok dan garpunya begitu saja di atas pinggiran piring. Kedua tangan berdiri di atas meja dengan sela-sela jari saling menyatu. Matanya menatap Y/n.
"Apa lo tau alasan gue pulang kesini?"
Y/n diam sebentar untuk berpikir. "Buat ngelamar gue?" Setelahnya, ia tertawa.
"Itu pasti bakal gue lakuin. Tapi bukan sekarang. Karena, hal itu bakal terjadi kalau lo udah fix jadi milik gue."
"Maksudnya?"
Jeno berdeham, "Gini. Sebelumnya lo harus tau kalau gue nyelesaiin kuliah lebih cepet dari mahasiswa lainnya. Cuma dalam jangka waktu 3 tahun, gue bisa jadi sarjana. Dan sekarang, gue udah sepenuhnya mewarisi perusahaan nenek gue."
Penuturan Jeno, berhasil membuat Y/n terdiam karena kaget. Ia menatap Jeno tak percaya.
"Beneran??"
Anggukan Jeno berikan sebagai jawaban.
"Sumpah. Lo gila, Jen." Y/n menggeleng, lalu lanjut makan.
"Berarti sekarang lo jadi CEO?" Sambungnya.
Jeno mengangguk lagi, buat Y/n ikut mengangguk paham.
"Terus apa? Gue sebenernya gak peduli apa jabatan lo. Mau lo jatuh miskin juga gue bakal tetep mau sama lo. Uang 'kan bisa di cari." Ujar Y/n. Makanannya tinggal dikit lagi habis. Sementara makanan punya Jeno masih ada setengahnya.
"Bukan itu titik permasalahannya."
"Terus apa dong?"
"Em... Lo gak paham ya maksud dari ucapan gue?"
"Paham kok. Lo jadi pewaris perusahaan nenek lo dan lo jadi CEO."
"Jadi artinya?"
"Artinya....." Tiba-tiba Y/n terdiam ketika ia baru menyadari maksud dari ucapan Jeno.
"Apa..... maksudnya lo harus tinggal di Paris?" Ragu. Itulah yang tengah Y/n rasakan. Ragu dan cemas.
Ia berharap, Jeno menyalahkan pertanyaannya. Namun kenyataan yang ada, Jeno malah mengangguk.
Tentu hal itu membuat Y/n kaget dan terdiam mematung.
"Nenek gue udah meninggal setengah tahun yang lalu. Dia minta gue untuk nerusin perusahaannya itu. Dan, dia juga mewariskan sebuah rumah ke gue. Rumah yang gak terlalu besar, jaraknya gak terlalu jauh dari rumah nenek.
Rumah itu dia bangun sejak dia masih lajang. Ditempatin bareng adik kakaknya sebelum akhirnya pindah ke rumah suaminya setelah menikah.
Dia mau gue yang nempatin itu rumah. Pesan terakhir sebelum menghembuskan napas terakhirnya." Jelas Jeno panjang lebar.
Sekarang, Y/n semakin tidak tau harus merespon seperti apa.
"Ini pilihan sulit buat gue. Di satu sisi, gue mau bangun rumah tangga sama lo. Tapi di sisi lain gue gak bisa buat gak nurutin permintaan nenek." Sambung Jeno.
Ia diam sejenak, "Tapi akhirnya gue harus memutuskan dengan tegas. Inilah yang jadi titik permasalahannya. Dan inilah yang mau gue sampein ke lo."
Y/n tetap bungkam. Pikiran berkecamuk. Bimbang akan keputusan yang harus ia ambil.
"Pikirin baik-baik. Ikut gue ke Paris, kita memulai hidup baru, nikah, punya anak, dan hidup bahagia. Atau kita selesai sampai disini, melanjutkan hidup masing-masing, berkeluarga, dan punya anak dari pasangan yang dinikahi."
Setelah itu, Jeno berdiri dari duduknya. "Habisin sarapan dan susunya. Gue mau siap-siap."
Y/n bertanya ketika Jeno hendak pergi, "Lo mau kemana?"
"Gue harus balik ke Paris. Ada hal yang masih harus gue selesaiin disana. Kita ketemu di pertemuan berikutnya, dan saat itu tiba, gue mau denger apa keputusan lo walau gue sebenernya belum siap denger bagian terburuknya, yaitu sebuah penolakan." Jawab Jeno sebelum berlalu pergi.
Dengan hati yang gundah, Y/n melanjutkan makannya. Menghabiskan susu hangat itu sampai benar-benar habis tak bersisa. Kemudian segera menyusul Jeno.
Dilihatnya Jeno yang tengah merapikan baju di dalam koper. Ia sudah sangat rapi dengan pakaian kasual yang tampak cool. Membuat lelaki itu jadi semakin tampan.
"Apa lo harus pergi secepat ini?" Tanya Y/n.
Jeno mengangguk, "Gue kesini bukan untuk berlibur. Tapi gue kesini buat kasih lo kabar kalau gue baik-baik aja dan masih setia sama lo."
Y/n diam. Menautkan alisnya sedih dengar ucapan Jeno.
"Lo gak akan pamitan sama yang lain? Apa lo gak kangen sama mereka?" Tanyanya kemudian.
"Gue buru-buru. Kalau kelamaan, gue bisa ketinggalan pesawat." Jawab Jeno sambil menutup koper dan menarik resleting koper.
"K-Kalau gitu, gue anterin lo ke bandara ya?"
"Boleh."
-----
Di bandara.
Jeno dan Y/n saling berhadapan. Menatap satu sama lain.
Sedih rasanya harus berpisah lagi. Padahal baru kemarin bertemu.
"Kapan lo balik lagi kesini?" Tanya Y/n.
"Secepatnya. Apapun keputusan lo nanti, bakal gue terima. Karena kebahagiaan lo, adalah kebahagiaan gue juga."
Y/n menggigit bibirnya, menahan tangis. Jika saja disini tidak ada siapa-siapa, sudah pasti ia akan menangis sekarang juga.
"Gue pamit ya. Jaga diri baik-baik."
Jeno membalikkan badan sambil menarik kopernya dan berjalan menjauh.
Y/n yang sudah tidak bisa menahan diri, langsung berlari ke arah Jeno. Memeluk tubuh lelaki itu dari belakang dengan erat.
Tidak ada kata yang terlontar. Ia hanya memeluk saja tanpa bersuara.
Cukup lama ketika pelukan itu terjadi. Hingga akhirnya Y/n melepas pelukan, membiarkan Jeno membalikkan badannya.
Ia mengangkat tangan untuk mengusap lembut pipi Y/n, "Jangan sedih, gue bakal pulang kok."
Hening sesaat sebelum Y/n mengikis jaraknya dengan Jeno. Menjinjit, lalu mencium bibir lelaki itu.
Singkat. Dicium dengan singkat. Namun terasa sangat berarti.
"Jangan lama-lama. Cepet pulang, sayang." Kata Y/n.
Jeno hanya mengangguk. Dan ia pun segera pergi dari sana. Meninggalkan Y/n di bandara itu.
Y/n menatap punggung Jeno yang semakin menjauh. Air mata menetes tanpa sadar.
"Gue bakal nunggu sampe hari itu tiba." Gumamnya.
-----
Sebulan kemudian.
Y/n duduk di kursi balkon kamarnya. Merenung dan menunggu.
Hanya diam sambil mendengarkan lagu lewat earphone, terasa menenangkan. Sesederhana itu memang.
Omong-omong, ia masih tidak percaya dengan apa yang telah terjadi. Alam semesta sudah berhasil menjungkirbalikkan kehidupannya. Dari bahagia, jadi babak belur.
Tring
Ponselnya berbunyi. Ada chat masuk.
Lalisa🐈
| Y/nnnnnnn
| Gue mau cerita>_<
Cerita apaaa? |
| Ada yang deketin gue T_T
| Cowok
| Ganteng banget sumpah
Oh ya? |
Gaskeun dong Lis |
| Tapi gue ragu
| Soalnya dia kayak pakboy:(
| Nih liat fotonya
| Menurut lo gimana?:(
Boljug tuh cowoknya |
Sikat ae boss |
| Tapi gue takut dimainin:(
| Walaupun dia bilangnya mau serius sama gue,
| Gue tetep harus waspada
| Gue bingung banget sumpah T_T
Yaudah jalanin aja dulu |
Kalau dia berani nyakitin lo, gue yang turun tangan |
Lagian 'kan ada Kak Taehyung |
Tinggal aduin aja, pasti bakal dihajar itu cowok kalau berani macem-macem |
| Iya juga sih:(
| Aaaaaa dia ganteng banget >_<
Read
Y/n terkekeh lihat chat dari Lisa. Anak itu memang benar-benar lucu.
Selain Lisa, ada juga cerita yang lain.
Contohnya seperti Mark Lee yang katanya sedang melakukan pdkt dengan seorang gadis blasteran Rusia-Ukraina.
Lalu ada Hyunjin yang tampaknya akan melanjutkan S2 di Amerika.
Renjun yang katanya dijodohkan dengan kenalan orang tuanya. Karena tidak mau, makanya ia kabur dari rumah dan bersembunyi di rumah Hyunjin.
Rencananya, ia akan ikut Hyunjin ke Amerika demi menjauh dari perjodohan konyol itu. Ssstt.. Jangan bilang siapa-siapa ya, ini rahasia loh.
Kemudian ada Jaehyun yang akan melangsungkan pernikahan dengan Rose. Mereka akan tinggal di Jerman.
Jennie? Tentu dibawa oleh Jaehyun. Untuk diawasi dan dididik secara benar. Juga, Jennie akan melanjutkan kuliahnya disana.
Yeri. Dia sudah sangat dewasa dan bijak. Dia sering menyumbangkan bantuan ke panti asuhan. Dan dia juga sudah mendapat kekasih baru yang berasal dari kalangan orang biasa namun terbilang mapan. Keturunan Tionghoa, ceunah.
(Katanya).
Jeongin dan Somi. Mereka masih berada di London. Entah kapan datang lagi kesini.
Terus ada Haechan. Dia magang jadi dokter di salah satu rumah sakit ternama di Seoul.
Miyeon sudah tunangan dengan seorang lelaki asal Jepang. Ia bekerja sebagai sekretaris tunangannya itu. Seperti cerita di wattpad memang.
Felix. Dia kerja bersama ayahnya di perusahaan milik keluarganya. Katanya sih dia yang akan meneruskan bisnis perusahaan itu. Alias jadi CEO.
Han Jisung. Dia melanjutkan kuliahnya di jurusan hukum. Rencananya ia ingin jadi pengacara seperti Mark Tuan.
Sedangkan Mark Tuan sendiri masih sibuk menggeluti kasus-kasus cliennya. Entah kapan ia akan fokus pada hubungan asmara dan mencari kekasih untuk dijadikan istri.
Sementara Taehyung, dalam waktu dekat ia akan menikahi seorang wanita cantik asli Korea. Wanita itu sangat cantik sampai Y/n sering merasa minder jika bertemu dengannya.
Semuanya tampak bahagia dan baik-baik saja. Y/n senang dengar kabar orang-orang disekitarnya yang begitu penuh kebahagiaan.
Ia menghela napas. Menatap langit dengan sendu. Sudah sebulan, Jeno masih belum ada kabar.
Omong-omong, tentang ucapan Jeno, Y/n jadi selalu kepikiran sejak hari itu.
Meninggalkan kota ini dan pergi ke Paris?
Tentu saja berat. Karena disinilah tempat kelahirannya. Semua kenangan berkumpul disini sejak ia lahir sampai sekarang.
Rumah ini, adalah rumah orang tuanya. Dimana semua kenangan manis tercipta. Tak hanya tentang orang tuanya, tapi kenangan tentang Jaemin juga ada disini.
Ada beberapa hal yang membuat Y/n sulit melepas kota ini.
Yang pertama, rumah. Kedua, kenangan. Dan ketiga, Na Jaemin.
Jika ia pergi ke Paris dan tinggal disana, otomatis rumah ini akan terbengkalai bersama semua kenangan-kenangan manisnya. Dan, ia pasti akan sulit untuk menjenguk Jaemin.
Namun, ia juga tidak bisa melepaskan Jeno. Bodoh jika ia mau kehilangan Jeno untuk yang kedua kalinya.
Jangan lagi. Sudah cukup ia kehilangan sosok Jeno.
Ia pernah bercerita ke Taehyung, lalu Taehyung menjawab, "Ikuti kata hati. Hati tidak pernah berbohong."
Taehyung juga pernah bilang, "Lupakan masa lalu. Buka lembaran baru dan rancang kebahagiaan kamu sendiri."
Sangat ngena ke hati. Mampu mengubah pola pikir Y/n dalam sekejap.
Awalnya ia ragu dan bimbang. Namun setelah cerita ke Taehyung, pikirannya jadi terbuka. Sekarang ia tau apa yang harus ia lakukan dan keputusan apa yang harus ia ambil.
Ia akan ikut Jeno. Walau berat harus meninggalkan kota kelahirannya, tapi ia tak bisa melepaskan seseorang yang begitu tulus seperti Jeno demi sesuatu yang hanya tinggal kenangan.
-----
2 Minggu berikutnya.
Y/n masih tetap menunggu Jeno yang tak kunjung ada kabar. Ia percaya, Jeno akan pulang.
Tring
Sebuah chat masuk, dari nomor tak dikenal.
Unknown
| Hai sayang,
| Dateng ke pinggir sungai deket kampus yaa
| Gue tunggu^_^
"J-Jeno??"
I-Ini Jeno kah? |
| Yaiya atuh:(
| Mau siapa lagi:(
T-Tapi ini udah malem |
| Gakpapa, dateng aja
| Gue tunggu yaa
Read
Y/n menyambar jaketnya yang menggantung di balik pintu dan segera pergi walau ia masih bingung kenapa harus malam-malam seperti ini Jeno mengajak bertemu.
Dan... apa benar itu Jeno?
Y/n akan tau ketika sampai disana.
-----
Sesampainya di tempat yang Jeno maksud, Y/n tidak bisa melihat apa-apa. Sangat gelap, tak ada cahaya.
"Jeno?" Panggil Y/n.
Jika boleh jujur, ia takut kalau ini hanya prank. Atau hal yang bisa lebih parah adalah sebuah tipuan yang seseorang lakukan untuk melancarkan aksi jahatnya —menculik.
Astaga~
"J-Jeno, keluar dong. Gue takut nih. Jangan main-main." Ujar Y/n.
Tiba-tiba ia mendengar ada pergerakan dari belakang. Dan saat ada yang menyentuh pundaknya, spontan ia langsung menampar pipi orang itu dengan keras sembari menghempas kasar tangan tersebut.
"AW!"
"E-Eh.." Y/n menutup mulutnya pakai tangan.
Seseorang berambut hitam lebat, memakai jas yang juga berwarna hitam sambil membawa lilin.
Lee Jeno.
"Aduh, kok di tampar sih?" Tanya Jeno, sedikit kesal.
"M-Maaf. Kirain penjahat. Abisnya disini gelap banget." Jawab Y/n.
"Baru dateng udah di tampar. Jahat deh."
"Ya maaf atuh, Jen. Gue 'kan gatau. Lagian, kenapa disini gelap banget sih? Terus ngapain lo bawa-bawa lilin? Kayak yang lagi ultah aja." Alih-alih merasa senang lihat Jeno sudah pulang, ia merasa bingung dengan keadaan saat ini.
"Katanya gelap. Ya lilin ini buat penerangan lah."
Y/n mendecak, "Kalau udah tau gelap, kenapa ngajak ketemuannya disini? Kenapa gak di tempat lain? Gak romantis banget sih anjir. Kek setan, hobi di tempat gelap."
"Terus, kenapa bawanya lilin? Kenapa gak senter gitu biar lebih terang?" Sambungnya.
"Banyak nanya. Yang penting ada penerangan, gak usah bawel."
Jika saja ia tidak sayang, sudah pasti Y/n akan membuat Jeno babak belur sekarang juga.
Di kegelapan ini, yang hanya diterangi oleh cahaya lilin, Jeno menatap Y/n dengan lembut. Sudah sebulan lebih ia tidak bertemu. Sangat rindu rasanya.
"Apa kabar?" Tanya Jeno.
"Kemana aja lo? Sebulan lebih gak ada kabar. Gue nunggu lo sampe hampir kesurupan, lo malah gak dateng-dateng." Ketus Y/n.
Jeno terkekeh, "Maaf, gue baru sempetnya sekarang. Jadi.... gimana? Apa keputusannya?"
Y/n diam. Menatap Jeno dengan alis yang bertaut sedih.
"Gue tau itu berat. Dan gue bakal terima apapun keputusan lo. Gue siap denger bagian terburuknya." Kata Jeno, membuat Y/n menghela napas.
"Emang berat. Berat banget buat ninggalin kota ini. Tapi.... apa gue rela kehilangan lo lagi demi sesuatu yang udah jadi sebuah kenangan?"
Mata Jeno membulat perlahan. Terkejut atas ucapan Y/n.
"Gue udah pikirin matang-matang. Dan keputusannya adalah.... gue mau ikut lo ke Paris. Ayo kita rangkai kebahagiaan kita dan memulai hidup baru." Senyum manis terulas.
"S-Serius??"
"Gue serius. Gue pilih lo sebagai kelanjutan kisah hidup gue dan sebagai pendamping hidup gue. Gue gak mau cowok lain. Cuma lo yang gue mau."
Dengan perasaan senang dan pipi yang merah merona, Jeno mendekap erat tubuh Y/n.
"Gue tau lo bakal pilih gue. Tapi gue beneran gak nyangka kalau harapan gue bisa terwujud." Ujar Jeno.
Y/n membalas pelukan sambil tersenyum, "Apapun buat Jeno."
Lilin ditangan Jeno padam. Cahaya yang datang digantikan oleh sesuatu yang tidak pernah Y/n bayangkan. Yaitu ....
"J-Jeno... " Kaget Y/n saat menolehkan kepalanya.
Jeno melepas pelukan, membiarkan Y/n melihat kejutan yang telah ia persiapkan.
Tulisan mengharukan itu sangat besar. Gedung tinggi diujung sana menyala dengan indah. Lampu taman juga menyala, sangat memukau.
Kejutan yang begitu sempurna, tidak pernah terbayangkan oleh gadis itu. Seniat ini Jeno melakukannya.
Ketika Y/n menoleh lagi ke Jeno, Jeno sudah berlutut dengan tangan yang memegang kotak kecil berisikan cincin cantik.
"Hey cewek kampung," Jeno mengulas senyum terbaiknya, "Will you marry me?"
Air mata Y/n jatuh membasahi pipi. Lalu menangis di hadapan Jeno. Ia merasa bahwa Jeno terlalu romantis untuk hal ini.
"Jangan nangis, sayang." Kata Jeno halus.
Y/n terisak, "Gue gak bisa bilang apa-apa. Lo berhasil bikin gue nangis, Jeno."
"Nangis karena bahagia, ya gakpapa. Asal jangan nangis karena terluka."
Y/n masih terisak, walau tidak sesenggukan.
"Jadi apa jawabannya? Yes?" Tanya Jeno.
Y/n mengangguk, "Bego aja kalau gue nolak."
Jeno terkekeh, lalu memasangkan cincin itu di jari manis Y/n. Ia berdiri, menghapus air mata perempuannya sebelum memeluknya dengan hangat.
"Jenoooo~ Kenapa lo bisa manis banget sii?? Huwaaaaaaa~" Y/n makin terisak dalam dekapan Jeno. Dan pipinya tengah memanas sekarang.
Jeno melepas pelukan. Menghapus lagi air mata Y/n, kemudian berkata,
"Berhenti nangis, dasar idiot."
Bukannya kesal, Y/n malah memeluk leher Jeno yang buat Jeno jadi kaget.
"Hey cowok tsundere yang annoying nya udah mendarah daging sampe ke DNA, I love you so much." Ucap Y/n.
Jeno tersenyum, "I love you more, cewek kampung." Setelah itu, ia melingkarkan tangannya di pinggang Y/n sebelum menautkan bibirnya dengan bibir Y/n.
~ T A M A T ~
Huwaaaa akhirnya tamat jugaaa T_T
Ngetik segini banyaknya capek tau:( Semoga endingnya memuaskan yaa biar jariku yang keram gak sia-sia:')
Btw, minal aidzin yaa.. Maaf kalau aku punya salah sama kalian T_T Mohon dimaafin. Ini permintaan maaf yang tulus dari dalam hati kok. Sangat dalam sedalam lautan samudra Antartika hehe 🙏😁
Next bonchap🙃
Makasih vote+comment nyaa🙏 Luv u semuanyaaa ❤️❤️💜💜💚💚
Btw lagi nih, apa cuma aku doang yang bikin sequel tapi dibagi jadi beberapa part gini? Atau ada author lain juga yang sama kayak aku? Hm... Jadi kepo 🙃 Kalau ada, berarti aku tidak sendiri..
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top