6 - Mengancam

Brak

Y/n terperanjat kaget ketika pintu kamarnya di buka dengan kasar. Menoleh dan menatap tajam orang yang telah membuat kerusuhan --Lee Jeno.

"Lo apaan sih!! Bisa ketuk dulu gak kalau masuk kamar orang?!" Kesal Y/n.

"Ck, gue mau lo pergi dari rumah gue sekarang, CEWEK KAMPUNG!!"

Y/n menyunggingkan senyum miring, "Gak akan. Lo lupa apa gimana? Gue gak akan pergi dari sini kalau bukan orang tua lo yang nyuruh gue pergi!"

Kesal. Itu yang Jeno rasakan. Ia mengepalkan tangannya kuat-kuat, lalu masuk dan menutup pintu kamar Y/n. Tak lupa juga dikunci pintu itu.

Tingkah Jeno membuat Y/n berdiri dengan tegak dengan alis yang bertaut tajam.

"Lo mau ngapain?!" Tanya Y/n galak.

"Bikin lo paham kalau gue gak main-main!"

Belum sempat Y/n mencerna apa yang Jeno ucapkan, dengan gerakan kilat Jeno menjatuhkan tubuh Y/n ke atas kasur.

Jeno berada di atas Y/n dengan lutut sebagai tumpuan dan juga sebagai pengunci pinggang Y/n. Tangan gadis itu juga di kunci kuat oleh satu tangan Jeno di atas kepalanya. Hanya satu tangan, tapi cengkeraman Jeno benar-benar kuat.

Mata Y/n menunjukkan keterkejutan. Sedangkan mata Jeno menunjukkan kebencian. Ia menatap dalam mata Y/n dengan tajam. Tangan bebasnya terangkat untuk mengusap pipi dan leher Y/n dengan jari telunjuk, hingga Y/n harus menutup matanya rapat-rapat.

"Gue bisa nidurin lo kapanpun kalau lo gak mau nurut apa kata gue." Katanya.

Mendengar itu, Y/n membuka matanya dan menatap balik Jeno tak kalah tajam.

"Lo gila Lee Jeno!!" Pekiknya.

"Gue emang gila, lo baru tau?"

Y/n menggeram kesal. Ia tidak menyangka kalau Jeno bisa se-nekat ini.

"Lo mau ninggalin rumah ini atau tetep pada pendirian lo itu hm?" Tanya Jeno lembut.

Y/n diam, mengigit bibir bawahnya agak keras. Kali ini, jantungnya berdegup kencang.

"Enggak ya? Yaudah gakpapa." Setelahnya, Jeno menyeringai tajam.

Perlahan, ia melepaskan kancing kemeja bagian atas yang di gunakan oleh Y/n, membuat Y/n kaget dengan jantung yang semakin berdegup.

"Yakk Lee Jeno!!" Pekik Y/n.

"Gimana? Mau enggak pergi dari rumah ini?" Jeno menaikkan alisnya berkali-kali. Tangannya hanya membuka kancing bagian atas saja, karena sekarang sudah beralih memegangi perut Y/n meskipun masih tertutup oleh kemeja.

Y/n hendak menendang bagian sensitif dari seorang pria menggunakan lutut. Namun sebelum itu terjadi, Jeno sudah lebih dulu menduduki paha Y/n hingga Y/n tak dapat melakukan niatnya.

"Mau nendang si junior ya? Maaf, tapi udah kebaca sama gue."

Y/n mendelik. Batinnya tak henti untuk bergumam kesal.

Ayo dong mikir!! Kenapa buntu banget sih?! - Y/n

Jeno mendekat. Hampir saja ia mencium bibir Y/n, namun tidak jadi ketika Y/n berucap,

"Ah, Tuan Jeno yang terhormat,"

Jeno sedikit menjauhkan wajahnya. Iya hanya sedikit, sampai-sampai jarak antara hidungnya dengan hidung Y/n hanya 2 cm.

"Kenapa?"

"Lo gak tau ya?"

"Gak tau apa?"

"Di kamar ini, udah gue pasang kamera loh."

"Hah?" Jeno kaget. Mata membulat tanpa sadar.

"Iya. Ada dua. Dan semuanya dalam keadaan nyala."

Perlahan, Jeno melepaskan tangannya yang mengunci tangan Y/n. Diambilnya kesempatan itu untuk meloloskan diri, Y/n mendorong kasar tubuh Jeno hingga Jeno tersungkur ke lantai.

Pantat Jeno sakit, tapi ia memaksakan untuk berdiri karena lihat Y/n yang sudah berdiri juga dari kasurnya sambil mengancingkan kemeja yang terbuka dan merapikan kemejanya.

"Kamera?" Tanya Jeno tak percaya.

Y/n menatap Jeno, lalu mengangguk.

"Di atas lemari satu, dan di atas meja belajar satu." Kata Y/n seraya menunjuk tempat yang dimaksud.

Jeno melihat, dan memang benar disana ada kamera. Meskipun tersembunyi, tapi ia tetap bisa lihat dengan jelas kamera yang dimaksud oleh Y/n.

Seketika jantungnya berdegup kencang.

Senyum miring terpancar di bibir Y/n, kemudian melipat tangannya di depan dada.

"Gue bisa aja nunjukin ke Tante Lee tentang apa yang udah lo lakuin ke gue, Lee Jeno." Ucapnya.

"Sial!" Umpat Jeno pelan.

"Lo mau gue kasihin bukti rekaman itu ke bokap nyokap lo enggak?"

Jeno diam. Tentu saja Jeno tidak mau orang tuanya tau. Bisa di marahi habis-habisan nanti.

"Kayaknya lo gak mau. Oke, gue gakan kasih tau bokap nyokap lo tentang aksi gila lo ini. Tapi dengan syarat, lo jangan ganggu gue lagi. Terlebih kalau lo ngulang hal kek gini. Jangan paksa-paksa gue buat ninggalin rumah ini, dan harus nurut sama apa yang gue bilang."

Tangan Jeno mengepal. Ia tidak bisa diam saja. Lantas beranjak untuk mengambil kamera-kamera itu untuk menghilangkan bukti.

"Eh, tunggu. Mau ngapain lo?" Tanya Y/n ketika Jeno hendak mengambil kamera yang berada di atas meja belajar.

"Mau ngilangin bukti!"

"Hm... Lo gak tau ya? Kalau gue juga nyimpen satu kamera lagi."

"Dimana?"

"Di suatu tempat. Jadi kalau lo ngambil kamera itu ataupun kamera yang ada di atas lemari, gue tetep masih punya bukti dari kamera tersembunyi gue yang satu lagi. Gue gakan kasih tau lo dimana kamera itu, karena itu rahasia dan kamera itulah kunci gue yang sebenernya."

"Fuck!"

Y/n tersenyum penuh kemenangan, lalu bertanya, "Jadi gimana, Lee Jeno? Setuju sama apa yang gue bilang? Atau mau gue kasih bukti rekaman itu ke bokap nyokap lo?'

"Bacot bangsat!" Setelah mengatakan itu, Jeno berjalan ke arah pintu dan membuka kuncinya.

"Inget ya, rahasia ini gue yang pegang." Kata Y/n.

Brak

Jeno tidak menjawab, melainkan segera keluar dari kamar Y/n dan menutup pintu kamar dengan kasar.

Y/n tersenyum miring, kemudian bergumam kecil,


































Kamera apaan? Batre nya aja udah abis, hehe...






TBC

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top