4 - Kesal (2)

Jeno sampai di warung Cherrybomb. Ia segera duduk di samping Haechan dan mendengus kesal.

Melihat itu, Haechan mengerutkan dahinya bingung. Menyenggol lengan Jeno dan bertanya,

"Napa lo? Cemberut gitu kek bocah."

"Gue kesel bangsat." Jawabnya dengan nada kesal.

"Iya kesel napa? Lo kena musibah? Lo nabrak orang di jalan terus di suruh ganti rugi? Lo di ikutin sama fans-fans absurd lo itu? Lo gak di----"

"Ish! Bukan itu, geblek." Potong Jeno.

"Ya terus apa? Cerita dong. Kita kan gak ngerti."

Teman-temannya mengangguk, menyetujui ucapan Haechan.

Jeno mendengus, "Kalian tau gak sih? Masa nyokap gue bawa cewek kampung itu ke rumah gue? Terus nyokap gue bilang dia yang jadi kepala di rumah gue. Dia juga yang ngatur pengeluaran di rumah gue. Ngatur apa-apa aja yang boleh dan yang enggak boleh gue lakuin. Ngatur uang jajan gue. Ngatur jam pulang gue. Dia juga---"

"Eishh!! Stop it, Sir Lee. You make us all confused." Sergah Mark, menyela ucapan Jeno.

"Lo ini lagi nyerita apa lagi ngerap sih? Cepet amat." Kata Hyunjin.

Ternyata, tanpa sadar, Jeno bercerita dengan kecepatan 120 km/jam.

"Nih ya," Haechan merangkul Jeno, "Lo itu kalau mau nyerita, pelan-pelan. Detail dan tersusun gitu loh. Jangan rusuh kek di kejar maling."


Tunggu.


Di kejar maling?


Kok.... Maling yang ngejar kita?


Kan harusnya.....


Hm..


Felix yang kebetulan sedang connect, segera berdiri untuk pindah tempat duduk. Ia menghampiri Haechan dan Jeno, lalu duduk di tengah-tengah mereka hingga membuat Haechan terpaksa menggeser duduknya.

"Ngapain sih lo nyempil disini?!" Tanya Haechan sewot.

"Ya karena ngomong sama lo itu gak guna, Chan." Jawab Felix.

"Anjer."



Felix tidak mempedulikan Haechan yang sedang ngedumel gak jelas. Ia lebih memilih untuk merangkul Jeno.

"Jen, coba deh lo cerita apa yang bikin lo kesel. Nyeritanya satu-satu gitu loh Jen. Jangan di langsungin. Kita kan gak ngerti kalau di cekok sekaligus." Ucapnya.

Jeno mendengus pelan, "Jadi gini, nyokap...."



"Nyokap...?"



Bukannya melanjutkan, Jeno malah mendorong wajah Felix agak kasar.



"Singkirin dulu tangan lo, bajeng! Sana jauh-jauh! Kek homo lo!" Ketus Jeno.

"Ehehe... Sorry." Felix nyengir sambil melepaskan rangkulannya. Lalu menggeser lagi duduknya, memberikan jarak antaranya dengan Jeno.


Karena terus tersudut, Haechan memilih pindah ke kursi lain, di samping Han. Mulutnya masih ngedumel gak jelas, omong-omong.


"Nyokap gue bawa cewek kampung itu ke rumah gue." - Jeno.

"Cewek kampung? Siapa?" - Felix

"Gue gak yakin kalian bakal kenal. Terutama sama Han dan Hyunjin, kalian kan gak satu kampus sama gue. Dan gue yakin kalau itu cewek gak terkenal." - Jeno

"Iya sebutin aja namanya siapa." - Hyunjin

"Y/n." - Jeno

Hyunjin mengangguk, "Oh Y/n. Tau kok gue."

"Hah?" - Jeno

"Iya. Gue kenal sama itu cewek. Maksud lo Y/n yang tampilannya cupu itu 'kan?" - Hyunjin

"Eh? Kok lo bisa tau?" - Jeno

"Ya tau lah. Dia itu kan satu sekolahan sama gue sama Renjun waktu SMA." - Hyunjin

"Asu! Serius lo?" - Jeno

Hyunjin mengangguk.



Jeno terdiam seketika. Ia tak menyangka bahwa teman satu geng nya pernah satu sekolah dengan cewek cupu yang menurutnya menyebalkan itu.


"Bahkan gue sama Renjun pernah...---"

Belum juga Hyunjin menyelesaikan ucapannya, tetapi Renjun malah langsung menutup mulut Hyunjin tanpa izin.

"Forget it. Go ahead." Kata Renjun kepada Jeno, membuat asap rokok itu mengepul dari dalam mulutnya.



Meskipun Jeno bingung, tapi ia tetap akan melanjutkan ceritanya. Ia hanya tak ingin tau lebih lanjut tentang Y/n. Tak penting juga, pikirnya.

"Hm.... Cewek kampung itu...---" - Jeno

"Namanya Y/n, Jen." - Renjun

"Haah~ Iya iya. Si Y/n Y/n itu, mulai sekarang tinggal di rumah gue atas perintah bokap nyokap gue." - Jeno


Semuanya mengangguk. Termasuk Renjun yang terus menyesap rokok di tangannya, dan Hyunjin yang melepaskan tangan Renjun dari mulutnya. Lalu beranjak meminum kopi dalam kemasan botol rasa moccha.


"Dia yang mulai sekarang jadi kepala di rumah gue. Ngurus apa-apa aja yang ada di rumah gue. Keuangan, sarapan, makan malam, jadwal belanja bulanan, dan sebagainya.

Dia juga yang pegang uang jajan dan ATM gue. Dia gak ngebolehin bibi Kim beresin kamar gue kalau berantakan. Dia ngelarang gue pulang lebih dari jam 9 malem. Katanya, kalau di atas jam 9 gue belum balik, rumah bakal di kunci." Jelas Jeno panjang lebar. Kali ini dengan penjelasan yang pelan agar teman-temannya dapat memahami apa yang ia katakan.

"Terus sekarang gimana? Lo gak ngebantah?" - Mark

"Udah. Gue udah ngebantah. Tapi nyokap gue malah nyuruh gue aja yang pergi dari rumah kalau gue gak mau nerima." - Jeno

"Hm... Jadi sekarang lo lagi gak pegang duit dong?" - Felix

"Megang sih. Tapi cuma dua ratus rebu. Itu pun gue minta ke Y/n nya pake acara debat dulu." - Jeno



Semua diam. Bingung juga harus berbuat apa.



"Gini aja deh," Renjun menyesap rokok nya, lalu mematikan rokok itu di asbak sambil mengepulkan asapnya dari dalam mulut. Kemudian melanjutkan, "Lo mending ikut kita ke club nya si Lucas. Katanya mau ada si Jeongin juga disana."

"Jeongin?" Tanya Jeno bingung.

"Iya. Dia baru balik noh dari London."

"Baru balik terus langsung ke club?"

Renjun mengangguk. Tangannya meraih jaket bomber hitam miliknya yang tergantung di sandaran kursi.

"Ayo dah. Dari pada lo diem disini, bengong gak jelas." Kata Renjun lagi sambil memakai jaketnya itu dan berdiri.

"C'mon, Lee. Ada Somi juga disana." Timpal Han.

"Somi?" Kedua alis Jeno naik ke atas tanpa sadar.

"Iya. Bawel lu ah."






-----







Sesampainya di club, mereka bersalaman ria dengan si pemilik club, Lucas Wong. Yah salaman ala pria jantan pada umumnya.

"Eheyyy!!! Siapa nih yang mukanya di tekuk terus?" Goda Lucas.

Jeno mendengus, "Berisik lo." Kesalnya sambil menonjok kecil bahu Lucas.

Lucas tertawa, lalu merangkul Jeno. "Udalah Jen. Apapun itu harus di bawa santai. Sini deh gue traktir lo minum."

Kemudian Lucas membawa Jeno untuk duduk di kursi bar.

"Tolong dong minumnya dua." Ucap Lucas kepada bartender disana.

Bartender itu mengangguk dan menyiapkan minuman yang di pesan oleh Lucas. Setelah itu Lucas ikut duduk di samping Jeno.



Minuman yang di pesan sudah di sediakan. Jeno dan Lucas tanpa basa-basi lagi, langsung meminumnya sedikit demi sedikit.

"Katanya Jeongin mau kesini. Mana orangnya?" Tanya Jeno.

"Oh, iya dia mau kesini. Tapi masih di jalan. Macet soalnya."

Jeno mengangguk paham. Ia tak perlu menanyakan Somi. Sebab, jika Jeongin belum datang, sudah pasti Somi pun belum datang.

Mereka kembali minum. Tak mempedulikan teman-temannya yang sudah berkeliaran entah kemana.




Lucas menoleh begitu ada yang menyentuh pundaknya.

"Weeeyyy!!! Jeongin!! How are you??" Lucas berucap heboh, lalu memeluk Jeongin ala pria jantan.

"Gue baik-baik aja. Lo gimana?" Tanya Jeongin setelah pelukannya terlepas.

"Gue baik kok."

Jeongin tersenyum. Pandangannya beralih ke Jeno.

"Wow Lee. Lo makin nakal aja." Katanya.

Jeno tersenyum miring, "Iya dong. Naughty is my style. Did you forget?"

Mendengar itu, Jeongin tertawa. Keduanya berpelukan ala pria jantan untuk melepas rindu.


Sedangkan Lucas sedang bercakap ria dengan gadis di samping Jeongin. Sesekali ia tertawa sambil mengacak gemas rambut gadis itu.


Jeongin melepaskan pelukannya, dan menatap gadis itu.

"Sini, jangan kelamaan ngobrol sama Lucas." Katanya sambil merangkul gadis itu dan membawanya mendekat.

Lucas mendecak, "Lebay lo."

Mata gadis itu bertemu dengan mata Jeno. Ia tersenyum manis.

"Hai Jeno." Sapanya.

Jeno ikut mengulas senyum manisnya, "Hai juga Somi."

"Em... Yang lain mana nih?" Tanya Jeongin.

"Gak tau. Ayo deh kita cari mereka." Lucas merangkul Jeongin dan membawanya pergi dari sana, hingga membuat rangkulannya di pundak Somi terlepas.

Somi tetap tersenyum, tak peduli dengan rambutnya yang berantakan akibat ulah Jeongin. Detik berikutnya ia memeluk Jeno dengan erat, membuat Jeno terkejut.



"I miss u, Mr. Lee." Gumam Somi.









-----










Duk Duk Duk

"Woy buka!!"

Jeno terus mengetuk kasar pintu rumahnya yang terkunci.

Duk Duk Duk

"Woy!!" Teriak Jeno. Ia masih tetap pada kegiatannya meskipun kepalanya sudah mulai pusing akibat alkohol.

"Beneran dikunciin ya?" Jeno bergumam, lalu mendengus.

Kemudian ia memilih untuk duduk di teras dan bersandar pada pintu.

"Pusing kepala gue." Gumamnya lagi.

Jeno menutup matanya. Ia akan tidur disini. Karena ia pikir, pasti ia akan di pindahkan ke dalam jika ada yang keluar rumah. Tidak mungkin orang tua atau siapapun yang ada rumah ini akan tega membiarkannya tidur di luar seperti ini 'kan?







-----








Jeno membuka pelan matanya ketika matahari mulai bersinar dan mengenai wajahnya. Di tambah lagi, ia merasakan ada seseorang yang menepuk-nepuk pipinya.

Ia melenguh sambil memegangi kepalanya yang masih saja terasa pusing. Mengerjap beberapa kali untuk memfokuskan penglihatannya yang kabur.

Setelah mulai fokus, ia melihat ada Y/n di depannya sedang berjongkok dan menatap dirinya.




"Hei Lee, gimana malem tidurnya? Enak enggak tidur di luar?" Tanya Y/n dengan senyuman di wajahnya.

TBC

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top