114 - Malam

Y/n berhenti di tengah larinya. Ia membungkuk dan terus menangis, membuat orang-orang yang melihat terheran-heran.

Hatinya begitu sakit mengingat sosok Jaemin, orang paling penting yang ia punya.

"Kamu ingkar, Na Jaemin.." Lirihnya.

Perlahan, tubuhnya makin merendah —berjongkok. Terisak, sesenggukan, menangisi kenyataan pahit yang harus ia terima.

Berharap ini adalah sebuah mimpi. Berharap ini tidak pernah terjadi. Berharap waktu dapat diulang. Berharap Jaeminnya ada disini, bersamanya, memeluknya dengan erat seperti kemarin-kemarin.

Jaemin telah ingkar. Ia tidak menepati janjinya. Bohong tentang ia yang tidak akan pernah pergi. Bohong tentang ia yang akan selalu ada di samping Y/n. Itu hanyalah sebuah kebohongan. Karena nyatanya.... Jaemin pergi, meninggalkan Y/n sendirian disini.

Jaemin sangat dibutuhkan oleh Y/n. Beraninya ia pergi, tak kembali kesini. Tanpa pamit, tanpa salam perpisahan apapun, ia meninggalkan Y/n begitu saja.

Haruskah seperti ini?

Seseorang memegang pundak Y/n. Tidak dihiraukan sama sekali oleh Y/n, membuat seseorang itu menarik halus tangan Y/n agar Y/n mau berdiri.

Tapi Y/n menolak. Ia menarik tangannya, masih menangis.

Seseorang itu pun berjongkok dihadapan Y/n, mengusap lembut pucuk kepalanya.

"Jangan nangis.." Katanya.

Tanpa menengadahkan kepalanya, Y/n sudah tau itu siapa. Lee Jeno.

Benar, itu Lee Jeno. Datang lebih cepat dibanding yang lain. Berlari menyusul saat Y/n berlari meninggalkan makam Jaemin.

Y/n terus terisak. Membuat hati Jeno ikut sakit. Mati-matian ia berusaha menahan tangis. Tergores hatinya lihat Y/n seperti ini.

"Gue mau Jaemin pulang... Hikss..." Ujar Y/n di tengah tangisnya.

"Berhenti nangis, ada gue disini."

Y/n langsung menengadahkan kepalanya, lalu menggeram, "Gue gak butuh lo!! Gue butuh Jaemin!!" Ucapnya agak membentak.

Kemudian berdiri, buat Jeno ikut berdiri.

"Gue cuma mau Jaemin!! Bukan yang lain!! Yang gue butuhin itu Jaemin!!"

Jeno diam. Ia mengakui ada sesuatu yang patah di dalam dadanya. Tapi...

"Bawa Jaemin pulang... Hikss.." Y/n terisak lagi.

..... tidak apa. Jeno paham.

Lantas Jeno mendekap Y/n dengan erat. Ia ingin menenangkan Y/n. Itu saja.

(Contoh ilustrasi nya)

"Bawa Jaemin pulang, Jeno..." Isak Y/n.

Perlahan, air mata Jeno terjatuh. Sakit antara lihat Y/n menangis dan menerima fakta tentang Y/n yang lebih menginginkan Jaemin dibanding dirinya.

Walau ia tau bagaimana hubungan Y/n dengan Jaemin, tapi tetap tidak bisa dipungkiri bahwa hatinya merasa dipatahkan oleh kenyataan yang ada.

Jeno juga tidak bisa berkata apa-apa. Y/n bukanlah anak kecil yang bisa dihibur dengan kebohongan. Tidak mungkin Jeno bilang kalau ia akan membawa Jaemin kembali kesini.

"Gue anterin pulang ya?" Kata Jeno sambil menghapus air matanya sebelum melepas pelukan. Ia tak ingin Y/n tau bahwa ia sempat menangis.

Y/n diam. Melamun dengan air mata yang terus menetes.

Tangan Jeno terangkat untuk mengusap air mata Y/n dan menghapus jejak air mata di pipi Y/n.

"Sini gue anterin pulang." Jeno berjongkok di depan Y/n, posisi membelakangi gadis itu.

Tanpa berkata apa-apa, Y/n langsung saja naik ke punggung Jeno. Setelah itu Jeno berdiri, membenarkan posisi tubuh Y/n, kemudian mulai berjalan.

Di hari yang mulai gelap, Jeno menyusuri jalan dengan Y/n yang digendong di punggungnya. Tak apa, asalkan Y/n berhenti nangis, Jeno rela melakukan ini.

Pelan-pelan Y/n mulai memejamkan matanya, lalu tertidur di salah satu pundak Jeno.

Terkadang Jeno tidak paham kenapa ia bisa berlaku seperti ini hanya untuk Y/n —gadis yang dulunya sangat ia benci.

Nyatanya.... terlalu benci itu bisa menimbulkan rasa yang sebaliknya.

Hm... yah... Jeno mulai mengakui kebenaran tentang pepatah itu.

Ia merubah sikap untuk Y/n. Ia menangis untuk Y/n. Ia berdarah untuk Y/n. Ia bernafas untuk Y/n. Dan ia rela melakukan hal yang tidak pernah ia lakukan —ke siapapun— hanya untuk Y/n.

|
|
|
"Gue gak butuh lo!! Gue butuh Jaemin!!"

"Gue cuma mau Jaemin!! Bukan yang lain!! Yang gue butuhin itu Jaemin!!"

"Bawa Jaemin pulang... Hikss.."

"Bawa Jaemin pulang, Jeno..."
|
|
|

Mengingat ucapan Y/n beberapa menit yang lalu, buat Jeno kembali merasakan sakit.

"Seandainya gue yang meninggal.... apa lo juga bakal serapuh ini, sayang?" Jeno bergumam diantara hembusan angin malam yang menerpa kulitnya dengan lembut.

Tidak masalah jika tidak ada yang mendengarkan. Jeno hanya ingin mengungkapkan apa yang ada di pikirannya.

"Kalau gue gak bisa bahagiain lo.... gue bakal pergi tinggalin lo dan berharap..... lo bakal temuin kebahagiaan lo yang sesungguhnya." Gumam Jeno lagi. Suaranya pelan. Sangat pelan.

Ia jadi teringat kalau ia pernah menyanyikan sebuah lagu untuk Y/n, —Tercipta Untukku. Ia berpikir ulang, Apakah Y/n memang tercipta untuknya?

Jeno menautkan alisnya sedih. Kaki terus melangkah tanpa henti menyusuri jalan.

"Jeno beneran sayang sama Y/n. Jeno suka Y/n apa adanya. Park Y/n, anak psikologi semester 4." Jeno kembali bergumam, senyum terulas tipis.

"Cewek kampung yang jadi kesayangan banyak orang. Cewek nyebelin yang sering jadi temen berantemnya Lee Jeno. Cewek baik yang sering dikasarin sama cowok gak tau diri kayak Jeno. Dan cewek yang hebat dimata Jeno." Sambungnya.

Pipi di gembungkan sebelah beberapa detik. Lalu beralih menggigit kecil bibir bawahnya sebelum bergumam lagi,

"Apa Y/n juga sayang sama Jeno?"

Terlalu menyakitkan bergumam sendirian dengan orang yang diharapkannya mendengarkan tengah tertidur pulas dalam gendongan punggung.

Iya, Jeno tau itu menyakitkan. Tapi apa yang bisa ia lakukan?

Nothing.

Jeno hanya bisa menahan semuanya dalam diam. Segalanya, ia sembunyikan di hati.

Tiidd

Jeno menoleh begitu dengar suara klakson. Itu Renjun dengan mobilnya. Menawarkan tumpangan.

Karena Jeno tidak tau dimana rumah Y/n, jadi Jeno mengiyakan saja dan masuk ke dalam mobil bersama Y/n yang masih tertidur begitu pulas. Duduk berdua di belakang, Renjun yang menyetir.

Sesekali Renjun melihat ke belakang melalui kaca spion, menatap iba Y/n yang tengah tidur dalam posisi bersandar di pelukan Jeno.







Tuhan, bantu dia buat bisa tegar terima kenyataan. Jangan biarin pertahanannya hancur. Aku mau dia bangkit, meski tanpa Jaemin. Batin Renjun.
















TBC

Nanges lagee nanges lagee...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top