113 - Isak Tangis
Seketika tubuh gue melemas. Gue berjalan mundur dan nabrak kursi di belakang gue.
"Y-Y/n.." Somi udah pegangin bahu gue, nahan tubuh gue yang hampir ambruk.
"K-Kalian bohong 'kan? Iya 'kan?" Air mata gue makin deras.
Semuanya diem. Gue liat Felix masih nangis. Lisa pun ikutan nangis.
Please ... gue harap mereka lagi bercanda.
"K-Kata kalian, Jaemin ada di luar negeri. Dia dibawa sama orang tuanya b-biar dapet perawatan yang lebih baik. I-Itu bener 'kan? J-Jaemin beneran ada di luar negeri?"
Mereka masih diem. Bikin jantung gue makin kenceng berdegupnya.
Gue lepasin tangan Somi dari bahu gue. Terus ngehapus air mata gue yang jatuh. Gue paksain bibir gue buat melengkung.
"Prank ultah ya? Prank kalian gak lucu. Gue tau Jaemin baik-baik aja. Dia dimana? Di rumah sakit ini juga 'kan? Di ruangan mana? Gue mau cari Jaemin."
Gue udah mau keluar kamar ini, tapi dihalangin sama Jeno, sama Haechan juga.
"Y/n, denger dulu. Jangan kemana-mana. Kondisi lo masih belum stabil." Jeno nahan bahu gue.
"Lepasin gue! Gue mau ketemu Jaemin!! Jaemin dimana?!" Gue berontak biar di lepasin.
"Enggak, Y/n. Jangan kemana-mana."
Gak gue denger. Gue malah cabut paksa jarum infus dari tangan gue meski kerasa sakit. Abis itu dorong Jeno sama Haechan biar minggir dari pintu.
Setelah pintunya gue buka, gue langsung lari nyari dimana ruangan Jaemin berada. Iya, gue yakin kalau Jaemin gakpapa. Mereka bohong 'kan? Gak mungkin Jaemin..—
Bruk!
Pas gue lagi lari, gue malah tabrakan sama orang. Gue nengadahin kepala, dan ternyata itu adalah Dokter Cathan.
"Loh? Y/n? Mau kemana? Dan... kenapa jarum infus nya di cabut?" Tanya Dokter Cathan.
"D-Dokter, dimana Jaemin? Dia dirawat di ruangan yang mana? Aku pingin ketemu Jaemin, dok."
"T-Tunggu, maksud kamu apa?"
"Iya, Jaemin ada disini 'kan? Dia gak di luar negeri."
Dokter Cathan diem dan natap gue pake tatapan yang..... ah, gue gatau harus jelasin kek gimana.
Perlahan, air mata gue jatuh lagi pas liat raut wajah Dokter Cathan.
(Contoh ilustrasi nya)
"T-Tadi Felix bilang kalau Jaemin ... nyawanya gak tertolong. D-Dia bohong 'kan dok? Jaemin baik-baik aja dan dia ada di rumah sakit ini juga. Iya 'kan?"
Dokter Cathan nengadahin kepalanya, liat ke belakang gue, buat gue ikut nolehin kepala gue ke belakang.
Ada Jeno dan yang lain di belakang gue sekitar 2 meter.
Emang, jarak gue sekarang sama jarak ruangan gue gak jauh karena gue larinya baru bentar.
"D-Dokter, tolong bilang kalau mereka bohong. Ini cuma prank ultah. Ini gak nyata. Mereka bohong. Mereka cuma bercanda." Kata gue sambil kembali natap Dokter Cathan.
"Mending sekarang kamu balik ke ruangan kamu ya? Kamu harus di periks...—"
"Gak mau dok! Aku mau ketemu Jaemin! Dimana Jaemin!?" Gue goyang-goyangin lengannya Dokter Cathan. Air mata gak mau berhenti.
"Dokter... Hikss... Bilang kalau mereka bohong... " Gue terisak. "Dokter..! Jaemin gakpapa 'kan?! Hikss.. Dokter..! Dokter jangan diem aja..!~"
Gue makin terisak ketika di benak gue muncul ucapan Felix yang bersamaan dengan memori ingatan gue tentang Jaemin.
(Contoh ilustrasi nya)
Gue gak sanggup kalau seandainya Jaemin beneran.... —
Please, gue mau bangun dari mimpi buruk ini.
Tanpa disadari, gue hampir aja ambruk jatuh ke bawah. Beruntung Dokter Cathan langsung nangkap gue, terus dipeluk.
"Mereka bohong~ Mereka cuma mau prank doang~ Prank ultah~ Jaemin gakpapa~ Jaemin baik-baik aja~ Dia gakan pernah ninggalin aku~ Ini gak nyata~ Hikss.." Gue sadar betul kalau gue lagi nangis di pelukan Dokter Cathan. Tapi
Dan kemudian.... semuanya jadi gelap.
Y/n POV end
•
•
•
Author POV
Y/n membuka matanya perlahan. Menatap sekeliling sambil memegangi kepalanya yang terasa pening.
Kedua mata itu tiba-tiba terbuka lebar ketika ingat kejadian sebelumnya. Ia terduduk dan mendapati kawan-kawannya tengah duduk di sofa dalam keadaan cemas.
"Y/n?" Kaget Hyunjin, membuat semuanya segera menghampiri Y/n.
"Y/n, lo gakpapa?" Hyunjin hendak mengusap kepala Y/n, namun langsung Y/n tepis dengan kasar.
"Bilang sama gue kalau kalian bohong. Please.. Candaan kalian gak lucu." Kata Y/n yang kemudian kembali menangis.
Ia menatap semuanya satu persatu.
"Jangan diem aja. Diemnya kalian gak kasih gue kejelasan apa-apa." Kata Y/n lagi sambil menghapus air matanya.
Perlahan, Renjun ikut meneteskan air matanya.
"Re-Renjun..." Panggil Y/n.
Renjun tidak menyahut, dia malah menundukkan kepalanya.
"Please... ini gak nyata 'kan? Please please please... Ini gak nyata.. Please.." Suara Y/n memelan di akhir kata. Lalu ia menutup wajahnya dan terisak.
"Jaemin gak mungkin pergi.. Jaemin baik-baik aja.. Dia gakan ninggalin gue.." Gumam Y/n di sela-sela tangisnya.
Hal itu membuat semuanya ikut menangis. Termasuk Renjun yang memang sudah tidak kuat menahan tangis sedari tadi.
"Jaemin baik-baik aja... Hikss... Ini gak nyata.. Ini mimpi... Jaemin gakan pernah ninggalin gue.. Jaemin gakpapa... Hikss... Jaemin..."
Berulang kali Y/n mengucapkan kalimat yang sama, meyakinkan diri bahwa ini tidak nyata, bahwa ini mimpi, dan Jaemin-nya baik-baik saja.
Perlahan, Y/n menengadahkan kepalanya menatap kawan-kawannya yang sudah banjir air mata.
"A-Anterin gue ke Jaemin."
"M-Maksud lo apa, Y/n?" Kaget Han.
"Anterin gue ke Jaemin. Kalian bilang Jaemin udah meninggal. Gue mau liat.... pemakannya."
"Tapi keadaan lo..—"
"GUE GAK PEDULI!!! GUE MAU KETEMU JAEMIN!!" Suara Y/n meninggi, lalu memelan sambil kembali menangis, "Gue mau ketemu Jaemin.. Hikss.. Anterin gue.. Hikss.."
Akhirnya, Han menuruti apa yang dipinta oleh Y/n. Ia mengantarkannya ke pemakaman Jaemin. Yang lain ikut.
•
•
•
Di hadapan mereka sekarang, terdapat gundukan tanah dengan batu nisan bertuliskan, RIP Na Jaemin.
Y/n pikir, mereka takkan bisa membuktikan tentang ucapan mereka, namun nyatanya....
.... mereka mampu membuktikan bahwa Jaemin memang telah meninggal.
Tanggal wafatnya tertulis angka yang Y/n tau bahwa itu tanggal di hari Jumat kemarin.
Y/n menjatuhkan tubuhnya, menatap nanar batu nisan itu dengan air mata yang mulai mengalir.
Ia menyesal. Seandainya ia tidak pingsan, seandainya ia tidak koma, pasti ia bisa melihat Jaemin untuk yang terakhir kalinya.
"Nana..."
Untuk yang kesekian kalinya, ia harus kehilangan orang yang disayanginya.
Mama, papa, lalu Jaemin. Kenapa semuanya diambil?
Y/n terus menangis, semakin deras ketika bayangan Jaemin tiba-tiba muncul di ingatannya.
Ketika mamanya meninggal, Jaemin yang selalu ada untuknya dan menguatkannya. Jaemin yang tak pernah lelah menghadapi sikap randomnya yang terlewat aneh. Jaemin yang menghiburnya dikala sedih. Jaemin yang membangkitkannya disaat terjatuh. Jaemin yang selalu merangkulnya ketika masalah datang. Dan Jaemin yang tidak pernah lelah untuk menjaga dan menyayanginya. Serta Jaemin yang menjadi pengganti mama papanya.
Semua ikut menangis saat lihat bagaimana rapuhnya Y/n tanpa seorang Na Jaemin.
"Jaemin.... Hikss... Kamu bohong! Kamu bilang kamu gakan pernah ninggalin aku!! Kamu bilang kamu bakal selalu ada buat aku!! Kamu.... Hikss.. Jaemin..."
Y/n tidak tau harus mengekspresikan perasaannya seperti apa.
Hatinya benar-benar hancur sekarang. Tuhan berhasil membuatnya jatuh ke luka yang paling dalam.
Detik berikutnya, Y/n berlari begitu saja meninggalkan tempat itu sambil terus menangis. Berlari kencang tanpa mempedulikan kawan-kawannya yang sekarang sedang mengejarnya.
"Ini gak nyata. Ini gak nyata. Ini gak nyata. Hikss.. Ini gak nyata..~"
(Contoh ilustrasi nya)
Ia akan pulang ke rumahnya. Segera pergi tidur dan ia harap ketika bangun di esok hari, semua kesakitan ini akan hilang, Jaemin ada disampingnya dalam keadaan baik-baik saja. Yah... Ia harap begitu.
TBC
Aku nulis ini sambil dengerin lagu Tanpa Kekasih, eh malah nangis beneran:( Udah gitu nangisnya kejer banget lagi sampe bengkak mataku T_T Sialan.
Terus aku juga liat video yang aku bikin sendiri buat chapter yang nangis-nangisan gini, dan malah tambah nangis. Emang dah cengeng banget aku tuh:(
Ada yang kepo enggak sama video nya? Kalau ada yang mau liat, nanti aku share:)
Btw makasih yaa vomennya 😚😚❤️❤️💜💜
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top