- 113.1 - Saturday [Flashback]

Sabtu, jam 9 pagi..

Hari ini Jaemin di makamkan. Selain karena menunggu ayahnya yang benar-benar sibuk mengurusi urusan yang tidak bisa di tunda, tapi juga karena menunggu kerabatnya yang akan datang, jadi hari ini dimakamkannya.

Semua menangis. Menangis kencang yang terdengar sangat menyesakkan dada.

Tante Na dan Om Na tak tahan melihat anak bungsunya terbujur kaku di dalam peti.

Proses pemakaman berjalan lancar. Tidak ada hambatan apapun. Walau begitu, mereka semua masih tidak percaya dengan apa yang mereka lihat sekarang.

Jaemin meninggal? Langit terasa kelam. Ini mimpi paling buruk.

Setelah ini.... mungkin mereka takkan bisa lagi melihat senyum manis khas milik lelaki bermarga Na itu. Tidak akan ada lagi yang memberi saran sebaik dirinya. Dan tidak akan ada lagi tawa semanis madu yang akan terdengar.

Lisa berlutut di samping gundukan tanah dengan batu nisan bertuliskan ; RIP Na Jaemin.

Air mata tak terbendung sedari tadi. Menangis saja tanpa mempedulikan apapun.

"Na Jaemin... Hikss... " Isak tangis masih menyelimutinya dan orang-orang disana.

Perlahan, Lisa menjatuhkan keningnya di atas kedua tangan yang ia simpan di makam Jaemin.

Semakin diingat, semakin menyakitkan. Kenangan singkat tentang lelaki itu seakan terus berputar dalam memori ingatannya tanpa henti.

Sementara itu, di bawah pohon dekat sana, ada Renjun yang tengah meringkuk sambil menangis. Ternyata.... apa yang di takutkannya terjadi juga.

Di sisi lain, Taehyung pun ikut menangis. Seluruh tubuhnya terasa tak berdaya melihat makam seseorang yang telah ia anggap sebagai adik sendiri.

"Taehyung, lo gakpapa?" Tanya Namjoon, sobat karib Taehyung yang menyempatkan waktunya untuk datang kesini.

Taehyung hanya diam, lalu kembali mengeluarkan air matanya yang tadi sempat berhenti.

"Hei Taehyung," Namjoon memanggil lagi seraya memegang lengan atas Taehyung.

"Adik kesayangan gue.....—" Taehyung menengadahkan kepalanya menatap Namjoon, "Ini gak nyata 'kan?"

Namjoon bungkam, membuat air mata Taehyung semakin tidak mau berhenti. Lantas, Namjoon menarik Taehyung ke dalam pelukannya.

"Tegarlah Kim Taehyung." Gumam Namjoon.

Matahari semakin naik, namun mereka tidak mau beranjak dari sana.

"Kalian.... masih mau disini?" Tanya Jaehyun.

Jeongin mengangguk, karena yang lain hanya diam saja.

"Kalau gitu.... gue duluan ya? Gue harus ke kantor polisi, nemuin Jennie." Kata Jaehyun yang lagi-lagi dijawab anggukan oleh Jeongin.

"Gue ikut, Jae." Pinta Rose. Jaehyun mengiyakan, dan membawa Rose pergi dari sana.

Di kantor polisi...

Ketika datang, Jaehyun meminta waktu kepada polisi untuk membiarkannya menemui Jennie.... dan Yeri.

Disinilah mereka sekarang, duduk berhadapan dengan Jennie dan Yeri yang kebingungan.

"Kenapa Mas Jae? Terus.... Mbak Rose juga kenapa matanya sembab?" Tanya Jennie.

Jaehyun menolehkan kepalanya sebentar ke Rose, lalu kembali lagi ke Jennie.

"Oh iya mas, Kak Jaem gimana? Dia gakpapa 'kan? Semaleman aku gak bisa tidur gara-gara mikirin Kak Jaem." - Jennie

"....." - Jaehyun

"Mas! Jangan diem aja ih! Kak Jaem gakpapa 'kan? Waktu mas ngunjungin aku disini juga mas bilang kalau Kak Jaem udah ditanganin sama dokter. Berarti dia gakpapa 'kan?" - Jennie

"Jennie, sebenernya mas kesini karena punya kabar buat kamu sama Yeri." - Jaehyun

"Kabar apa?" - Jennie

"...." - Jaehyun

"Mas Jae ih! Kabar apa??? Mas Jae!" - Jennie

Jaehyun masih diam, membuat Jennie tambah gemas. Sedangkan Yeri tetap bungkam. Perasaannya mengatakan bahwa ada sesuatu hal yang buruk. Dari kemarin perasaan cemas selalu muncul.

"Apa.... ini ada hubungannya sama Jaemin?" - Yeri

Jaehyun menoleh menatap Yeri, lalu perlahan mengangguk.

Mata Jennie melebar, "Ha? Kak Jaem?? Kak Jaem kenapa mas??"

"Kak, tolong bilang kalau firasat gue salah. Jaemin..... baik-baik aja. Iya 'kan?" Detik berikutnya, Yeri meneteskan air matanya.

Sementara itu, Jennie yang masih tidak paham, menatap bingung ke arah kakak sepupunya dan Yeri secara bergantian.

"Kak Yeri kenapa nangis? Kak Jaem gakpapa 'kan? M-Mas Jae bilang kemarin Kak Jaem udah ditangin sama dokter. Berarti dia baik-baik aja." Kata Jennie.

Ingin sekali Yeri berpikir begitu juga. Tapi melihat raut wajah Jaehyun dan Rose, membuatnya berpikir kemana-mana.

"Kalian kenapa pada diem?! Kak Jaem gakpapa 'kan?! Iya 'kan?!" Ujar Jennie dengan gemas.

"Enggak, Jennie. Jaemin.... gak baik-baik aja." Jawab Jaehyun setelah mengambil napas dalam-dalam dan dihembuskan.

"Hah? Maksud mas apa? Kemarin 'kan.....—" - Jennie

"Kemarin Jaemin emang ditanganin sama dokter. Tapi mas lupa bilang kalau peluru itu tembus ke jantungnya. Hal itu buat jantung Jaemin melemah walaupun peluru udah di ambil." - Jaehyun

Jennie menutup mulutnya dengan tangan. Dan Yeri masih meneteskan air matanya.

"Terus kemarin siang..... Jaemin menghembuskan nafas terakhirnya." Sambung Jaehyun

Tubuh Yeri terkulai lemas. Air mata semakin deras. Ia membatin, 'akhirnya.... ketakutan gue terbukti. Jaemin.....—'

Yeri menangis, membuat Rose ikut kembali menangis.

Jennie diam membeku, kemudian tertawa miris. "Mas Jae jangan bercanda. Gak lucu, mas. Kak Jaem gak mungkin meninggal. Mas Jae bohong 'kan? Kak Jaem pasti baik-baik aja."

Tapi akhirnya, Jennie membiarkan air matanya lolos, jatuh membasahi pipi chubbynya.

"Mas Jae bohong!! Mas Jae pembohong!!" Geram Jennie.

"Mas gak bohong, Jennie. Kita baru pulang dari pemakaman Jaemin. Disana masih ada yang lain. Masih disana sambil..... nangis."

"Enggak! Mas Jae bohong! Kak Jaem gak mungkin meninggal!"

"Jennie,—"

"Mas Jae~ Kak Jaem gak mungkin meninggal~ Hikss... Dia baik-baik aja..." Jennie terisak.

Ia tidak bisa apa-apa sekarang. Polisi takkan mengizinkannya keluar dari sini hanya untuk melihat pemakaman Jaemin.

"Ini..... ini salah gue." Gumam Jeno.

"Lo ngomong apaansi?" Somi mendorong pelan bahu Jeno, lalu menghapus air matanya.

Pandangan Jeno beralih ke Somi, "Ini emang salah gue, Som. Semua berawal karena Eunwoo yang ngincer mobil gue. Seharusnya gue kasih aja mobil gue ke dia. Kalau gue ngelakuin itu.... hal ini gakan terjadi."

Setelah itu, ia langsung pergi dari sana.

"Jeno! Jeno!" Panggil Somi. Ia hendak mengejar Jeno, namun Namjoon cepat menahan bahu Somi.

"Dia butuh waktu sendiri, jangan di ganggu." Kata Namjoon.

Somi diam sejenak sebelum mengangguk.

Kemudian, Namjoon menatap Taehyung yang tengah jongkok di hadapan makam Jaemin sambil melamun. Tangannya terangkat untuk menepuk pundak Taehyung.

"Tae, lo masih mau disini?" Tanyanya.

Taehyung diam. Masih melamun. Mata sudah bengkak, tapi rasanya masih ingin menangis.

"Kayaknya lo gak bisa diganggu. Apa gue harus cancel pertemuan kita sama Jimin?"

Taehyung menghela napas, lalu menengadahkan kepalanya menatap Namjoon.

"Dia dimana? Udah otw?"

Namjoon mengangguk, "Udah. Dia baru aja chat gue, katanya lagi otw ke Kafe BWL."

Sebenarnya.... Taehyung ingin sekali membatalkan pertemuannya itu. Ia ingin langsung pergi ke rumah sakit untuk menemui Y/n. Tapi.... rasanya terlalu egois jika ia membatalkan janji hanya karena urusan pribadi. Bagaimana pun juga, Jimin adalah salah satu sobat karibnya sejak SMP yang banyak sekali membantunya, terutama dalam urusan perkembangan HCT.

"Jangan di cancel. Kita kesana sekarang." Kata Taehyung. Ia menenangkan diri dulu sebelum beranjak berdiri dari posisi jongkoknya.

"Kalian.... pulanglah. Matahari makin tinggi." Titah Taehyung.

Semua mengangguk, termasuk Tante Na dan Om Na. Kecuali.... Lisa. Ia masih saja pada posisi yang sama, berlutut di samping makam Jaemin.

"Lisa, ayo pulang." Ajak Miyeon.

Lisa menggeleng, "Gamau. Gue gamau pergi. Gue mau disini aja sama Jaemin."

"Lisa.... lo gak mungkin terus-terusan disini. Ayo pulang, Lisa." Miyeon menarik lengan Lisa agar gadis itu mau berdiri. Tapi Lisa tetap kekeuh ingin disini.

"Gue gamau! Gue mau disini!!" Lisa agak membentak sambil menarik tangannya, membuat yang lain termasuk Miyeon sendiri jadi terkejut.

Lalu, Mark berdiri. Mendekati Lisa dan menyentuh pundaknya.

"Lisa,"

"GUE BILANG GUE GAK MAU!! GUE MAU DISINI!! KALIAN AJA YANG PERGI!!" Bentak Lisa dengan nada yang sangat tinggi.

"Yaudah kalau itu mau lo. Kita pergi." Kata Mark.

Ia memberi kode ke semuanya untuk pergi dari sini, meninggalkan Lisa sendirian. Awalnya Miyeon dan beberapa dari mereka menolak, tapi setelah Mark memberi pengertian lewat tatapan matanya, mereka semua akhirnya menurut.

Semuanya pergi. Tidak benar-benar pergi sih, mereka hanya menjauh saja dari sana dan bersembunyi.

Sementara itu, Tante Na dan Om Na pamit pulang. Tadinya mereka ingin membujuk Lisa, tapi mereka mengurungkan niat saat lihat Lisa yang begitu emosional.

Di sisi lain, Lisa terus menatapi batu nisan milik Jaemin. Melamun, pikiran kosong.

Namun..... Walaupun matanya sudah sangat sembap, pipi dan hidung sudah memerah, hidung tersumbat, serta mata yang sebenarnya sudah terasa panas karena terus-terusan menangis, nyatanya air mata itu kembali jatuh.

Ia masih tidak percaya dengan apa yang terjadi.

"Jaem.... kenapa lo harus pergi? Apa lo gak sayang sama Y/n? Gue harus bilang apa sama Y/n? Hikss.." Isak tangis terdengar.

Benar, Lisa juga memikirkan Y/n. Ia saja —yang hanya teman untuk Jaemin— sangat merasakan sakit saat ditinggalkan Jaemin. Apalagi Y/n yang sudah lama bersama Jaemin dan selalu bersama Jaemin.

Karena tidak tahan lihat Lisa yang terus-terusan menangis, Taehyung pun beranjak untuk mendekati Lisa.

Lagipula..... kasihan Lisa. Kakinya apa tidak keram?

"Lisa, pulang yuk?" Ajak Taehyung.

Tanpa menoleh, Lisa menggelengkan kepalanya. Masih menangis terisak.

"Lisa," Taehyung berjongkok di samping Lisa. Tangannya bergerak untuk mengusap kepala gadis itu.

"Jaemin gakan suka liat kamu terus-terusan nangis gini. Kakak juga sedih ditinggal Jaemin, tapi.... manusia gak bisa melawan kehendak Tuhan."

Lisa tak  menjawab, membuat Taehyung menghela napas.

"Lisa,..."

"Apa.... aku gak bisa bawa Jaemin pulang? Apa Tuhan gak bisa kasih Jaemin kesempatan buat kembali hidup? Kenapa Tuhan ngambil Jaemin? Hikss... Aku gak suka. Aku mau Jaemin pulang, kak."

Mendengar penuturan Lisa, diam-diam air mata Taehyung menetes. Tapi segera ia hapus sebelum Lisa menoleh dan memergokinya.

Taehyung memaksakan bibirnya untuk melengkung, "Jaemin itu orang baik, itulah kenapa Tuhan ngambil Jaemin. Percaya, Jaemin pasti ditempatkan di tempat yang jauh lebih baik dari dunia, yaitu surga."

Lisa menolehkan kepalanya, "Iyakah, kak?"

"Iya. Udah ya jangan nangis-nangis lagi? Kamu harus kuat, gak boleh cengeng."

Motivasi itu cukup berhasil membuat Lisa sedikit tenang. Ia menghapus air matanya, kemudian kembali melihat ke makam Jaemin.

"Aku suka kalau Jaemin selalu dalam keadaan baik. Tapi aku masih gak rela kalau Jaemin pergi." Gumam Lisa.

"Pelan-pelan kamu bakal terbiasa dengan ketidakhadirannya Jaemin. Sekarang pulang ya?" Taehyung sudah berdiri, tapi Lisa masih pada posisi yang sama.

"Ayo pulang, Lisa. Apa mau kakak gendong kamu?"

"Gak usah bercanda."

"Kakak gak bercanda kok. Kakak bisa aja..—"

"Berisik kak! Y/n tau nanti kakak di gampar."

Taehyung tertawa kecil, lalu tangannya terulur, "Yaudah kalau gitu, pulang ya?"

Lisa menoleh menatap Taehyung sebelum pandangan itu beralih ke tangan yang tengah terulur. Perlahan, Lisa menggapai tangan itu dan membiarkan Taehyung membantunya berdiri.

"Besok gue kesini lagi, Jaemin." Lisa bergumam sambil melihat ke makam Jaemin sebelum benar-benar pergi dari sana.

Sementara itu, Taehyung membatin, 'Kami pergi ya dek? Tenanglah disana. Nanti kakak kesini lagi.'
















TBC

Sedih aku tuh T_T

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top