108 -

"Kok gue bego sih?! Hp Jeno 'kan ada di Eunwoo!" Gumam Yeri kesal setelah berulang kali mencoba menelepon Jeno, namun tak ada respon.

Ia menggigit kukunya sambil berpikir. Ia bingung harus menelepon siapa. Ia tak punya nomor teman-temannya Jeno ataupun Jaemin.

Di tengah kebingungannya itu, ia melihat Eunwoo yang berdiri dengan tangan yang sudah memegang sebuah pistol. Mulutnya menganga saat lihat pistol itu terarah ke punggung Y/n.

DOR!

(Contoh ilustrasi nya)

Sebelum Yeri berteriak, Jaemin sudah lebih dulu peka dengan apa yang terjadi. Ia menyadari keberadaan pistol yang terarah ke punggung Y/n. Dan bertepatan dengan pelatuk yang di tarik, Jaemin memutar tubuhnya. Mengubah posisi, hingga akhirnya peluru itu menusuk ke dalam tubuhnya.

Semua orang berteriak. Termasuk Y/n yang sedang berada dalam dekapan Jaemin. Seketika Jaemin ambruk, tepat di depan Y/n.

"Jaemin!!" Pekik Y/n. Disusul dengan pekikan dari Jennie, Yeri, Lisa, dan Wendy yang sama-sama memanggil nama Jaemin.

Kemudian, mereka berlari mendekat. Sedangkan Y/n sudah lebih dulu duduk di samping Jaemin.

Air mata yang sempat terhenti, kini mengalir deras. Suara tembakan itu persis dengan suara tembakan di mimpinya tadi malam.

"J-Jaemin..." Y/n terisak. Kedua tangannya terangkat untuk menyentuh luka tembak itu yang membuat tangannya terkena noda darah.

"Enggak enggak. Jaemin! Jaemin!" Panggil Y/n sambil menepuk-nepuk pipi Jaemin.

Mata Jaemin masih terbuka meski hanya setengah.

Lisa, Jennie, dan Yeri langsung menangis lihat keadaan Jaemin, orang yang mereka suka. Sedangkan Wendy tidak percaya bahwa Eunwoo bisa sejahat ini. Air matanya ikut jatuh.

"Kak Jaem! Kak Jaem bangun! Kak Jaemin~" Jennie ikut menepuk pipi Jaemin.

Semua panik, semua bingung, dan semua hilang kendali.

"A-Ambulan! Tolong telepon ambulan!" Ucap Y/n yang terdengar sangat panik.

Yeri mengangguk, lalu segera menelepon ambulan walau tangannya sudah gemetar lihat keadaan Jaemin.

Berbeda dengan Yeri, Wendy malah lebih memilih untuk menelepon polisi.

Sementara itu, Lisa menghapus kasar air matanya. Lalu menarik Jennie agar menjauh dari sana.

Plak!

Satu tamparan keras mendarat di pipi Jennie. Lisa menggeram marah. Ia tak menyangka bahwa adik sepupunya ikut andil dalam kejahatan yang dilakukan Eunwoo.

"APA YANG ADA DI PIKIRAN KAMU, JENNIE?!" Bentak Lisa.

Jennie diam sambil memegangi pipinya. Tangisnya semakin menjadi-jadi.

"LIAT SEKARANG APA YANG UDAH KAMU LAKUIN!! INI YANG KAMU MAU?! IYA?!"

Lagi-lagi Jennie hanya diam dan terus menangis.

"MBAK KECEWA SAMA KAMU!! APA INI HASIL DARI DIDIKAN ORANG TUA KAMU?! APA KAMU SEKOLAH TINGGI-TINGGI CUMA BUAT JADI PENJAHAT?!"

Mendengar itu, Jennie menjatuhkan tubuhnya. Berlutut di hadapan Lisa.

"Jennie minta maaf, mbak. Hikss.. Jennie gak tau kalau jadinya bakal gini. Hikss... Mbak~ Maafin Jennie.. Hikss.." Jennie terus terisak dan menundukkan kepalanya.

Di samping itu, Y/n masih menangis dan menatap wajah Jaemin. Tadi ia langsung melepaskan jaketnya, di pakai untuk menutupi luka tembak itu, guna menahan darah yang terus mengalir.

"Lo gakan apa-apa. Lo bakal baik-baik aja. Iya 'kan?" Tanya Y/n di tengah isak tangisnya dan di tengah usahanya untuk menghentikan darah yang terus saja mengalir dengan cara menekan jaket yang menutupi luka tembak itu.

Perlahan, salah satu tangan Jaemin terangkat. Ia mengusap pelan pipi Y/n yang basah.

"Jangan nangis.." Pinta Jaemin. Suaranya sangat pelan, hampir tak terdengar.

"Jaem~ Jangan tinggalin gue. Lo harus bertahan, sebentar lagi ambulan dateng. Jaem~ Jangan tinggalin gue, please~ Hikss.."

(Contoh ilustrasi nya)

Melihat Y/n yang menangis pilu seperti itu, membuat Jaemin ikut sedih. Ia tidak tega, air matanya jatuh menetes.

Kemudian, Jaemin mendorong kepala Y/n agar mendekat menggunakan tenaga yang tersisa. Lalu ia mencium lembut pipi Y/n.

"Berhenti nangis, sayang."

Tentu saja hal itu malah membuat Y/n semakin kencang nangisnya.

Akhirnya, ambulan pun datang. Para petugas medis segera menaikkan Jaemin ke dalam mobil itu.

Jeno dan yang lainnya juga datang. Tadi Lisa yang menelepon Renjun dan menyuruhnya datang kesini. Otomatis Renjun bawa kawan-kawannya, termasuk Jeno.

Y/n hanya bisa menangis. Jeno cepat-cepat mendekati Y/n.

"Y/n," Panggil Jeno seraya memegang pundak Y/n.

"Jeno, Jaemin gakan apa-apa 'kan? Dia bakal selamat 'kan?"

Jeno tak menjawab, ia malah menarik Y/n ke dalam pelukannya yang sudah pasti membuat tangis Y/n kembali pecah.

(Contoh ilustrasi nya)

Tak berselang lama, pelukan terlepas. Y/n hendak ikut ke dalam mobil ambulan, namun kepalanya tiba-tiba terasa pusing. Ia oleng, dan kemudian jatuh pingsan.











-----











Y/n POV

Gue buka mata gue pelan-pelan. Agak buram, tapi udah kembali jernih pas gue mengerjapkan mata gue berkali-kali.

Ruangan putih. Bau obat-obatan.

Gak salah lagi, ini pasti di rumah sakit.

Tunggu, kok gue ada di rumah sakit lagi sih?

DOR!

Seketika Jaemin ambruk,

"Enggak enggak. Jaemin! Jaemin!"

"A-Ambulan! Tolong telepon ambulan!"

"Jaem~ Jangan tinggalin gue. Lo harus bertahan, sebentar lagi ambulan dateng. Jaem~ Jangan tinggalin gue, please~ Hikss.."

Gue melotot kaget pas keinget kejadian itu.

"Jaemin!!" Pekik gue yang langsung bangun.

Tepat saat gue mau lepasin infusan, pintu kebuka. Ada Renjun yang baru aja dateng.

"Re-Renjun, Jaemin mana?? Dia gakpapa 'kan?? Iya 'kan Njun??" Tanya gue heboh.

Renjun cume diem, terus masuk ke dalem setelah nutup pintu. Dia duduk di kursi samping ranjang yang gue tempatin.

"Kok diem aja? Jaemin mana? Dia gakpapa 'kan? Dia baik-baik aja 'kan?" Gue nanya lagi, karena Renjun gak jawab.

"Iya, Jaemin..... baik-baik aja."

Gue cukup lega denger jawaban Renjun. Syukur kalau Jaemin gakpapa.

"Sekarang Jaeminnya dimana? Gue mau ketemu sama Jaemin." Kata gue. Tangan gue padahal udah siap buat nyabut infusan itu. Tapi sama Renjun di cegah.

"E-Eh, mau kemana?"

"Mau ketemu Jaemin. Gue mau mastiin kalau dia beneran baik-baik aja."

"Enggak enggak, lo baru aja sadar dari koma, Y/n. Lo harus banyak istirahat."

"Ha? Koma?"

"Iya, lo koma 3 hari."

"Ha?"

Gue udah pasti kaget. Seriusan gue koma? Sampe 3 hari???

"K-Kalau gue koma... berarti Jaemin udah cukup sembuh 'kan? Atau masih dalam masa pemulihan? Dia dimana? Di rawat di rumah sakit ini juga?"

Renjun keliatan menghela napas sebelum jawab pertanyaan gue.

"Jaemin gak ada disini."

"T-Terus dia dimana?"

"Dia.... di luar negeri. Orang tuanya bawa Jaemin ke luar negeri biar dapet perawatan yang lebih baik."

"L-Luar negeri?"

Renjun ngangguk.

Ya gue gakpapa sih kalau Jaemin beneran ada di luar negeri. Demi kesembuhan Jaemin.... apapun bakal gue pertaruhkan.

Selama 3 hari ini, gue gak tau apa aja yang udah terjadi. Bahkan gue pingsan saat Jaemin di gotong ke ambulan.

Tapi.... ada hal yang bikin gue bingung. Yaitu....

... mata Renjun bengkak. Kayak yang abis nangis. Renjun.... nangis kenapa? Dan dimana semua orang? Kenapa cuma ada Renjun disini?















TBC

Btw aku upload video trailer buat "Be An Assassin Girl". Yang kepo boleh di cek^_^

Ig : @heavenmineisthere

Tenchuuu😚😚💜💜❤️❤️

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top