7 || Siapa?
Vote dulu, yang vote dapet kiss manja dari Oikawa
Oikawa : muach muach muach! <3
[Author POV]
"Ngopi napa ngopi!"
"Anjing! Panas goblok!" Umpatnya ketika ia menoleh dan menyadari bahwa Noya-lah yang menempelkan secangkir kopi panas di pipinya.
"Kalem bro. Lagian, itu muka napa pucet amat sih kek nahan berak?" Tanya Noya yang tampak meniup-niup pelan kopi di tangannya.
Suna menghela napas dan menghembuskannya bersamaan dengan asap rokok ke udara. "Muka gue emang pucet dari dulu, malih. Gua cuma lagi kepikiran waktu kemarin mergokin bang Kita diem-diem lihatin foto cewek."
"Akhirnya bang Kita demen cewek juga. Gue kira doi ada penyakit kelainan penyimpangan seksual," Timpal Noya asal-asalan.
"Gue juga awalnya sempet ngira kayak gitu tapi setelah gua perhatiin, ternyata dia mulai nunjukin gerak-gerik kalo dia suka sama anak seangkatan kita. Tapi gue belum tahu siapa," Beber Suna.
Tangan kanannya yang mengapit sebatang rokok di antara kedua jarinya menunjuk ke arah Noya. "Lo sendiri, tumbenan amat enggak sama duo tuyul itu?"
"Oh, tadi mereka berdua ijin mau ke salon. Biasalah, mau hair treatment," Jawab Noya yang dibalas kernyitan dahi oleh Suna. "Mereka kan botak dodol, mana bisa perawatan rambut? Yakali perawatan rambut ketek."
Noya menggeleng pelan. "Mana saya tahu, saya kan ikan." Setelah itu, Noya yang hendak meminum kopi di tangannya itupun langsung menggeram marah kala ada yang mendorong gelasnya hingga seluruh isinya tumpah.
"Woi, bangsat! Ada masalah hidup apa sih, jing!? Gelud sia!"
Suna hanya menatap datar Atsumu yang baru saja mendorong gelas Noya. "Aduh, maap mas Noya, sengaja."
Noya pun langsung cemberut memandang celananya yang basah terkena tumpahan kopinya. "Kasihan Gibran gue melepuh, entar gimana dong?" Tunjuk Noya ke arah celananya.
"Hah, Gibran?"
"Iya, anu gue namanya Gibran. Artinya gigih dan berani! Gimana, kece gak?" Ucap Noya memamerkan kepunyaanya. Astaghfirullah.
"Wah, mau kenalan sama Jeki gue gak?" Ujar Atsumu tampak antusias.
"Apa tuh artinya?"
"Jujur, ceria, kuat, dan imut!"
Seisi warung sontak tertawa mendengar nama anu-anu mereka termasuk Suna. Cowok yang terlihat dingin, kaku, dan misterius itu sebenarnya receh, bodoh, dan sama-sama titisan lucifer seperti temannya. Cuma gegara mukanya aja yang udah sipit kek orang judes langsung disangka misterius.
"Eh-eh Sun, lo lihat gak sih tuh cewek? Itu waketos kita kan si (Name) yang tadi ketemu di rapat? Dia habis dari mana tuh?" Samu yang dari tadi bengong liatin jalanan sembari menyimak obrolan mereka menunjuk ke arah cewek yang mengendarai motor.
Cowok-cowok itu spontan menoleh ke arah sana. "Iya sih, keknya. Ngapain coba dari sana? Sun, lo pernah cari tahu tentang dia gak?"
Suna bergeming terlihat berpikir sebentar. "Enggak, belum pernah. Lo masih inget kan yang kesepakatan waktu itu?" Ucapnya memastikan yang dibalas anggukan oleh Tsumu, Samu, dan Noya.
"Tapi lo nyadar gak sih, waktu di depan RR* dia sempet kaget ngeliat kita?" Keempat cowok itu tahu, ini adalah pembuka sesi ghibah antar cowok. Bersiaplah sodara-sodara.
Atsumu pun menyentak meja dengan keras. "Gue tahu kenapa! Dia pasti kaget baru ketemu cowok seganteng gue, iye gak?"
Osamu mencibir pelan. "Muka udah kek dempul wajan aja bangga."
"Lo berdua kan kembar identik tolol!" Hardik Noya sembari melempar sebiji kacang telur ke arah mereka berdua. Habis kopi, terbitlah kacang telur.
"Palingan dia kaget kenapa ada admin lambe seganteng dan semenawan gue," Timpal Suna tak mau kalah.
"Gue yang paling ganteng diem aja deh, gak mau sombong entar kualat. Emang Gibran doang yang paling ngertiin gue," Ujar Noya sembari mengibas-ibaskan wajah buluknya agar terlihat shining shimmering splendid.
Suna yang mengetahui alasan sebenarnya di balik wajah terkejut (Name) hanya diam menanggapi. Di dalamnya, usus dua belas jari Suna sudah tersenyum bangga menari papi chulo.
"Permainan sudah dimulai ya, (Name)?"
*****
Sang surya sudah mulai menenggalamkan diri hendak kembali ke pangkuan sang cakrawala. Angin hangat yang perlahan berhembus menerbangkan daun-daun yang berserakan bak anal-anal dilempar dari ketinggian.
Kedua tungkai cewek itu perlahan menyusuri jalan-jalan kecil di sela-sela gundukan tanah itu. Kakinya membawanya keluar dari area pemakaman dan menuju ke arah motornya yang terparkir di dekat pintu gerbang.
Masih teringat dengan jelas sosok ibunya yang lembut, penyayang, ceria, dan humoris itu. Bahkan pribadinya yang hangat itu tidak hilang ketika sosok yang paling dibencinya menghancurkan hampir seluruh hidupnya.
"(Name), tadi mama makan permen karet tapi ternyata rasanya pedes. Tahu gak kenapa?"
Cewek yang saat itu masih duduk di bangku SMP hanya menatap datar ibunya. Pasti jokes basi. "Kenapa?"
"Soalnya karetnya dua! Awokawok!"
(Name) hanya tersenyum kecil mengingat sisa-sisa memori bersama ibunya. Sebelum ajal menjemput ibunya pun, ia sama sekali tidak menunjukkan rasa sakitnya dan memilih tertawa untuk yang terakhir kalinya bersama putri semata wayangnya.
Cewek itu menggeleng pelan dan memilih menaiki motornya dan mengendarainya di keramaian jalan. Motor scoopy itu membawa (Name) membelah jalan kota yang ramai akibat arus mudik yang padat.
Ketika berhenti tepat di belakang lampu merah, matanya memandang sekitar dan menangkap warung dekat sekolahnya yang pernah ia kunjungi kala hujan itu. Dilihatnya sosok yang tampak familiar di matanya sedang menatap balik cewek itu.
Segera ia alihkan pandangannya ke arah jalanan dan menghiraukan tatapan cowok-cowok di sana. Di balik helmnya, bibir (Name) membentuk senyuman miring yang terlihat puas.
"Jadi ini maksud lo, Sun? Gue tandain juga lo."
*****
Malam yang dingin di sebuah kediaman elit yang megah nan mewah dengan arsitektur yang terlihat elegan itu, hiduplah sesosok pangeran emas yang tengah membaca buku pelajaran di atas kasurnya.
Oke, ralat. Maap, mata author agak seliweng.
Ternyata, sang pangeran tengah menonton streaming blekping dari layar ponselnya. Namun, sayangnya pangeran hanya bisa menontonnya sembunyi-sembunyi dari balik buku tebal yang dipegangnya.
Cklek!
"Shirabu, lagi ngapain kamu?"
Shirabu, cowok berponi estetik yang diam-diam seorang fanboy kpop itu terlonjak kaget dan memandang ayahnya yang baru saja muncul dari balik pintu.
"Eh, papa. Ini Shirabu lagi baca-baca ulang buku biologi." Jawab Shirabu denga raut setenang mungkin. Sebisa mungkin mengontrol mimik wajah dan suaranya agar tidak terlihat gelagapan di hadapan ayahnya.
Sang ayah hanya menangguk-angguk melihat putra kesayangannya itu. "Bagus, pertahankan. Oh iya, papa dengar OSIS mau mengadakan acara pagelaran seni budaya ya?"
Cowok itu mengangguk mengiyakan. "Iya pa. Papa mau datang? Nanti Shirabu kasih tiketnya minggu depan," Ucapnya.
"Maaf, papa enggak bisa datang. Tapi papa do'akan semoga acaranya berjalan lancar. Papa cuma kasih pesan, jangan pernah lalai. Usahakan seimbang antara organisasi dan juga belajar."
"Iya, pah."
"Pokoknya, lakukan yang terbaik untuk tahun depan agar bisa masuk SNMPTN kedokteran UI. Jangan kecewain papa, Shir." Ucap ayahnya yang terdengar tegas, menekan, dan tak terbantahkan seolah menyulut nyali anak lelakinya.
Shirabu hanya mengangguk tersenyum miris. "Siap, pah."
Dialah Shirabu, pangeran menawan nan jenius yang terkurung dalam penjara tanpa mata angin kebebasan.
TBC
RR : Ruang rapat
Apakah kalian melihat hilal keuwuan? Oiya, kan hanya author yang tahu. Xixixixi.
Btw, gue serius mau nanya. Kalian suka gak sih sama gaya penulisan kayak gini? Apa mau yang lebih santai kayak di pantai? Saran dong :)
DAN MAAP GUE NGARET UPDATE LAGI. GUE UDAH KASI BONUS YA, JADI 1000+ WORDS.
See you next chapter!
Quitela, 2 Mei 2021
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top