02. Toko Swalayan

"All I ever wanna be is somebody to you."
~
THE VAMPS
_____________________________

PAGI ini seharusnya menjadi hari yang menyenangkan bagi Kanaya, pasalnya ini merupakan hari minggu, dimana dirinya biasa bangun di atas jam 10:00. Namun, karena ulah Bi Marlina yang terus mengetuk pintu kamarnya, ia mau tidak mau harus menyahut dan membuka matanya.

"Kenapa, Bi?" Kanaya membuka pintu kamarnya dengan mata yang masih menyipit.

"Anu, Non, Ibu suruh saya panggil Non untuk turun ke bawah."

"Yaudah, Bi, bilangin Bunda tunggu sebentar."

Kanaya menutup pintu kamarnya kembali sebelum pergi ke kamar mandi untuk menyikat gigi dan mencuci muka. Usai melakukan ritualnya, Kanaya mulai menuruni tangga dengan langkah malas. Namun, perasaan itu hanya sesaat, pasalnya aroma harum dan menggiurkan dari dapur benar-benar menggugah seleranya.

Tanpa sadar, kakinya telah melangkah sendiri untuk pergi ke dapur. Matanya membulat ketika melihat Yusmala baru saja mengeluarkan sebuah brownies dari dalam oven.

"Bunda tau aja kalau aku lagi kepengen yang manis-manis," cengirnya sembari mengambil pisau dapur untuk memotong kue tersebut.

"Eh, eh, eh! Siapa yang bilang Bunda masak ini buat kamu?" Hati Kanaya mencelos seketika. "Ini tuh, untuk Herzkiel. Salah sendiri, siapa suruh kemarin jalan nggak hati-hati." Yusmala menuangkan kue itu ke atas piring dan memotongnya menjadi delapan bagian sebelum menyodorkannya pada Kanaya. "Kamu anterin ke rumahnya, gih! Sekalian makan bareng kalau kamu emang kepengen banget."

Kanaya menaikkan salah satu alisnya heran ketika Yusmala cekikikan. "Kenapa harus makan bareng? Bunda kan, bisa buat satu lagi untuk aku."

"Bahannya habis. Udah, cepetan! Nanti nggak enak lagi kalau browniesnya dingin." Yusmala mendorong punggung putrinya hingga keluar dari pintu rumah.

Sepanjang perjalanan menuju rumah Herzkiel yang tepat berada di sebelah rumahnya, Kanaya terus menghela napasnya berat, ia ingin sekali menyantap kue yang sedang berada di tangannya. Namun, ia juga tidak berani melakukannya secara diam-diam, ia takut dikutuk oleh Yusmala jika sampai ketahuan.

Tok, tok, tok!

Hanya dalam hitungan kelima, pintu rumah itu pun terbuka. Herzkiel menatap Kanaya yang masih menggunakan pakaian rumahannya; kaos merah muda oblong dan celana panjang putih berbulu.

"Lo ngapain?" tanyanya kemudian.

Kanaya menyodorkan sepiring brownies buatan ibunya pada Herzkiel. Meskipun berat rasanya, Kanaya tetap harus merelakan kue tersebut jatuh ke tangan orang lain, sesuai dengan perintah dari Yusmala.

"Thanks." Herzkiel berniat untuk menerima brownies itu. Namun, tangan Kanaya terlihat sangat lengket di piring dan seperti enggan memberikannya. Maka dari itu, Herzkiel pun memutuskan untuk melontarkan basa-basi seperti yang biasa dipelajarinya dari Tristan selama ini. "Lo mau masuk dan makan brownies bareng?"

"Mau!" Tak perlu waktu lama bagi Kanaya untuk menjawab pertanyaan yang sudah ditunggu-tunggu olehnya, gadis itu segera masuk mendahului Herzkiel yang tampak kaget dengan kelakuannya.

Herzkiel memersilakan Kanaya untuk duduk di sofa yang terletak di ruang tengah selagi dirinya mengambilkan dua gelas jus mangga dingin dari lemari es untuk dihidangkan. Ketika Herzkiel kembali dari dapur, ia melihat Utami telah duduk di sebelah Kanaya, keduanya sibuk bercengkrama hingga tidak menyadari kedatangannya.

"Nah, pas banget Kanaya dateng! Tante mau minta tolong untuk anterin Kiel ke toko swalayan yang ada di sekitar sini dong, sekalian biar Kiel bisa kenal sama lingkungan komplek barunya." Permintaan Utami memang sulit untuk ditolak, lagipula Kanaya juga tidak memiliki pekerjaan penting di rumah.

"Iya, Tante, aku siap membantu, kok." Kanaya tersenyum simpul.

Utami tersenyum puas mendengar pernyataan Kanaya dan berterima kasih untuk ketersedian gadis itu dalam membantu putranya sekaligus telah mengantarkan kue.

"Yaudah, kamu pergi sama Kanaya, gih! Hati-hati di jalan, nggak usah buru-buru pulangnya."

Kanaya membulatkan matanya tak percaya. Yang benar saja, apakah Utami berniat menyuruhnya pergi tanpa membiarkannya memakan sepotong kue brownies yang ada di atas meja?

"Ehh ... yaudah, Tante, aku pergi dulu. Assalamualaikum." Kanaya mengecup punggung tangan Utami dengan mata yang masih mengarah pada kue.

Menyadari itu, Herzkiel pun tersenyum geli. Ia ikut menyalami tangan ibunya dan mengambil dua potong brownies dan tisu sebagai pelapisnya sebelum menyusul Kanaya yang sudah lebih dulu pergi keluar dari rumahnya.

"Motor Kakak kemana?" Kanaya memutar tubuhnya ketika menyadari bahwa motor yang biasa dipakai Herzkiel ke sekolah tidak terparkir di halaman rumah tersebut.

"Masih di rumah bokap," sahut Herzkiel sembari menyodorkan brownies yang diambilnya tadi.

Kanaya sebenarnya ingin bersikap prihatin mengingat dirinya telah lama tahu bahwa Utami merupakan seorang janda beranak satu dan mantan suaminya telah menikah kembali. Namun, karena Herzkiel memberinya hadiah yang istimewa, ia jadi tidak tahan untuk tidak tersenyum.

"Makasih, Kak!" Kanaya langsung memakannya tanpa menawarkan yang satunya lagi untuk Herzkiel.

"Tokonya jauh?"

Pertanyaan Herzkiel hanya dibalas dengan sebuah gelengan karena mulut Kanaya terlalu penuh untuk diajak berbicara.

Alhasil, keduanya memutuskan untuk jalan kaki bersama. Saat ini Herzkiel malah terlihat seperti orang yang memimpin jalan karena sejak tadi Kanaya hanya mengekorinya sembari sibuk memakan kue brownis yang ada di tangannya. Sesekali Herzkiel menoleh ke arah Kanaya untuk memastikan gadis itu tidak komplain atas jalan yang dipilihnya.

"Sekarang belok kanan atau kiri?" tanya Herzkiel yang tidak tahan untuk terus menebak.

Kanaya mengangkat pandangannya kemudian berkata, "Dari sini cuma belok kiri aja, kok."

Baiklah, sebenarnya Herzkiel cukup dibuat terkejut setelah tahu bahwa belok kiri yang dimaksud oleh Kanaya adalah tempat pemberhentian bus, bukan toko swalayan. Beruntung, bus yang hendak mereka hendak naiki langsung datang, jadi mereka tidak perlu menunggu lama. Di dalam bus, Herzkiel kembali dibuat terkejut karena bus itu ramai penumpang, ia tidak tahu bahwa masih banyak orang yang menggunakan alat tranportasi ini untuk bepergian. Tahu begini, Herzkiel akan menyarankan Kanaya untuk memesan Gocar saja.

Kanaya terlihat antusias ketika menemukan satu kursi kosong yang bisa diduduki. "Kakak duduk aja, aku lebih suka berdiri dan pegangan di sini."

Herzkiel mengangguk ringan dan menduduki kursi tersebut. Bebepara detik kemudian, maniknya mulai bergerak untuk melirik Kanaya yang tampak kesulitan untuk menggenggam handle grip. Dalam hati ia mulai bertanya-tanya, apakah yang dilakukannya saat ini merupakan keputusan yang benar karena sebenarnya sejak awal ia tidak keberatan untuk berdiri dan membiarkan Kanaya yang duduk. Namun, karena gadis itu berkata bahwa ia lebih senang berdiri, Herzkiel jadi tidak punya alasan untuk menolak ataupun memaksa Kanaya untuk duduk.

Citttttttttt!

Baru tiga menit melaju, bus yang mereka naiki mengerem dengan keras hingga membuat Kanaya sulit menyeimbangkan tubuh dan pegangannya terhadap handle grip terlepas. Kecelakaan yang terjadi di antara Lee Young Joon dan Kim Mi So dalam drama What's Wrong with Secretary Kim yang pernah ditonton oleh Kanaya rupanya terjadi juga di antara mereka; Kanaya jatuh terduduk tepat di atas pangkuan Herzkiel.

Saking terkejutnya, tidak ada satupun di antara keduanya yang berani berkutik, keduanya hanya diam dengan posisi mata yang saling menatap. Mereka berada di posisi itu dalam waktu yang cukup lama hingga cuitan dari penumpang bus menyadarkan keduanya.

Sontak saja Kanaya langsung berdiri dan menundukkan wajahnya malu. Pikirannya kosong, ia begitu bingung untuk memilih antara harus meminta maaf karena telah menduduki paha Herzkiel tanpa izin atau berterima kasih karena paha pria itu membuat bokongnya tidak perlu merasakan rasa sakit akibat bertumburan keras dengan lantai bus.

Dua menit kemudian bus tersebut berhenti di sebuah halte yang benar-benar dekat dengan toko swalayan. Sepanjang perjalanan menuju ke sana, Kanaya dan Herzkiel menjadi semakin canggung, bahkan mereka berjalan dengan jarak yang cukup jauh hingga membuat orang-orang yang berlalu lalang keheranan melihatnya.

"Kakak mau beli apa?" tanya Kanaya ketika mereka memasuki pintu toko tersebut.

Herzkiel menyentuh tengkuknya kikuk. "Gue bisa beli sendiri."

Bukannya tersinggung atas penolakan Herzkiel terhadap bantuannya, Kanaya malah bersyukur dalam hati. Mau bagaimanapun kejadian beberapa menit lalu sungguh memalukan dan masih terpatri di kepalanya.

Kanaya dan Herzkiel pun akhirnya memutuskan untuk berpencar membeli keperluan masing-masing dan menjadikan kassa sebagai titik bertemu mereka.

Kanaya berhenti di lorong dimana berbagai macam jenis minuman disusun rapi di rak, ia menetralkan deru napasnya yang tidak beraturan sembari menyentuh dadanya yang berdetak tak karuan.

"Gila! Malu-maluin banget!" Kanaya menutupi wajahnya dengan kedua tangan sembari menendang-nendang udara.

Cukup lama bagi Kanaya untuk menenangkan dirinya sendiri, ia bahkan sama sekali tidak bergerak dari posisinya. "Tenang, Nay, tenang ... meskipun Kak Herzkiel cakepnya ngelewatin Sehun EXO, lo tetep harus setia sama Abhim, mau gimana pun lo udah suka sama dia selama tiga tahun."

Kanaya mengomeli dirinya sendiri tanpa menyadari bahwa Herzkiel sudah dua menit berhenti di depan lorong tersebut dan memerhatikannya bertingkah seperti orang gila.

"Kak Herzkiel?!"

Akhirnya Kanaya berhasil menangkap keberadaannya.

Herzkiel berdehem dengan manik yang bergerak ke sana sini. "Gue baru kok, ke sini."

Bodohnya Kanaya malah percaya dan tersenyum lega. "Kakak udah selesai?" tanyanya sok perhatian sembari menatap keranjang belanja yang digenggam Herzkiel.

"Gue mau beli minuman."

"Silakan." Kanaya mengarahkan tangannya ke samping layaknya seorang pramuniaga.

"Lo ngalangin."

Ucapan singkat Herzkiel membuat Kanaya sadar diri dan lekas menggeser tubuhnya dari rak yang dipenuhi oleh berbagai macam merek dan rasa susu.

Herzkiel melirik Kanaya yang terlihat setia menunggunya. Hal itu jadi membuat Herzkiel memertimbangkan ulang niatnya untuk membeli susu stroberi yang telah bertengger manis di rak bagian atas. Pasalnya, menurut Magenta dan Tristan, seorang lelaki sejati tidak akan menyukai rasa tersebut, dan Herzkiel tentunya sangat ingin menjaga image-nya di depan Kanaya.

Kanaya mengernyit heran melihat Herzkiel yang tampak melamun dan sibuk bergelut dengan pikirannya sendiri. Lantas saja ia memberanikan diri untuk bertanya, "Kenapa, Kak?"

Herzkiel menggelengkan kepalanya dan lekas mengambil sekotak susu rasa plain. Melihat itu, entah mengapa Kanaya jadi ingin minum susu juga. Gadis itu menjinjit untuk menggapai sekotak susu stroberi yang cukup disukainya. Sayangnya, tubuhnya yang mungil masih tidak dapat memumpuni.

Betapa terkejutnya Kanaya ketika sebuah tangan terulur dari belakang untuk membantunya. Gadis itu memutar tubuhnya dan mendapati wajah tampan Herzkiel sangat dekat dengannya. Kanaya refleks menahan napasnya dan secara perlahan menggeser diri agar dapat menjauh. Namun, niatnya itu dihadang oleh Herzkiel yang tiba-tiba saja mengurung tubuhnya.

Pria itu mendekatkan wajahnya ke salah satu telinga Kanaya dan berbisik, "Lo datang bulan?"

"Hah?" Kanaya mengerjap-ngerjapkan matanya kikuk.

"Celana gue..." Herzkiel menurunkan pandangannya ke celana pendek berwarna abu-abu yang tengah digunakannya.

Perlu beberapa detik bagi Kanaya untuk memahami maksud dari perkataan Herzkiel hingga sampai pada waktunya gadis itu terbelalak kaget dan langsung memeriksa celana putihnya. "Darah?!"

Benar saja, celana itu telah ternodai dengan bercak kemerahan persis di celana Herzkiel. Tampaknya noda itu menempel di celana Herzkiel ketika Kanaya tanpa sengaja jatuh terduduk di atas pangkuannya tadi.

"Gue bocor!" Kanaya menutup mulutnya syok menggunakan kedua tangan.

Herzkiel sigap mencekal pergelangan tangan Kanaya ketika gadis itu baru saja hendak melarikan diri darinya karena terlalu malu. "Lo mau pergi dengan kondisi begitu?"

Tak diduga-duga, Kanaya malah menangis tanpa aba-aba, ia merasa dirinya terlalu memalukan hari ini. Herzkiel yang melihat itu pun hanya bisa menghela napasnya ringan dan mengulurkan tangan untuk menepuk bahu Kanaya agar gadis itu menjadi tenang dengan lebih cepat.

"Aku gimana pulangnya kalau celanaku gini?" Kanaya terisak dan menempelkan dahinya di dada Herzkiel yang bidang.

Kira-kira sepuluh menit telah habis hanya untuk menunggu Kanaya benar-benar selesai dengan tangisannya. Herzkiel menyentuh kedua bahu gadis itu dan menuntunnya untuk berputar membelakanginya. Ia kemudian melingkarkan tangan kanannya untuk memeluk bahu Kanaya dari belakang. "Ini satu-satunya cara biar lo dan gue nggak malu."

Meskipun malu diperhatikan banyak orang, Kanaya tetap menyetujui ide yang dibuat oleh Herzkiel. Alhasil, keduanya berjalan dengan posisi tubuh yang saling menempel dan langkah kaki yang seirama. Kanaya tidak banyak bertanya dan mengikuti arah langkah kaki Herzkiel ketika pria itu mengajaknya ke suatu lorong yang rupanya tempat dimana segala macam jenis pembalut dijual.

"Lo mau gue pilihin?"

Pertanyaan Herzkiel berhasil membuat Kanaya tersadar dari lamunannya dan lekas mengambil sebungkus merek pembalut yang biasa dipakainya.

Usai itu keduanya pergi ke kassa untuk membayar barang belian mereka. Meskipun suhu ruangan di toko swalayan itu cukup dingin, pelipis Kanaya tetap mengeluarkan keringat karena tatapan sang kasir dan pelanggan di sana membuatnya risih.

"Pacarnya manja banget ya, Mbak. Nempel terus kayak prangko," komentar sang kasir yang hendak menggoda keduanya.

"Kami nggak pacaran." Herzkiel menyahut dari belakang.

"Ehh ... maaf. Kalian awet muda banget, jadi nggak keliatan kayak pasutri."

Kanaya meringis dan melirik Herzkiel tidak enak hati karena anggapan mbak-mbak kasir itu. Keduanya tidak lagi mengelak karena sama-sama tahu hal itu akan percuma saja.

Ketika Kanaya baru saja hendak mengeluarkan dompetnya dari kantung celana untuk membayar, Herzkiel sudah lebih dulu mendahuluinya dan membuat gadis itu semakin merasa berhutang budi padanya.

Herzkiel memutuskan untuk mengantar Kanaya pergi ke toilet setelah selesai melakukan pembayaran. Pria itu menunggu Kanaya dengan sabar di depan toilet sembari bersandar di dinding dan meminum susu plain beliannya.

Ketika Kanaya selesai dengan urusannya dan keluar, ia sengaja berdehem untuk membuat Herzkiel menyadari keberadaannya. Benar saja, pria itu langsung menoleh dan berjalan mendekati Kanaya. Ia tampak kesulitan ketika berniat kembali memeluk tubuh gadis itu dari belakang, pasalnya kedua tangannya sudah ia pakai untuk memegang kantung plastik belanjaan dan kotak susu. Kanaya yang sadar akan hal itu berinisiatif untuk mengambil kantung plastik yang ada di tangan Herzkiel, tetapi pria itu malah menolak bantuannya.

"Berat," ujarnya.

Sebagai gantinya, Herzkiel menyuruh Kanaya untuk memegang susu yang baru dibukanya.

Keduanya terus seperti itu hingga masuk ke dalam bus. Kali ini mereka harus berdiri karena tidak ada kursi kosong yang tersedia untuk diduduki, dan Herzkiel menjauhkan tangannya dari Kanaya agar bisa menggenggam handle grip. Entah itu sebuah kecelakaan atau kebiasaan, bus tersebut kembali mengerem mendadak dan membuat Kanaya yang berdiri di depan Herzkiel hampir saja terpental kalau pria itu tidak sigap memeluk pinggangnya erat.

Kanaya membulatkan matanya syok dan refleks menyeruput keras susu di genggamannya untuk menetralisir perasaan gugup yang menerpa dirinya.

"Sorry." Herzkiel menelan salivanya gugup dan lekas menjauhkan tangannya dari pinggang Kanaya.

Tidak ada satu pun dari mereka yang bersuara hingga sampai di depan gerbang komplek perumahan. Tiga satpam yang menjaga di sana sempat bersiul dan menggoda keduanya, tetapi Kanaya dan Herzkiel hanya diam dan kompak memercepat langkah mereka.

Sesampainya mereka di halaman depan rumah Kanaya, gadis itu baru memberanikan dirinya untuk kembali bersuara. "Biar aku aja yang cuci celana Kakak."

"Nggak usah," tolak Herzkiel tanpa pikir panjang.

"Tapi aku nggak enak sama Kakak."

Nada yang digunakan Kanaya terdengar sedikit memaksa. Ia tentu saja tidak akan membiarkan dua kemungkinan buruk terjadi padanya; satu, Herzkiel yang mencuci noda darahnya atau dua, Utami yang mencucinya.

"Lo mau gue lepas celana di sini?"

Pertanyaan bar-bar Herzkiel membuat Kanaya terbelalak kaget dan lekas menggelengkan kepalanya. "Maksudku, Kakak ganti celana dulu, p-pokoknya jangan sampai Tante Utami liat nodanya."

Pada akhirinya, Herzkiel mengangguk mengiyakan permintaan gadis itu.

"Kalau gitu, aku pulang dulu. Makasih untuk traktirannya, Kak."

Kanaya mengangkat sekotak susu plain yang ada di tangannya sembari melangkah mundur perlahan. Namun, di langkah yang keempat Herzkiel mengucapkan suatu kalimat yang berhasil membuat jiwa gadis itu terbang melayang meninggalkan raganya.

Dengan mata yang tertuju ke arah susu yang Kanaya genggam, Herzkiel berkata, "Ngomong-ngomong, itu punya gue."

| TO BE CONTINUED |

Aku baru buka akun TikTok khusus promosiin ceritaku (@Charnel__). Jangan lupa follow ya, soalnya di sana bakal banyak spoiler tentang kisah Herzkiel dan Kanaya. Sekian, deh. Luv u all!❣️

Extra Photocard

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top