50 || Kesadaran Semesta
Aku tidak akan tertipu dengan semua omong kosong di sini lagi. Apa? Penjaga semesta? David adalah sosok yang manipulatif. Dia berusaha memanipulasi pikiran kami agar kembali tunduk kepada mereka. Yang mana, aku tidak akan membiarkan hal ini terjadi lagi. Jadi sebelum semuanya semakin larut, aku memotong David dengan keberanian penuh, dan memberikan perlawanan.
"Kalian memang sebaik apa sampai menjabat sebagai penjaga semesta atau pendamping Sang Sutradara?" tantangku seraya melangkah maju dan maju. "Kalian pembohong ulung, pembual payah, dan sayangnya, Sutradara bukan sosok yang menyukai sikap-sikap tersebut. Sudah cukup bualannya. Aku sudah muak dengan semua ini."
Aku berjalan ke depan bersama langkah yang tegas, sampai-sampai David tepat ada di depan mataku, berjarak kurang lebih setengah meter dariku.
"Kalian mengawasiku ... karena kalian takut, 'kan?" Kini aku membalas senyum sinis David tadi. Sudah sepantasnya ia dibalas. "Kalian takut frekuensi kami akan lebih berkembang daripada Derivea. Kalian menghambat pertumbuhan kami, revolusi-revolusi industri kami. Kalian tidak menyukai fakta bahwa kami akan berkembang." Aku diam sejenak. "Status kalian, bukannya sebagai penjaga semesta, melainkan penghambat peradaban. Kalian cuma sekumpulan orang-orang yang banyak takutnya."
"Aku tidak begitu," geram David.
"Kamu begitu," timpalku. "Kamu yang masih tidak mengerti. Dan, karena sekarang aku sudah mengerti. Aku akan menjelaskannya, bahwa kamu adalah orang yang naif, David. Sangat naif."
"Apa buktinya, Jane?"
Aku tertawa remeh. Lalu mengedikkan bahu acuh tak acuh. "Kalian bisa berkolaborasi dengan kami, jika kalian cerdas. Tapi sayangnya, kalian naif, kalian haus kekuasaan di sini, haus menjaga status frekuensi paling maju dan mencoba menindas kami. Iya, 'kan?"
Aku memiringkan kepala. "Atau apa? Apa yang ada di pikiranmu? Kamu takut apa?"
David diam, tapi ia mengepalkan tangannya di belakang badan. Aku bisa menyadari itu dengan melihat ekspresi wajahnya yang menggertakkan gigi dan rahangnya yang mengeras.
"Dengan semua peralatan canggih di Derivea, aku yakin kamu pernah pergi ke masa depan. Apa yang kamu lihat di sana? Masa kejayaan kami? Apakah aku jadi penemu dimensi di dunia nanti?" Aku maju lebih dekat lagi ke arahnya, lalu menatap bola mata David lekat-lekat. "Selalu ada orang-orang sepertimu di sejarah peradaban, David. Seseorang yang menculik atau membunuh orang-orang yang memiliki potensi. Selalu ada orang-orang seperti itu. Dan, sekarang, aku tahu kamu siapa."
Bibir David berkedut. Pandangan tajamnya menusuk iris mataku. "Siapa?" tantangnya.
Aku membuat senyum simpul. Senang melihat David terpancing. "Bukan siapa-siapa," jawabku begitu saja.
"David, memang tahu apa kamu soal semesta? Konsep semesta saja kamu baru mengetahuinya lewat Manda, 'kan?" Aku mendesis. Aku menunjukkan betapa bodohnya David yang berusaha menipu kami sekali lagi. Aku menunjukkan posisi David sekarang, yakni tepat di bawah sana, jadi dia bukan siapa-siapa lagi. "Dasar mentalitas kepiting."
Lantas kemudian, karena pria itu sudah tidak mampu menahan emosi yang membendungnya, kepalan tangan David mendadak keluar dari balik badannya. Kepalan tangannya bergerak cepat dalam sepersekian detik. Dan yang baru saja kusadari adalah ... kepalan tangan itu mengarah ke wajahku.
Lalu, bunyi berdebum.
Aku terjatuh. Pipi kiriku langsung kebas. Mataku segera berair karena merasakan nyerinya yang menjalar.
Aku dipukul, untuk kali pertama.
Maka Jason refleks melepaskan koper di tangan dan langsung maju paling depan. "DASAR TOLOL!"
Kemudian, baku hantam terjadi.
Dari tempatnya, Jason segera berlari mendekat ke arah David, lalu melompat dengan tinjunya yang sukses mendarat di hidung David sampai ia jatuh tersungkur. Hidung pria itu lantas mengeluarkan darah, tulangnya pasti patah. Tapi, Jason mana peduli hal itu. Dia nekat memukuli David berkali-kali sampai wajahnya lebam-lebam dan kebiruan.
Jadi Manda segera ikut bergabung untuk melerai. Berusaha melepaskan David dari cengkeraman Jason yang mengamuk.
Sementara itu Kedua Ran dan Chris langsung mendekatiku. Ran Tua mengangkat daguku untuk melihat seberapa parah efek pukulan tadi pada pipiku. Lalu, melihat Ran Tua yang meringis ngeri, aku yakin wajahku pasti juga lebam dari tangan David.
Selanjutnya, Ran Muda maju juga untuk memisahkan mereka berdua.
"JASON BERHENTI!" teriaknya.
Semua gaduh. Semua kesakitan. Semua lelah. Dan pipiku perih. Perih dan nyeri.
Aku tidak menyangka ia akan memukulku seperti ini. David benar-benar seperti orang kesurupan. Dia bodoh sekali dalam mengelola emosi.
"Jane, apa kepalamu pening?" tanya Ran Tua dengan ekspresi khawatir.
Aku mengangguk dengan kepala seperti terhuyung-huyung. Rasanya memang seperti tidak duduk di lantai, melainkan terbang di awan. Kepalaku kini jadi ikut pusing dan aku tidak tahan.
"Ran, kita harus bagaimana?" ucapku sambil memegangi pipi kiri.
Chris memeluk tubuhku. Tapi anak itu tidak lagi menangis, ia sudah lebih baik dalam pengontrolan emosi daripada David.
"Ini paradoks, Jane."
Aku berusaha mengambil napas dalam dan mengembuskannya perlahan. Berusaha mengabaikan rasa sakitnya yang teramat. "Paradoks bagaimana?"
"David tidak akan membiarkan kita lepas begitu saja dari sini. Ditambah sekarang Jason ikut babak belur, kamu babak belur, belum soal kemungkinan orang-orang mereka yang sedang berlari ke mari. Semua akan sulit," jelas Ran Tua sambil cemas-cemas melihat ke arah Ran Muda yang masih berusaha memisahkan antara Jason dan David. "Kita sudah melenceng jauh dari rencana."
Apakah itu artinya ... kita terjebak?
Aku memandang nanar Ran Tua sembari mengelus-elus punggung Chris di dekatku.
Lagi-lagi seperti ini.
Lagi-lagi kita tidak bisa berbuat apapun.
Lagi-lagi hal-hal sial terjadi.
Aku mau menangis keras-keras, tapi rasanya tidak mampu karena pipiku yang nyeri tidak keruan. Jadi aku cuma bisa merasakan mata yang memanas dan sakit pipi yang kian terasa.
"Kecuali satu hal, Jane."
Ran Tua mengambil tongkat runcing di lantai perlahan-lahan.
"Kamu mau apa?" tanyaku penuh penekanan dengan suara tertahan.
Kemudian Ran Tua menatapku dalam-dalam, seakan-akan penuh arti, lalu ia menjawab panjang, "Kalau-kalau ya, kalau-kalau Sutradara tidak menyadari ada kita yang pergi keluar frekuensi atas rencana David, bagaimana jika kita menyadarkan-Nya?"
Aku bingung. Aku sangat bingung. "Sutradara pasti menyadarinya, Ran!"
"Tidak, belum tentu. Kita belum tahu. Ada banyak hal-hal yang Dia urus, dan mungkin, cerita hidup kita kelewatan dari berkas-berkas penting-Nya. Mungkin David pandai menyabotase Sutradara, dia telah membuat panggung gelap yang bergerak tanpa sesuai keinginan dan sepengetahuan-Nya. Dan, ini adalah kejahatan. Perilaku yang benar-benar jahat karena David bergerak atas keegoisannya sendiri. Kita harus menyadarkan-Nya."
Apa yang Ran Tua sebenarnya coba pikirkan?
"Ran, lingkunganku juga banyak orang-orang egois; orang-orang korupsi; orang-orang jahat yang mencuri dan membunuh. Tapi mungkin itu kesengajaan. Bagaimana kalau itu memang struktur skrip yang dibuat oleh Sutradara? Bagaimana kalau panggung kita memang diciptakan dengan model panggung yang kelam?"
Ran Tua menggeleng. "Semesta tidak jahat. Itu karenanya kita harus mengembalikan semua ini kepada-Nya. Kejahatan berasal dari tangan-tangan manusia tanpa akal sehat. Bagaimana jika Sutradara hanya menguji kita, Jane? Aku percaya hukum kausalitas."
Kausalitas. Aku terdiam. Hukum kausalitas adalah hukum sebab-akibat, di mana segala perilaku kita memiliki konsekuensi yang sepadan di atasnya.
"Menguji bagaimana?" tanyaku sekali lagi.
"Menguji apakah kita ingin menjadi orang yang benar-benar baik, atau menjadi perompak, perampok, maling, pembunuh, dan seterusnya, dan seterusnya." Ran Tua mendekat untuk memelukku dengan Chris. Ia memeluk lekat-lekat, memberikan pelukan hangat yang menenangkan bagi kami meskipun sejenak. "Jadilah anak baik-baik, kalian," putusnya sambil mengusap-usap kepala Chris.
Chris yang masih memeluk pinggangku, mengangguk-anggukkan kepala, lalu melongok ke atas untuk memandangi Ran Tua. "Memangnya kamu mau ke mana?"
Tapi Ran Tua tidak menjawab. Dia hanya meletakkan jari telunjuknya di bibir seolah menyuruh Chris agar tidak banyak bertanya.
Dan aku? Aku menangis tertahan. Tubuhku bergetar hebat.
"Sudah, Jane." Ran Tua mengelus-elus pundakku. "Setelah ini tolong menutup mata kalian ya," pintanya dengan lembut.
Air mataku makin deras. Aku menangis. Menangis tanpa memedulikan lagi pipiku yang kesakitan. Aku tidak sanggup lagi rasanya.
"Jane, tolong...." Ran Tua memegangi pundakku agar aku menatap lurus-lurus ke matanya yang sayu. "Ini permintaanku yang terakhir. Tolong, ya. Tolong tutup matamu."
Aku menangis sesenggukan. Dan, dengan terpaksa, menganggukkan kepala kepadanya.
Kemudian, Ran Tua tersenyum. Ia mengambil tangan kananku untuk menutup mataku sendiri, lalu tangan kiriku untuk memeluk Chris dalam-dalam agar dia juga tidak ikut melihatnya.
Lalu, lalu adalah hal yang paling kubenci.
Ran Tua bergerak menjauh. Aku mendengar derap langkah kakinya yang menjauh dari kami.
Selepas itu ... selepas beberapa menit berlalu dengan mata kami yang tertutup dan aku yang menangis juga dengan mata yang tertutup, aku mendengar debuman. Aku mendengar seseorang terjatuh.
Kemudian, pertengkaran berhenti. Jason dan David tiba-tiba menghentikan aksi gelutnya untuk menyadari apa yang sedang terjadi.
"RAN!"
Aku refleks membuka tangan mendengar Jason berteriak nyaring. Setelah itu adalah hal yang paling kubenci seumur hidup: aku melihat Ran Tua terkapar di lantai dengan tongkat runcing yang tertusuk di dadanya.
Ran Tua membuat surat kematian secara tidak langsung untuk Semesta. Berharap agar Semesta menyadari ada sesuatu yang salah, dan segera membenarkannya sesuai alur yang ada di skrip.
Aku memegangi kepala, lantas menangis kencang-kencang dan berteriak keras.
Jason mendekat dengan langkah terseret-seret, lalu ia juga menangis hebat dan berteriak nyaring.
Ran Muda terduduk dan hampir kehilangan kesadarannya.
David dan Manda terdiam, tidak berbuat apa-apa.
Chris masih menutup mata. Ia masih memelukku dan memilih untuk tidak ingin melihat, seperti yang dikatakan oleh Ran Tua.
Selanjutnya ...
... kami menghilang.
Ternyata Semesta baru benar-benar menyadari ada sesuatu yang salah di sini. []
***
a/n: mentalitas kepiting (crab mentality) yang dikatakan Jane ke David, itu betulan nyata dan ada. dalam psikologi, mentalitas kepiting adalah sebuah perilaku iri dan egois di mana kita tidak menyukai seseorang atau oposisi yang berkembang lalu menjadi lebih baik daripada diri kita sendiri. dan dalam sejarah, bisa dilihat kisah Nabi Musa, ketika Fir'aun berusaha membunuh anak/bayi laki-laki pada saat itu karena dirinya takut tertandingi.
oke, aku nggak mau serius-serius, tapi itu contoh nyatanya dalam sejarah kita. jadi intinya crab mentality itu bener-bener ADA, lho. semoga membantu! :>
btw, aku beneran sedih juga sama sikap Ran Tua. ASKGWISHWHIDHSJJA?????
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top