[BoBoiBoy] Menuju Dunia Baru (Bagian 2)
Animasi "BoBoiBoy" beserta seluruh karakter di dalamnya adalah milik Animonsta Studios©
Timeline: Tak lama setelah "BoBoiBoy: The Movie"
Genre/Keterangan: Fantasy. Superhero. Drama. Action. Friendship. Slight FangXYing pairing.
"BoBoiBoy, kamu sibuk nggak hari ini?"
"Eh? Nggak juga, sih. Kenapa memangnya?"
"Bisa datang ke taman selepas kegiatan klub nanti? Ajak yang lain juga. Aku juga sudah memberitahu Ochobot."
"Oh .... O ... ke .... Tapi, ada ap—"
"Sampai jumpa nanti sore."
BoBoiBoy mengerutkan kening ketika Fang memutus hubungan komunikasi lewat Jam Kuasa begitu saja. Sejak tadi pagi, ia memang sudah merasa ada yang tidak beres dengan Fang. Ah, bukan. Sejak kemarin di Kedai Tok Aba, sudah jelas ada yang aneh dengan anak itu. Terus-terusan murung dan menghela napas. Sangat bukan dia.
Yah, tapi ... dipikirkan sekarang pun tak ada gunanya. Lagipula, kegiatan klub sepakbola menanti. BoBoiBoy teralihkan sejenak dari segala pertanyaan seputar rivalnya itu.
Sampai rembang petang, dan waktu bubaran kegiatan klub datang. Bersama Yaya, Ying, dan Gopal, BoBoiBoy mendatangi taman yang dimaksud. Fang sudah menunggu di sana bersama Ochobot.
"Ada apa kita semua dikumpulkan begini?" BoBoiBoy bertanya tak sabar. "Ada masalah ya, Ochobot?"
"Entah," sang Sfera Kuasa bertubuh kuning-hitam menyahut. Ia lalu menatap Fang dengan layar biru yang menjadi matanya. "Fang, dari tadi kamu diam saja. Semuanya sudah datang, nih. Ayo, katakan ada apa?"
Fang menghela napas pelan. "Ochobot, bisa tolong pindahkan kita semua ke suatu tempat dengan kuasa teleportasi?"
"Bisa aja, sih. Ke mana?"
"Pulau Terapung."
"Hah? Pulau Terapung???"
Bukan cuma Ochobot, BoBoiBoy dan yang lain juga sangat heran dengan permintaan Fang. Namun, akhirnya mereka datang juga ke tempat itu. Tepat di lokasi pertarungan terakhir dengan kelompok Bora Ra. Tidak bisa tidak, mereka menyapukan pandangan sejauh mata bisa memandang. Menemukan kembali kepingan-kepingan kenangan sedih dan menyakitkan. Sekaligus mengingat lagi perjuangan demi seorang teman. Seorang sahabat yang mereka tak ingin kehilangan.
"Rasanya seperti baru kemarin, ya?" komentar Fang.
BoBoiBoy dan yang lain terdiam. Mereka melihat Fang berjalan menjauh, memunggungi mereka. Memisahkan diri dari rombongan. Sekitar tujuh langkah, dia berhenti. Namun, tetap tanpa membalikkan badan.
"Aku nggak tahu dengan kalian," Fang melanjutkan, "tapi aku ... saat itu merasa sangat frustasi dengan diriku. Dengan kelemahanku."
"Fang, kamu ini bicara apa?" Ying akhirnya menanggapi.
Sungguh, ia bisa mengerti maksud Fang. Namun, ada sesuatu di dalam cara bicara dan gerak-gerik pemuda itu yang membuatnya takut. Seolah ada sesuatu yang akan terjadi. Sesuatu yang takkan disukainya.
"Iya, maksudmu apa, Fang?" Yaya ikut bicara. Tampaknya gadis berhijab pink itu juga merasakan hal yang sama dengan Ying. Dan ia tidak suka itu.
Di samping Yaya, BoBoiBoy membisu. Pemilik kuasa elemen itu menatap tanah dengan tangan terkepal. Matanya berkaca-kaca. Dibandingkan teman-temannya yang lain, boleh jadi dialah yang paling terpukul oleh kejadian itu. Entah sudah berapa kali dia menyalahkan diri sendiri, meskipun saat itu Fang sudah bilang untuk berhenti melakukannya.
Mana bisa?
Sampai detik ini pun sebagian dari dirinya masih dihantui perasaan bersalah, khususnya kepada Ochobot. Sahabat yang sempat terabaikan olehnya. Teman yang pernah gagal dilindunginya. Kawan yang telah sangat menderita karena kesalahannya. Tiap kali mengingat kejadian itu, hari itu, dadanya terasa sesak. Seperti mimpi buruk yang terus datang setiap malam. Tidak mau pergi.
"Maksudku apa adanya."
Suara Fang menyentak BoBoiBoy kembali ke alam nyata. Ada kegetiran di dalam suara itu, sangat jelas di telinga. Tentu saja. Melihat tubuh Ochobot dihancurkan sedemikian rupa oleh tangan-tangan jahat, bagaimana mungkin Fang tidak merasa sakit? Yaya, Ying, juga Gopal, semuanya pasti juga merasakan hal yang sama. Tiba-tiba BoBoiBoy merasa jadi orang paling bodoh sedunia karena sempat berpikir bahwa hanya dirinyalah yang paling terluka.
"Aku memang lemah!" Fang meneriakkan kata-kata itu ke langit.
Sang pengendali bayang membiarkan kepalanya tetap mendongak. Menatap angkasa yang bersih dan cerah. Kontras dengan suasana hatinya saat ini. Ia memejamkan mata sejenak. Bisa dirasakannya tatapan BoBoiBoy, Ochobot, Yaya, Ying, dan Gopal terarah kepadanya di balik punggung.
Perlahan, pemuda berambut raven itu membuka mata. Ia lantas memutar tubuh, kembali menghadapi teman-temannya. Sekaligus bersiap untuk mengucapkan kata-kata yang mungkin akan membuatnya dibenci.
"Karena itulah, tidak ada gunanya lagi aku ada di sini."
Bagai petir di siang bolong, ucapan Fang mengguncang hati kelima temannya.
"Aku akan pergi," Fang cepat-cepat menyambung kalimat berikutnya. Sebelum keraguan kembali hadir melemahkan tekadnya.
"O-Oi ... Fang ... jangan bercanda," Gopal yang sejak tadi diam, akhirnya ikut membuka mulut. "Ini sama sekali nggak lucu!"
"Siapa bilang aku melucu?" Fang bicara dengan tegas dan lugas. Tatapannya kini terarah lurus kepada satu orang. Sang pemilik kekuatan tujuh elemen bertopi dinosaurus warna jingga. "Hei ... BoBoiBoy .... Sebelum pergi, ada satu hal yang bagaimana pun juga ingin kuselesaikan denganmu."
BoBoiBoy tidak langsung menyahut. "... Soal apa itu?"
"Pertarungan kita waktu itu belum selesai," kata Fang, nyaris dingin. "Untuk yang satu itu, kamu nggak lupa, 'kan?"
"Apanya yang 'pertarungan'? Waktu itu kamu cuma dipaksa bertarung sama abangmu, 'kan?!" mendadak terdengar lengking kemarahan Ying. Meskipun begitu, Yaya di sampingnya, bisa melihat sepasang netra sang pengendali waktu kini berkaca-kaca.
"Fang ... tolong hentikan semua ini," Yaya memilih mendukung Ying. "Kita pulang. Ya?"
"Benar kata Yaya dan Ying," rupanya Gopal juga tak bisa tinggal diam. "Kalian nggak ada alasan untuk bertarung!"
"Oh .... 'Alasan', ya?" Fang membenarkan posisi kacamatanya, walau sebenarnya tidak terlalu bergeser. "Gimana kalau seperti ini? Kalau aku menang, aku akan pergi, apa pun kata kalian. Kalau BoBoiBoy menang, kalian boleh minta apa saja padaku."
"Fang!" Ying menyentak kesal. "Kamu ini—"
"Oke."
Satu kata dari BoBoiBoy itu mengejutkan teman-temannya. Semua mata tertuju kepada sang pengendali elemen. Mungkin kebanyakan dari mereka ingin memprotes. Namun, urung ketika melihat sorot mata BoBoiBoy yang lurus dan penuh keyakinan. Seperti dirinya yang biasa.
"Kamu serius?" akhirnya Yaya bertanya.
BoBoiBoy mengangguk pelan. "Sepertinya Fang belum puas kalau belum benar-benar kukalahkan."
"Huh! Itu kalimatku!" Fang berkata dari ujung sana.
Tanpa banyak bicara lagi, BoBoiBoy maju dua langkah. Sebaliknya, Fang mengambil jarak lebih lebar. Teman-teman mereka pun—dengan tidak rela—menyingkir ke tepi 'arena pertarungan' yang baru saja tercipta. Hanya menjadi penonton. Pintar juga Fang memilih tempat ini. 'Lapangan' terbuka yang luas dan hampir tidak ada apa-apanya. Mereka bisa bertarung dengan leluasa tanpa khawatir mengganggu siapa pun atau merusak apa pun.
"BoBoiBoy ... Fang ...," Ochobot memanggil kedua nama itu. Nadanya sedikit merengek. Sejak tadi ia memang lebih banyak diam. Tak yakin harus bagaimana. Juga tak ingin menghalangi apa pun keputusan kedua kawannya.
"Nggak apa-apa, Ochobot," BoBoiBoy menyahut tenang. "Semua akan baik-baik aja."
Fang yang mendengar itu, mendengus pelan. "Sudah yakin kamu akan menang rupanya?"
BoBoiBoy tertawa. Itu adalah tawanya yang biasa. Tawa yang menyenangkan untuk didengar, bahkan oleh Fang saat ini. Meskipun sekilas agak mirip tawa Halilintar. Mungkin diam-diam ia juga menantikan pertarungan ini. Entahlah.
"Memangnya kamu pernah menang dariku?"
Kalimat BoBoiBoy mengalir begitu saja, melengkapi tawanya. Fang langsung tersulut oleh sisi dirinya yang tidak mau kalah. Yang sampai detik ini masih menganggap BoBoiBoy sebagai rival abadi.
"BoBoiBoy! Kamu harus bertarung dengan serius!" sentak Fang setelah sempat menggeram kecil. "Nggak boleh mengalah dan nggak boleh berhenti! Oke?"
"Oke, terserah kamu saja, Fang." BoBoiBoy mulai bersiaga. "Gimana kalau sekalian aja kita naikkan tantangannya? Aku cuma akan pakai tiga elemen."
"Oke! Kalau gitu, aku nggak akan pakai separa!"
BoBoiBoy kembali memamerkan senyumnya. "Sepakat."
"Kita buktikan sekarang juga, siapa yang paling hebat di antara kita!" Fang mengaktifkan kuasanya dengan cepat. Partikel hitam berkumpul di sekitar pijakannya, lebih cepat dari sekejapan mata. "Serangan Bayang!"
BoBoiBoy cukup terkejut dengan serangan pertama yang datang tiba-tiba itu. Namun, dengan sigap ia segera mengaktifkan salah satu kuasa elemen miliknya.
"BoBoiBoy Taufan!"
BoBoiBoy bernuansa biru-putih sudah mengudara dengan Hoverboard Taufan, sebelum gumpalan hitam yang menyebar itu sempat menyentuh dirinya. Selama beberapa saat, dia terus bergerak ke sana kemari di angkasa. Dengan mudah menghindari serangan-serangan bayangan, sambil sesekali balas menyerang.
"Turun sini kau!" Fang berseru jengkel.
"Nggak mau! Kamu aja yang naik! Ha ha ha ha ha ...."
Pada saat seperti ini, pembawaan Taufan yang selalu ceria dan terlalu banyak tertawa, memang terasa menjengkelkan. Sangat. Kesabaran Fang sudah habis dimakan emosi hanya dalam satu-dua menit.
"Elang Bayang!"
Fang tahu, keputusannya mengeluarkan Elang Bayang mungkin tidak terlalu bijaksana. Kegesitan Taufan di udara jelas takkan sanggup ditandinginya. Namun, ia bertekad akan menjatuhkan Taufan kembali ke bumi. Apa pun caranya!
"Waah ... Fang ikut terbang! Asiiik! Aha ha ha ha ...."
"Ck! Rasakan ini! Serangan Bayang!"
Sekali lagi, Fang mengendalikan partikel hitam untuk menyerang Taufan. Kali ini sambil terbang. Dan sambil kejar-kejaran di udara dengan Taufan yang sepertinya malah kegirangan sendiri. Meskipun kesal karena Taufan terkesan tidak bertarung dengan serius, Fang—terpaksa—mengakui bahwa saat ini Taufan yang di atas angin. Secara harfiah maupun bukan. Karena itulah, Fang berusaha bersabar. Dia harus mengincar saat yang tepat.
Sekarang!
Hanya sekejap, akhirnya Fang menemukan celah yang ditunggu-tunggu. Pertahanan Taufan terbuka setelah melepaskan bola angin ke arahnya dalam sudut yang salah. Fang langsung mengarahkan Elang Bayang untuk memelesat ke arah Taufan, secepat yang ia bisa.
Tabrakan tak terelakkan. Taufan kehilangan pijakan pada hoverboard-nya, lalu jatuh bebas ke bumi. Nasib Fang tak jauh berbeda, bentrokan tadi telah melemparnya dari atas Elang Bayang. Sempat didengarnya teriakan ngeri Yaya dan yang lain, menyebut namanya dan BoBoiBoy.
Tidak apa-apa. Masih sempat!
Atas perintah Fang, Elang Bayang bergerak mengganggu Taufan agar tak sempat menyelamatkan diri. Setelahnya, benar-benar pada detik-detik terakhir, makhluk bayang itu berbelok tajam menyambut tubuh Fang sebelum menyentuh tanah.
"Bentuk Bayang!"
Dalam satu gerakan, Fang melompat turun dari Elang Bayang, lalu mengendalikan bayangan lagi untuk serangan berikutnya. Sesuatu yang hitam memelesat dari arah Fang menyerang Taufan, yang detik sebelumnya baru saja berhasil mengendalikan angin untuk menahan jatuhnya.
Meskipun kaget, Taufan masih bisa melompat menghindar dengan gesit. Hanya untuk menemui serangan Fang yang berikutnya. Terlambat baginya untuk mengelak.
"Ikatan Bayang!"
Kali ini, Fang menggerakkan bayangan untuk memerangkap lawan. Mengikatnya sampai tak bisa bergerak. Taufan meronta-ronta percuma.
"Kamu terlalu banyak main-main," komentar Fang. "Gimana, BoBoiBoy? Mau nyerah?"
"Iikh! Nggak asik!" Taufan memberengut. Detik berganti, sosoknya berubah kembali ke semula.
"Eh? Kamu beneran nyerah?" tanya Fang, antara kaget dan kecewa.
BoBoiBoy terkekeh pelan, memantik kewaspadaan Fang secara tiba-tiba. Pada saat itu, Fang baru menyadari bahwa tangan BoBoiBoy masih cukup bebas.
"BoBoiBoy Gempa!"
Tiba-tiba BoBoiBoy berseru sembari mengaktifkan kuasa elemennya yang lain. Segera setelah berubah wujud, Gempa menggunakan kekuatan fisiknya untuk melepaskan diri secara paksa. Tidak terlalu berhasil, tetapi Fang harus bersusah payah agar bayangannya bisa tetap menahan tubuh lawan.
Gempa pun tetap keras kepala. Walau gagal melepaskan diri, ia bisa menggerakkan tubuh. Dalam satu sentakan, sang pengendali tanah melepaskan tinjunya, menghantam tanah di bawah hingga tercipta retakan!
"Apa?!"
Fang menggeram, merasakan kendali pada bayangannya melemah. Terdistraksi oleh permukaan tanah yang tiba-tiba kehilangan bentuk. Ia tak sempat berbuat apa-apa, ketika Gempa memanfaatkan celah itu untuk menerobos ke depan. Dengan kekuatan penuh!
"Cih! Perisai Bayang!"
DHUAG!!!
Fang bisa merasakan perisainya bergetar saat dihantam Gempa beserta sarung tangannya. Benar-benar sekuat tenaga. Fang jadi ngeri sendiri membayangkan, seandainya dia tadi terlambat membentuk perisai sedetik saja. Setidaknya Fang percaya diri, perisainya takkan bisa dihancurkan dengan mudah. Meski dihantam berkali-kali oleh Gempa seperti i—
Tunggu dulu!
Wajah Fang berubah pias. Ini tidak bagus! Kalau diteruskan, dia akan terjebak dalam posisi bertahan, tanpa punya kesempatan untuk balas menyerang. Dan beradu tenaga dengan seorang BoBoiBoy Gempa sama sekali bukan ide yang cerdas. Sama saja dengan menunggu waktu untuk dihancurkan!
Fang berpikir cepat. Dia membungkus dirinya dengan bayangan, lalu menghilang bersamanya. Saat Gempa masih terkejut, Fang sudah muncul lagi di tempat lain. Beberapa langkah di belakang Gempa, dan langsung menyerang.
"Harimau Bayang! Serang!"
Fang mengeluarkan makhluk bayangan andalannya. Harimau hitam bermata merah menyala itu langsung maju menerkam Gempa.
"Cakaran Bayang!"
Fang memberi komando serangan pada harimaunya. Makhluk itu menjadi semakin ganas, menyerang dari segala arah, gesit bertubi-tubi. Fang juga tidak tinggal diam. Ia sendiri ikut menyerang dengan bayangan yang berkumpul di sekitarnya. Serangan Bayang, Bentuk Bayang, Tusukan Jari Bayang, semua dikeluarkannya.
"Tanah Pendinding!"
Mulai terdesak, Gempa mengeluarkan perisai terkuatnya. Serangan masif dari Fang membuatnya berpikir, yang dibutuhkannya sekarang adalah kecepatan!
"BoBoiBoy Halilintar!"
Fang hanya mendengar seruan dari balik dinding, sebelum kilasan merah bergerak cepat ke puncaknya. Rasanya hanya sedetik ia sempat melihat sosok BoBoiBoy merah-hitam itu berdiri di sana dengan sebuah seringai yang menegakkan bulu roma.
"Gerakan Kilat!"
BoBoiBoy Halilintar mengacuhkan segalanya, mengunci pandangannya hanya kepada Fang. Lantas memelesat langsung ke arah sang pengendali bayang. Fang sudah bersiap untuk benturan keras ketika sosok Halilintar mendadak lenyap dari pandangan matanya.
"Mana dia?!"
Fang mencari-cari ke setiap penjuru, tetapi sosok lawan tak tampak di mana pun. Hanya suara dengungan listrik di mana-mana yang membuat Fang berasumsi, Halilintar sedang berpindah-pindah dengan kecepatan luar biasa.
Tapi mau apa dia?
Pemikiran itu membayangi Fang beserta rasa waswas. Bagaimana tidak, kalau sampai detik ini Halilintar tidak juga menyerang? Fang menggeram kesal, tiba-tiba merasa sedang dipermainkan.
"Bola Kilat!"
Fang tersentak. Seruan Halilintar terdengar tak jelas dari mana asalnya. Masih untung dia sempat melihat kilatan sesuatu yang merah dari sudut matanya, lalu cepat menepisnya dengan Jari Bayang. Serangan mendadak itu berhasil dimentahkan. Sementara, jantung Fang berpacu, merasakan betapa dekat dirinya dengan kekalahan. Jika sampai tersentuh oleh Bola Kilat, dirinya akan dilumpuhkan dalam sekejap.
Sepertinya Halilintar mengincar kemenangan cepat dan mutlak. Menakutkan, pikir Fang.
"Serangan Bayang!"
Fang terpaksa melepaskan serangan massal ke segala arah kali ini. Agak buang-buang tenaga memang, tetapi gerakan Halilintar harus dihentikan. Sekejap pun tak apa. Taktik Fang berhasil. Hanya sedetik, ia akhirnya melihat sosok Halilintar muncul tak jauh di depannya.
"Gerakan Bayang!"
Fang mempertaruhkan semuanya kepada teknik itu. Ia tahu, kecepatannya—walau dibantu Gerakan Bayang sekali pun—masih bukan tandingan Halilintar. Namun, ia tetap berlari. Secepat yang ia bisa, sampai nyaris menyesakkan napasnya. Halilintar sudah akan berpindah lagi. Fang menjangkaukan tangannya ke depan. Dan berhasil meraih jaket hitam-merah milik rivalnya itu.
"Tertangkap kau," katanya dengan senyum miring di bibir.
"Kalau tertangkap, terus kenapa?" balas Halilintar, diliputi pembawaannya yang sinis. Ia menepis tangan Fang, rupanya hendak berpindah lagi secepat kilat. Namun, ternyata Fang sudah mengikatnya dengan bayangan. Ikatan ini bahkan lebih kuat daripada yang tadi digunakannya pada Taufan.
"Kamu sudah mati langkah." Fang berkacak pinggang di depan lawan. "Mau nyerah sekarang?"
Halilintar mendengus. "Aku? Menyerah?"
Langit di atas arena pertarungan tiba-tiba menggelap. Halilintar tertawa, membuat darah Fang berdesir. Dilihatnya, tubuh sang pengendali petir kini diselimuti energi merah berkilat-kilat. Semakin besar, seolah siap diledakkan kapan saja.
"Kilauan Kilat!"
Cahaya yang sangat kuat memancar dari tubuh Halilintar. Sungguh energi yang luar biasa. Semua bayangan Fang hilang tersapu cahaya itu. Tanpa sisa.
"Pedang Halilintar!"
Belum lagi semua cahaya benar-benar hilang, Halilintar sudah bergerak lagi. Ia menyerang langsung ke arah Fang dengan senjata andalannya. Takkan mungkin dielakkan lagi!
"Perisai Bayang!"
Tepat ketika cahaya terakhir menghilang, dan sebelum Pedang Halilintar menyentuh mangsanya, Fang masih sempat membentuk kubah pelindung. Pemuda penyuka warna ungu itu merutuk dalam hati, menyadari posisinya sekarang sama saja dengan waktu melawan Gempa tadi. Lebih buruk malahan, mengingat trik yang sama takkan mempan pada Halilintar. Kalau nekat menyelinap keluar dengan bayangan, dirinya hanya akan menjadi bulan-bulanan Gerakan Kilat plus Pedang Halilintar. Siapa yang sudi?!
Kalau begitu, apa boleh buat.
Alih-alih ngotot bertahan, kali ini Fang membiarkan tebasan-tebasan Pedang Halilintar menggerogoti perisainya perlahan. Halilintar menyeringai, mengira Fang mulai kehabisan tenaga. Yah ... setengahnya memang benar, Fang sudah mulai lelah. Namun, ia belum akan takluk secepat itu!
"Dey! Ini benar-benar nggak baik untuk jantung!" Gopal menggerutu. Entah sudah berapa kali pemuda gempal berdarah India itu terkesiap dan menarik napas lega sejak duel BoBoiBoy versus Fang dimulai.
"Sudahlah, biarkan saja mereka." Yaya menghela napas untuk yang kesekian kalinya. Padahal tidak ikut bertarung, tetapi dia merasa capek.
Yaya menyingkir lebih ke tepi, lantas duduk di atas sebuah batu besar. Ying mengikuti, lalu duduk di sampingnya. Gopal pun akhirnya mengekor, berdiri di dekat kedua gadis itu.
"Kira-kira siapa yang akan menang?" tanya Gopal tiba-tiba.
"Entahlah," Yaya menyahut. "Tapi mungkin sudah mau selesai. Sebentar lagi matahari terbenam."
Gopal dan Ying mengangguk maklum. Kemungkinan besar Fang tidak akan bisa mengaktifkan kuasanya di malam hari. Tinggal menunggu waktu saja.
"Yaya ...," Ying mendadak buka suara, setelah sejak tadi diam saja.
"Hm?" Yaya menoleh. Dilihatnya Ying menunduk gelisah, memainkan jemarinya sendiri. Tak perlu waktu lama, sepasang netra biru itu berkaca-kaca. Lantas mulai dibasahi airmata. "Eh? Y-Ying?? Kenapa?"
"Ya ... Yaya!"
Tanpa terduga, Ying menghambur ke pelukan Yaya, akhirnya benar-benar menangis. Yaya pun kebingungan dibuatnya.
"Ying? Kamu kenapa?" gadis berhijab merah muda itu bertanya hati-hati.
Ying menuntaskan tangis singkatnya. Sambil terisak pelan, ia berkata lirih, "Fang .... Apa Fang ... benar-benar ... akan ninggalin kita?"
"Ying ...." Ucapan Yaya terputus. Ia sendiri tak tahu harus bilang apa.
"Kalau BoBoiBoy menang, kita bisa minta Fang jangan pergi," tiba-tiba Gopal menyahut meskipun tak ditanya. Matanya sejak tadi masih mengikuti pertarungan.
Yaya dan Ying ikut melihat ke arah yang sama. Tampaknya perisai Fang sudah berhasil dihancurkan. Entah apa yang terjadi setelah itu, yang jelas dia masih sanggup bertarung sengit dengan Halilintar.
"Ah!" Gopal kembali bicara layaknya komentator pertandingan olahraga. "Kayaknya sebentar lagi pemenang sudah diputuskan."
Baru saja ia—juga Yaya dan Ying—melihat Fang dihantam dengan keras hingga terhempas.
"Aargh—!"
Fang merintih kesakitan ketika tubuhnya menghantam batu raksasa dari sisi kiri. Ia tak mampu lagi mempertahankan keseimbangan dan jatuh berlutut. Lengan kirinya berdenyut nyeri ketika ia mencoba bergerak. Halilintar benar-benar tidak berbelas kasihan, menghempaskannya dengan kecepatan seperti itu.
SET.
Halilintar mengacungkan pedang dalam genggamannya lurus ke arah lawan. Fang membeku. Kali ini dia benar-benar sudah tak punya jalan keluar. Dan matahari sebentar lagi terbenam. Sempurna.
"Sial!" Fang menggeram kesal.
"Akuilah," kata Halilintar. "Kau kalah."
Fang tertunduk dalam diam. Halilintar pun membisu. Menunggu. Detik-detik terasa bergulir lambat. Sampai akhirnya, Fang berdiri perlahan. Tangan kanannya masih memegangi lengan kiri atasnya yang tadi menabrak batu. Di hadapan sang pengendali bayang, Halilintar menurunkan pedangnya.
".... Belum," satu kata yang terucap dari bibir Fang, membuat Halilintar kembali menaikkan kewaspadaan. "Aku belum kalah!!"
Sulur-sulur bayangan muncul dari sekitar pijakan Fang. Menggeliat liar, sebelum memelesat ganas ke arah Halilintar. Sang pengendali petir mundur secepat kilat, tetapi bayangan terus mengejarnya tanpa kenal lelah. Pemuda beriris seindah ruby itu berdecak. Ia bisa merasakan serangan yang mengincarnya kali ini mengalir sangat bebas. Seolah Fang ingin mengamuk sampai detik-detik terakhir. Sampai energinya habis, atau sampai matahari terbenam.
"Dasar keras kepala!"
Setelah berseru begitu, Halilintar membuat jarak. Ia lalu ambil ancang-ancang untuk kembali memelesat ke depan.
"BoBoiBoy Kuasa Tiga!"
Muncul vertikal di hadapan Halilintar, lingkaran besar bercahaya kuning, dengan tiga lambang di dalamnya: petir, angin, tanah. Ia terus bergerak menembus lingkaran itu, dan sedetik setelahnya, sudah ada tiga BoBoiBoy: Halilintar, Taufan, dan Gempa.
"Kita selesaikan dengan cepat!" Gempa memberi komando, disambut anggukan kedua pecahannya yang lain.
Taufan maju lebih dulu mengendarai hoverboard, merelakan dirinya menjadi sasaran tunggal semua serangan Fang. Meskipun begitu, kegesitan Taufan di udara membuat tak satu pun serangan mengenainya.
"Gerudi Taufan!"
Tiba-tiba Taufan menukik tajam, menciptakan bor dari angin di kedua tangannya. Untuk pertama kalinya berinisiatif menyerang, begitu melihat celah pada pertahanan lawan.
"Ck! Perisai Bayang!"
Fang hanya punya satu pilihan untuk menahan serangan. Namun, ketika melihat Taufan malah tertawa, ia tahu dirinya baru saja membuat kesalahan besar.
"Golem Kristal!"
Fang terbelalak. Tahu-tahu Gempa sudah memanggil makhluk ciptaannya—golem yang terbuat dari kristal kokoh kehijauan, dekat sekali di sisi perisai. Sang golem langsung menghantamkan kepalan raksasanya ke perisai yang sudah merapuh akibat serangan Taufan. Hanya satu tinju sekuat tenaga, yang sukses menghancurkan pelindung itu berkeping-keping!
"Bola Kilat!"
Bola petir berwarna merah terpantul di mata Fang, tepat sebelum benda itu mengenai tubuhnya. Sang pengendali bayang tahu, ia sudah tak bisa menghindar lagi. Hanya teriak kesakitannya yang terdengar segera setelah itu.
"AAAAAAARGH—!!!"
BRUK!
Fang bisa merasakan tubuhnya jatuh menghantam bumi. Kesadarannya perlahan menghilang. Semua suara di sekitarnya seolah ditelan senyap. Sepasang iris amethyst miliknya masih sempat melihat sosok Halilintar yang mendekat ke arahnya. Dan setelah itu, semuanya jadi gelap.
".... Fang! Fang! Bangun, Fang!"
Fang mendengar rintihannya sendiri saat pertama kali membuka mata. Pelan-pelan, ia mengenali suara yang memanggilnya tadi adalah milik Ying. Saat sepenuhnya sadar, ia menemukan tubuhnya sudah terbaring telentang, dengan kepala di atas pangkuan Ying. Di sekitarnya ada BoBoiBoy, Yaya, Gopal, dan Ochobot. Semuanya duduk di tanah—kecuali Ochobot yang melayang di samping BoBoiBoy—dengan tatapan cemas terarah padanya seorang.
"Aku ... kalah," Fang melontarkan pernyataan yang memang sudah jelas.
"He he he .... Akhirnya kamu mengakuinya."
BoBoiBoy tertawa tanpa ada maksud mengejek. Fang juga sama sekali tidak tersinggung. Bagaimana bisa ia menolak tawa seindah itu? Tawa yang selalu berhasil menghangatkan hatinya, dan kini melebur sempurna dengan lembayung senja.
Fang menghela napas lelah. "Dasar! Kalau begini aku nggak akan pernah menang darimu."
Padahal BoBoiBoy baru menggunakan tiga jenis elemen. Bagaimana kalau lima? Atau tujuh sekaligus? Tiba-tiba Fang merasa ngeri sendiri.
"Memangnya sepenting itu, siapa yang lebih hebat di antara kalian?" Ying bertanya mendadak.
Fang tercenung. Tanpa sengaja tatapan matanya bertemu dengan sang rival. Dalam diam keduanya sepakat akan satu jawaban untuk pertanyaan itu. Namun, tanpa kata-kata, mereka sama-sama memutuskan untuk menyimpannya di dalam hati. Hanya seulas senyum di bibir masing-masing, yang membuat teman-teman mereka ikut memahami.
"Nah! Sekarang tepati janjimu!" tiba-tiba Gopal berkata, sembari mengarahkan telunjuknya ke depan muka Fang. "Kalau kami ingin kamu jangan pergi, artinya kamu nggak boleh pergi."
Fang diam tak berkedip. Setelah beberapa detik hening, ia berusaha bangun, dibantu oleh Ying dan BoBoiBoy. Sang pengendali bayang ikut duduk di tanah, menghadapi semua sahabatnya.
"Sorry ... aku bohong," kata Fang. Dia hanya mampu menentang tatapan teman-temannya selama tiga detik, sebelum kepalanya tertunduk. "Menang atau kalah ... aku akan tetap pergi."
"Heeh?! Nggak bisa gitu, dong!"
"Kamu sendiri 'kan, yang bikin janji!"
"Jangan seenaknya gitu, Fang!"
"Fang ... jangan pergi ...."
Fang menerima semua luapan emosi itu dengan lapang dada. Meskipun agak heran, di antara semuanya, ia tak mendengar suara BoBoiBoy ikut memprotes. Pemuda beriris amethyst itu memberanikan diri untuk kembali menatap kawan-kawannya.
"Fang! Waktu itu kami sudah susah payah menjemputmu dari pesawat angkasa Kapten Kaizo!" Fang mendapati Ying tengah menatapnya dengan mata berkaca-kaca. "Sekarang kamu malah mau pergi. Mana boleh begitu?!"
"Dey! BoBoiBoy! Kenapa diam saja?" Gopal menuntut. "Kamu 'kan pemenangnya. Katakan sesuatu!"
Semua mata kini memandang BoBoiBoy. Kecuali Fang yang cuma melirik sedetik.
"Mmm ...." BoBoiBoy berpikir sebentar. "Itu terserah Fang lah—"
"Kok gitu??" Yaya memotong, masih dengan nada tak rela.
BoBoiBoy menggeleng pelan. Senyum lembut membuat wajahnya semakin teduh. Ia lantas memfokuskan pandang kepada kawannya yang berambut ungu. "Fang ... kamu yakin?"
Fang menarik napas panjang.
"Sebelumnya, aku bilang tidak ada gunanya tetap berada di sini." Fang menatap kawan-kawannya satu per satu. "Sorry, itu juga bohong. Alasanku sebenarnya kenapa ingin pergi adalah ... aku ingin kembali ke tempat abangku. Untuk berlatih."
BoBoiBoy mengangkat sebelah alisnya. "Berlatih?"
"Aku ... ingin jadi lebih kuat. Supaya bisa melindungi semua hal yang berharga bagiku. Aku harap kalian mengerti."
Fang memerhatikan teman-temannya saling bertukar pandang. Masih tampak tidak rela, tetapi ekspresi mereka sudah lebih tenang.
"Oke!" Tiba-tiba BoBoiBoy berseru, lalu bangkit berdiri. Yang lain pun mengikuti. "Aku juga akan berlatih di sini, supaya jadi lebih kuat lagi."
"Memangnya kamu mau jadi lebih kuat seperti apa lagi, sih?" Gopal mencibir. Sementara yang bersangkutan cuma tertawa.
"Terus, kapan kamu mau berangkat?" sambil bertanya, Ying menatap mata Fang.
"Nggak sekarang-sekarang juga, 'kok. Tenang aja." Fang mengulas senyum samar. "Lagipula, nanti kalau kalian kangen 'kan bisa hubungi aku lewat Jam Kuasa."
"Siapa juga yang kangen sama kau!"
Kata-kata Gopal membuat mereka semua tertawa.
"Fang, coba ulurkan tanganmu!" pinta BoBoiBoy tiba-tiba.
Walaupun heran, Fang menurutinya. Pemuda itu merasakan bahaya ketika tiba-tiba melihat seringai khas Halilintar di wajah BoBoiBoy. Sayangnya, ia terlambat bereaksi. Tangannya sudah berada di genggaman sang pengendali elemen.
"Argh! Apa-apaan, sih?!" Fang menarik tangannya kembali dengan kasar, setelah merasakan sengatan listrik singkat.
BoBoiBoy tertawa kecil. "Ada yang marah sedikit."
Fang menggeram kesal, tetapi tidak berkomentar.
"Ya sudah." Ochobot melayang di antara Fang dan BoBoiBoy. "Kita pulang, yuk!"
Ochobot membuka portal teleportasi kembali ke Pulau Rintis. Satu per satu, para pahlawan Bumi itu melangkahkan kaki ke dalamnya. Pulang ke rumah. BoBoiBoy dan Fang masuk paling akhir, sebelum Ochobot tentunya. Sampai saat-saat terakhir pun mereka masih saja saling dorong. Ochobot hanya menghela napas melihat tingkah mereka yang kekanak-kanakan.
"Hei, BoBoiBoy! Badanku sakit semua, nih! Kamu kejam banget sih, sama teman sendiri!"
"He he he ... Terbaik."
-FIN-
Menuju Dunia Baru; Heidy S.C. 2017©
BoBoiBoy; Animonsta Studios 2011-2016©
====================================================
Author's Corner
Hai, hai~apa kabar, semuanya? /(^_^)
Ini dia bagian action yang bikin fanfic ini jadi melar sampai nyaris 7K kata panjangnya! O__O
Untuk BoBoiBoy, aku hanya fokus ke Halilintar, Taufan, dan Gempa. Itu pun udah jadi sepanjang ini. Begitu juga kekuatan baru Fang yang bisa fusion sama bayangan ciptaannya. Jadinya, nggak kutampilkan di sini. *alesan!* ^_^;
Tentang ceritanya, seperti yang kalian lihat, kuambil dari setelah movie. 'Kan katanya sebelum Galaxy dimulai, Fang balik ke tempat abangnya untuk ngelanjutin training. Walau hal itu nggak pernah disebutin secara gamblang di seri, movie, maupun Galaxy. Makanya, aku bikin ini. >///<
Omong-omong soal Galaxy, cuplikan scene yang ada di mulmed itu adalah favoritku di opening clip BoBoiBoy Galaxy~ <3
Btw~akhirnya kemarin aku bikin akun di FFN. ID-nya kurohimeNoir. Fanfic ini juga aku publish di sana. *malah promo akun*
Well, anyway~apa kalian menikmati fanfic ini? Khususnya penggemar Fang, semoga suka, yah~ ^_^
Maafkan atas segala kekurangan yang ada. Maklum, diriku newbie di fandom ini. *bow*
See you in the next stories~! \(^o^)
Solo, 1 Juli 2017
Heidy S.C.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top