[HA] -12- Gusion
"Menurutmu bagaimana?" Alucard berpikir untuk menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh karina--seniornya.--
Alucard menatap Gusion. Pria itu berlatih, namun entah apa yang sedang ia latih. Latihan memegang belatinya? Kelihatannya seperti itu dimata Alucard.
"Kalian ngasih pelajaran apa ke anak itu? Dari matanya, ia tak mengerti apa yang harus dirinya lakukan," Alucard merangkul Hayabusa dan Saber. Diikuti Karina yang merangkul Fanny.
"Dagger itu hanya bisa dikendalikan oleh sihir. Benda itu tak akan bernilai tanpa adanya sihir," jelas Karina.
Itu benar-benar informasi baru yang terdengar di telinga angkatan tahun lalu. Yang mereka tau hanyalah, dagger itu hanya bisa digunakan oleh orang yang ia pilih sebagai tuannya.
"Ngapain aku masih natap pisau ini sambil kuda-kuda? Apa yang harus aku lakuin? Mereka ngeliatin aku terus daritadi," pikir Gusion tidak tenang dalam hati.
Karina melepas rangkulan tangannya dan berjalan menuju Gusion berdiri. Pria itu tak mengerti. Karina menepuk-nepuk pundak Gusion perlahan.
"Hei, boy! Aku kira, kamu seharusnya masuk ke kelas Mage sekarang. Kelas Mage sedang mengadakan praktek," ucapnya.
"Yo! Bukannya sudah kukatakan bahwa dirimu akan di masukkan pada kelas Mage juga? Pergilah! Jangan sampai kau sangat terlambat di hari pertama masuk kelasmu!" teriak Alucard dari ujung lapangan membuat Gusion menoleh ke arahnya.
Pria itu menatap bingung. Jadi, ia harus di kelas Mage sejak tadi? Mengapa senior-seniornya itu tidak memberitahukan kepada dirinya? Malah, mereka membiarkan Gusion untuk mematung di tengah lapangan sembari memasang kuda-kuda yang entah apa bentuknya.
Tersadar, dengan cepat, Gusion berlari meninggalkan lapangan. Tak lupa bahwa daggernya pun ia bawa menuju kelas Mage.
"Sialan! Mereka malah diem aja ngeliatin aku begitu!" Batinnya sambil berlari menyusuri koridor.
--Kelas Mage--
"Kudengar-dengar, kita akan ketambahan murid lagi kan? Kalau nggak salah sih, dari kelas Assassin," jelas seorang gadis kecil yang tampak menggunakan bando telinga kucing berwarna pink itu.
Perkataannya direspon anggukan oleh orang-orang yang berkumpul mengelilingi gadis tersebut. Kagura tau siapa yang sedang mereka bicarakan. Tentu saja, berasal dari kelas Assassin yang ditambahkan juga kedalam kelas Mage. Tak lain tak bukan ialah, Gusion.
"Eh, tapi harusnya dia dah masuk ke kelas hari ini. Kayaknya lupa deh, terus malah ikut latihan lapangan anak kelas Assassin," lanjutnya. Mata Kagura membulat sempurna.
Berarti, sejak tadi Gusion harusnya berada di kelas yang saat ini Kagura tempati. Dengan kata lain... Gusion ketinggalan pelajarannya di kelas ini. Kagura bertekat untuk mengajarkan materi yang belum didapatkan oleh pria itu.
"Permisi, maaf saya terlambat!" ucap seorang pria yang berdiri di depan pintu dengan nafas yang tersengal-sengal.
Guru yang mengajar di kelas terlalu baik sehingga memaklumi Gusion yang datang terlambat di kelasnya. Pria itu terduduk pada bangku kosong. Jujur saja, jika ia dapat memilih, maka Gusion akan mengikuti kelas Assassin saja. Pria itu belum paham dengan materi-materi sihir yang digunakan.
Bel berbunyi menandakan bahwa jam istirahat sudah dimulai. Anak-anak kelas mulai meninggalkan kelasnya, terkecuali untuk kelas Mage ini.
Kagura menghampiri Gusion yang masih menatap catatannya. Pria itu tampak sangat kebingungan. Kagura terkekeh, menepuk pundak Gusion.
"Nanti aku ajarin, sebisaku," Gadis itu tersenyum manis di hadapan Gusion. Pria itu menghembuskan napasnya. "Ayo, kita keluar! Pasti udah pada nungguin."
Gusion menjawabnya dengan anggukan. Baru saja ia berdiri, tiba-tiba segerombolan wanita kelas Mage menghampiri dirinya dan juga Kagura. Anak-anak itu seperti wartawan, sedangkan Gusion dan Kagura adalah target untuk menjawab semua pertanyaan yang mereka lontarkan.
Dengan susah payah, Gusion menggenggam tangan Kagura dan pergi melewati segerombolan wanita-wanita yang haus akan jawaban itu. Kagura mengerti saat Gusion mengatakan "maaf" karena tindakannya.
"Itu mereka!" tunjuk Gusion dan pandangan Kagura mengikuti arah jarinya.
Mereka yang duduk melambaikan tangan pada keduanya. Dengan segera, Gusion dan Kagura mendekat dan ikut duduk bersama sahabat-sahabatnya.
Namun, sepasang mata itu menatap Gusion yang sedang berbincang ria dengan para sahabatnya. "Orang bodoh itu takkan aku biarkan menguasai daggernya!" Lalu, seseorang itu pergi. Tak terlihat.
"Gusion udah kayak artis tau di kelasku tadi," Kagura menyikut Gusion beberapa kali.
"Iya kah? Wah.. terkenal ya kamu sekarang," Miya terkekeh.
"Tapi, kamu juga ditanyainkan? Bahkan pertanyaannya, berapa lama kalian pacaran?" Seketika itu, pipi Kagura memerah. "Harusnya kamu jawab, udah 2 tahun kita pacaran." Pria itu terkekeh.
Pipi Kagura semakin memerah. Gadis itu malu dengan pertanyaan semacam yang dikatakan Gusion barusan. Padahal mereka hanya bersahabat. Apalagi saat Gusion menambahkan jawaban seharusnya. Ada apa dengan pria ini?
"Baru terkenal di kelas Mage. Aku bakal terkenal dimana-mana melebihi Gusion," ucap Zilong menatap langit. Ucapannya berhasil mendapat cubitan yang amat sakit dari Ruby.
"Bangun, ini udah siang ... jangan mimpi ya kamu!" Ketiganya terkekeh. Dua orang ini memang susah sekali untuk menerima kata akur. Ketika akur membuat persahabatan mereka rengang, keduanya lebih baik memilih untuk selalu ribut agar saling dekat.
Menurut Zilong dan Ruby sendiri, jika persahabatan mereka bisa dekat karena ribut--seperti biasanya-- maka itulah keindahannya kata persahabatan. Entahlah, mereka terasuki oleh jin apa sehingga pikiran keduanya seperti itu.
"Ngomong-ngomong.. kamu masuk ke kelas Mage lagi kan?" tanya Kagura kepada Gusion. Pria itu mengangguk. Kagura tersenyum.
Istirahat selesai, mereka kembali pada kelasnya masing-masing. Kagura dan Gusion berjalan menyusuri koridor. Depan kelas mereka dipenuhi oleh anak-anak Mage yang entah kenapa tidak masuk kedalam kelas dan malah berdiri di depan pintu kelas.
"Ada apa, Harley?" Pria bertopi pesulap itu mengendikkan bahunya tanda tak tau.
Gusion menarik napas panjang dengan menggenggam tangan Kagura, pria itu menerobos kumpulan siswa kelas Mage hingga dirinya berdiri tepat di depan. Harley menggenggam tangan Kagura yang satunya agar terbawa arus pria itu untuk sampai kedepan.
Mata ketiganya membulat, kelas mereka tampak seperti kapal pecah. Semua berantakan, bahkan ramuan-ramuan yang sempat mereka buat membasahi lantai kelas mereka.
Kagura terjatuh di lantai sembari menutup mulutnya. Gadis itu menitikkan airmata. Melihat gadis itu menangis, membuat Gusion merasakan emosinya mengalir secara menyeluruh di tubuhnya. Ia yakin seseorang yang melakukan perbuatan seperti ini berada di dalam sekolah. Tangannya mengepal kuat. Pria itu berjanji akan mencari pelaku yang sudah menghancurkan isi kelasnya.
Di lapangan tempat assassin berlatih, Hayabusa, Fanny, dan Saber berdiskusi tentang aura yang mereka rasakan beberapa hari ini. Itu membuat mereka khawatir.
"Aku yakin itu ada di antara mereka!"
================================
[HA] -12- Gusion
!DonE!
🎮Minggu, 20 Oktober 2019🎮
================================
A/N
Heyy, gaess.. notice aku!!!!>.< Aku pengen dinotice kalian:((( Notice me, senpai>,<
Tiiramizu🦁
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top