Temere

HAPPY READING!
....

"Atlan, Mangga yang ini kecil banget. Ambil Mangga yang besar!"

"Eh Atlas jangan dulu turun, Buna belum foto kalian berdua!"

Kedua pria yang sedang berada di atas pohon menghembuskan napas kasar. Sudah satu jam lamanya mereka bertengger di pohon Mangga. Menuruti kemauan sang ibu yang meminta mereka berdua untuk memanjat pohon dan mengambilkan buah Mangga yang kebetulan sudah berbuah. Hanya Atlas dan Atlan yang diberi perintah. Sedangkan Anta hanya diam, berdiri di samping ibunya memperhatikan kedua saudaranya di atas sana.

Saat itu juga Atlas dan Atlan berspekulasi bahwa Anta adalah anak kesayangan Bunanya! Fiks.

"Buna pegel," rengek Atlan memelas.

"Ambilin buahnya dulu, yang ini kecil Atlan!"

Atlan mendengus dan mengambil beberapa buah yang masih menggantung di dahan. Lalu memberikannya pada Atlas. Merasa buah yang mereka ambil sudah cukup, Atlas dan Atlan hendak turun bergantian.

"Eh bentar, Buna belum foto!"

"Astaga, Buna ...." Keduanya serempak merengek. Sandra terkikik dan langsung memotrek keduanya. Lalu membiarkan kedua putaranya duduk.

"Huft." Atlas duduk berselonjor di atas rumput. Menyugar rambutnya yang basah, dan menyeka keringat. Hal itu dilakukan juga oleh Atlan.

"Nah, ini pada besar semua." Sandra tersenyum lebar. "Makasih, anak gantengnya Buna!" Sandra yang hendak berjongkok segera ditahan Atlas dan Atlan. Mereka sedikit ngilu melihat perut Sandra yang mulai membuncit hampir terhimpit saat berjongkok.

"Buna mau ngapain?" tanya Atlas.

"Mau cium kalian," balas Sandra polos dengan mata mengerjap.

Atlas dan Atlan menggeleng pelan. Mereka bersamaan berdiri dan mengecup pipi Sandra dengan di kiri dan kanan.

"Tuh, kita aja yang cium."

"Buna juga mau cium."

Atlan meringis, menatap kiri dan kanan. "Takut ada Abah, nanti repot lagi Buna."

"Gak papa ih," balas Sandra. "Ayo cium, ini adik kalian yang mau. Sebagai tanda terima kasih!"

Atlas dan Atlan menghela napas dan mengangguk. Sandra tersenyum lebar dan langsung mengecup pipi Atlas dan Atlan bergantian. Setelah itu mengecup pipi Antartika juga yang sedang memainkan ponsel.

"Aku gak di cium juga?"

Ketiga pria menegang di sana begitu mendengar suara ayah mereka. Dengan kompak mereka bersembunyi dibalik punggung Sandra.

"Jangan marah lagi, aku capek, ya. Kamu suka banget cemburu sama anak sendiri." Sandra bersuara. Melindungi ketiga putranya.

Bumi mengernyit. "Siapa yang marah?" ujarnya menatap Sandra bertanya. Ia berjalan menghampiri Sandra dan merangkul bahu wanita itu. Mengabaikan ketiga putranya yang sedaritadi menatapnya was-was.

"Ayo masuk, di sini panas." Bumi menuntun istrinya masuk ke dalam meninggalkan ketiga putranya yang terbengong.

"Baba tumben gak marah?" ucap Atlas menganga menatap punggung Sandra dan Bumi yang mulai menjauh.

"Biasanya suka sinis, terus ngerjain kita." Atlan menimpali.

"Baguslah," ujar Anta cuek mengangkat bahunya. Pria itu melengos pergi masuk ke dalam.

"Bawa Mangganya ke dalam, Tlan." Atlas bersuara sembari berlalu.

Atlan mendengus. Berjongkok dan mengambil keranjang berisi Mangga yang tadi ia petik.

"Gue lagi dah yang jadi babu," gerutunya kesal.

....

Sandra dan Bumi mengobrol di dapur. Lebih tepatnya Bumi menemani Sandra yang mendadak ingin ngemil di dapur. Pria itu hari ini libur bekerja. Membiarkan Zerdan yang mengambil alih.

"Gue mencet bel daritadi gak ada yang buka, ternyata lagi berduaan di sini."

Kedua sejoli yang sedang mengobrol menoleh ke sumber suara. Mendapati Bima beserta istri dan anaknya.

"Om, Tante triplet di mana?" tanya Althea.

"Kamu ke atas aja, kayaknya mereka ada di ruang game."

Althea mengangguk dan segera berpamitan untuk ke lantai atas menemui triplet.

"Ngapain ke sini?" Kini Bumi bertanya pada dua sejoli yang sudah menghampiri mereka.

"Lo lupa? Gue mau ngajarin lo. Yang lo minta waktu itu." Bima menatap saudara kembarnya menyelidik.

Bumi nampak berpikir sejenak. Mengingat sesuatu, ia meringis dan menggaruk tengkuknya canggung.

"Kita bahas di ruang kerja gue," ucap Bumi dengan cepat menarik Bima untuk pergi dari sana. Ia tidak ingin mendengar pertanyaan Sandra yang pastinya sudah penasaran.

Benar saja, melihat tingkah Bumi yang menarik Bima hingga mereka menghilang di balik lift dahi Sandra mengernyit heran.

"Maksud Bima apa sih?" tanyanya heran.

Bukannya ia mendapatkan sebuah jawaban, Sandra malah mendengar suara seseorang memakan keripik. Ia menoleh ke sumber suara. Matanya membelalak melihat Brianna yang dengan santainya memakan camilan milik Sandra.

"Ih Brialay, lo kok makan camilan gue, sih!" teriaknya tidak terima langsung merebut toples yang dipeluk oleh istri Bima itu.

Brianna memutar bola matanya malas. "Bagi dikit, elah Bumil pelit amat."

Sandra menggeleng keras. "Jawab dulu, itu maksud Bima tadi apa? Terus kenapa juga Bumi langsung bawa dia naik. Mereka mau ngapain, sih?"

Brianna membersihkan tangannya di wastafel. Lalu mengelap tangannya dengan handuk. Ia berbalik dengan tangan bersidekap dada.

"Bima sih nyerita katanya laki lo mau belajar sama dia," ujarnya.

"Loh belajar? Belajar apaan, emang mereka sekolah?"

Brianna mendengus. "Maksudnya belajar dalam artian minta diajarin, minta solusi."

Sandra masih mengernyit tak mengerti. Ia menggaruk kepalanya bingung. Brianna yang melihat itu memijat pelipisnya. Ini bumil satu kenapa mendadak lemot gini, sih?

"Ck, Bumi minta ajarin Bima gimana caranya supaya dia gak gampang cemburuan. Lo tahu kan suami lo itu cemburuan tingkat akut! Terlebih sama anak sendiri," ujar Brianna membuat Sandra terkejut.

"Serius lo?"

Begitu mendapat anggukan dari Brianna, Sandra menggeleng tidak percaya.

"Pantes aja tadi di belakang dia gak marah pas gue cium sama dicium anak-anak."

Brianna tersenyum miring. "Baguslah, ada perubahan. Biar gak kekanakan tuh om-om. Gila kali sama anak sendiri cemburu."

Sandra mengangguk membenarkan.

"Udah, lupain suami lo. Sekarang ayo kita mabar, ajak Eropa sekalian ke sini."

Sandra mengangguk semangat. "Ayo, kebetulan gue udah dibeliin hero baru sama Atlas!"

Brianna langsung menghubungi Eropa meminta ibu dari Asean itu untuk ke rumah Sandra.

Di sisi lain, Keempat remaja tengah berbincang. Lebih tepatnya hanya Althea dan Atlan. Atlas menyibukan dirinya dengan game, karena jujur ia masih merasa canggung dengan Althea sejak hari itu. Anta sendiri pria itu sedang melakukan zoom bersama Arshaka. Sepertinya membahas olimpiade yang sebentar lagi akan terlaksana.

"Ck, gue perhatiin dari tadi itu dua es gak ngomong-ngomong, dah. Ngapain nge-zoom kalo saling diem gitu," celetuk Atlan menyenggol lengan Althea sembari memperhatikan Anta.

"Namanya juga es sama es. Ya gitu, saling tatap doang, kayak orang lagi pacaran terus marahan gitu gak sih, anjir?" Althea bergidik ikut memperhatikan Anta yang memang hanya terdiam menatap laptop dengan tangan bersidekap dada.

"Bang?" panggil Atlan.

Atlas dan Anta menoleh.

"Bukan lo, tapi Bang Anta maksudnya." Atlan nyengir menyadari kedua kakaknya menoleh saat ia panggil.

Atlas hanya menggeleng dan kembali fokus dengan game. Althea diam-diam memperhatikan pria itu. Rasanya ingin menyapa tapi Althea merasa canggung. jadilah ia hanya diam duduk berdampingan dengan Atlan.

"Lo gak bosen itu cuma tatap-tatapan doang sama Arshaka?" tanya Atlas.

"Dia diem terus," balas Anta cuek.

Atlan menepuk keningnya. "Ya, kalo Arshaka diem, lo yang mulai ajak bicara dong ganteng!" balasnya merasa gemas.

Anta hanya mengangkat bahunya acuh dan kembali menatap layar, di mana Arshaka juga tengah menatap ke layar. Mereka masih saling bungkam, entah sampai kapan.

"Bosen gue lihat mereka diem-dieman gitu. Mau ke kamar gue gak, Al?" ajak Atlan bangkit dari duduknya.

"Ngapain ke kamar?"

Bukan Althea yang bertanya, melainkan sosok pria yang sedaritadi sibuk bermain game. Pria itu menatap adiknya menyelidik.

"Aelah, gak usah cemburu. Gue cuma mau main sama Raden, terus minta bantuan Althea buat cari ide hewan pengganti Raden." Atlan mendengus, tangannya bersidekap dada. "Lagian lo masih aja cemburu, Analisa mau di kemanain?"

Althea refleks menatap Atlas terkejut. "Loh, Analisa deket sama lo?"

Atlas menjatuhkan pandangannya pada Althea. Lalu mengangkat bahunya acuh. Pria itu bangkit sembari menenteng iPad dan berjalan keluar tanpa bicara.

"Lah lo gak tahu?" tanya Atlan mengernyit.

Althea menggeleng. "Ana juga gak cerita, gue cuma tahu mereka suka latihan bareng."

Atlan mengangguk lalu mengibaskan tangannya. "Udah lah biarin, ayo mending bantu gue aja!" ajaknya menarik lengan Althea menuju kamar pria itu. Althea hanya diam menurut dengan pikiran yang masih tertuju pada perkataan Atlan tadi.

Atlas dekat dengan Analisa?

Begitu sampai di kamar, Atlan melepaskan lengan Althea. Pria itu berjalan menuju nakas, membuka sebuah kotak yang di dalamnya berisi Raden.

"Sebenarnya gue kasian sama ini babu, pengen gue kubur. Tapi gue gak rela, gue gak bisa move on. Kenangan gue sama Raden terlalu banyak." Atlan menatap sedih seekor Cicak di tangannya.

Althea menggeleng pelan. "Udah sih kubur aja, ganti peliharaan baru kalau lo kesepian. Itu Cicak udah kurus, kering sampai keliatan organ dalamnya gitu."

Althea menatap malang cicak tersebut. Entah mungkin Atlan terlalu cinta dengan Raden sehingga pria itu sulit untik melepaskan Cicak yang sudah mati tersebut.

"Lo sama Aksara gimana?" tanya Althea mengalihkan pembicaraan.

"Dia baik, udah mulat tobat, dia juga udah bisa rutin ngikutin pengobatan."

"Bukan itu maksudnya, yang gue tanyain itu hubungan lo berdua."

"Emang gue sama dia kenapa? Biasa aja, gak ada yang spesial anjir."

"Ck, lo gak suka sama Aksara?" tanya Althea serius.

Atlan mengernyit dan menggeleng pelan. "Ngapain gue suka sama cewek begitu."

"Heh! Kok lo ngomongnya gitu, sih?"

"Aksara itu ngeselin, keras kepala, tukang sewot, dan yang paling bikin gue gedek dia itu lemot. Ogah gue sama cewek begitu!"

Althea menggeleng pelan. Sudah tidak aneh lagi memang mendengar keluhan banyak orang yang mengatakan bahwa Aksara lemot.

Atlan kini menatap Althea serius. "Heh seharusnya gue yang nanya. Lo tuh sukanya sama siapa, sih?"

Althea bungkam. Ia suka sama siapa, ya?

"Gak mungkin sama abang gue, kan?" selidik Atlan. Althea langsung melotot.

"Yakali aja gitu, soalnya tadi respon lo pas tahu Bang Atlas lagi deket sama Ana lo kaget banget."

Althea memutar bola matanya. "Gue kaget karena Ana itukan sahabat gue. Kenapa dia gak cerita apapun sama gue? Jangan aneh-aneh deh lo! Lagian untuk sekarang gue gak suka sama siapapun!" putusnya memalingkan muka.

Atlan mendelik. "Asean lo kemanain? Cowok yang suka ngintilin lo dari orok, yang paling tahu keseharian lo kayak gimana, yang paling tahu baik buruknya di dalam diri lo. Masih aja lo abaikan? Gak habis pikir gue!" ucapnya menggeleng tidak percaya. Atlan berbalik mengembalikan Raden ke tempat semula. Meninggalkan Althea yang kembali terdiam merenung.

Ia masih belum tahu kepada siapa hatinya berlabuh.

...

Maaf ya, aku jarang update:(
Ada beberapa kesibukan di rl. Aku usahain lebih rajin lagi.

Buat yang mau tahu kondisi Raden.


Fyi, itu Kebetulan banget, waktu aku mau keluar sama abang aku nemuin Cicak yang udah mati dia jadi kaku gitu dan gak bau, kok. Aku langsung ke inget sama Raden. Yaudah deh aku fotoin😭

Jangan lupa vote & komen guys!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top