Sabu

HAPPY READING!
...

     Sandra menarik napas dan menghembuskannya dengan kasar. Menatap suaminya kesal dan juga gemas sekaligus. Pagi ini pria itu sama sekali tidak berbicara, saat bangun pagi tidak menyapanya, dan saat sarapan pria itu hanya diam bersidekap di meja tanpa sepatah kata. Triplet saja heran dengan tingkah ayah mereka. Tak mau memperburuk suasana mereka bertiga pamit berangkat ke sekolah. Menyisakan Sandra dan Bumi di ruang meja makan.

"Masih gak mau sarapan?" tanya Sandra bersidekap menatap Bumi datar.

Pria itu hanya diam, wajahnya sedikit masam dengan tangan ikut bersidekap dada. Sandra ingin marah, ia sudah lelah mengurus rumah di tambah lagi sekarang harus mengurus bayi besar yang duduk di hadapannya.

"Makan gak?!" Sandra menunjuk roti bakar di meja dengan mata melotot ke arah Bumi. Bumi mendongak, lalu menggelengkan kepalanya pelan.

Ck, semakin ingin marah tapi wajah pria itu sangat menggemaskan!

Sandra mengusap wajahnya kasar. "Please deh Bum, cuma karena aku gak meluk kamu semalem kamu marah kayak gini?" Sandra menatap prustasi Bumi.

Bumi mendengus masih tak bersuara.

"Sekarang kamu mau aku gimana? Adegan tidur ulang terus aku meluk kamu gitu biar kamu mau sarapan?"

Bumi mendongak lalu menggeleng. Tangannya terangkat menarik piring untuk mendekat, ia mengambil roti bakar tersebut dan melahapnya perlahan tanpa bersuara.

Sandra yang tadinya berwajah kesal berubah mengulum senyumnya. Kenapa menggemaskan, sih? Cara makannya seperti anak kecil yang di marahi oleh ibunya. Karena tidak kuat Sandra melangkah mendekati Bumi. Menangkup wajah pria itu dan menghujani dengan banyak kecupan di mana-mana.

"Gak usah marah oke? Cuma gak di peluk semalem doang."

"Cuma?" ujar Bumi cemberut.

"Ck, iya-iya aku salah. Maafin oke?" Sandra memeluk Bumi dari belakang.

"Iya, jangan diulangi lagi."

Sandra terkekeh, melepas pelukan dan ikut duduk di samping Bumi.

Bumi beralih menghadap ke arah Sandra. "Dedenya kapan ada di sini lagi?" tanya Bumi mengerjap menunjuk perut Sandra.

Sandra menunduk, lalu tersenyum kecil. "Secepatnya," bisiknya pelan.

Bumi ikut tersenyum, menarik Sandra ke dalam pelukan. Sandra memejamkan matanya menikmati kehangatan yang diberikan suaminya.

"Kamu gak kerja?" tanya Sandra mendongak.

"Kerja, tapi siang nanti aku ke kantor."

Sandra mengangguk dan bangkit dari duduknya. "Aku mau lanjut masak, gak tahu kenapa hari ini pengen banget bikin rendang."

Bumi terdiam memperhatikan Sandra yang gesit memasak. Sesekali mereka berbincang.

"Atlan katanya mau melihara hewan lagi, Raden udah mati," ujar Sandra melapor.

"Gak bau?" tanya Bumi mengernyit. Ia menyadari akhir-akhir ini Atlantik selalu membawa Raden kemana-mana dengan posisi hewan tersebut sudah mati.

"Pakai pengawet gitu katanya biar gak bau." Sandra mematikan kompor dan berbalik menatap Bumi.

"Dia minta saran hewan apa yang mau dia pelihara."

"Serigala?" tawar Bumi.

Sandra melotot, menggeleng dengan cepat.
"Gak ya, ini di rumah udah Prince sama Hero, jangan nambah Serigala."

"Yaudah gimana maunya Atlan aja," balas Bumi. Pria itu bangkit menghampiri Sandra dan mengecup keningnya sekilas. "Aku mandi dulu," ucapnya dibalas anggukan Sandra.

Wanita itu duduk di meja melahap rendang yang sudah selesai ia masak. Menikmatinya sendirian sembari menunggu Bumi turun.

"Sayang."

Uhuk

Bumi dengan gesit mempercepat langkahnya menghampiri Sandra yang tersedak.

"Minum dulu," ujarnya menyerahkan air putih yang langsung ditegak habis oleh Sandra.

"Hati-hati kalo makan," ucap Bumi mengelus punggung Sandra beberapa kali.

"Kamu yang ngagetin! Tiba-tiba bilang sayang, tumbenan." Sandra mendelik ke arah suaminya. Lagi enak-enak makan tiba-tiba dipanggil seperti itu.

Bukan apa-apa, Sandra terlalu kaget karena Bumi jarang sekali memanggilnya seperti itu. Meskipun pernikahan mereka sudah hampir belasan tahun pria itu sangat jarang memanggilnya dengan kata-kata romantis. Sandra jadi kaget saja.

"Ada apa manggil? Terus ini kenapa belum mandi?" tanya Sandra melihat Bumi dari atas ke bawah menyadari suaminya belum berganti pakaian.

Bumi tiba-tiba merubah raut wajahnya menjadi masam. Ia duduk di samping Sandra meraih tangan wanita itu dan mengarahkan punggung tangannya di dahi Bumi.

Sandra mengernyit. Maksudnya apa, nih?

"Aku demam," ujar Bumi pelan dengan wajah memelas.

Lah? Anak orang kenapa jadi begini? Batin Sandra merasa aneh.

Tapi benar sih, keningnya terasa panas, mukanya juga sedikit pucat. Sandra langsung bangkit dan mengambil thermometer. Ia menyumpal benda tersebut di mulut Bumi. Pria itu mengerjap terkejut.

Sandra mengusap rambut Bumi ketika pria itu menyembunyikan wajahnya di perut Sandra. Beginilah, si mantan psikopat jika sedang sakit akan berubah menjadi manja. Manja melebihi Atlan ketika sakit.

"Ayo ke kamar, kuat gak?" tanya Sandra menunduk. Bumi mendongak, lalu mengangguk. Dengan gerakan pelan pria itu berdiri, melingkarkan tangannya di pinggang istrinya. Kepalanya bersandar di bahu Sandra.

"Kalau kayak gini susah jalannya, ayo berdiri yang bener." Sandra mengelus kepala Bumi sembari menghela napas.

"Lemes," ucap Bumi menenggelamkan wajahnya di leher Sandra. "Naik lift aja," lanjutnya pelan suaranya mulai serak.

Sandra lagi dan lagi menghela napas. Badannya ikut merasakan panas terlebih lagi terasa berat akibat tubuh Bumi yang bertumpu sebagian padanya. Dengan hati-hati ia berjalan menuju lift.

Di kamar, Bumi tak pernah membiarkan Sandra lepas dari kukungan pria itu. Dengan sengaja ia berbaring di atas paha Sandra menenggelamkan wajahnya di perut sang istri. Sandra hanya bisa pasrah, suaminya memang seperti ini jika sedang sakit.

"Aku panggil Heksa ke sini, ya?" ucap Sandra menunduk mengusap pipi Bumi.

Bumi menggeleng pelan. "Gak usah, cuma demam."

"Ck, demam juga bikin kamu sakit. Harus di periksa."

"Ish, gak mau."

"Yaudah, aku bikinin bubur. Kamu tidur yang bener, gak pegel tidur kayak gini?"

"Gak usah, kamu di sini aja."

Sandra menghela napas. Membiarkan Bumi terlelap di pangkuannya. Tangannya sibuk mengusap rambut Bumi. Ia segera menelpon salah satu pembantu untuk membawakan kompresa  ke kamarnya mengingat Sandra tidak bisa turun ke bawah akibat bayi besar yang menahannya.

Selesai menelpon pembantu, tiba-tiba ponsel milik Bumi berdering. Nama Bima tertera di sana. Dengan cepat Sandra menerima panggilan.

"Heh kampret, lo di mana? Klien udah nunggu daritadi. Jangan php mulu kenapa, dah? Kemarin lo batalin pertemuan, masa sekarang lo mau ghosting tuh klien lagi?"

Sandra sempat terlonjak mendengar teriakan Bima yang begitu tiba-tiba ketika ia menerima panggilan.

"Maaf Bim, Ini gue Sandra."

"Kok lo yang angkat? Si Dunia ke mana?"

"Bumi sakit, dia demam. Kemungkinan gak bisa ke kantor hari ini, sorry banget, ya."

"Lah? Bisa sakit juga itu psikopat? Dia drama kali. Sengaja biar bisa manja-manja sama lo dan gak kerja."

"Ck, tapi dia beneran sakit, badannya panas banget. Udah deh, jangan segala protes!"

"Anjir, kok ngamuk?"

"Kenapa? Masalah buat lo?!" sewot Sandra mulai emosi. Ia dengan cepat mengatur emosinya dan menenangkan Bumi yang terganggu tidurnya.

"Jadi ini harus gue lagi yang tanganin klien?" tanya Bima pada diri sendiri. "Gila, awas ya si Dunia, ntar kalau dia udah sehat gue porotin tuh uangnya."

"Sebelum porotin uang laki gue, hadepin dulu bininya!" ketus Sandra langsung mematikan panggilan. Entah kenapa ia tiba-tiba merasa terbawa emosi tanpa sebab.

Tak mau memikirkan lebih lama. Sandra memutuskan untuk ikut berbaring, setelah memindahkan dengan hati-hati kepala Bumi agar tidur dengan benar, Sandra ikut berbaring di samping Bumi dan membawa Bumi ke dalam dekapannya. Bumi merasa terusik, pria itu melingkarkan tangannya di pinggang Sandra dan menyembunyikan wajahnya di dada wanita itu. Sandra tersenyum kecil, mengusap rambut Bumi pelan. Ia ikut memejamkan matanya berharap saat ia bangun nanti keadaan Bumi sudah membaik.

...

Siang harinya, Bumi terbangun lebih dulu. Pria itu mengerjap sebentar, mengumpulkan nyawanya. Setelah terkumpul, ia melirik ke samping menatap wajah teduh istrinya yang masih terpejam. Bumi tersenyum kecil, mengubah posisi tidurnya. Tangannya ia jadikan untuk menopang kepala Sandra dan membawa istrinya ke dalam pelukan.

Keadaannya sudah membaik, panasnya bahkan sudah turun. Bumi memang seperti ini, sakitnya tak lama. Di bawa tidur saja sudah sembuh tanpa meminum obat sekalipun.

Matanya tak henti memandang wajah sang istri yang terlihat damai dan sangat natural. Bumi mengelus pipi wanita itu dan mengecup ujung hidung Sandra gemas.

Brak.

"Buna--eh."

Atlan merapatkan bibirnya ketika Bumi melotot
ke arahnya. Ia menelan saliva dan bergerak mundur bersembunyi di balik punggung Atlas.

"Ngapain?" tanya Bumi datar.

"Kata Bibi Buna sakit," ujar Atlas pelan, tangannya meremas lengan Antartika yang tentu langsung ditepis pria itu.

Bumi menaikkan satu alisnya. Sandra sakit? Tidak salah? Bukannya tadi pagi ia yang mengalami demam?

"Bukan Buna," balas Bumi singkat. Ia mengibaskan tangannya. "Kalian keluar, jangan ganggu Buna."

"Jangan ganggu Buna, atau jangan ganggu Abah yang mau manja-manja sama Buna?" goda Atlantik terkikik.

"Eh iya-iya, mangap Pa. Keceplosan, gak janji bakal manggil gitu lagi, ya!" lanjut Atlantik cepat begitu mendapat tatapan tajam dari sang ayah.

"Kalau bukan Buna yang sakit terus siapa?" tanya Atlas mengernyit. Kemungkinan, mereka juga yang salah mengartikan maksud pembantu tadi. Karena saat Atlas dan kedua adiknya menanyakan keberadaan Buna, pembantu mengatakan kata sakit namun belum selesai melanjutkan perkataan Atlas dan kedua adiknya sudah lebih dulu ngacir ke kamar sang Buna. Mereka terlalu khawatir.

"Papa."

"Pfftt." Atlantik menahan tawanya mendengar jawaban Bumi. Antartika dan Atlas langsung menyenggol lengan adiknya agar diam. Namun sepertinya Atlantik mengabaikan kode tersebut.

"Serius Papa yang sakit? Masa, sih? Tumben sakit?" ujarnya mengulum senyum.

Bumi berdesis, apalagi saat Sandra merasa terusik dan membuka matanya. Wanita itu menggeliat sebentar dan menatap bingung ketiga anaknya yang berdiri di depan pintu.

"Loh, kalian ngapain di sini? Udah pulang sekolah?" tanya Sandra serak, bangkit dari tidurnya dan bersandar pada kepala ranjang.

"Udah Buna," balas Atlas.

"Buna gak papa,kan? Tadi Bibi bilang Buna sakit soalnya." Atlantik berceletuk.

"Bukan Buna yang sakit, ini Papa kalian dari pagi demam. Buna tadi ikut ketiduran."

"Tuh, kan Papa yang sakit! Kalian sih, gak percayaan!" sembur Atlantik pada Atlas dan Antartika.

"Bego, lo sendiri yang ngerecoh daritadi!" cibir Atlas memutar bola matanya malas.

"Kamu udah baikan?" Sandra menghadap ke arah Bumi dan menempelkan punggung tangannya di kening Bumi. Tidak sepanas tadi.

"Udah gak papa," balas Bumi tenang. Lalu matanya menatap ke arah ketiga putranya.

"Mau keluar jalur mana?" tawarnya menaikkan satu alis.

Ketiga pria tampan itu melotot kaget. Dengan gesit saling dorong mendorong untuk keluar lebih dulu. Antartika yang biasanya terlihat kalem saja kali ini tidak mau kalah untuk keluar lebih dulu. Tak mau mengambil resiko jika sudah berurusan dengan seorang King.

Sandra menggeleng pelan sembari terkekeh. Seperti itulah kebiasaan suaminya jika ketiga putranya mengganggu saat ia sedang berduaan.

"Tidur lagi," ujar Bumi menarik Sandra ke dalam pelukan. Menyembunyikan wajahnya di ceruk Sandra. Wanita itu hanya bisa pasrah ikut memejamkan matanya kembali.

...

Jangan lupa vote & komen.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top