Rawr

Hai, bagaimana hari ini? Apakah baik-baik saja?

Kalian baca part ini sambil ngapain?

Jangan lupa vote dulu. Spam komen juga biar seru hihi..

HAPPY READING HERELONES-!!

.....

"Althea? Shit, lo kenapa?!" Catur yang baru saja hendak masuk ke dalam mengurungkan niatnya begitu melihat Althea yang meluruh di tanah dengan isak tangis yang cukup memilukan. Pria itu menghampiri Althea, berjongkok di sana dan memegang kedua bahu Althea yang langsung ditepis gadis itu.

Catur menghela napasnya. "Sorry, Al. Seharusnya tadi gue gak ngomong hal yang enggak-enggak sama Asean. Gue gak nyangka akhirnya bakal jadi kayak gini."

Althea langsung mendongak menatap Catur dengan dahi mengernyit. Tangisnya mulai reda.

"Gue bakalan cerita sekarang, tapi bangun dulu oke? Kita masuk, gue jelasin di dalem." Catur membantu Althea untuk bangkit. Althea hanya diam menurut dan mereka masuk ke dalam villa.

Begitu keduanya masuk, tatapan terkejut menyapa keduanya. Analisa sontak bangkit mendekati Althea dan merangkul sahabatnya.

"Ya ampun Al." Analisa segera membawa Althea untuk duduk di sofa. Anta dan Atlas yang kebetulan duduk di sana segera menyingkir.

"Ini gara-gara tadi, ya?" tanya Analisa sembari menatap Atlas yang langsung dibalas anggukan oleh pria itu. Atlas dan Atlan sempat memberitahu mereka semua yang berada di dalam tentang kejadian Asean dan Althea. Hal itu untuk memberi peringatan jangan ada yang keluar sampai masalah keduanya selesai. Namun, Atlas sedikit terkejut mendapati Althea yang sudah terlihat kacau dan masuk dengan pria yang berbeda.

"Asean ke mana?" tanya West.

"Dia pergi, dia ninggalin gue. Asean marah sama gue, Asean..." Althea tak melanjutkan ucapannya lagi. Ia kembali terisak.

West langsung bergerak mendekati Althea dan memeluk gadis itu menenangkan.

"Dia marah sama gue, West. Gue jahat, gue udah buat Asean sakit hati." West tak menanggapi ucapan Althea. Ia terus mengusap punggung gadis itu menenangkan. West cukup paham. Ini semua juga tidak mudah bagi Althea.

Teman dari kecil yang menemaninya sampai sekarang dan sosok teman kecil yang ia tunggu kehadirannya sedari lama.

"Ini semua salah gue," cetus Catur di tengah keheningan. Seluruh tatapan mengarah pada pria itu.

"Maksud lo?"

Catur mengusap wajahnya kasar. Lalu mulai membuka suara.

Flashback On

"Lo gak nyaman, ya, di sini? Soalnya gue liatin lo kek diem aja gitu." Althea memandang Catur tak enak hati. Soalnya ia yang mengajak pria itu untuk bergabung, tapi ia sama sekali tidak membantu agar Catur nyaman berada di sini.

Catur menoleh, lalu tersenyum sekilas." Wajar, gue belum terlalu kenal sama mereka. Jadi, ya, masih canggung."

Althea meringis. "Sorry, gue gak terlalu merhatiin hal itu daritadi."

"Santai aja." Catur mengacak rambut Althea. Setelah itu hening kembali menyapa.

"Heh, temenin Summer ambil piring sana di dapur. Berduaan mulu lo." Asean datang dan langsung menyentil kening Althea. Catur hanya melirik sekilas. Diam-diam ia juga tersenyum kecil, ia tahu pria itu sedang cemburu.

Althea meringis, memukul kaki Asean lalu mendongak menatap Asean dengan raut kesal. "Gak usah disentil juga!" geramnya kembali memukul kaki Asean.

Asean mendengus, menarik lengan Althea untuk bangkit. "Udah sana, bantuin Summer!"

"Ck, iya-iya. Bawel banget, sih lo." Althea bangkit dan menghempaskan tangan Asean. Lalu melangkah mendekati Summer. Asean yang melihat Althea nampak kesal lantas tertawa geli.

"Deket banget, ya?" celetuk Catur membuat Asean berhenti tertawa dan menunduk menatap Catur. Dapat Catur lihat raut tidak suka mengarah padanya. Catur tertawa dalam hati, pria di depannya memang sedang cemburu rupanya.

"Kenapa? Iri lo?" sinis Asean.

Catur tertawa. "Lo sensi banget sama gue? Kenapa? Takut Althea-nya lo gue rebut?" sindir Catur. Sengaja memancing Asean. Ia ingin tahu bagaimana reaksi pria itu.

Asean berdecih dengan mata menatap ke sekeliling. Lalu kembali menunduk menatap Catur remeh. "Takut? Ngapain harus takut? Ambil aja kalo dia emang mau sama lo."

Catur lagi dan lagi tertawa. Raut cemburu dan kilatan dari mata tajamnya semakin membuat Catur ingin terus mengerjainya. "Lo pikir Al gak mau sama gue?"

"Biasanya yang udah lama ditunggu sekalinya dateng bakal disambut baik. Sampai yang selalu ada jadi dicuekin, bener?" kekeh Catur. Ia senang memancing Asean.

Asean mengernyit, mencerna ucapan Catur. Lalu setelahnya ia terkekeh sinis.

"Salah bro, yang ditunggu bakalan kalah sama yang selalu ada. Yang ditunggu belum tentu hadir dengan kepastian, sedangkan yang selalu ada udah pasti hadir dengan kejelasan. Paham gak lo?" ketus Asean sembari berlalu, tak lupa ia mengeluarkan raut menyebalkan yang mampu membuat Catur menjadi kesal.

Sial, ia yang berniat membuat pria itu skakmat malah ia sendiri yang terkena batunya.

Flashback off.

"Gue sengaja mancing biar tahu gimana reaksi dia. Dan ya itu semua membuktikan bahwa dia emang bener-bener cinta dan sayang sama Al." Catur menatap Althea merasa bersalah.

"Sorry kalau kehadiran gue buat hubungan kalian berdua jadi kayak gini." Catur mengangkat kedua tangannya. "Jujur, gue gak ada rasa lebih ke lo, Al. Selama ini gue menganggap lo teman kecil yang selalu gue rindukan. Gue gak bermaksud masuk ke dalam hubungan lo sama Asean."

Althea menggeleng pelan. "Bukan salah lo. Ini semua salah gue yang memang dari dulu selalu nyuekin dan gak anggap serius  perasaan Asean ke gue. Sebelum lo datang juga gue selalu menganggap remeh dan kecil perlakuan Asean ke gue."

"Ehm, sorry." North berdehem. Seluruh tatapan mengarah pada pria itu. "
Barusan Langit chat gue. Asean, dia..."

Althea langsung mengalihkan pandangan, segera mendekat pada North. "Asean kenapa?!"

North masih diam, menggaruk tengkuknya. "Asean..."

Bugh.

"Cepet ngomong, anjing!" kesal West memukul punggung North sampai pria itu terbatuk.

"Asean ikut balapan, di sirkuit deket kebun teh. Lawan dia si Trevor. Lo tau dia kan, An? Lawan lo di Prancis dua tahun yang lalu."

Anta terdiam, ia segera bangkit mengambil jaket kulitnya. Langsung bergegas keluar meninggalkan semuanya. Tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.

Althea yang melihat itu ikut berlari mengikuti Anta. Ia menaiki motor Atlas yang kuncinya sudah ia ambil lebih dulu. Ia mengendarai motor dengan kencang. Melaju menuju sirkuit yang tadi dikatakan oleh North.

"Shit, Althea!" geram Atlas kesal sekaligus panik.

"Lo berdua tunggu di sini. Kita susul Althea." Atlas menatap Analisa dan Summer yang sudah mengeluarkan raut khawatir. Kedua perempuan tersebut mengangguk tanpa banyak membantah.

Para pria langsung beranjak. Atlas pergi bersama Atlan, dan sisanya mereka membawa motor masing-masing.

Althea melajukan motornya cukup kencang. Meskipun motor yang ia gunakan adalah jenis motor ninja yang besar dan tentu dengan bobot yang tidak main-main untuk ukuran wanita seperti Althea. Namun, Althea sudah terbiasa dengan motor seperti ini. Sedari awal ayahnya selalu mengajari Althea menggunakan motor yang biasa dipakai para pria.

Begitu sampai di sirkuit Althea segera turun dengan tergesa. Bahkan kunci motor milik Atlas tak ia ambil saking paniknya gadis itu. Ia mulai memasuki area yang cukup ramai orang berlalu lalang. Tak lama ia mendengar teriakan Atlas dan yang lain di belakangnya. Tapi Althea tidak peduli. Ia fokus mencari keberadaan Asean.

"Lo tahu, gue denger lawan Trevor kali ini cowok dari Jakarta. Dia sahabatnya musuh Trevor si cowok es itu, Ocean namanya! Gila sih, gue mengharapkan Ocean pembalap keren itu yang lawan Trevor. Tapi gue juga penasaran, katanya sahabatnya satu ini juga jago banget. Makanya Trevor tertantang dan ikut main."

"Pertandingan bentar lagi mulai, ayo ke tribun!"

Althea dengan cepat berlari menuju lapangan luas yang sudah dikerumuni banyak pria di sana. Begitu ia bersiap masuk membelah kerumunan, seseorang lebih dulu menarik tangannya. Menyeret Althea menuju ruang sepi. Atas dan yang lain mengikuti dua manusia tersebut.

"Lo nyari Asean?" ujar seseorang setelah mereka berada di ruangan sepi tanpa penghuni.

Althea yang sedari tadi memberontak langsung mendongak menatap lawan bicaranya dengan cepat. Saat tahu siapa orang tersebut Althea menghampirinya dengan tangan terkepal.

Bugh.

"Sialan, ini semua gara-gara lo!"

Atlas dan yang lain reflek masuk dengan raut terkejut begitu Althea memukul pria di depannya cukup kencang hingga terhuyung.

"Kenapa lo nawarin hal ini ke dia, Langit?!" Althea mencengkram kerah baju Langit. Mata tajamnya menghunus netra pria di depannya yang masih terkejut dengan serangan dadakan tadi.

"Tapi, Al. Asean-"

"Di mana dia hah?! Hentikan pertandingan konyol ini, Lang! Kalaupun lo gak mau, jangan bawa-bawa Asean!" teriak Althea murka.

Langit berdesis, memegang bahu gadis di depannya. "Al, Asean-"

"Apa, hah?! Udah deh, jangan tahan gue. Gue mau hentiin dia, jangan halangin gue!" Althea berbalik, hendak keluar.

"Asean gak ikut balapan, Al!" teriak Langit. Althea yang hendak berlari langsung berhenti. Raut cemasnya berganti dengan raut bingung. Menatap Langit dengan serius.

"Asean gak ikut balapan, dia gak ada di sini."

"Chat lo?" tanya North mengernyit. Langit menoleh lalu menghela napasnya.

"Itu karena awalnya dia emang bener nerima tawaran gue buat ikut. Gue chat lo karena gue tahu kalian lagi tour ke sini, makanya gue ajak lo buat nonton sekalian. Tapi nyatanya dia gak dateng. Gue udah tunggu gak muncul juga. Udah gue telpon tapi gak di angkat. Akhirnya pertandingan tetep jalan meskipun dia gak datang."

"Tapi daritadi gue denger mereka pada bilang Asean ada di sini." West ikut mengernyit heran.

Langit mengusap wajahnya kasar. "Mereka gak tahu kalau Asean gak jadi dateng. Makanya mereka ngira Asean ada di jejeran peserta tadi. Soalnya peserta di sini jarang nampilin wajah mereka."

"Terus sekarang Asean di mana?" Althea berbisik lirih. Tangannya mengepal.

Langit menatap iba gadis itu. Ia tak bodoh, pasti ada sesuatu di antara Althea dan Asean. "Sorry, Al. Gue gak tahu Asean di mana."

"Shit," umpat Althea langsung mengambil ponsel.

"Halo Pa?" Althea menghubungi sang ayah. "Al minta tolong, lacak keberadaan Asean sekarang. Al mau hasilnya datang dalam waktu 5 menit!" ucapnya pada Bima di seberang sana dan langsung mematikan panggilan.

Para pria yang merupakan bagian dari keluarga Catra hanya menggeleng pelan. Mereka sudah paham dengan apa yang akan terjadi selanjutnya.

"Bang Asean gak mungkin bunuh diri, kan?" celetuk Akhtar kikuk.

"Dia gak sebodoh itu," balas Atlan. "Kemungkinan dia pergi buat nenangin diri." Semua orang mengangguk membenarkan.

"Sorry, gue gak tahu kalau lagi terjadi sesuatu di antara kalian. Gue nawarin murni karena pengen liat skil dia aja. Gak tahu kalau keadaan dia lagi kacau. Untung juga dia gak jadi ikut main karena lawan dia Trevor."

Perbincangan dengan Langit terhenti kala ponsel Althea kembali berdering. Gadis itu segera membuka pesan yang di kirim ayahnya.

"Gimana? Udah dapet lokasinya?" tanya Atlas.

"Ada dua titik," ujar Althea. Matanya memicing. "Titik biru di arah Selatan, titik hijau di arah Barat."

"Kok bisa misah beda tempat?" Althea mengernyit.

Dalam situs pelacakan di keluarganya. Titik biru menunjukkan keberadaan yang mereka targetkan. Sedangkan titik hijau, adalah kode yang mengartikan bahwa di titik tersebut terdapat sebuah benda milik keluarga Catra yang dapat di akses dan terbaca oleh komputer.

Itu mengartikan bahwa.

"Keberadaan Bang Asean ada di titik biru ini, sedangkan titik hijau..." Akhtar menjeda ucapannya. "Titik hijau ini keberadaan motor Bang Asean. Om Bima udah bisa mengakses itu."

"Kenapa bisa sejauh itu?" tanya West dengan dahi mengernyit.

"Bisa jadi dia sengaja nyimpen motor di sana dan pergi sendirian," ujar North.

Langit nampak menggeleng. "Gak mungkin sih kalo itu. Ya, lo bayangin Aja. Ini dari Barat ke Selatan dan itu jaraknya gak deket. Terlebih arah Barat ke Selatan itu lewatin jalur ini, belum lagi ngelewatin kebun teh yang lo pada tahu luasnya kayak gimana. Gak mungkin dia jalan sejauh itu, buat apa juga biarin motornya di taro di situ?"

"Kecelakaan," celetuk Anta datar. Menarik perhatian semua manusia yang berada di dalam ruangan tersebut.

"Jaga ucapan lo!" sentak Althea sinis.

Anta memutar bola matanya malas. Ia mengangkat ponselnya, memperlihatkan kepada mereka sebuah lokasi di mana Asean berada.

D'humans Hospital

Althea termangu. Tubuhnya membeku seketika, wajahnya memucat.

"Kita ke sana sekarang!" putus Atlas final. Masih dengan raut tenang.

"Tunggu dulu!" cegah Langit. Mereka semua menoleh dengan raut bingung.

"Rumah sakit itu terlalu jauh, kemungkinan kita sampai di sana pagi. Apalagi akses motor yang-"

"Jet gue udah di depan," ucap Anta tenang. Lalu menarik lengan Althea untuk ikut bersamanya.

"Ada lahan buat lepas landas?" tanya Atlas.

Anta mengangguk singkat, lanjut menarik Althea untuk segera menuju jetnya diikuti yang lain.

"Gue ikut," putus Langit di angguki yang lain.

...

Althea terus berlari menelusuri koridor mencari ruangan Asean. Mereka tidak percaya, bahwa di pedesaan seperti ini ternyata terdapat rumah sakit yang sangat luas. Fasilitas dan bentuk bangunan bisa dibilang sangat mewah. Sepertinya memang sengaja dibuat oleh orang tertentu.

Saking paniknya Althea tidak menyadari ada pria yang berjalan berlawanan. Althea menubruk pria itu tanpa di sengaja.

"Shit, punya mata gak sih lo?!" kesal pria tersebut saat ia jatuh mengenaskan di lantai.

Althea terkejut. "S-sorry, gue gak lihat."

"Iya lah tolol gak lihat, cewek buta lo?! Orang jalan lihat ke depan bego!"

"Kok lo nyolot sialan?" Catur bergerak maju namun dengan cekap di tahan Asean.

"Udah sana Al, lo lanjut cari. Ini biar gue yang urus." Althea langsung mengangguk dan bergegas melanjutkan mencari ruangan dengan raut cemas. Tak lupa West, North dan Akhtar mengikutinya dari belakang.

Tersisa Atlas, kedua adiknya dan Catur di sana. Menatap datar pria yang sudah bangkit. Menatap mereka dengan sinis.

"Tuh cewek udah digilir berapa kali sama lo pada? Jijik banget gue liatnya." Pria tersebut bergidik ngeri. Sedangkan Triplet, Langit dan Catur masih berdiam dengan tatapan tajam mereka.

"Apes banget gue, udah nabrak orang gila, sekarang ketemu orang gila lagi. Enyah lo semua, sampah!"

Atlas mengernyit. Manusia satu ini kenapa? Mulutnya seperti perempuan! Mengira mereka orang gila padahal jelas-jelas dia yang lebih gila.

"Bisu lo semua?" sinis pria itu. Menatap aneh pria aneh di depannya yang masih saja diam memerhatikannya dengan tatapan intimidasi. Lama-lama ia merasakan hawa tidak enak. Pria itu mengibaskan tangannya lalu berlalu sembari berucap, "beneran sinting lo pada."

Atlas tertawa setelah kepergian pria itu. "Udah dapet?" tanya Atlas entah pada siapa.

"Clean, delapan belas tahun, depresi, susah mengatur emosi, mantan geng Ovior." Atlan bersuara. "Di depak gara-gara berkhianat."

Atlas mengernyit. Ovior?

"Sherlock?" ujar Langit tiba-tiba. "Dia ketua Ovior."

Anta mengangguk. "Iblis licik," desisnya sembari berlalu dengan langkah santai.

Atlas dan Atlan tertawa, di tambah lagi dengan Langit yang terkekeh pelan. Membuat Catur mengernyit bingung. Ini kembar tiga sama temennya sebenarnya kenapa, sih? Tingkah mereka memang selalu tidak bisa di tebak. Catur harus sedikit berhati-hati. Terlebih dengan si saudara kembar. Ia tentu tahu mereka bertiga dijuluki dengan sebutan Dangerous Man. Mereka semua berbahaya.

Catur tersadar begitu Langit menepuk bahunya dan mereka melanjutkan langkah. Lihat, kenapa mereka tidak panik begitu mengetahui teman mereka kecelakaan?

...

Brak.

"Asean?!"

Teriakan nyaring membuat seseorang yang berbaring terlonjak. Ia menoleh ke sumber suara. Tepatnya pada sosok perempuan yang kini menghampirinya dengan tergesa. Menangkup pipinya dengan wajah panik.

"Asean, lo kenapa bisa kayak gini?" ucapnya diiringi nada khawatir. Tak lama ia melihat para pria mulai berdatangan.

Ia mengernyit. Wajah mereka terlihat asing baginya.

"A-asean?" ucap pria tersebut terbata dengan raut bingung.

"Asean siapa? Dan lo semua?" Ia mengernyit bingung.

"Lo semua siapa, ya?"

....

Innalillahi, telah berpulangnya ingatan Asean yang sekarang mengalami amnesia.

Asikz, makin seru gak siehhh.

Part terpanjang ini kayaknya, setelah lama gak up. Ayo spam yang banyak!!! aku tunggu keantusiasan kalian nungguin cerita ini.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top