Inquisitio

inquisitio = Penyelidikan

     Antartika keluar mencari angin untuk menjernihkan pikirannya. Ia melangkahkan kakinya menuju lapangan basket yang masih berada di sekitar komplek.

Suasana malam dengan lampu remang membuat Antartika semakin tenang. Ia mengambil bola basket yang kebetulan ada di sana. Saat ia mulai mendribling tiba-tiba sebuah sandal jepit terlempar menuju wajahnya membuat mata Antartika sontak terpejam. Ia menggeram kesal.

"Tuh kan Rere, gara-gara kamu jadi kena orang, kan!" teriakan perempuan menggelegar di sana. "Cepat minta maaf."

Seorang bocah dengan rambut dikepang nampak cemberut. Ia berjalan mendekati Antartika.

"Kak ganteng!" sapanya menarik kaos Antartika. Sontak pria itu menunduk dan mengangkat satu alisnya.

"Lele minta maaf, tadi udah lempal sendal ke muka Kakak. Gak sengaja, itu Kak Summel nakal udah nyium pacalnya Lele jadi Lele kejal." Bocah itu dengan santainya merebut bola basket yang Antartika pegang dan menendangnya.

"Goal!!" pekiknya tiba-tiba berjingkrak saat bola basket yang ia tendang memantul pada tiang.

"Rere!" Perempuan yang sedaritadi di belakang menghampiri bocah kecil itu. Ia menarik Rere untuk mendekat.

"Maaf kak, dia emang bandel! Ini gak-eh loh kok pergi? Kak?!" Perempuan itu melotot ketika ia belum selesai berbicara pria datar di depannya tadi malah melengos pergi.

"Huhu, kasihan dicuekin." Rere mendongak dan menjulurkan lidahnya.

Perempuan itu menunduk, mencubit hidung adiknya. "Pulang sendiri Re, kakak tinggal!" Setelah mengucapkan itu perempuan tadi berlari meninggalkan adiknya yang sudah melotot.

"Kak Summel! Huaaaa-jangan tinggalin Lele. Kata pacal Lele di sini banyak pocong!" Lele berlari mengejar kakaknya masih dengan isak tangis yang menggema di tengah kesepian.

Antartika yang masih berada di sekitar itu mendengus melihatnya. Pikirannya mendadak terpaku pada nama yang bocah kecil itu sebutkan, Summel? Apakah maksudnya nama perempuan itu Summer?

Aish, untuk apa juga ia memikirkan itu?

...

"Akhtar kenapa diseret kayak kucing, sih?"

Akhtar cemberut pada sang ayah yang terlihat santai menarik kerah bajunya menuju ruangan entah untuk apa.

"Nih dia orangnya!" Raksa mendorong anaknya kehadapan Bumi dan Bima. Akhtar mendelik, ayah siapa sih itu? Main dorong-dorong saja, tidak ada akhlak.

"Dia bisa baca kode kayak gituan," lanjut Raksa membuat Bumi mengangguk mengerti.

"Ada apa Om? Kode apa nih?" Akthar mengernyit saat ia disodorkan empat lembar surat oleh Bima.

"Baca dan terjemahkan maksudnya."

Akhtar mulai membaca dengan mata menelisik. Tangannya memegang dagu seolah berpikir serius membuat Raksa kesal dan menjitak kepala anaknya.

"Cepet, lama banget!"

"Sabar dong, Babeh!" Akhtar sempat mendelik dan lanjut memahami tulisan tersebut.

Tiba-tiba ia melotot, dan berdecak kagum membuat ketiga pria itu mengernyit penasaran.

"Sudah tau jawabannya, Akhtar?" tanya Bumi.

Akhtar mengangguk dan tersenyum lebar membuat ketiga pria di sana menghela napasnya lega.

"Jadi, apa maksudnya?"

Akhtar berdehem. "Gak mau ngasih tahu kalau grati-aduh!"

"Jangan banyak bacot, cepet kasih tahu!" ujar Raksa mencubit anaknya gemas yang kebanyakan tingkah di saat serius seperti ini.

"Akhtar gak bawa tahu, gimana ngasihnya? Mau beli dulu ke pas-aduh!" Akhtar lagi dan lagi meringis saat lengannya kembali dicubit. Cubitan ayahnya kenapa seperti cubitan emak-emak, sih?

"Serius bisa gak, sih?!" kesal Raksa.

Akhtar mendengus. Ia menjajarkan kertas tersebut di meja yang sudah tersedia. Bumi, Bima dan Raksa ikut mendekat dan melingkari meja.

Surat pertama.

-(DSS)0
Ibu ayahmu di Jerman, dan kau tinggal sendiri. Tapi ada aku yang akan menemanimu. Tidak perlu melakukan sendiri, lakukan itu bersamaku.

"Pengirim tahu latar belakang Kak Aksara, dia memulai pengenalan dengan cara halus. Maksud gak perlu ngelakuin sendiri itu tentang Kak Aksara yang suka nyakitin dirinya sendiri, dia punya depresi juga'kan? Nah pelaku perlahan mulai nguasain Kak Aksara dari sini. Dia memanfaatkan keadaan Kak Aksara."

Surat kedua.

-(DSS)0
Hancurkan keluarga Catra, ada pria yang kau sukai bukan? Hancurkan hidupnya. Jika tidak keluargamu yang akan menahan akibatnya.

"Udah jelaskan di sini? Dia nyuruh Aksara buat hancurin keluarga Catra. Dia mulai ngasih tau tujuan dia mengirim surat untuk apa."

Surat Ketiga.

-(DSS)0
Ibumu koma, bagaimana? Apakah menarik? Semalam hari yang indah, semoga kau benar akan melakukannya.

"Akhtar rasa, Kak Aksara sempat nolak perintah dia dan ibunya yang jadi ancaman sampai pelaku buat ibunya Kak Aksara koma. Akhtar rasa pelaku dateng ke Apartemen Kak Aksara dan buat Kak Aksara kembali depresi sampai melukai dirinya sendiri. Dia tampil dan ikut menyakiti Kak Aksara, terbukti di surat pelaku bilang semoga kau benar akan melakukannya. Itu berarti mereka udah melakukan kontak mata dan saling berbicara."

"Jadi Aksara tahu siapa pelaku itu?" sahut Bima.

Aksara menggeleng. "Gak tentu juga, bisa jadi pelaku pakai topeng? Dia gak mungkin nampilin wajahnya gitu aja menurut Akhtar."

Mereka mengangguk membenarkan perkataan bocah pintar itu.

Surat terakhir.

-(DDS)0
Lanjutkan permainanmu, girl. Aku tahu kamu  punya penyakit depresi, teruslah berpura-pura.

"Ini usah jelas, gak perlu di jelasin lagi. Kak Aksara akhirnya nurutin kemauan pelaku buat keluarga Catra hancur."

Bumi mengangguk paham, ia menunjuk tulisan teratas. "Kamu paham maksud dari ini?" tanyanya pada Akhtar.

Akhtar tersenyum lebar. "Gampang Om."

(DDS)0

"Tapi coba telitiin dulu, deh." Akhtar menunjuk tulisan surat ketiga dan keempat.

"Surat pertama, kedua dan ketiga tercatat kata DSS bukan DDS kayak di surat terakhir."

Mata mereka sontak memicing, dan ternyata benar. Penulisannya berbeda, dan mereka baru menyadari itu. Akhtar memang sangat jeli.

"Akhtar bisa nerawang itu taktik dari pelaku deh, dia mau ngecoh kita. Dan firasat Akhtar penulisan yang benar adalah DSS itu lebih masuk akal dalam penalaran yang Akhtar bayangkan."

"Artinya?"

"Tanda kurung ini salah satu kode angka, artinya huruf X. X itu simbol berhati-hati atau larangan. Tapi kayaknya ini lebih menjurus ke hati-hati. Hati-hati dalam segala bertindak karena dia ada di sekililing kalian. 0 ini maksudnya. Dia melambangkan sebuah lingkaran, yang artinya dia ada dilingkaran kalian, dia memantau, memperhatikan dan seolah mengurung kalian."

Raksa menepuk bahu Akhtar beberapa merasa bangga dengan anaknya yang jenius dan paham segala kode.

"Lalu DDS?"

"Kalau ngikutin tulisan pertama, kedua dan ketiga Akhtar tau artinya."

"DSS, bisa dikatakan Dangerous Secret Sender. Pengirim rahasia yang berbahaya. Tapi ada juga perkiraan lain." Akhtar menjeda ucapannya. Menatap ketiga pria itu tak enak hati. "Jangan marah setelah Akhtar mengatakannya. Ini hanya firasat dan perkiraan."

"Katakan."

"DSS, Dangerous Silent and Smile." Akhtar meringis saat melihat tubuh ketiga pria di sekelilingnya menegang.

"Kamu menuduh Atlas dan Antartika, Akhtar?!"

...

Seorang pria bertubuh tegap berjalan santai menuju ruangan serba putih. Ia menyelinap masuk ke salah satu bilik yang terdapat perempuan seusianya tengah berbaring di brankar. Tak ada yang menjaga gadis itu membuatnya mudah untuk masuk.

Ia menyeringai begitu sudah berada dihadapan sang perempuan yang tengah memejamkan matanya.

Tangannya menyingkap baju perempuan tersebut dan memperhatikan karyanya semalam yang lukanya sudah mengering.

"Buka mata lo, gue tahu lo udah bangun." Pria bertopeng itu bersuara sembari menekan luka di perut gadis itu.

"Bangun Aksara," geram pria tersebut semakin menekan kuat luka diperut Aksara hingga gadis itu tak sengaja mengeluarkan suara berupa ringisan.

Pria tersebut tersenyum lebar. "Kenapa membangkang? Kenapa mudah hancur?! Ini baru setengah jalan tapi lo udah merusak semuanya! Keluarga mereka belum hancur sialan." Pria tersebut mengambil pisau dan meraih tangan Aksara. Mengukir nama para keluarga Catra disertai julukan kasar.

"Stop-ampun. Maafin gue." Aksara meringis dan mulai terisak. Tangannya meremas kuat selimutnya. Matanya melirik ke arah pintu utama berharap seseorang masuk dan menghentikan perlakuan pria gila dihadapannya.

"Kenapa harus gue? Hiks-arghhh stop!" Aksara mengerang ketika benda tajam itu menusuk bahunya.

"Karena memang harus lo! Buat keluarga mereka hancur atau lo akan tahu akibatnya!"

Pria itu menggores paha Aksara setelah menyingkap selimut gadis itu. Setelahnya ia pergi melalui jendela karena radar yang ia dapat seseorang tengah menghampiri ruangan ini.

Aksara menangis tertahan, kini semua luka tak terasa begitu sakit dibanding mentalnya. Ia merasa tertekan, segala bayangan mulai hinggap dipikirannya. Aksara meremas rambutnya kuat dan berteriak kencang. Selama ini ia selalu menahan dan melukai dirinya sendiri tanpa ada orang yang tahu.

"Aksara?!"

Suara Althea dan Analisa terdengar panik menghampiri brankar. Di belakangnya ada triplet, Asean dan juga Arshaka.

"Panggil Dokter!" suruh Analisa pada para pria di sana.

"Tekan tombol itu, goblok!" umpat Atlantik bergerak maju dan menekan tombol darurat di belakang brankar.

Atlantik mengernyit saat melihat selimut Aksara terdapat bercak darah. Tangannya dengan berani menyingkap selimut.

"Lo melukai diri sendiri lagi?" celetukan Atlantik membuat semuanya menoleh dan terpaku pada banyak luka di sana.

"Bahunya juga terluka!" seru Althea terkejut. Aksara yang sudah berada dipelukan Analisa hanya diam setelah tangisnya mereda.

"Bukan dia yang lakuin," ujar Atlas. "Pelaku sempet dateng ke sini, dia ngukir nama kita di badan Aksara."

Hening.

Mereka tak bersuara, melihat nanar seluruh tubuh Aksara yang terdapat banyak goresan. Di antaranya terdapat ukiran nama-nama keluarga Catra disertai julukan kasar.

Akhtar yang sedaritadi menunggu di luar terdiam saat melihat sesuatu mencurigakan dari seseorang di dalam sana. Ia segera mengambil ponsel miliknya dan menghubungi sang Ayah.

Panggilan pertama tidak terjawab membuatnya berdecak kesal. Ia terus mencoba menghubungi ayahnya beberapa kali. Hingga panggilan ke delapan ia mulai terhubung dengan ayahnya.

"Sialan, ngapain nelpon?!" Suara serak ayahnya di seberang sana membuat ia mengernyit.

"Ini Akhtar."

"Anak dakjal, ngapain nelpon? Babeh lagi-aduh sayang jangan dicubit!"

Akhtar semakin mengernyit. "Babeh lagi di mana? Kok Akhtar dengen suara Emak lagi-"

"Desah! Gak tahu apa gue lagi bikin adik buat lo. Udah telpon lagi nanti!"

tut.

Akhtar melotot. Gila! Di siang hari seperti ini bisa-bisanya melakukan hal seperti itu. Akhtar mendengus kesal dan memilih menghubungi Bima saja. Karena rasanya tidak mungkin jika ia menelpon Bumi. Pria itu tidak akan mengangkat teleponnya di saat seperti ini.

Akhtar segera pergi menuju markas setelah berbicara dengan Bima di telepon. Tanpa berpamitan ia berlalu begitu saja. Satu kecurigaan sudah ia dapatkan.

...

Kira-kira siapa, ya? Yang ada di ruangan itu Triplet, Asean sama Arshaka. Siapa pelaku yang Akhtar curigai menurut kalian?

Jangan lupa nabung juga, sebentar lagi cerita bapaknya triplet mau terbit 🤧

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top