HmmzZzz

Bingung mikirin judul, itu aja deh, ya. SKSKSK.

Happy Reading!
...

"Althea! Bangun kamu! Udah siang masih aja kebo!"

"Althea, Astaga perawan satu ini! Bangun gak?!"

"Althea!"

"Kalo gak bangun Mommy lempar pisau ke punggung kamu!"

Dalam sekejap seorang gadis terlonjak dan bangun dari tidurnya. Matanya mengerjap sembari menguap. "Mommy," rengeknya kesal menyadari ibunya hanya mengerjai.

"Cepet bangun, terus mandi. Hari ini anter Mommy ke pasar!" Brianna, wanita itu sudah berkacak pinggang.

"Ck, kenapa gak sama bibi aja?" Althea meregangkan ototnya menatap ibunya malas.

"Bibi lagi beres-beres rumah. Ayo ah, jangan jadi pemalas." Brianna menarik lengan Althea untuk berdiri.

"Ck, iya Al mandi sekarang."

"Bagus, jangan lama. Mommy tunggu di bawah."

Althea hanya bergumam malas, lalu berjalan gontai menuju kamar mandi.

Sekitar tiga puluh menit, Althea sudah selesai dengan ritual mandi, ia sudah memakai pakaian casual dengan rambut di gerai.

"Shit, Mommy sialan." Althea menggerutu kesal begitu melihat jam di dinding masih menunjukkan pukul 6 pagi.

Lagi dan lagi ibunya mengerjai Althea.

Ia turun ke lantai dasar dengan wajah masam dan kaki dihentak saking kesalnya. Brianna yang sedang duduk santai membaca majalah menoleh.

"Ngapain mesem gitu? Muka udah jelek makin jelek kamu."

Althea semakin cemberut. "Bilangnya udah siang, cih, siang apaan?! Baru juga jam enam pagi!"

Brianna mendelik. "Bodo amat, intinya anter Mommy ke pasar."

"Ngapain, sih, ke pasar segala?" tanya Althea malas menghempaskan tubuhnya di sofa.

"Latihan senam," balas Brianna sewot. "Ya, kalo ke pasar beli sayuran tante Althea yang cantik," lanjutnya geram.

Althea mendengus. "Tumben Mommy yang beli?"

"Biasanya juga Mommy," balas Brianna. "Ini juga buat acara besok. Ada yang ulang tahun sampai minta ngadain acara besar di rumah, makan sama keluarga. Itu siapa ya yang ngomong?" sindir Brianna menatap sinis Althea.

Althea melotot terkejut. Ia menatap Brianna lama, lalu nyengir tidak jelas.

"Oh Mommy sayang, so sweet banget!" Althea memeluk Brianna erat sembari menggoyangkan ke kiri dan kanan. Brianna memutar bola matanya malas dan melepaskan peluakn putrinya.

"Ayo bangun, kita temuin juragan di belakang. Kita porotin uangnya!" bisik Brianna tersenyum miring.

Althea tersenyum lebar. "Ide bagus Mom!" Althea langsung bangkit diikuti Brianna.

Saat yang ditunggu-tunggu oleh Althea adalah sekarang. Bekerja sama bersama ibunya memeras uang ayahnya. Walau tak ia pungkiri uang ayahnya tidak akan pernah ada habisnya.

"Sayangku," seru Brianna menghampiri Bima yang sedang membaca koran dihalaman belakang. Ia duduk di samping Bima melingkarkan tangannya di leher pria itu.

"My hot daddy!" timpal Althea mendekati kedua orang tuanya. Tangannya dengan santai mencolek dagu Bima yang sudah menatap keduanya malas.

Bima sudah terbiasa dengan perlakuan seperti ini. Istri yang mendadak manja dan putrinya yang mendadak sok feminim. Bukan sekali dua kali mereka seperti ini. Setiap ingin uang, mereka akan berlaku seperti ini membuat Bima terbiasa dan hapal dengan segala kode yang mereka berikan.

Bima menyimpan koran di meja. Menatap kedua perempuan dengan datar.

"Butuh berapa?" tanyanya.

Althea dan Brianna tersenyum lebar. Keduanya dengan kompak merebut dompet milik Bima saat pria itu mengeluarkannya dari saku celana.

"Mommy yang blackcard, kamu ambil ATM yang ini. Kemarin Mommy cek di sana ada sekitar dua puluh milyar."  Althea mengangguk semangat dan mengambil salah satu ATM milik ayahnya dan Brianna mengambil blackcard.

"Makasih, Daddy." Brianna tersenyum mengedipkan sebelah matanya genit dan mengembalikan dompet Bima.

"Kita ke pasar dulu. Inget, ya, besok Althea ulang tahun." Brianna mengecup bibir Bima lalu melangkah meninggalkan Bima yang sudah berwajah masam.

"Bye, hot Daddy!" Kini giliran Althea yang mencium pipi Bima dan berlalu sembari berjingkrak senang.

"Ke pasar udah kayak mau liburan ke Dubai aja itu dua setan!" umpat Bima kesal.

"Lo udah gak berguna lagi," gerutunya menatap dompet yang malang dan melemparnya kasar dengan asal.

"Untung bini sama anak gue cakep, kalo gak udah gue sembur pake minyak."

Bima mengusap wajahnya kasar dan bangkit. Mengerang frustasi begitu mengingat dirinya harus menghadapi ibu hamil yang sedang mengidam. Bima diminta keliling komplek memakai daster oleh istri kembarannya. Tak hanya itu, ia juga diminta untuk memakai make up dan menemui para tetangga untuk berfoto.

Bima tersenyum lebar begitu sebuah ide melintas di kepalanya. "Gue kabur ke Dubai aja sekarang, terus besok balik."

"Ide bagus, Bim!" Bima mengangguk mantap. Ia mengambil ponselnya dan menelpon salah satu pengawal. Daripada mempermalukan diri, lebih baik Bima kabur saja ke Dubai!

"Tolong siapkan helikopter. Saya akan pergi ke Dubai sekarang."

Tut.

Bima tersenyum miring, menyimpan kembali ponselnya dan melangkah menuju kamar mengambil beberapa keperluan. Ia bersiul merasa lega.

Tak lupa menulis sebuah note di dapur, untuk memberitahu istri dan anaknya bahwa ia pergi ke Dubai.

Maaf Sandra, ngidam lo gak terpenuhi dulu untuk sekarang. Gue udah di Dubai. Kalau mau request, minta laki lo aja yang lakuin itu. Lebih seru, bukan?

Kalimat itulah yang Bima sampaikan pada Sandra ketika ia sudah sampai di negara dengan julukan kota emas.

Di sisi lain Althea dan Brianna sampai di pasar. Mereka berdua masuk dan mulai menelusuri jejeran para pedagang.

"Ada ayam, Mommy mau beli ayam dulu." Brianna menarik lengan putrinya menuju pedagang ayam.

"Mas satu ekor Ayam berapa?" tanya Brianna begitu sampai di sana. Pedagang yang sedang memotong langsung mendongak dan tersenyum ramah.

"Ini 40.000, Bu."

Brianna mengangguk. "Saya pesan tiga puluh ekor. Nanti antar ke rumah saya langsung, udah dipotong kayak gini, ya, Mas."

Pedagang tersebut nampak syok. "Tiga puluh? Beneran, Bu? Sebanyak itu?"

"Iya, ini anak saya mau ulang tahun besok. Jadi borong banyak." Brianna tersenyum dan mengeluarkan dompetnya.

"Oalah pantesan, okelah siap nanti saya antar." Pedagang tersebut nampak kegirangan. Kapan lagi ia mendapat pembeli dengan jumlah besar.

"Ini alamat rumah saya, jadi totalnya berapa?" tanya Brianna setelah menyelahkan kartu namanya. Pedagang tersebut segera mengambil alat hitung dan menghitung harga. Matanya berbinar begitu melihat deretan angka yang tertera di sana.

"Semuanya jadi 1.200.000, Bu."

Brianna mengangguk, mengeluarkan blackcard dari dompetnya. Sebelum menyerahkan, ia lebih dulu menyadari sesuatu sehingga pergerakannya terhenti.

"Kenapa?" tanya Althea.

"Mommy lupa, di pasar mana bisa pakai pembayaran kayak gini." Brianna menepuk keningnya, lalu menatap Althea yang sudah menganga. "ATM yang tadi kamu ambil dari Daddy udah di tarik separuh uangnya, kan di ATM?"

"Udah, nih." Althea mengeluarkan dompetnya.

"Ada berapa?"

"Yang Althea ambil cuma sekitar enam juta."

"Oke nanti Mommy pakai dulu, uang yang Mommy bawa gak terlalu banyak soalnya."

Brianna mengeluarkan uang miliknya. "Ini saya bayar setengahnya dulu, ya Pak. Sisanya nanti kalau sudah di antar."

"Siap, terima kasih banyak, Bu."

Brianna mengangguk dan pamit untuk pergi melanjutkan berbelanja. Banyak sayuran dan beberapa kebutuhan dapur yang sudah Brianna beli. Karena tidak mampu menampung semuanya, Brianna memanggil bodyguardnya untuk datang membantu.

"Eh ada yang jual daster di sini," gumam Brianna. "Mommy mau beli, sekalian buat kamu juga."

Althea hanya mendengus dan menurut saja mengikuti ke mana ibunya pergi.

"Pak, daster yang ini berapa?"

"125.000, Bu."

Brianna melotot. "Mahal banget!"

Pedagang tersebut terkekeh. "Daster impor loh, Bu."

Althea mengernyit mendengarnya. Impor juga tenyata bisa diperjual di pasar seperti ini, ya?

"50.000 aja, ya, Pak?" tawar Brianna. Althea yang sedaritadi memperhatikan sudah menepuk keningnya.

Nawarnya jauh bener emak gue.

"Gak bisa atuh, Bu. 125.000 sudah harga pas."

"Alah turunin kek Mas."

"120.000 gimana?"

Brianna mendelik. "Apa-apaan cuma turun 5.000."

"Kalau jadi 50.000 saya yang rugi dong, Bu."

Brianna mendengus, mengibaskan tangannya. "70.000 gimana?" tawarnya lagi.

Pedagang tersebut tetap menggeleng. "100.000 aja, sudah deal."

Althea memijat pelipisnya. Kapan tawar-menawar daster ini berakhir?

"80.000 deh, Mas. Saya beli sepuluh."

"Gak bisa, Bu."

Brianna mendengus menarik lengan Althea. untuk berlalu pergi. "Yaudah, saya gak jadi beli."

"Ck, Mom itu seratus udah murah loh, kenapa tetep ngeyel minta turun?" ucapnya pada Brianna. Ibunya ini memang aneh. Harga sudah terbilang lumayan masih saja sok jual mahal. Padahal Althea yakin uang ibunya lebih dari cukup untuk membeli dengan harga yang ditentukan pedagang.

"Sstt, ini taktik pembelian. Kita pura-pura pergi, kalo si masnya gak manggil lanjutin jalan. Tapi Mommy yakin bentar lagi dia teriak bua--"

"Iya deh, Bu. Sok ambil 80.000, asal beli sepuluh, ya?"

Brianna tersenyum lebar, menatap Althea sembari menaik turunkan alisnya. "Inilah taktik jual beli," bisiknya sembari meninggalkan Althea dan menghampiri pedagang tadi.

Althea sudah menutup mukanya merasa malu. Apa semua emak-emak seperti ini?

"Yuk, lanjut jalan!" Brianna kembali menggandeng lengan Althea setelah menyerahkan barang belian pada para bodyguard yang menuntunnya di belakang.

"Begini kalau belanja di pasar, tuh. Kamu harus banyak belajar dari Mommy. Jangan kayak minggu lalu, sok-sok'an mau pergi ke pasar sendirian ujung-ujungnya duit abis tanpa menawar."

Althea memutar bola matanya malas mengingatnya. Beberapa minggu lalu ia memang berinisiatif pergi ke pasar sendirian. Pembantu yang biasa ke pasar saat itu sedang sakit. Althea dengan percaya dirinya pergi ke pasar. Membeli apa yang ia inginkan. Dan seperti yang Brianna katakan, tanpa menawar.

Althea tak menyangka begitu ia pulang menenteng banyak kresek, ibunya bertanya berapa jumlah yang telah ia keluarkan. Saat itu Althea menjawab sekenanya. Ia terkejut begitu mendapat pukulan sapu mengenai lengannya. Ibunya tiba-tiba mengamuk apalagi setelah Althea menjelaskan beberapa harga sayuran dan barang yang ia beli pada ibunya.

Ayolah, Althea sangat tidak pandai tawar-menawar.

Terkadang memang ibunya lebih suka berbelanja di pasar seperti ini di bandingkan pergi ke mall. Entah, selain di sini bisa tawar-menawar, Brianna sendiri juga sangat senang dengan keramahan para penjual. Tidak seperti di mall yang terkadang ada beberapa pelayan yang selalu berwajah judes.

...

Ini cerita makin kesini makin ngaco deh perasaan. Pengen cepet-cepet tamat terus revisi habis-habisan.

Jangan lupa vote & komen!!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top