Extra part

VOTE DULU!!!!!





SPAM KOMEN GAK MAU TAU!





HAPPY READING GUYS!!

.
.
.

Resepsi pernikahan itu, resmi kembali diadakan.

Dua pasutri sudah berdiri di pelaminan dengan gaun dan jas yang mewah. Di depan keduanya berdiri seorang anak kecil dengan gaun yang sama persis seperti yang ibunya kenakan. Gadis kecil itu sibuk melambaikan tangannya pada para tamu undangan dengan senyuman lebar.

Keluarga Catra, terlebih sang kepala keluarga Ajalio Harian Catra hanya bisa menggelengkan kepalanya menyaksikan tingkah cucunya yang begitu antusias menyaksikan pernikahan kedua orang tuanya.

"Brianna, cukup Alin yang bikin keluarga kita pusing sama tingkahnya. Kamu jangan!"

Semua orang seketika menoleh ke sumber suara. Bima berjongkok di hadapan Brianna yang duduk di kursi seraya mengelus perutnya. Ah, sudah bisa mereka pastikan ibu hamil itu sedang mengidam yang tidak-tidak sehingga membuat suami menjadi gila.

"Emak lo kenape lagi?" bisik Asean menyenggol lengan Althea.

Althea yang sibuk memakan kue mengedikkan bahunya acuh. "Paling ngidam pengen kawin lagi," cetusnya asal.

"Daripada mereka yang kawin, mending kita aja, gimana? Ide bagus?" Asean tersenyum lebar.

"Punya apa lo mau nikahin gue?" sinis Althea melirik tajam Asean sekilas dan kembali sibuk memakan kue.

Asean berdecak, tangannya ia rangkulkan di bahu Althea. "Siapa yang mau ngajak lo nikah? Gue belum punya apa-apa. Mending kawin dulu, habis itu baru nikah. Keren, kan?"

BUG!

"Gue gantung di stadion lo berani buntingin duluan!" Atlas tiba-tiba datang bersama Analisa. Memukul penggung Asean cukup kuat.

"Yeu, ganggu aja lo!" sinis Asean memalingkan wajahnya. "Lagian Om Bima juga gak bakal permasalahin kalo gue buntingin anaknya. Katanya biar sejarah kisah antara dia sama tante Bri ke ulang lagi."

Althea melotot. Memukul bahu Asean cukup kuat sampai membuat sang empu meringis. "Berani lo hah?!"

Asean mendengus, mengusap bahunya yang terasa ngilu. Lalu menarik Althea ke dalam pelukan. Mengecup gemas pipi gadis itu. "Iya kagak, udah ah jangan melotot gitu. Mirip nenek sihir!"

"Gak mirip kunti aja sekalian?!" sewot Althea kelewat kesal.

"Boleh, mau mirip kunti aja jadinya?" Asean tertawa begitu melihat Althea yang sudah mulai kesal dan mencubit pinggangnya.

"Apa? Iri lo liat kita pelukan?" Asean tiba-tiba menatap tajam Atlas yang masih memperhatikannya. Dengan sengaja ia mempererat pelukan sampai Althea memberontak karena sesak.

Atlas hanya berdecih. "Yang masih pacaran diem aja, jangan nyenggol yang udah tunangan," balasnya seraya memamerkan jarinya dan juga Analisa.

"Cincin tunangan nih bos, senggol dong."

Analisa berdecak melihat itu. Atlas dan Asean memang selalu saja bertengkar seperti anak kecil semenjak insiden Asean menelponnya waktu itu.

"Alah gue ntar langsung cincin nikah, gak perlu pake tunangan segala!" cerca Asean sewot.

Saat Atlas ingin membalas, Analisa lebih dulu menarik pria itu untuk menjauh. Jika tetap dibiarkan tidak akan ada akhirnya pertengkaran mereka.

"Itu seharusnya yang berdiri di pelaminan kita, An." Atlas tiba-tiba berceletuk seraya matanya menatap tajam ke depan.

Analisa yang baru saja minum tersedak. Dengan sigap Atlas mengusap punggungnya dan membersihkan sisa jus di bibir gadis itu.

"Suka banget bikin gue kaget!" gerutu Analisa menatap Atlas nyalang.

Atlas merenggut. "Maaf. Lagian emang bener, seharusnya kita yang nikah. Gara-gara Alin, nih, jadinya--"

"Punya apa lo mau nikahin gue?" tanya Analisa sarkas persis seperti pertanyaan Althea tadi. "Kuliah dulu beresin, terus kerja, kejar dulu cita-cita lo!"

"Ya, cita-cita gue nikah sama lo, An. Kelamaan kalau kerja dulu. Habis lulus nanti langsung nikah aja, lagian gue udah kaya ini. Gue udah punya penghasilan sendiri dari boxing."

Analisa memutar bola matanya malas. "Terserah lo lah, pusing gue tiap berantem masalahnya begini mulu."

"Yaudah makanya ayo ni-"

"Diem gak?!" potong Analisa kesal menodongkan garpu di depan wajah Atlas.

Atlas merenggut lagi. Menjauhkan garpu tersebut dan menarik pinggang Analisa hingga tubuh mereka saling berdekatan. "Maaf," bisiknya seraya mencium pelipis Analisa penuh perasaan.

"Dekorasinya mewah banget, Kak. Ini pasti mahal banget," bisik Summer pada Anta yang sedang menunduk memperhatikan gadis itu membenarkan dasinya.

Anta langsung menarik pinggang Summer agar semakin mendekat. Wajahnya semakin ia tundukan dan berakhir di samping telinga gadis itu. "Mau?" bisiknya serak.

Summer langsung mendorong Anta menjauh. Menepuk dada pria itu dengan wajah merenggut. Ia tentu paham dengan maksud pria itu.

"Masih jauh, Kak." Summer menepuk kedua bahu Anta beberapa kali setelah dasi sudah terpasang rapi. Matanya kembali menatap mata tajam itu yang sedari tadi tak pernah lepas memandangnya begitu dalam.

"Lagian kita'kan bukan siapa-siapa," gumamnya begitu pelan.

Anta menaikkan satu alisnya. Lalu berdecih sembari memalingkan wajahnya. Bukan siapa-siapa katanya?

Beberapa detik kemudian ia kembali menatap Summer dengan tatapan begitu tajam. Menarik pinggang gadis itu dan memeluknya erat. Mendekatkan wajahnya di samping telinga dan berbisik. "Lo milik gue, Summer."

"Huaaaa Kak Summer!"

Teriakan itu menghancurkan momen keduanya. Rere, adik Summer berlari dan memeluk kaki sang kakak.

"Rere? Ada apa?" Anta menghembuskan napas kasar kala pelukan dilepas oleh Summer. Gadis itu berjongkok di hadapan Rere.

Wajah Rere terlihat cemberut. "Rere bosen, Bunda ngobrol terus sama temennya. Daritadi Rere cuma duduk."

"Kak Akhtar ke mana?" tanya Anta ikut berjongkok mengelus surai panjang adik gadisnya.

Tatapan Rere beralih pada Anta, wajahnya semakin mengeruh dengan pipi mengembung. "Kak Akhtar kabur setelah nyium pipi Rere, tadi ada Kak Catur juga eh Rere malah diajak lari-larian capek, ah."

Summer tersenyum geli. Akhir-akhir ini Rere memang selalu dikelilingi banyak pria remaja. Ah, bukan mereka yang mendekati. Lebih tepatnya Rere yang mendekati mereka. Meminta sebuah pelukan atau bahkan ciuman di pipi. Summer tak habis pikir dengan adiknya. Entah mendapat turunan darimana sifat yang seperti ini.

Tiba-tiba Arsahaka menghampiri mereka. Pria itu berdiri tepat di belakang Anta dan Summer sehingga yang menyadari kehadirannya hanyalah Rere.

Anta dan Summer menoleh ke belakang kala melihat tatapan Rere beralih ke sana dengan bibir dimajukan.

"Kakak patung ngapain ke sini? Ngikutin Rere, ya, daritadi?!" Tangan Rere berkacak pinggang dengan kepala mendongak seraya menatap tajam Arshaka.

Arshaka mengabaikan itu. Tatapannya beralih pada pasangan yang kini sudah kembali berdiri. "Dipanggil mereka," ujarnya seraya menunjuk ke arah samping kanan.

Summer dan Anta menoleh. Althea tampak melambaikan tangannya seraya tersenyum lebar.

"Rere mau ikut Kakak?" tawar Summer pada adiknya.

Rere menggeleng. "Gak deh, Rere mau ajak Alin main."

Summer mengangguk. "Yaudah, hati-hati. Jangan jauh-jauh mainnya, ya." Summer dan Anta langsung pamit menghampiri Althea dan temannya yang lain yang sudah duduk di meja bundar.

Saat Rere hendak berbalik berlari menghampiri Alin. Tubuhnya lebih dulu melayang. Rere sempat terkejut dan reflek melimgkarkan tangannya di leher sang empu.

"Kak patung ngagetin Rere!" kesal Rere seraya menggigit pipi Arshaka.

Arshaka mendesis. Pria itu membawa Rere ke sudut ruangan yang tidak terlalu banyak pengunjung.

"Turunin Rere, Kak. Rere mau main sama Alin." Rere terus memberontak. Tangan mungilnya memukul bahu Arshaka beberapa kali.

Arshaka menundukan Rere di meja. Kedua tangannya ia taruh di samping badan Rere mengukung bocah itu.

"Kenapa minta cium dia?" tanya Arshaka dengan nada rendah.

Rere mendongak, matanya memicing dengan tangan bersidekap dada. "Cium siapa? Rere hari ini banyak minta cium. Ke Kak Akhtar, Kak Catur, Om ganteng yang punya dede bayi, terus Rere juga minta cium ke semua temennya Kak Al." Rere terlihat tersenyum lebar saat bercerita.

Arshaka mengepalkan kedua tangannya di sisi badan Rere. Satu tangannya terangkat memegang samping leher Rere.

Cup

Rere semakin tersenyum lebar kala Arshaka mengecup pipi kanannya.

"Jangan minta ke yang lain, cukup Kakak yang cium kamu." Perintah tegas dari Arshaka terlontar begitu saja.

Rere memiringkan wajahnya ke samping dengan raut bingung. Arshaka yang sudah tidak tahan melihatnya lantas kembali mencium pipi sebelah kiri Rere dengan gemas.

Dirinya sungguh gila. Gila karena anak kecil bernama Rere.

...

"Bunaaaaaa!"

Teriakan itu mengejutkan sepasang manusia yang sedang duduk di kursi pelaminan dengan bocah kecil menyempil di tengah mereka.

"Kamu kenapa Atlan?" Sandra mengusap surai putra ketiganya yang tiba-tiba terduduk di bawah dengan kepala jatuh tepat di pahanya.

Bumi yang hendak menyingkirkan kepala Atlan dari paha Sandra langsung ditepis oleh Sandra dengan bonus sebuah tatapan tajam dari sang istri. Pria itu lantas mendengus kesal dan balik menatap tajam sosok yang masih menidurkan kepalanya di paha istrinya.

"Kakak Blo kenapa?" Alin turun dari kursi dan bergerak mengelus punggung kakaknya. "Kakak mau pakai gaun kaya Ayin juga, ya? Huh, ili'kan sama Ayin yang pakai gaun mewah?"

Atlan lantas berdecak mendengar perkataan adiknya itu. Mana ada ia iri memakai gaun.

"Buna, cariin Atlan jodoh. Atlan capek dipeluk guling terus."

Sandra dan Bumi lantas saling tatap. Atlan bangkit seraya menggendong Alin. Tatapan kedua orang tuanya kembali terarah pada pria itu.

"Becanda, Atlan pelukan sama Ayin boncel aja!" ucapnya tersenyum lebar dan berbalik membawa kabur adiknya turun dari pelaminan.

"Mungkin dia kesepian pas yang lain lagi sama pasangan mereka." Sandra mengangguk menyetujui ucapan suaminya.

"Jodohin gimana?"

Bumi menggeleng, merangkul bahu istrinya yang terlihat begitu cantik. "Biarin aja, semua butuh waktu."

Sandra menghela napas dan mengangguk. la hanya takut Atlan belum bisa melepaskan Aksara hingga anaknya itu belum tertarik memulai hubungan dengan perempuan lain.

Atlan berjalan menuju stand makanan. Di sana ada banyak jenis makanan yang tersaji. Salah satu yang menarik perhatian Atlan adalah Bakso dengan lapisan emas di atasnya.

"Alin mau makan bakso?" tawar Atlan kepada adiknya yang sibuk mengemut jempol. Kebiasaan saat kecil yang sangat susah dihentikan oleh mereka.

"Gak, Alin mau es klim, tapi yang ada emasnya juga."

Atlan menggeleng pelan. "Pasti emas batangan buat souvenir kamu borong?"

"Yah, Blo kok tahu sih?" Alin merenggut. "Jangan bilang Abah sama Buna, Blo. Nanti meleka bawa kabul emasnya."

Atlan mendelik. "Lagian buat apa kabu bawa banyak? Mau dijual?"

Alin mengangguk semangat. "Mau Ayin jual ke tetangga, nanti uangnya bisa buat beli egg loll yang banyak!" (Egg roll)

Atlan berdecak mendengar itu. "Halah pake segala bahasa inggris, tinggal sebut telur gulung aja ribet banget boncel!"

"Jangan dihisap terus Alin, itu tangan habis megang apa astaga ini boncel." Atlan berusaha melepas jempol adiknya yang terus dihisap.

"Itu jari gak bakal ngelurin air sampe kapanpun, udah dilepas. Mending emut permen aja. Bahaya tahu." Atlan masih berusaha walau nyatanya sia-sia. Setelah terlepas Alin tetap memasukkan jarinya ke dalam mulut.

"Bahaya nya apa, Kakak Blo?" tanya Alin melepas sebentar jempolnya lalu ia masukan lagi setelah selesai berbicara.

Atlan terlihat gelagapan.

"Menghisap jempol tangan berkepanjangan bisa ngerusak kesehatan gigi juga membuat kulit kamu jadi kering, pecah-pecah dan merah. Bisa juga berpengaruh untuk lidah kamu yang menerima kotoran dari jari yang kamu hisap."

Atlan dan Alin langsung menoleh ke samping. Perempuan dengan gaun berwarna biru muda berdiri di sana dengan senyum tipis.

"Jangan dihisap lagi, oke? Nih, buat kamu." Perempuan tersebut memberikan permen lolipop yang langsung diterima Alin.

"Bilang apa Alin?"

"Makasih Kakak cantik!" seru Alin tersenyum lebar.

Perempuan tersebut tersenyum, mengusap pipi Alin. "Sama-sama." Matanya lalu beralih pada pria yang sedari tadi memperhatikan dari atas ke bawah.

"Kenapa?" tanyanya dengan alis terangkat.

Atlan menggeleng pelan. "Aneh aja, lo pake gaun tapi gak pake heels. Malah pake sepatu gitu?"

Perempuan tersebut berdecak. "Masalah emang? Gue ini yang pake! Lagian di undangan gak mengharuskan gue pakai heels!"

Atlan mendengus seraya tersenyum geli. "Santai mbaknya, emosi bener."

"Ck, lo orang ke tiga puluh yang ngomong kayak gitu. Gue capek, kalau aja Mommy gue gak maksa ikut ke sini, gue males mending main PS. Pake gaun beginian ribet banget." Perempuan tersebut membenarkan gaunnya yang terasa sesak.

Atlan tertawa kecil. "Asik juga lo." Atlan langsung mengulurkan tangannya. "Gue Atlan, lengkapnya Atlantik Morfologi Catra. Lo?"

Gadis tersebut melirik uluran tersebut, dengan malas ia menyambutnya. "Athena Gauri."

Atlan tersenyum lebar. "Senang bertemu lo, Athena."

....

Cie, kiw.

Udah selesai, sampai sini aja.

Kisah Arshaka Rere gimana?
Itu Atlan baru kenalan sama cewek masa gak dilanjutin?

Duh, lanjut cerita baru aja apa yak? Cerita siapa nich maunya?

Sungkem dulu sama nyonya Ayin

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top