Antartika

HAPPY READING!
...

Pagi hari Antartika keluar dari mansion sendirian. Ia berencana akan pergi ke taman untuk lari pagi. Awalnya ia berencana pergi bersama Atlas, namun pria itu mendadak membatalkan karena ada jadwal latihan tinju untuk perlombaan selanjutnya.

Dengan kaos berwarna hitam dan celana training, Antartika sudah menjadi sorotan banyak orang. Di tambah lagi sebuah airpod terpasang di telinganya, menambah kesan menarik dalam diri pria itu.

Antartika mulai melakukan jogging mengitari taman yang tentu sudah dipenuhi banyak manusia. Ia tak peduli, tak menghiraukan siulan dan juga tatapan menggoda para gadis. Lihat, sekarang yang berperan menggoda bukanlah pria lagi melainkan perempuan.

Sekitar lima putaran sudah Antartika lakukan. Ia berhenti sejenak, menyeka keringat di keningnya. Setelah membeli satu botol air mineral, ia duduk di salah satu kursi kosong untuk beristirahat sejenak.

Matanya mengedar, memperhatikan satu persatu manusia yang sibuk dengan dunianya. Punggungnya bersandar pada kursi dan memejamkan matanya sejenak.

Antartika sempat mendengar beberapa pekikan perempuan yang membuatnya terganggu. Namun tetap ia hiraukan.

Tiba-tiba Antartika membuka mata dan menegakkan tubuhnya saat seseorang menyentuh bahunya. Ia mendongak, menatap perempuan mungil berdiri kaku di depannya.

"Maaf, bukannya gak sopan nyentuh Kakak. Tapi aku mau nanya, kakak lihat jepit milik aku di sini gak? Sebelumnya aku duduk di sini soalnya." Perempuan tersebut menatap Antartika tidak enak hati. Sebenarnya ia tidak berani menghampiri pria jutek ini. Ia tentu sudah mengenal siapa pria di depannya ini. Pria yang satu komplek dengannya. Pria yang sedaritadi menjadi sorotan para wanita di sini.

Antartika mengernyit, merasa tidak asing dengan wajah perempuan di depannya.

"Kak?" Perempuan tersebut melambai di depan wajah Antartika. "Kakak lihat jepit aku? Warnanya putih."

Antartika menunduk memperhatikan kursi yang ia duduki, lalu mendongak dan menggeleng pelan. Ia dapat melihat respon gadis itu yang menunduk lesu.

"Kak Summel, jepitan kakak bukan hilang di taman!"

Antartika dan perempuan tersebut menoleh, seorang gadis kecil menghampiri mereka berdua.

Antartika mengernyit, benar dugaannya. Perempuan ini adalah perempuan yang ia temui malam itu, persis dengan gadis kecil ini.

"Eh, Kakak es?" Gadis kecil tersebut tersenyum lebar tangannya melambai menyapa Antartika. Lalu kembali menatap perempuan tadi.

"Jepit kakak hilang kemalin, waktu kakak pulang dali apotek. Bunda yang sadal kakak pulang gak pakai jepit."

Perempuan tersebut mengerjap mendengar perkataan adiknya. "Emang iya?"

"Iya! Yang katanya kakak hampil di tablak, nah mungkin jepit kakak jatuh!"

Perempuan tersebut menepuk keningnya. "Yaampun Rere, kakak baru ingat." Ia meringis, menatap Antartika yang sedaritadi memperhatikan mereka.

"Maaf Kak, ternyata jepitnya bukan hilang di sini. Aku permisi, maaf udah ganggu kakak." Perempuan tersebut berbalik sembari menuntun adiknya.

"Tunggu." Antartika berdiri. Perempuan tersebut berbalik dengan alis terangkat.

"Kenapa, kak?"

"Tunggu di sini," ujarnya setelah itu bergegas pergi. Perempuan tersebut mengerjap bingung. Maksudnya apa? Ia harus menunggu di sini? Kenapa? Apa yang akan pria itu lakukan?

"Kakak es ganteng mau ngapain?" tanya gadis kecil penasaran.

"Kakak gak tahu, kita tunggu di sini atau pulang aja?"

"Tunggu aja kak, siapa tahu penting."

"Yaudah Kakak duduk ya, gak kuat berdiri soalnya."

"Iya, Lele mau lanjut main ya!"

"Iya, hati-hati."

...

Bumi dan Sandra mengernyit heran melihat Antartika yang tiba-tiba masuk dengan tergesa dan masuk ke dalam lift tanpa banyak bicara.

Emang jarang bicara sih.

"Anta kamu kenapa?" teriak Sandra mengernyit.

Antartika yang hendak masuk ke dalam lift menoleh lalu menggelengkan kepalanya. Ia lanjut masuk ke dalam lift.

"Dasar, mirip banget sama bapaknya," gumam Sandra.

"Aku denger sayang," ujar Bumi berdehem. Sandra memutar bola matanya malas, lanjut rebahan dengan kepala di atas paha suaminya.

Antartika berjalan menuju ruang gym, ada Atlas di sana. Untung saja pria itu belum berangkat latihan.

Brak.

"Bumi setan astaghfirullah ..." Atlantik dengan cepat menepuk mulutnya yang keceplosan karena terkejut. Ia mendongak mendapati Antartika berdiri menjulang dengan napas ngos-ngosan.

"Bang, jangan bikin gue kaget. Repot kalo ada Abah, latah gue ngumpat tentang dia mulu." Atlantik mengeluh. Antartika tak menghiraukan, lebih memilih berjalan mendekati Atlas yang sedang berdiri di atas treadmill.

"Bang," panggilnya pelan.

"Hm?"

"Jepit?"

Atlas menoleh dengan dahi mengernyit. "Jepit apaan? Gue gak punya jepit."

"Kemarin."

"Kemarin kenapa? Yang jelas kek, An!"

"Jepit hilang."

"Gue gak punya jepit, astaga Anta."

"Jepit putih, tabrakan!" ketus Antartika kesal menepuk lengan Atlas kuat.

"Aish, bilang yang jelas dong." Atlas mendengus kesal. "Kenapa emangnya? Mau lo pake?"

"Ck, mana?"

"Di kamar, buat apa sih?"

"Di mana?"

"Di kamar, bego!" sewot Atlas mulai emosi.

"Di nakas?"

"Iya!"

"Oh," ujar Antartika langsung berlalu keluar dari ruang gym.

"Sinting lo, An!" teriak Atlas terbawa emosi oleh sikap adiknya yang super duper menyebalkan.

"Mungkin abang udah nemuin siapa pemilik jepitan itu, Bang." Atlantik bersuara setelah menyaksikan percakapan kedua kakaknya.

"Kalo pun iya, tumben Anta peduli?" tanya Atlas mulai berhenti bermain dan menatap Atlantik serius.

"Lo sepemikiran sama gue gak?" ujar Atlas berpandangan dengan Atlantik.

Atlantik mengulum senyum. "Bisa jadi."

...

Antartika sampai di taman, kali ini ia datang menggunakan sepeda. Matanya mengedar mencari perempuan yang tadi ia suruh menunggu di sini. Di mana gadis itu? Kenapa tidak menuruti perkataannya?

"Kak, maaf. Aku habis beli minum." Perempuan tersebut tiba-tiba hadir dihadapan Antartika membawa satu botol air mineral.

"Kakak mau?" tawar gadis itu. Antartika menggeleng pelan, ia turun dari sepeda. Kini keduanya saling berhadapan.

Antartika merogoh sakunya dan mengeluarkan jepitan tersebut. Mengulurkan tangannya pada gadis di depannya. Perempuan tersebut menunduk, lalu melotot. Dengan cepat mengambil jepit tersebut dan menatap Antartika terkejut.

"Kok jepit aku bisa ada di kakak?" tanyanya terkejut.

Antartika mengangkat bahunya acuh dan duduk di kursi.

"Emh ... atau Kakak yang ada di mobil waktu itu? Yang hampir nabrak aku?" tanyanya pelan. Antartika mengangguk.

"Makasih kak udah nemuin jepit aku. Ini jepit satu-satunya pemberian dari ayah."

"Hm."

"Nama aku Summer, aku satu komplek sama kakak. Aku juga tahu nama kakak, kak Anta, kan?"

Antartika melirik sekilas, lalu mengangguk.

Summer meringis. "Aku terlalu cerewet, ya?"

Antartika tak menghiraukan.

Summer menggigit bibir bawahnya, suasana mendadak canggung.

"Sekolah?" tanya Antartika tiba-tiba.

Sunmer menoleh, lalu mengangguk. "Sekolah, kelas sepuluh baru masuk kemarin."

Antartika memutar bola matanya malas. Maksud poin pertanyaannya bukan itu. Ia menanyakan gadis ini sekolah di mana, tapi jawabannya? Ck.

"Sorry," ujar Antartika membuat Summer menatapnya bingung.

"Kok minta maaf?"

"Kemarin."

Summer masih mengernyit bingung. Kemarin?

"Oh maksud kakak kemarin yang tragedi hampir nabrak aku?" Antartika mengangguk.

"Gak papa, kak. Itu salah aku juga yang gak lihat jalan."

"Kak Summel ayo pulang, kakak halus minum obat!"

Gadis kecil berlari menghampiri Summer. Fokusnya teralihkan pada Antartika.

"Kakak es ganteng habis dali mana?"

Antartika diam, namun tangannya menunjuk jepit yang di genggam oleh Summer.

"Kakak yang temuin jepit kak Summel?!"

Antartika mengangguk.

"Woah, telima kasih kak es. Kak es baik banget. Nanti main ke lumah Lele yuk, Lele kenalin ke pacal Lele juga!"

"Sst udah Rere, jangan cerewet." Summer bangkit sembari menggandeng lengan adiknya.

"Aku pamit pulang, kak. Makasih udah temuin jepit aku."

Antartika mengangguk, setelah itu Summer dan adiknya Rere berlalu pergi.

Antartika ikut bangkit dan berjalan menuju sepeda miliknya. Huh, jika di pikir kembali kenapa ia harus repot mengembalikan jepit itu?

"Ekhem, kakak es makasi udah temuin jepit kak Summel!"

Antartika berhenti berjalan, lalu menghembuskan napas kasar mendengar suara saudaranya di belakang. Dengan malas ie berbalik menatap kedua saudranya dengan tajam.

"Kakak yang temuin jepit aku?" Atlas bersuara dengan nada meledek. Atlantik nampak mengangguk ala Antartika. Lalu keduanya tertawa.

"Nama aku Summer, aku satu komplek sama kakak. Aku juga tahu nama kakak, kak Anta, kan?" Atlantik meniru ucapan Summer dengan nada meledek. Lalu keduanya kembali tertawa sembari bertos ria.

Antartika mendelik kesal.

"Padahal gue yang temuin, dasar modus!" Atlas menyenggol lengan adiknya. "Bucin lo, bos?"

Antartika menepis dan berbalik. Menaiki sepedanya.

"Siapa tadi namanya, Tlan?"

"Summer, Bang. Aduh mana satu komplek lagi, gampang banget nanti apelnya."

Atlas tertawa, merangkul bahu Atlantik. "Kasih tahu Baba sama Buna, sabi nih." Atlas terus gencar menggoda Antartika.

"Shut up, devil!" desis Antartika menggoes sepedanya pergi meninggalkan Atlas dan Atlantik yang masih tertawa terbahak-bahak..

Atlas dan Atlantik merasa puas sekarang telah mengerjai Antartika yang sangat jarang mereka kerjai. Mungkin bisa dikatakan ini pertama kalinya. Dan ekspresi yang Antartika keluarkan sangat menggemaskan bagi mereka. Huh, kapan lagi coba melihat pria itu berwajah masam?

...

Jangan lupa vote & komen!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top