Alinea
Yang belum follow wattpad aku, ayo follow dulu, ah.
HAPPY READING!
...
"M-maksudnya ... Kakak minta aku cium di bibir?"
Double shit.
Pertanyaan vulgar terucap dibibir Summer. Gadis itu seketika bergerak gelisah menyadari ucapannya yang bisa dikatakan tidak senonoh. Ia menutup wajahnya malu.
Lihatlah Summer, sebentar lagi pria itu akan mengira bahwa kamu perempuan murahan!
Aish, tapi Summer bertanya secara reflek. Ia hanya menjabarkan apa maksud dari perkataan Anta beberapa menit lalu.
"Cuma di bagian ini aja?"
Pertanyaan itu terdengar ambigu ditelinga Summer.
"Jangan ditutup," ucap Anta meraih kedua tangan Summer.
Tolong Summer sekarang.
Jantungnya semakin tidak baik-baik saja. Tangan besar dan kasar itu menyentuh punggung tangannya! Pipi Summer terasa memanas saat ini.
"Hei?" Anta memanggil Summer dengan suara rendah.
Summer menggeleng. Tidak bisa dibiarkan. Ia akan semakin salah tingkah bersamaan dengan jantungnya yang sudah berada dalam batas kewajaran.
Perlahan Summer menjauhkan tangannya. Ia meringis pelan dan segera memalingkan muka.
Hening. Keduanya saling bungkam. Hingga dering ponsel menyadarkan keduanya. Summer menoleh saat Anta menerima panggilan tersebut. Wajah pria itu nampak berkerut sejenak, lalu tiba-tiba bangkit. Membuat Summer ikut bangkit menatapnya penasaran.
"Di mana?"
"..."
"Hm."
"...."
"Bawel."
"..."
"Gak."
"...."
"Hm."
Anta langsung mematikan panggilan. Kepalanya menunduk menatap Summer yang juga tengah menatap ke arahnya.
"Ada masalah?" tanya Summer penasaran.
Anta menggeleng, memasukkan ponsel ke dalam saku. "Gue harus pergi."
Summer mengangguk mengerti. "Ada urusan sama temen, ya, Kak?"
Duh, ini mulut. Kepo banget, sih?! rutuk Summer dalam hati.
"Gak usah dijawab, Kak. Summer cu-"
"Buna lahir," potong Anta cepat. Summer mengernyit.
Buna lahir? Ibunya Anta lahir? Hah? Mana bisa?
"Bentar, maksudnya Tante Sandra lahiran, gitu?" tanya Summer setelah berunding dengan otaknya memecahkan ucapan Anta. Pria itu nampak mengangguk. Lalu menarik lengan Summer menuju motor mereka.
Summer menatap punggung tegap Anta dengan pandangan aneh. Pria di depannya ini memang benar-benar langka. Di saat orang lain akan panik dan mengeluarkan raut cemas ketika mendengar ibunya akan melahirkan. Berbeda dengan Anta yang malah terlihat sangat kalem. Kelewat kalem malah. Summer rasa ya setidaknya tersenyum begitu karena sebentar lagi adiknya akan lahir. Namun ini? Ck, sangat datar. Tanpa ekspresi apapun.
Gemes jadinya!
"Kakak kok gak panik, sih, ibunya mau melahirkan?" tanya memberanikan bertanya ketika pria itu berhenti berjalan tepat di depan motornya.
Anta berbalik, menatap Summer dengan alis menyatu. "Harus?"
"Ya ngga gitu, seenggaknya Ka-"
"Cepet naik!"
Summer langsung mengerjap. "Hah? Summer ikut?"
Anta menatap Summer datar. "Kenapa?"
Summer menggaruk tengkuknya. "Tapi Summer bu-"
Perkataan Summer terhenti saat Anta menyelipkan rambutnya ke telinga dan segera memasangkannya helm. Pria itu menarik Summer memaksanya naik. Summer terpaksa patuh dan duduk di belakang pria itu.
"Eh?"
Jantungnya semakin berdegup kencang kala tangan Anta menuntun tangannya untuk memeluk pinggang pria itu.
Tolong selamatkan jantung Summer sekarang!
...
"Akhirnya Buna sadar, Atlan kira Buna bakal mat-eh aduh!"
"Kamu duluan yang akan saya buat mati!" desis Bumi sembari melotot setelah memukul putranya. Enak saja pria itu berkata seenak jidat! Mendoakan istrinya mati lagi.
Atlan mengerjap. Lalu terkekeh pelan seolah tak merasa bersalah. Ia mengambil tangan ibunya dan menggenggam erat. Persis seperti apa yang dilakukan Bumi sekarang di seberangnya. Wajahnya nampak mengejek saat Sandra membalas genggaman Atlan. Bumi memutar bola matanya malas.
"Kamu gak papa?" Bumi menatap Sandra yang baru saja membuka matanya.
Wanita itu pingsan selepas melahirkan. Tepat saat bayi sepenuhnya keluar, dan menangis di saat itu pula Sandra memejamkan matanya.
Reaksi Bumi? Tentu saja pria yang saat itu berada di samping menemani sang istri dibuat kalut. Bumi memarahi semua dokter yang malah sibuk mengurusi bayi dengan tubuh memerah yang super berisik.
Baru saja lahir sudah menangis membuat semua orang heboh, merepotkan!
Dokter saat itu menenangkan Bumi mengatakannya istrinya tidak apa-apa setelah ia periksa. Ini hanya efek kelelahan juga untuk kembali mengumpulkan tenaga yang tadi sudah direnggut saat proses melahirkan.
Sampai saat ini, mereka belum tahu jenis kelamin sang bayi. Akibat Bumi yang terlalu heboh memarahi para dokter dan perawat dengan alasan mereka berbohong mengatakan istrinya akan segera sadar tapi sampai satu jam belum juga membuka matanya. Di saat itulah keluarganya langsung menenangkan pria itu.
Inilah sekarang, saat Sandra sudah di pindahkan. Pria yang berstatus suaminya itu tak pernah lepas dan terus berada di samping ranjang. Menunggu cemas istrinya membuka mata.
"Anakku mana?" Pertanyaan yang langsung terlontar dari mulut Sandra ketika ia membuka matanya.
Seluruh keluarga yang berada di dalam ruangan mendadak terdiam. Saling tatap satu sama lain.
"Anak aku laki-laki atau perempuan?" tanya Sandra lagi. Namun tetap tak ada jawaban.
"Sayang? Kok pada diem, sih?" Sandra menatap
Bumi kesal.
Bumi menggaruk kepalanya. Ia lalu menatap ayahnya yang duduk di sofa. Berharap ayahnya tahu jenis kelamin anaknya.
"Pa, anak Bumi cewek apa cowok?" tanyanya polos. Ia terlalu sibuk pada istrinya sampai tidak tau jenis kelamin anaknya sendiri.
"Loh kamu gak tahu?!" Sandra terkejut. Matanya menatap seluruh keluarganya yang ikut meringis dan sama-sama menghindari tatapannya.
Sandra memicing curiga. "Jangan bilang anak aku menin-huaaaa anak aku meninggal?!" Sandra langsung menangis. Syok.
"Hiks... gak mungkin. Tadi sebelum aku pingsan aku denger dia nangis!" Sandra memberontak bangun namun ditahan Bumi.
"Anak kita gak meninggal," ucapnya menenangkan Sandra.
"Bener, adik kerdil gak meninggal kok Buna. Dia sehat, sangat aman, dan hidup sento-"
Bugh.
"Gak usah banyak bacot bisa gak, sih?" kesal Atlas meninju lengan adiknya. Atlan hanya nyengir.
"Anak kamu masih diperiksa dokter, sebentar lagi pasti ke sini kok." Lea, sang mertua memberitahu.
Sandra beringsut tenang. Namun matanya masih mematap seluruh keluarganya dengan tatapan kesal.
"Terus kenapa kalian gak tahu jenis kelamin bayi aku?"
Sekali lagi, respon mereka meringis pelan secara bersamaan.
"Anu, itu suami lo daritadi marahin semua dokter sampai ngancam mau bakar rumah sakit karena lo pingsan, terlebih saat dokter bilang lo bakal sadar sebentar lagi, tapi nyatanya satu jam lo masih belum sadar, Suami lo ngamuk lagi. Pintu ini yang jadi korban." Bima menunjuk pintu ruang inap Sandra dengan tatapan malang.
Raksa dan Hazzel yang kebetulan berada tepat di depan brankar menyingkir memperlihatkan sebuah pintu dengan kaca pecah dan terlepas separuh.
Sandra menepuk keningnya, matanya menatap sinis Bumi yang sudah tersenyum manis ke arahnya.
Cih, ekspresi apaan itu?!
Suara tangisan bayi memecahkan keheningan. Mereka menyingkir kala dua orang perawat menghampiri Sandra. Satu membawa bayi dan satunya lagi membantu Sandra untuk bangun dan memeriksa keadaan.
"Cakep bener," gumam Raksa diangguki Bima kala perawat tersebut melewati mereka.
"Heh!" Audy dan Brianna serempak mencubit perut suami mereka. Keduanya serempak meringis.
"Apa sih lo? Gue bilang cakep ke bayi, bukan ke perawat gitu aja cemburu!" Bima mencubit hidung Brianna. Wanita itu mendengus menggigit lengan suaminya tak mau kalah.
"Ck, berantemnya tunda dulu." Althea melerai keduanya dan berdiri di antara ayah dan ibunya.
Tangisan bayi masih menggema di ruangan tersebut. Ketiga putra Bumi sudah mendekat mengelilingi Sandra yang menggendong adik mereka.
"Oh iya sus, kita belum jenis kelaminnya. perempuan apa laki-laki?" tanya Jingga.
"Bayinya perempuan, Nyonya."
Seluruh keluarga nampak tersenyum lebar. Menyambut bayi tersebut dengan wajah berbinar.
Sang bayi sudah berhenti menangis. Ia terpejam begitu nyaman dipelukan Sandra. Bumi yang melihat itu tersenyum kecil. Ikut bergabung duduk di samping istrinya.
"Akhirnya punya adik cewek. Bosen Atlan setiap di rumah mainnya sama batangan mulu." Atlan tersenyum lebar, matanya terus menatap antusias sosok bayi yang berada di dalam dekapan Sandra.
"Mukanya mirip Sandra banget, keliatan songong." Raksa berceletuk.
"Calon preman kalo udah gedenya ini mah," timpal Bima tertawa.
"Tapi gemesin tahu, bibirnya mungil banget." Althea menyahut.
"Kalau udah gede nanti gak bakal gue biarin adik gue main sama lo Al. Nanti malah ngikutin lo jadi titisan lonte lagi." Atlan tertawa begitu melihat Althea cemberut.
"Ayo kasih nama, saat yang ditunggu-tunggu!" ujar Brianna.
Sandra dan Bumi saling tatap.
"Kamu udah siapin nama?" tanya Sandra. Bumi menggeleng.
Sandra menghela napasnya. Tidak aneh lagi. Bumi memang tidak pernah menyiapkan nama untuknya dari jauh hari. Dulu saat nama ketiga putranya saja ia sebutkan secara spontan tanpa berpikir panjang.
Apa kali ini Sandra membiarkan Bumi melakukan hal itu lagi?
Tentu tidak, enak saja!
"Aku kasih dia nama awal Alinea, gimana? Boleh?" Sandra menatap seluruh keluarganya. Mereka mengangguk tanpa ragu.
"Unik, kita semua suka!"
"Lalu nama panjangnya?" tanya Atlas.
Hening. Seluruh perhatian menatap ke arah Bumi.
"Alinea Skalaworld Catra," ujarnya spontan.
"Wow!" decak Atlan terkejut.
"Keren, Om!" Althea mengacungkan jempol.
"Panggilannya Alin," lanjut Sandra tersenyum. Ia menunduk mengecup kening Alinea.
Semua orang yang berada di sana mulai mengucapkan selamat satu persatu. Termasuk Analisa dan Summer yang sedari tadi hanya diam.
"Permisi, maaf menganggu acara bahagia kalian semua."
Seorang dokter muncul dengan senyum tipisnya.
"Ada apa dok? Apa terjadi sesuatu dengan Aksara?" tanya Atlan cepat. Ia tahu dan mengenali dokter di hadapannya adalah dokter yang menangani Aksara beberapa bulan ini.
Dokter tersebut nampak tersenyum. "Saya memberitahukan kabar gembira yang lain untuk kalian semua. Pasien bernama Aksara, sudah sadar beberapa menit yang lalu."
Semua orang yang berada di dalam ruangan tersentak kaget. Akhirnya penantian kedua mereka ikut terkabulkan.
...
Jangan lupa vote komen!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top