Aksara?

Apa kita akan segera usai? Aku harap tidak. Aku akan mencoba bertahan untukmu. Nantikan aku kembali, tetaplah berada di sisi ku, Atlan.
-Aksara Sistema Suarez

...
HAPPY READING!
...

Atlantik berjalan mondar-mandir sembari menggigit jari. Pikirannya melayang pada seorang wanita yang berada di dalam ruang IGD.

"Atlan, lebih baik kamu duduk. Pusing Om liatnya," tegur Bima.

"Aksara gimana Om? Dia bakal baik-baik aja, kan? Ngerepotin banget deh itu cewek!" gerutunya masih terus berjalan mondar-mandir. Bima saling tatap dengan Bumi. Mereka berdua paham akan tingkah pria remaja itu.

"Duduk, Atlan!" tegur Bumi yang langsung dipatuhi putranya. Dengan langkah gontai duduk di samping Atlas menyandarkan kepalanya pada bahu sang kakak.

"Tenangin diri lo, Aksara cuma pingsan. Dia mungkin kecapean." Atlas menepuk lengan adiknya menenangkan.

"Gue takut," bisik Atlan. "Aksara kayak gini tuh gak sekali dua kali, setiap terapi dia selalu mendadak pingsan, bahkan sampai pernah ..." Atlan menahan ucapnnya.

"Pernah apa Atlan?" tanya Bumi penasaran.

"Pernah kejang-kejang," lanjutnya menggigit bibir bawah.

Seluruh orang yang ada di sana tersentak kaget. Terlebih Analisa dan Althea yang sudah menghampiri Atlan dengan wajah panik.

"Lo kok gak pernah ngasih tau kita semua, sih?!"

Atlan menunduk lemah. "Aksara yang larang, dia gak mau siapapun tau kecuali gue karena kebetulan cuma gue yang selalu sama dia waktu itu."

Semuanya terdiam. Semenjak Aksara dibebaskan dan dibawa untuk melakukan terapi. Semua kegiatan gadis itu selalu Atlan yang pantau. Atlan selalu bersama Aksara kemanapun Aksara pergi. Apapun yang Aksara butuhkan selalu Atlan yang mengabulkan. Atlan menghabiskan banyak waktu bersama Aksara.

"Aksa," bisik Analisa menggeleng lemah. Tubuhnya meluruh yang langsung di dekap Atlas.

Althea yang hendak meluruh segera ditahan Asean membuat pria yang juga sama hendak bergerak ikut menghentikan pergerakannya. Ia terdiam.

Asean membawa Althea dudun di kursi. Althea menangis meremas gaun pesta yang masih ia pakai. Asean hendak bangkit namun segera ditahan Althea. Gadis itu menarik Asean untuk kembali duduk dan melingkarkan tangannya di pinggang Asean. Althea kembali menangis terisak di dalam pelukan Asean.

Asean memejamkan matanya, tangannya dengan ragu mengusap punggung Althea menenangkan.

"Gue takut," bisik Althea lirih. Suaranya terpendam di dada Asean. Jas pria itu kini sudah basah oleh air mata Althea.

"Aksara pasti baik-baik aja," ucap Asean mengusap punggung dan mengecup puncak kepala Althea. Matanya kembali terpejam.

Catur yang melihat pemandangan itu segera memalingkan muka. Daripada hanya berdiri tidak jelas seperti ini ia segera pamit untuk pergi dari sana.

Pemandangan itu disaksikan oleh Bumi. Matanya menatap seluruh putranya. Atlas yang menenangkan Analisa, dan Atlan yang sudah bersandar di bahu Anta dengan tangan Anta yang sibuk menepuk bahu adiknya.

Bumi tersenyum kecil.

Anak kita sudah beranjak dewasa, sayang. Mereka sudah menemukan pelabuhan mereka.

Tak lama dokter keluar, wajahnya lumayan panik. Semua yang menunggu di luar dengan kompak mendekat ke arah dokter.

"Gimana keadaan pasien?" tanya Bima.

"Apa kalian keluarganya?" tanya dokter tersebut, Bima langsung mengangguk cepat.

"Begini, pasien datang kemari sudah dalam kondisi kritis, sehingga kami juga yang akan menanganinya sudah terlalu terlambat. Pasien  ..." Dokter tersebut tampak ragu untuk mengatakannya.

"Pasien kenapa, dok?! Jawab!" sentak Atlan tak sabaran. Napasnya memburu.

"Radang pada otak pasien semakin memburuk, virus telah menyebar ke saraf lain. Pasien-"

"Tunggu dulu, Radang otak? Maksud dokter Aksara punya penyakit Radang otak?" sela Bima dengan kening berkerut.

"Iya Om, Aksara punya penyakit ensefalitis. Atlan gak ngasih tau kalian karena Aksa yang minta."  Atlan mengeluarkan raut bersalah. Saat itu juga Analisa dan Althea kembali menangis di dalam dekapan pria mereka.

Radang otak atau ensefalitis adalah peradangan yang terjadi pada jaringan otak yang dapat menyebabkan gejala gangguan saraf. Gejala gangguan saraf yang ditimbulkan dapat berupa penurunan kesadaran, kejang, atau gangguan dalam bergerak.

"Mungkin sebelumnya pasien masih berada dalah tahap biasa, mengalami beberapa gejala normal seperti pusing, mual dan kejang-kejang. Namun, akibat keterlambatan pasien dibawa ke rumah sakit, kini pasien sudah berada pada tahap gejala paling kritis."

Atlan menggeleng tidak percaya, matanya memerah." Gak mungkin Aksa lumpuh!" sentaknya membuat semua orang terkejut.

Mereka memang belum paham dengan jelas bagaimana latar belakang penyakit ensefalitis. Namun Atlan, Pria itu tentu tahu. Semenjak ia mengetahui Aksara menderita penyakit tersebut Atlan langsung mencari informasi lengkap tentang penyakit tersebut.

Dokter tersebut menatap iba Atlan. "Hari ini, tepatnya hari Sabtu, pukul tujuh malam saya menginformasikan bahwa pasien bernama Aksara dinyatakan koma. Tubuhnya melemah, kondisinya kritis dan saraf ototnya mulai berhenti bergerak."

Deg.

Atlan meluruh saat itu juga, meremas rambutnya kuat. Hancur sudah semuanya.

"Aksara," bisiknya lemah dengan air mata mulai merembes keluar.

Ia gagal menjaga Aksara.

Gadis yang baru saja ia sadari bahwa ia telah mencintainya.

...

Berita Aksara yang jatuh koma sudah sampai ke telinga Andreas, ayah angkat gadis itu. Atlan dan yang lain sangat tidak menyangka dengan respon mereka yang terlihat tidak peduli. Bahkan tidak ada satu pun anggota keluarga yang datang untuk menjenguk. Mereka benar-benar sudah tidak peduli dan tidak menganggap keberadaan gadis malang itu.

Setiap harinya Atlan lah yang menjaga Aksara. Pria itu selalu setia datang ke rumah sakit setiap pulang sekolah. Sesekali ia bergantian dengan kedua saudaranya. Tak lupa Analisa dan juga Althea yang selalu rajin datang untuk menemani mereka.

"Atlan, pulang dulu, gih. Biar Om yang jaga, kamu belum ganti baju dari kemarin."

Seorang pria dewasa menghampiri remaja yang tengah duduk di kursi dengan kepala menunduk.

Atlan, Pria itu mendongak memperlihatkan keadaan wajahnya dan tubuhnya yang tidak baik-baik saja. Rambut sangat acak-acakan, lingkaran matanya menghitam, jangan lupakan pakaiannya yang kusut. Ah, Atlan sendiri tidak ingat kapan ia terakhir memberisihkan diri.

"Atlan mau tetep di sini, Om. Atalan takut nanti Aksara bangun Atlan gak di samping dia."

"Ada Om, nanti Om hubungi kamu kalau Aksara sadar, oke?"

Atlan tetap menggeleng menolak. "Om Raksa pulang aja," ucapnya seolah mengusir pria itu.

Raksa menghela napasnya. Apa yang dikatakan Bima ternyata benar, Atlan sangat keras kepala. Semenjak Aksara koma pria itu berubah menjadi pendiam dengan keadaan berantakan. Seolah apa yang ada pada dirinya telah menghilang.

Fyi, Raksa memang sudah tinggal di Indonesia beberapa hari yang lalu. Ia sudah memutuskan untuk  tinggal di tanah kelahirannya. Pekerjaan di Dubai di ambil alih oleh keluarganya dan Akhtar terpaksa pindah sekolah.

"Kasihan ibu kamu dari kemarin cemas mikirin kamu, Atlan. Kamu mau terus diem di sini? Jangan cuma Aksara yang kamu pikirin, lihat ibu kamu juga yang lagi ngandung adik kamu. Kalau kamu terus di sini dan cuekin keluarga kamu. Kamu mau nanti pas adik kamu lahir dia gak ngenalin kamu?" ujar Raksa memancing Atlan.

Atlan langsung mendongak menatap Raksa serius.

"Bukan cuma kamu yang cemas dan nungguin kapan Aksara sadar. Kita semua juga sama. Serahkan semuanya ke Tuhan, banyak berdoa biar Aksara cepet sadar. Jangan kayak gini, lemah, lesu, mendadak bisu, kayak gak ada tujuan hidup aja!"

Atlan mendengus mendengarnya.

"Kamu gak ngerasa diri kamu yang sekarang itu jelek, Atlan?" tanya Raksa menyelidik. Atlan ikut memperhatikan tubuhnya.

"Udah gak mandi berapa hari? Bau banget, jauh-jauh sana!"

"Om ...." rengek Atlan menggeram kesal, wajahnya berubah masam.

Raksa tertawa. "Eh, Om serius. Sana makanya pulang. Biar wangi, biar calon adik kamu kenal sama kamu. Kamu gak mau'kan nanti adiknya lahir terus yang dia taunya cuma punya dua kakak? Atlas sama Anta, huh, kamu di-"

"Shit, oke cukup. Atlan pulang sekarang, puas?!" Atlan bangkit dengan kesal membuat Raksa semakin terkekeh.

"Nah gitu, kek. Udah sana pulang, biar bagian Om sekarang yang jaga."

"Jagain yang bener, jangan ditinggalin!"

"Iya, bawel."

Atlan mencium punggung tangan Raksa dan pamit pergi dari sana. Raksa duduk di kursi setelah Atlan menghilang di ujung lorong rumah sakit.

Ia tersenyum kecil. "Babu si Raden udah gede, udah tahu cinta-cintaan."

...

"Wah si bar-bar nendang lagi Buna!"

Teriakan Atlas menggema di ruang keluarga. Wajah pria itu nampak bersemi sangat senang. Tangannya terus mengusap perut ibunya.

"Dedek bar-bar udah gak sabar pengen ketemu abang-abangnya." Sandra tersenyum lebar sembari mengusap rambut lebay putra sulungnya.

"Atlas penasaran adik bayinya perempuan atau laki-laki, ya?"

"Maunya Atlas apa?"

"Apa aja boleh sih, tapi kalau boleh request Atlas maunya cewek aja. Kalo cowok capek, Buna. Urusin dua adik ini aja udah puyeng gimana kalo nambah?"

"Loh jadi kalau cewek gak bakal capek?"

Atlas mengangguk. "Setidaknya gak bakal lebih expressive dibandingkan cowok."

Sandra menggeleng pelan. Tangannya ikut mengelus perutnya yang membesar.

Brak.

"Buna!"

Sandra dan Atlas terlonjak kaget. Baru saja hendak Atlas membuka suara untuk menegur tubuhnya sudah terhuyung ke samping karena di dorong sang empu.

"Buna, mangap-maksudnya maafin Atlan. Atlan udah durhaka sama Buna, Atlan terlalu cemas nungguin Aksara sadar sampai lupa sama Buna. Buna baik-baik aja, kan? Maafin Atlan Buna."

Atlas dan Sandra saling tatap dengan wajah cengo melihat Atlan yang bersimpuh di kaki Sandra sembari berbicara melantur. Ada apa dengan pria itu?

"Jangan coret Atlan dari Kartu keluarga. Atlan akan tetep jagain Buna, kok. Adik bayinya bakal Atlan perhatiin, Atlan gak mau apa yang Om Raksa bilang bener-bener kejadian." Atlas terus meracau dengan posisi msih bersimpuh di kaki Sandra yang duduk di sofa.

Begitu mendengar nama Raksa Sandra dan Atlas kembali saling tatap. Mereka berdua merasakan radar tidak mengenakan.

"Emangnya Om Raksa bilang apa sama kamu?"

"Katanya kalau sampai Atlan gak mau pulang dan gak merhatiin Buna lagi nanti adik bayinya gak akan ngenalin Atlan, nanti dia taunya cuma punya dua kakak Atlan gak mau kayak gitu. Maafin Atlan Buna."

Sandra lagi dan lagi menggeleng pelan. Raksa memang ada-ada saja, selalu bisa mempengaruhi ketiga putranya Terlebih pada Atlan yang gampang terhasut.

"Udah Atlan bangun, kamu ini ada-ada aja."

"Tapi Buna maafin Atlan, kan?"

"Iya Atlan, Buna maafin Atlan. Sekarang bangun, ya? Ngapain sih pake segala sujud gitu!"

Atlan segera bangkit dengan wajah cemberut. Tangannya terangkat memeluk perut buncit ibunya dan menyandarkan kepalanya di sana.

"Anak manja!" gumam Sandra sembari terkekeh pelan dan mengacak rambut putranya.

"Keadaan Aksara sekarang gimana? Ada perubahan?" tanya Atlas.

Atlan menggeleng pelan. "Masih tetep sama."

"Emh aduh ini bau apa, ya?" celetuk Sandra mengalihkan pembicaraan.

"Bau bangkai Buna, ada yang gak mandi beberapa hari nih kayaknya," timpal Atlas sembari sesekali melirik adiknya.

Atlan mendengus, ia melepaskan pelukan dan bangkit dengan wajah masam.

"Atlan yang bau, iya Atlan yang bau bangkai, Atlan yang gak mandi beberapa hari, bye!" gerutunya sembari berlalu menuju lift dengan kaki dihentak.

"Ah, Atlas baru sadar kalau Atlas bukan punya adik dua cowok Buna. Tapi satu cowok  yang satu lagi setengah cowok setengah perempuan," ujarnya sembari memperhatikan tingkah Atlan. Sandra hanya merespon dengan menepuk lengan putra sulungnya.

Atlas tertawa, mencium pipi Sandra dan bangkit menyapa Analisa yang baru saja datang.

...

Part ini ada sedih ada ngakak, kalau next maunya apa? Sedih doang kayaknya seru, ya?

Jangan lupa vote & komen, ya!!

Jangan lupa follow instagram @mynoteday_

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top