[21] Ngedate Ala-ala
Tidak ada yang salah dari yang namanya jatuh cinta, sakit adalah hal yang biasa tapi suatu hari orang yang pasti itu akan datang tanpa diminta.
***
Sampailah tuh dua insan yang gak pernah sinkron di tempat bioskop, ternyata pengunjung bioskop ramai juga. Hera ternganga, baru pertama kali ia ke bioskop. Dega sedikit melirik ke arah gadis yang ada di sebelahnya, agak bingung. Raut gadis itu uncontrol, padahal ini kan cuma bioskop, kenapa harus setakjub itu?
"Lucu banget sih ni anak kucing. Sampek mangap-mangap gitu mulutnya."
Sadar akan lontaran Dega, Hera langsung menutup mulutnya dan menghentikan ekspresi bodohnya yang ia yakini dinilai aneh sama Dega.
"Biasa aja kali, kayak gak pernah ke bioskop aja," sindir Dega menyebalkan.
Nih orang satu kalo gak buat orang emosi emang gak bisa, batin Hera menarik napas lalu mengebuskannya perlahan. "Ya, emang. Masalah gitu buat lo?"
"Serius?!" Dega kaget. Terus dari nadanya kayak ngejek gitu.
"Ya gimana, gue kan baru memginjak masa putih abu-abu tuh, baru lulus SMP juga. Gue anak rumah, gak pernah ke mana-mana. Ditambah lagi gue anak tunggal, gak punya kakak yang bisa ajak gue jalan-jalan dan nyokap bukan tipe orang yang suka nonton." Entah kenapa Hera malah menceritakan semua hal yang tak perlu itu kepada Dega. Gadis itu merutuki dirinya sendiri setelah melihat Dega yang mendengarkan curhatannya dengan serius.
"Ka ... si ... han ...." Dega tepuk puncak kepala Hera.
"Dih, apaan sih lo?!" Menyingkirkan tangan Dega dan memukul lengan lelaki itu adalah hal yang dibenarkan.
Dega ketawa. "Jangan kasar gitu lah, Cil." Dega berdecak. "Lo anak rumahan ternyata, dari pertama kali lihat lo juga udah ketebak sih. Gue ragu kalau gue cowok pertama yang ngajak lo jalan kayak gini termasuk yang di kondangan waktu itu."
Hera gugup diberi pertanyaan tak terduga dan ditatap seintens sekarang. Hera tidak akan bosan berasumsi jika Dega memang titisan cenayang, soalnya pertanyaannya itu selalu tepat sasaran. Ketar-ketir beneran dia. Tapi ia tetap menjawab jujur. Berkata bohong juga percuma, Dega sepertinya akan tahu juga. Hera mengangguk sebagai jawaban dan Dega dibuat gemas karenanya.
"Cieeeee yang ngedate pertama kali ...."
"Ngedat ngedet ngedat ngedet, pengganti nih gue." Apa dayanya yang menjadi pemeran cadangan di saat pemeran utamanya berhalangan?
"Jangan ovt lah, Cil, anggep aja lo emanv pemeran utama di hari ini."
"Oh gitu?"
"Iya. Jadi nggak nih?" Dega menaikkan alisnya. Asal kalian tahu aja, Dega kalau udah naikin alisnya kesan gantengnya bertambah.
"Jadi apa?"
"Jadian, eh salah, ngedate ala-ala maksudnya."
"Gak!" Males banget, ngedate ala-ala sama cowok rese. Dikira ngedate itu mainan apa, ngedate kan istilah yang dilakuin cowok sama cewek yang udah punya status. Lalu dia sama Dega kan cuma sebatas kakel dan adkel, gak ada yang perlu dispesialkan.
"Oh, gak nolak kan maksudnya, oke."
"Gak waras."
"Mau popcorn? Minum?"
"Ih, apaan sih, sok baik banget. Gak kayak lo banget kalau gini, gue malah curiga."
Dega menghela napas. "Terserah lo deh. Lo masuk aja ke ruangan dulu, masih ada waktu dua puluh menit gue mau nyebat dulu. Ntar gue nyusul masuk sambil bawa popcorn sama minum."
Gue ditinggalin gitu?
Gila nih orang!
"Hem."
"Bisa, kan?"
"Maksud lo apa? Bisa gak sih kalau ngomong langsung ngomong aja, gak usah setengah-setengah gitu!"
"Ini." Dega menyodorkan satu tiket nonton untuk Hera. Dega mendekatkan dirinya dan membisikkan sesuatu di telinga Hera. "Cari duduk sendiri."
Setelah mengatakan itu Dega langsung lari karena ia tahu apa yang Hera lakukan setelahnya. Saat sudah jauh Dega membalikkan tubuhnya dan mengangkat tiket nonton miliknya sambil berkata, "Cari sendiri ya, gue nanti duduk sebelah lo kok."
***
Film telah diputar sekitar tiga puluh menit yang lalu, tapi sosok pemberi tiket sekaligus sosok yang mengajak Hera ke bioskop malah sampai sekarang belum kelihatan batang hidungnya. Hera tidak fokus menonton, ia terus saja celingukan mencari Dega yang tak kunjung datang.
Suara keras mendominasi telinganya sedari tadi saat ia duduk dan film mulai berputar, Hera baru tahu jikalau suara di dalam film yang tengah ditayangkan di bioskop begitu keras dan mengganggu telinganya. Hera tak terbiasa dengan semua ini.
"Cowok nyebelin emang! Gitu sok-sok an bilang mau ngedate ala-ala? Lah sampe sekarang malah ngilang tuh orang." Hera berujar dengan nada kesal, dari pada celingukan gak jelas dan sempat menjadi pusat perhatian juga karena tiba-tiba contact eyes sama orang-orang yang lagi nonton juga.
Hera memutuskan untuk fokus melihat depan pada film horror yang sedang diputar.
"Emang ya percayain omongan cowok adalah hal paling bodoh."
Sruk
Sebuah topi tiba-tiba saja terpasang di kepalanya dan sengaja menarik ujung topi sampai menutupi wajahnya.
"Siapa yang bodoh?"
Hera yang siap menyembur Dega dengan lontaran kata-katanya namun urung karena cowok itu memberikan isyarat untuk diam dan tidak membuat gaduh.
"Inget, ini bioskop bukan sekolah yang seenaknya lo bisa ngomel-ngomel," lirih Dega, "eh, ralat, di mana-mana lo selalu ngomel kayaknya," lanjutnya yang membuat Hera semakin murka dan melempar topi Dega ke muka lelaki itu.
"Bener-bener ya lo!" Hera berbicara lirih seperti Dega tadi tapi dengan nada penekanan di setiap kata. Seingin-inginnya dia marah-marah, ia juga takut diamuk massal karena membuat kegaduhan.
Hera kembali fokus pada filmnya, agak sedikit takut sih, sumpah film horror tuh emang film yang gak masuk list Hera banget. Konyol? Emang. Dia nge-iyain ajakan Dega, ini beneran ada yang salah dengan dirinya.
"Takut?"
"Enggak, siapa juga." Hera masih sok cool.
"Lah, terus kenapa tuh mata malah merem anjir."
"Nih, gue buka nih!" Hera membelalakkan matanya lebar dengan bantuan kedua tangannya.
Dega terkekeh. "Ngelucu lo."
Hera membuka matanya dan ia harus tetap jaga image kalo dia gak cupu dan penakut. Namun, scene yang tak terduga muncul dengan sangat menyeramkan dan tone yang mengangetkan.
Hera refleks teriak dan bersembunyi di balik lengan orang yang di sampingnya. Seperkian detik ia menetralkan rasa takutnya dan ia baru sadar bahwa orang di sampingnya adalah orang paling super duper rese yang siap meledekinya dalam suka maupun duka. SIAL!
Gila sih ini, Hera mengumpat dalam hati.
"Mau sampai kapan lo kayak gini? Suka banget lo ya sama parfum gue?"
Hera segera kembali ke posisi awal sambil merapikan rambutnya.
"Gak tuh. Biasa aja. Cuma refleks.
"Ya, ya, percaya." Dari intonasi Dega bicara emang songong banget, Hera rasanya mau nyakar.
"Gak percaya juga gak apa sih, lagian hak-hak lo juga," sungut Hera. Dan lagi, adegan yang menyeramkan itu kembali muncul di layar, Hera mengesampinkan wajahnya sambil memejamkan mata.
"Kalo takut gak apa sih, lo puas sembunyi di balik lengan gue." Tau-tau Dega memakaikan topinya ke kepala Hera lagi.
Hera yang jengah dan memang tidak bisa menyembunyikan rasa takutnya ingin melepas topi itu namun tangan Dega mencegahnya dengan memegang tangannya.
"Pake aja, itung-itung bisa nutupin mata lo dari setan," ledek Dega dengan alis terangkat.
Oh, shit.
***
Di tengah perjalanan pulang kedua orang ini asik saling membisu. Tak ada topik yang dibahas ataupun hal lain yang diperbincangkan. Hera sih asik menikmati semilir angin sore menjelang senja dan Dega juga sibuk menyetir.
Lagi asik-asiknya menikmati angin, tiba-tiba Dega mengerem mendadak membuat helm Hera terpentok helm Dega bagian belakang.
"Bisa gak sih bawa motor yang bener dikit?! Gak mau nih gue kayak kapan hari jatoh!"
"Bawel lo."
"Lah, kok berhenti? Rumah gue masih jauh loh. Lo mau nurunin gue di sini ya?!" tuduh Hera membuat Dega geleng-geleng kepala.
"Lo sehari gak nethink sama gue gak bisa kayaknya." Dega asal toyor kepala Hera. "Tuh, lihat, gue mau beli sih tapi kok ragu. Menurut lo gimana?"
Hera melihat arah yang ditunjuk Dega, di sana terlihat ibu-ibu yang sedang berjualan kue cokelat di pinggir jalan.
"Apanya yang gimana? Beli tinggal beli sih."
"Bukan gitu, biasanya satu kotak tuh harganya sampai seratus ribu lebih, nah ini dengan harga segitu bisa dapet dua kotak. Menurut lo aneh gak sih?"
"Menurut gue sih gak aneh ya, yang aneh itu lo. Udah terpampang dengan jelas tulisannya lagi PROMO yakali gak dijual murah?"
Dega berpikir sebentar, menimang-nimang apa dia harus beli atau tidak.
"Oke, gue mau beli, buat sogokan adek gue, suka banget dia sama kue cokelat. Tuh bocil pasti marah besar helm dia gue pinjem tapi gak bilang." Dega melirik helm dan Hera berhantian.
"Parah lo emang, semua aja punya adek lo, lo rampok."
Dega tak mempedulikan ucapan Hera, dia memakirkan motornya dan berjalan menyeberangi jalan raya untuk membeli kue cokelat yang di jual di pinggir jalan itu. Dega kembali dengan dua totebag yang dibawanya.
"Boros banget, kenapa gak dijadi satuin aja coba totebag nya?"
Tak menggubris, Dega meletakkan satu totebag di gantungan bawah sepeda dan satunya lagi ia sodorkan pada Hera. Bingung, Hera menatap cowok itu dengan dahi berkerut.
"Apaan nih?"
"Buat lo."
"Lo suka sama gue?"
"Anjing yang suka sama lo," ujar Dega kasar sedikit gemas karena Hera tak kunjung menyambut pemberiannya.
"Dih, kasar, terus kenapa lo kasih ke gue? Katanya buat sogokan. Katanya adeknya suka banget kue cokelat."
"Satu kotak cukup kali, satunya buat lo." Gemas pake banget pemberiannya tetap tak disambut, Dega menarik tangan Hera dan memaksanya untuk menerima pemberiannya itu.
"Udah gak usah mikir aneh-aneh." Dega memakai helmnya dan menyalakan motor. "Ayo, naik."
Hera gak bisa kalau diperlakuin kayak gini terus, hatinya bisa mleyot beneran nanti.
"WOI, CIL!"
"Eh-eh apa?" tanya Hera tergagap.
"Naik buru. Lo gak mau gue culik maghrib-maghrin, kan?"
"Nggak, lah! Ya kali!" Hera naik ke motor Dega.
Hera merasakan kecepatan Dega mengendarai motor terasa lebih cepat dari yang tadi. Buru-buru boker kali ya nih anak, pikir Hera dalam hati. Kemudian Dega bersuara, seolah seperti cenayang di hari-hari sebelumnya.
"Gak usah banyakin mikirin gue. Ntar suka lo juga yang bakal ribet."
"Iyain, gue udah capek."
"Gimana ngedate ala-ala sama gue hari ini. Kesan pesannya dong?"
"Kesan pesan, lo kira acara perpisahan sekolah apa?!"
"Totalitas banget gak sih gue ngasih lo kue cokelat sebagai oleh-oleh abis ngedate?"
"Iya, deh, si paling totalitas, si paling absurd, dan si paling rese. Btw, makasih banyak for today."
"Dimakan loh ya, jangan kasih ke kucing."
"Kucing aja gak punya, lagian emangnya kucing suka kue cokelat?"
"Gak juga sih." Dega tertawa keras. "Bercanda elah cil."
"Cil, janji ya?" Dega bertanya serius.
"Buat?"
"Jangan suka sama gue, ya biasanya cewek kalo dibaikkin suka baperan."
"DIH???"
"Takutnya lo malah tersakiti kalau gue gak suka sama lo balik."
"DIH? NGAREP BANGET? PD!"
"Ya ... gitu deh."
"Kalo lo yang suka gue gimana tuh?"
Mulut ember lo nanya apaan sih Her. Hera bego bego bego.
Dega mengulum senyum mendengar itu. "Beda cerita lagi sih kalau itu, tapi untuk sementara ini bukan lo kok tempat tujuan hati gue, jadi lo tenang aja."
Mendengar itu, ya lagi-lagi rasa kecewa kembali menghampiri. Senja kali ini benar-benar terasa berbeda dari biasanya. Pertama kali ingin berandai pada ekspetasi, tapi kembali disadarkan oleh dia yang tak pernah menjadikannya pelabuhan hati.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top