[17] Kondangan
Hera sudah sampai di tempat acara resepsi pernikahan mantannya Dega. Dia gugup, tentu saja. Di acara yang ramai kayak gini tak ada seorang pun kenalannya kecuali Dega. Circle pertemanannya dengan Dega bisa dibilang cukup jauh. Jadi Hera tidak tahu apa-apa soal cowok itu kecuali apa yang terlihat di depannya saja.
Dega memegang pundak Hera. Gadis itu agak berjingkat kaget sebagai respon sentuhan itu.
"Gausah grogi juga kali, kan ada gue." Dega menenangkan. Aura cowok itu terlihat berbeda dadi biasanya.
"Kelihatan banget?" Hera udah tahu, kalau ekspresinya pasti tidak bisa ia kontrol. Rasa canggung itu pasti ada.
Dega terlihat membungkukkan badannya, sedikit, tinggi cowok itu gak jauh beda dari Hera. "Muka lo udah kayak nahan boker," bisiknya.
Kesal. Hera cuma bisa mengumpat dalam diam. Dia pikir ucapan Dega yang menenangkannya beberapa detik lalu adalah sisi Dega yang lain. Ternyata Dega tetap Dega, cowok kelewat usil dan menyebalkan.
Namun, dibalik ua sifat yang tidak Hera sukai itu, ia cukup menikmati kerapian dan paras Dega saat ini. Yang biasanya cowok itu tidak pernah memakai seragam dengan benar dengan kancing yang selalu terbuka sehingga menampilkan kausnya, kali ini tidak. Dega memakai kemeja sangat rapi, kemeja kotak-kotak. Rambutnya juga agak sedikit ditata sedemikian rupa, terlihat kalau dia itu emang cowok yang baik. Setidaknya begitu pandangan Hera malam ini.
"Dega, ya?" Panggilan seorang cewek membuat pemilik nama dan Hera menoleh.
"Gita!" seru Dega nggak kalah heboh kayak emak-emak yang menang lotre. "Makin glow up aja lo, Ta."
Gita, cewek berparas cantik dengan wajahnya yang glowing itu menarik perhatian Hera. Outfitnya gak main-main, Hera tidak bisa mendiskripsikan itu karena ia memang tidak jago dalam urusan fashion, tapi satu hal pasti barang atau aksesoris yang dipakai terlihat mewah dan Hera yakini itu semua pasti tidak murah.
"Gimana kabar lo?" Gita bertanya sambil bersalaman dengan gaya fist bump.
"Baik sih, tapi agak sedikit kecewa. Abisnya ditinggal nikah sama mantan."
Gita tergelak. "Yah, sadboy dong. Hahaha."
Perlu diketahui, Gita ini merupakan teman dekat Gladys mantannya Dega. Merela terbilang akrab, Dega bahkan tahu semua teman-teman Gladys, meski pacaran tergolong singkat cuma lima bulan, tapi Dega tahu lingkar pertemanannya mantannya itu.
"Mending gak usah pacaran deh lo berdua, ujung-ujungnya bakal pisah di jalan masing-masing," ejek Gadis dengan senyuman miring.
"Gitu banget. Kita jadi mantan temen gak sih? Soalnya gue sama Gladys kan mantan pacar." Dega ini juga bisa ngereceh. Tapi, gak sering.
Saking asiknya ngobrol, mereka sampai lupa ada orang yang ngelihatin interaksi mereka. Dunia berasa milik berdua, yang lain mah ngekos.
Hera berdeham, agar Dega sadar. Cowok itu kan yang mengajaknya ke sini, kenapa ia malah asik sendiri? Sama temen mantannya lagi. Sayangnya cowok itu tidak dengar. Yang menoleh justru Gita.
"Ga, cewek lo tuh, lo anggurin."
Dega membisikkan sesuatu ke telinga Gita. Entah apa itu tapi setelahnya Gita tertawa puas banget.
"Are you kidding me?" tanya Gita diselai tawanya.
Dega mengangguk. "Lo duluan aja, gue ke bocil dulu. Nanti ngambek, gue yang repot."
"Okey, see ya." Gita melambaikan tangan, ia juga melirik ke arah Hera dengan senyuman.
"Udah?"
"Udah apaan?"
"Cipika-cipikinya." Hera memberengut, di sini kesannya ia kayak pacar yang cemburu sama cowoknya yang ngobrol sama cewek lain.
"Pacar bukan, cemburu iya. Waras lo?" Dega memengang kening Hera dengan punggung tangannya. "Gak panas, berarti waras."
Minta digaplok beneran cowok ini!
"Kuy ah, makan." Dega menunjukkan beberapa stand makanan yang disajikan secara prasmanan. Saking banyaknya jenis makanan Dega bingung sendiri.
"Mau makan apa lo Cil?" Alhasil Dega nanya ke Hera.
"Makan orang!"
"Nih!" Dega mengulurkan lengannya.
"Apaan sih ngaco! Lah tadi katanya mau makan orang. Gue aja. Siap abang mah," goda Dega. Hera ternyata emang bener-bener sifatnya kayak bocil. Nggak salah berarti dia panggil Bocil.
"Abang abang najis!"
Tanpa ancang-ancang Dega malah menarik lengan Hera menuju stand soto, di sana ada seorang ibu-ibu yang menjaga stand.
Hera menepis cekalan itu sampai di depan stand. "Enak aja pegang-pegang," ujarnya seraya pura-pura membersihkan lengannya seperti habis terkena debu.
"Lagian lo aneh, ya, kali ke kondangan makan dulu, yang ada tuh lo nyamperin mantan lo tuh," tunjuk Hera pada sesosok gadis yang berpakaian paling nyentrik dari pada yang lainnya, yang sedang duduk di kursi pelaminan, "ngasih ucapan selamat menempuh hidup baru kek, apa gitu. Lah, ini main nyosor ke makanan aja."
Dega mendengar penuturan Hera, ia berfikir sejenak. "Bener juga," katanya lalu menarik lengan Hera lagi. Hera sudah siap menolak, tapi Dega maksa terus bilang, "bentar doang elah."
Hera tidak mengikuti saja cowok itu, ia tidak bisa menolak, cekalan tangan cowok itu di lengannya kelewat kuat.
Hera pasrah, dibawa Dega menuju kursi pelaminan mantannya yang cantik.
***
Kau yang paling setia
Kau yang teristimewa
Kau yang engkau cinta
Cuma engkau saja
Mendadak Hera merinding, mendengar dua bait lagu yang baru saja ia dengar dari atas panggung.
Dari semua pria
Aku yang juara
Dari semua wanita
Kau yang paling sejiwa
Hera bisa menilai suara Dega tergolong unik dan mampu membuatnya terpikat. Suaranya tidak bariton seperti lelaki pada umumnya, tidak serak juga, suaranya itu sedikit nyaring dan sedikit tertahan di tenggorokan. Tapi, suara cowok itu sangat bagus kalau sedang bernyanyi, ya, seperti saat ini.
Denganmu semua air mata
Menjadi tawa suka ria
Akankah kau selalu ada
Menemani dalam suka duka
Bukan secara tiba-tiba Dega menyanyi di atas panggung sana. Cowok itu melakukannya karena tadi sehabis makan soto, Dega melihat Gladys turun dari kursi pelaminan. Raut wajahnya berubah saat menerima telepon, Dega bisa menilai itu walau dari jauh.
Dega inisiatif nyamperin si mantan, beberapa menit dia berbincang terus dia kembali lagi ke meja yang ia tempati sama Hera tadi. Cowok itu bilang, temennya yang anak band dari luar kita gak bisa bawain lagu soalnya kejebak macet. Terus Dega nawarin diri, gini-gini juga dia bisa nyanyi tapi gak jago-jago banget.
Denganmu aku bahagia
Denganmu semua ceria
Janganlah kau berpaling dariku
Karena kamu cuma satu
Untukku
Hera meneguk ludah, mengalihkan pandangannya ke bawa. Pada kata terakhir lagu ini Dega melirik ke arahnya sehingga pandangan mereka cuma lima detik bertemu karena Hera memutus kontak terlebih dahulu.
Bukan waktu yang tepat buat gue salting
Dega, kan, rese
Gak boleh suka cowok kayak gitu Hera
Lee Jeno masih cukup berdamage buat jadi pacar haluan lo
Masa selera gue turun?
Hera berbica sendiri tapi dengan suara lirih. Sampai ada panggilan yang menyuarakan namanya, ia menoleh.
"Loh, elo?"
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top