[16] More Effort
Senyum ... konon katanya, orang yang suka cemberut cepet keriput.
***
"Arel."
"Apa? Tumben banget lo nelepon, biasanya juga chat."
"Sore tadi gue dapat undangan married dari mantan gue. Niatnya sih ngajak lo, emm ... lo mau enggak?"
"Sabi, sih, kapan?"
"Lusa. Pas malam minggu acara resepsinya."
"Lah, lusa? Gak bisa. Kak Satya, kan, mau balapan pas malam minggu besok."
"Yah, emang gak bisa dipending, ya? Nemenin gue gitu bentar doang."
"Gak, gak bisa, selain lusa gue bisa."
"...."
"Gue punya usul. Ajak temen gue aja gimana? Si Hera, baik loh anaknya."
"Si Bocil?"
"He'eh, ya, lo tau sendiri, meskipun childish dia orangnya baik, pengertian asli, best pren gue pokoknya. Gimana? Tapi, jangan main-main ya sama dia."
"Baik ... pengertian ... kan sama lo, belum tentu sama gue juga gitu."
"Ya elah, Ga, belum coba mana tau."
"Kalo anaknya kagak mau gimana?"
"Lo paksa aja."
"Anjir, pemaksaan dong namanya."
"Haha, terserah lo sih, gue cuma kasih saran yang terbaik aja buat lo. Soalnya gue lusa beneran mau nonton balapannya kak Satya."
"Oke. Thanks, sarannya. Gue ngehubungin dia lewat apa?"
"Gue kasih nomer whatsapp nya aja kali ya?" Arel tampak berfikir. "Kayaknya terlalu privasi, gimana kalo user IG nya aja? Lo DM dia?"
"Boleh."
"Usernamenya underscore herasya. Gak pakai spasi ya, hurufnya juga kecil semua."
"O-oke. Thanks."
"Sans aja, kalau dia gak mau. Temuin aja orangnya langsung besok."
"Oke."
"Udah kelar ya berarti? Gue mau makan."
"Thanks banyak, Rel."
"Yoi, sama-sama."
***
Hal yang lumrah bagi cewek versi fiksi mau nyata, terkadang bongkar lemari pakaian saat mau keluar sama cowok itu memang fakta. Mempersiapkan sesuatu dengan outfit yang terkesan pribadi kita banget itu hal yang riweh bagi cewek. Kalau cowok, dibuat santai aja, mau pakai kaos kemeja, kaos yang dipadukan sama jaket denim mungkin keliatannya udah keren banget.
Dibilang cewek itu rempong juga gak sepenuhnya salah. Karena selain pakaian atau penampilan yang terlihat sempurnya. Wajah juga jadi aset yang penting. Mau bad looking atau good looking, make up itu nomer wahid apalagi di zaman milenial kayak gini.
Masalahnya di sini, Hera bukanlah sosok yang terlalu mengikuti arus zaman saat ini. Perkara outfit dia masa bodoh, biasanya juga pakai celana jeans sama atasan lengan panjang yang penting sopan. Dari tadi dia obrak abrik lemari pakaiannya, pusing juga, karena kebanyakan hanya ada baju kaos santai, sama training, dia bukan tipe orang yang suka jalan-jalan di mal, terus nonton, makan-makan di luar, dan lain sebagainya.
Jadi sekarang Hera bingung, dia mau ke kondangan tapi gak tau mau pake baju apa. Masa mau pake hoodie, kan bisa diketawaain sama tamu satu acara.
Hera cuma mondar-mandir di dalam kamar. Mikir. Sampai dering telepon dengan ringtone suara Jake menyanyikan sebait lagu terbaru grupnya Polaroid Love menyadarkan Hera.
"Lo di rumah kan?
"Iya."
"Gue boleh masuk dong? Gue udah bawa baju sama make up nih buat lo."
"Oke." Hera mematikan sambungan telepon dan berlari menuju depan rumah untuk membukakan pintu. Padahal pagi tadi mereka sempat terlibat cekcok sedikit, ya, masalah Arel yang nyuruh Dega buat ngajak Hera ke kondangan, dan masalah Arel yang ngasih user IG nya ke Dega.
"TADA!" Arel menunjukkan paper bag dengan pita warna merah. "Dari Dega, katanya bisa lo pakek di kondangan nanti."
Arel menarik lengan Hera masuk dan duduk di ruang tengah. Padahal rumah Hera, tapi Arel berlagak seperti rumah sendiri.
"Gue juga bawain make up punya nyokap gue." Arel terkekeh lalu menunjukkan kumpulan make up nyokapnya yang ia juga belum pernah pakai.
Hera jadi merasa bersalah dan tidak enak hati karena sikapnya tadi pagi yang marah-marah sama Arel. Temannya itu sangat peduli padanya.
"Rel," panggil Hera, "sorry buat kejadian tadi pagi ya, kesannya gue kayak kekanakan banget."
"It's okey, gue juga minta maaf. Gue malah kasih saran ke Dega buat ngajak lo, suruh dia maksa lo, dan ngasih username IG lo. Sorry banget, Her, jatuhnya kayak gue ngelimpahin semua ke lo."
"Alasan lo apa?" Keingin tahuan Hera sangat besar sekarang. Kenapa Arel harus menyarankan dirinya.
"Lo baik, Her, temen gue yang paling pengertian, mungkin lo bisa jadi couple yang baik gantiin gue." Hera tetap menyimak sampai Arel melanjutkan kalimatnya lagi. "Gue tahu temen cewek dia banyak, ya, tapi karena dia ngajak gue dan gue gak bisa, salah satu saran gue ya itu ngajak lo. Lo orang yang tepat."
"Bisa aja lo, Rel." Hera tertawa. "Baikan nih kita?"
"Baikan dong."
Mereka saling menautkan kelingking satu sama lain.
"Eh, ayo buru, bentar lagi gue mau otw, gue bantu lo deh make up dikit-dikit."
"Otw ke?"
"Sirkuit. Kak Satya mau balapan di sana."
Oh, Satya yang tukang modus itu ya? Hera membatin. "Lo suka sama dia?"
Malu-malu, Arel mengangguk. Telinganya terlihat merah. "Udah lama sebenernya."
"Waw!"
"Keep my secret, because only you and my brother as known." Arel serius. "Gue gak mau ngungkapinnya, Her, gue cuma takut, takut kalau Kak Satya gak suka gue balik dan pas gue utarain hubungan gue sama dia bakalan canggung."
Hera mengangguk, berusaha mengerti kondisi Arel dan memikirkan bagaimana jika di posisi cewek itu. "Gue gak mau komen apa-apa, kalau itu emang pilihan terbaik dari lo."
"Thanks udah jadi sahabat yang ngerti." Arel memeluk Hera. Hera juga balas memeluk Arel. Udah kayak teletubies aja mereka.
"Yuk ah gue make over lo!"
"Simple aja ya, gue gak mau kelihatan menor."
"Siap bestieeee!"
***
Make up ala-ala Arel yang ia lihat dari tutorial di youtube akhirnya selesai. Hera sedari tadi memperhatikan tampilan wajahnya dari kaca kecil yang ia bawa ke mana-mana. Arel sudah pergi setengah jam yang lalu. Gadis itu buru-buru, katanya takut terlambat menyaksikan balapannya si Satya. Ia juga baru tau, sebucin itu Arel sama Satya, tapi cewek itu cukup pintar menyembunyikan perasaannya.
Opini Hera tentang Satya tidak terlalu bagus, karena kakak kelasnya itu cukup bisa dinilai sebagai playboy dan tukang modus. Contohnya, saja waktu itu. Saat Hera lagi nunggu motor Dega yang dibenerin, si Satya ngasih nomor teleponnya.
Ting!
aldegapranata_
Btw
Lo izinnya pergi sendiri apa sama gue?
Kalo misalnya lo izinnya pergi sama gue berarti gue nanti ke rumah lo dulu biar bokap lo tau perginya sama siapa
Orangnya kayak gimana?
Rentetan pesan dari Dega mampu membuat senyuman Hera terbit. Kok jadi kiyowo gini sih Dega?
_herasya
Bokap gue udah gak ada
aldegapranata_
Hah?
Maaf, Her, gue gak bermaksud
_herasya
Sans...
aldegapranata_
Kalo nyokap lo?
_herasya
Masih kerja
Belum balik dari kantornya
Kalau bisa dibilang Hera kesepian. Jawabannya iya, kesepian, bahkan sangat kesepian. Mamanya kerja kadang juga pulangnya sangat larut. Tak menentu. Terlebih lagi dia anak tunggal.
aldegapranata_
Ok, gue udah di depan
"Hah? Loh? Kok udah di depan?" Hera yang tadi duduk di ruang tamu, langsung lihat ke depan. Ia mengintip dari jendela. Ia tidak melihat Dega, tapi ada sebuah mobil putih di sana.
_herasya
Lo pakai mobil?
aldegapranata_
Ya kali, naik motor, lo mau pamer aurat ato gimana?
Lo kan pakai dress
_herasya
Pinter juga lo ya
aldegapranata_
Ya, iyalah
Gak pinter gue gak bakal naik kelas dua belas
Bakalan tinggal kelas
Udah buru keluar.
Hera membaca saja DM dari Dega, setelahnya dia mengambil sling bag dan keluar.
Hera berdiam diri dari samping badan mobil sebelah kiri, kemudian Dega membuka kaca mobil.
"Lo ngapain diem aja? Masuk, Cil," titahnya. Hera masih diam saja.
"Lo mau gue bukain pintu gitu? Kayak di ftv-ftv, gue bukan pacar lo ya, gak usah manja." Dega benar-benar, mulutnya lemes.
"Anjir, siapa juga yang mau dibukain pintu," ujar Hera lalu masuk ke dalam mobil, "gue cuma kaget aja, nih mobil bagus banget, punya lo?"
"Lo pikir aja sendiri."
"Dih, ditanyain malah sewot. PMS, Pak?"
"PMS bukannya istilah buat cewek, ya?"
"Buat lo juga bisa. PMS alis pengen marah selalu, hahaha." Hera tergelak. Tawanya meledak. Singkatan itu dia temukan di salah satu novel fiksi dari penulis favoritnya kala itu.
"Serah lo dah." Dega melirik Hera sekilas. "Lo cantik deh, lumayan sih, dress nya juga cocok di lo."
Geter, nggak tuh hatinya?
Hera mengibaskan rambut, tertawa sumbang. "Haha, emang gue cantik dari lahir."
"Dress punya adek gue itu. Nanti balikin. Soalnya tadi gue colong dari lemari dia." Dega berucap santai, lalu menghadap depan.
Hera melotot. Dia pikir, Dega memberikan gaun ini untuknya. Ternyata cuma gaun colongan. Untung ukurannya pas.
"Untung ukurannya pas, lagian, badan lo kayak anak SMP." Dega berujar sambil memanaskan mobil.
Hera langsung pukul bahu Dega. Mau Dega kesakitan atau apa, Hera tidak peduli. Dega langsung memegang lengan cewek yang memukulinya itu. Gerakannya terhenti, ia menatap tajam manik itu.
"Udah ya, suka banget sih mukul? Gue bukan samsak."
Digenggam sama ditatap kayak tadi Hera jadi gugup. Bisa-bisanya jantungnya diskoan di kondisi kayak gini? Gak terkendali lagi.
"Gak usah merah. Muka lo udah kayak tomat." Dega melepas cekalan itu dia mulai menjalankan mobil.
Hera bersedekap, agak sebal, bibirnya cemberut, dia gak bersuara lagi sampai mobil berjalan.
"Bagus, diem kayak gitu. Nanti pas nyampek tempatnya jangan lupa gandeng tangan gue."
"Buat?"
"Masih nanya?"
Sial, tatapan Dega selalu bisa membuatnya mati kutu. Hera tidak membalas, ia lebih memilih untuk membuang muka.
"Senyum, Cil, konon katanya, orang yang suka cemberut cepet keriput," ungkap Dega dengan terus nge-pukpuk puncak kepala Hera dengan tangan kirinya, sedangkan tangan kanannya sibuk menyetir.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top