[14] Undangan Married
Ketemu orangnya kesel, gak ketemu orangnya merasa ada yang aneh, definisi tertarik tapi tidak sadar.
***
Sejak kejadian di depan jurnalistik beberapa waktu lalu, saat Dega nakutin-nakutin Hera, gadis itu sudah jarang bertemu sama Dega. Tidak mengharapkan pertemuan, tapi kayak ada yang beda saja menurutnya. Padahal Hera sama Dega juga belum lama kenal. Sudah seminggu terhitung sejak hari lomba waktu itu, Hera tak pernah melihat Dega.
Ada rasa lega dalam benaknya, ia tak perlu bersusah payah menahan amarah, karena tentu saja Dega itu jago dalam memancing emosinya. Sekarang Hera lagi di kantin nungguin Arel beli minum sama makan. Mana gerah banget, soalnya tadi abis pelajaran olahraga. Hera ngibas-ngibasin tangannya ke arah wajahnya.
"Sendirian aja maniezzz?" sapa Satya yang datang entah dari mana. Hera agak melirik sekilas.
"Enggak, tuh banyak orang, tuh, tuh." Tunjuk Hera satu-satu pada beberapa anak secara bergantian yang ada di kantin.
Satya terkekeh. "Emang lo kenal sama orang yang lo tunjuk-tunjuk tadi?" tanya Satya penasaran.
"Enggak sih." Hera menggaruk tengkuknya, ia merasa risih, jujur.
"Makan bareng yuk, pesen apa gitu, gue traktir deh." Jametnya Satya nih udah keluar. Gak tau lagi deh sama tipikal anak mesin yang sana-sini oke.
"Enggak, makasih, gue udah bawa bekal," tolak Hera jujur. Dia memang udah bawa bekal dari rumah, alasannya ke kantin cuma mengantar Arel yang mau beli minum eh sekarang malah antri di penjual siomay.
"Oh, iya, kemarin gue udah kasih nomer WA gue ke lo, kok gak chat sih?"
Mampus gue jawab apa?
"EH, SAT!" Dega nyamperin Satya terus mukul bahunya kenceng. Si Satya sampai mengumpat.
"Ngapain lo sama Bocil?" tanya Dega memicing dengan tangan kiri yang ditumpukan di bahu lebar milik Satya. "Mau jadi buaya lo, ya?" tebak Dega asal dan langsung mendapat tinjuan kecil di perutnya.
Kedatangan Dega seperti pencair suasana. Setelah tidak melihat Dega beberepa hari ini, ia bertemu lagi dengan cowok itu. Hera mendadak lebih merasa tenang daripada tadi. Alhasil si Dega sama Satya langsung asik ngobrol satu sama lain, sementara Hera udah kayak obat nyamuk. Beruntung, Arel sudah kembali dengan sepiring siomay dengan bumbu kacang dan sambal yang lumayan banyak.
"Loh, loh pada ngumpul di sini semua?" Arel terlihat terkejut melihat ada Satya sama Dega di sana.
"Pantes mulutnya pedes, orang makannya kayak gituan," cibir Dega dan sukses membuat Arel terpancing dan menginjak kakinya.
"Eh, Kak Satya, lusa jadi balapan?" Arel ini langsung mengalihkan perhatiannya sama si Satya. Definisi suka diam-diam ya harus dijaga, jangan sampai si doi tau. Jadinya ya Arel bersikap sewajarnya saja. Padahal jantungnya udah dugem-dugem gak karuan.
"Yoi, Rel, dateng, kan, lo?"
"Pasti dong." Arel tersenyum lebar menampilkan senyum terbaiknya, harap-harap si Satya suka sama dia karena senyumnya. Ya, nggak?
Hera kayak udah jadi obat nyamuk beneran dari tadi. Dari tempatnya, dia cuma nyimak, dengerin, lihat interaksi yang ada di depannya, udah itu aja. Mau ikutan nimbrung, juga gimana, dia itu tipe canggungan juga. Akhirnya, dia cuma mainin kuku sembari nungguin Arel sama Satya asik ngobrol, dan curi-curi pandang ke Dega juga. Yang kelihatannya, cowok itu serius banget menyimak interaksi Arel sama Satya.
Dilihat lama-lama Dega ganteng juga, alisnya yang lumayan tebal itu yang bikin candu. Apalagi sama tahi lalat yang ada di pipi kirinya, gak sampai tengah-tengah amat. Posisinya dekat hidung, tapi juga gak dekat-dekat amat, posisinya juga dekat bibir tapi gak dekat-dekat amat. Susah deskripsiinnya, pokoknya Dega kelihatan manis aja sama tahi lalatnya.
"Her!"
"Eh, iya!" Hera terlonjat langsung noleh ke Arel.
Dega sama Satya ketawa aja lihat ekspresi Hera yang kaget campur bingung. Mereka mungkin mikir Hera bocah freak.
"Udah ngobrolnya?"
"Udah, lo aja yang ngelamun terus. Mikir apa sih?"
"Gak, gak ada."
"Ya udah ayok cabut, siomay gue udah dingin kayaknya. Keburu gak enak."
Hera sama Arel hendak kembali ke kelas, soalnya mereka mau makan bareng, bekalnya Hera juga ada di dalam tas. Hera langsung ngibrit aja jalannya, gak lihat di sebelah kanannya ada cowok yang lagi jalan buru-buru sambil bawa dua mangkuk bakso dengan kuah panas, terlihat dari asapnya yang mengepul.
Dengan cekatan Dega menarik baju bagian belakang Hera lumayan keras, gadis itu sedikit terjungkal tapi aman.
"Woy, ati-ati dong!" seru Dega maju beberapa langkah. Cowok yang membawa bakso itu langsung minta maaf lalu nyengir.
"Untung ada gue."
"Ya, thank you!" jawab Hera. Bilangnya sih thank you, tapi nadanya udah kayak mau ngumpat bilang fuck you.
"Yang ikhlas. Masih mending nih gue tolongin, kalau enggak tuh tangan udah melepuh kena kuah panas."
"Tangan-tangan gue, kok care?"
"Bukan care cuma bilangin."
Arel sama Satya saling pandang. Agak bingung dengan situasi. Hera juga kayak batu, Dega nya juga gak jauh beda. Udah cocok jadi rival lomba debat antar jurusan kimia versus teknik elektro. Kira-kira bakal menang mana kalau itu sampai terjadi?
"Ayo, Rel, abis ini bel, mana belum ganti lagi." Hera memandang Arel. Saat ia hendak melangkah, kaki kanannya seperti tertahan sesuatu sehingga ia kehilangan keseimbangan dan terjerembab ke depan.
"DEGAAAAA!!!" pekiknya kelewat lantang. "LO NGINJEK TALI SEPATU GUE ANJIR!"
Dega yang sadar, langsung mundur berganti pijakan. "Sorry, Cil."
Sakitnya gak seberapa tapi malunya yang gak ketolongan. Masalahnya pose jatuhnya yang gak banget terus ditontonin sama seisi kantin. Buru-buru Hera bangkit tanpa menghiraukan Arel yang menawari bantuan.
"FUCK DEGA!" umpatnya dalam hati membelakangi Dega.
***
Tin.. Tin..
Suara klakson dari belakang membuat Dega menepikan motornya. Dega menoleh, ternyata itu adalah mantannya, Gladys. Gadis itu tersenyum kemudian menyuruh Dega berhenti.
Gladys menepikan mobilnya, ralat, menepikan mobil calon suaminya. Cewek itu turun sambil membawa sebuah undangan.
Gladys mendekati Dega, lalu menyodorkan undangan pernikahannya pada cowok bertopi itu. "Nih, dateng ya, ke nikahan gue besok lusa," ujarnya kemudian.
"Widih, cepet amat udah sebar-sebar undangan." Dega menerima undangan itu dan membacanya.
"Jangan lupa bawa pasangan, biar gak keliatan ngenes," ejek gadis berambut panjang itu.
"Idih, suka-suka gue dong." Dega berdecak. Undangan dari Gladys, ia gulung-gulung dengan rapi lalu dimasukkannya dalam tas tempat botol minum. Gladys yang melihat itu memukul lengan Dega.
"Ih, gak sopan banget! Masa ditaruh situ?!" protes Gladys yang disambut tawa renyah Dega.
"Lo sih sok ngatur."
"Siapa juga yang sok ngatur." Gladys mendesis. "Gue kan cuma ngasih saran, lo jangan lupa bawa pasangan aja, ya kali lo ke kondangan mantan tapi datengnya sendirian. Ntar dikira mau bawa lari gue lagi."
"Najis! Gue masih punya harga diri kali."
"Iye, iye." Gladys tersenyum, ia jadi teringat suatu hal. Ya, gadis yang sedang Dega sukai itu. "Katanya, lo lagi suka sama cewek, bawa aja itu cewek."
"Ide lo bagus, tapi gue gak jamin dia mau."
Gladys mendorong bahu Dega. "Cupu lo ah! Ini bukan Dega yang gue kenal deh, kalo cupu kek gini!"
"Suka-suka lo, by the way, congrats ya bentar lagi jadi babu." Gadis langsung mendelik dan menginjak keras sepatu Dega.
Dega langsung merintih kesakitan tuh, injakan kaki Gladys ditambah sepatu high heels cewek itu berhasil membuat kakinya berkedut. "Sadis lo sumpah!"
"Siapa suruh ngatain?!"
"Ya, kan bener, lo pasti jadi babu suami lo, ngurusin rumah, masak, dan segala tetek bengeknya." Dega menggelengkan kepalanya. "Kasian."
Gladys sudah berancang-ancang menginjak kaki kanan Dega, tapi cowok itu sigap memundurkan langkahnya. Yang tadi aja masih terasa nyeri, ditambah injakan lagi bisa-bisa ia tidak bisa jalan lagi.
"Udah, ah, gue mau sebar undangan ke yang lain, capek ngomong sama orang jones." Gladys melambaikan tangannya dan memasuki mobilnya kembali.
"Wuu, dasar, lihat aja gue bakal ajak cewek!"
"Oke, gue tunggu," jawab Gladys sambil mengangkat sudut bibirnya.
Di tempatnya, Dega garuk-garuk kepala, bukan karena kutuan tapi ia sedang dilanda kebingungan. Batu-batu kerikil di bawahnya sudah ia tendangi beberapa kali menjadi korban atas kekesalannya.
"Pake, sok-sok an bawa cewek, gue ngajak siapa anjir?!"
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top